Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193356 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafika Primadesti
"Karya Akhir ini membahas pembaruan kebijakan subsidi bahan bakar fosil dan program Pengendalian Evaluasi dan Penilaian Polusi PROPER yang diterapkan di Indonesia terutama dalam memerangi emisi gas rumah kaca Pada Karya Akhir ini dijabarkan penjelasan dan perbandingan kedua kebijakan tersebut secara mendetil Hasil perbandingan menyarankan bahwa efektivitas pembaruan subsidi bahan bakar fosil dalam mengurangi emisi gas rumah kaca masih perlu diperbaiki sedangkan kebijakan PROPER sudah efektif namun seyogyanya ditingkatkan lagi.

The focus of this study is to assess and compare the Fossil Fuel Subsidy Reform and PROPER Program implemented in Indonesia especially in relation to the combat against GHG emissions This study depicts thorough explanations of and comparisons between the two policies in detail The result of the study suggests that the effectiveness of the Fossil Fuel Subsidy Reform in reducing the GHG emissions is still in immense need of improvement meanwhile the PROPER program has been efficient yet some improvements are believed to still be necessary."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Noor Isnaini
"Persoalan inefisiensi membuat kebijakan subsidi BBM kurang diminati oleh banyak negara dalam beberapa dekade terakhir. Meskipun demikian, penghapusan subsidi ini dapat berdampak negatif bagi perekonomian, khususnya terkait kemiskinan, apabila tidak diiringi dengan program kompensasi yang tepat. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis program apakah yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia sebagai kompensasi penghapusan subsidi BBM. Program yang dibahas dalam artikel ini meliputi bantuan tunai, subsidi pangan, program pendidikan dan kesehatan, dan pembangunan infrastruktur. Dengan mempertimbangkan jangka waktu program, akurasi sasaran, dan isu kebebasan memilih, dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu program yang unggul di ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu, keputusan untuk memilih program mana yang akan diterapkan tergantung dari tujuan utama yang ingin dicapai oleh pemerintah. Tujuan jangka pendek dapat diwujudkan melalui bantuan tunai dan subsidi pangan sedangkan pembangunan sumber daya manusia dan infrastruktur dapat mewujudkan penghapusan kemiskinan secara lebih berkesinambungan.

Inefficiency has led to fuel subsidies being a much less favourable policy for many countries dealing with oil price hikes over the last few decades. Nevertheless, removing fuel subsidies can have detrimental effects on the economy, particularly related to poverty issue, if there is no appropriate compensation program implemented. This study aims to assess what the most suitable compensation would be in the case of fuel subsidies being phased out in Indonesia. Four different programs considered in this study are a cash transfer, a food subsidy, an education and healthcare program, and investment in infrastructure. Evaluating these programs in terms of time frame, targeting recipients, and freedom of choice, it is found that there is no single program superior in all aspects. The decision on which program should be chosen by the government then depends on its main objective. While an immediate and short-run effect can be achieved by providing cash or inkind transfers to the poor, human capital accumulation and improvement in physical infrastructure offer a long-run and more sustainable effect on poverty alleviation."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Restu Lestarianingsih
"Tahun 2007 pemerintah Indonesia melaksanakan program konversi minyak tanah menjadi LPG dengan meluncurkan LPG 3 Kg untuk rumah tangga tidak mampu dan usaha mikro. Pada pelaksanaannya, kemungkinan rumah tangga nonsasaran juga menggunakan LPG subsidi. Untuk menghindari penggunaan LPG subsidi oleh rumah tangga nonsasaran yang berimplikasi terhadap beban fiskal pemerintah, perlu pemahaman tentang perilaku rumah tangga dalam memilih LPG nonsubsidi. Pendapatan rumah tangga, harga dan ketersediaan bahan bakar menentukan pilihan jenis bahan bakar memasak rumah tangga. Namun, belum melihat hubungan tersebut dalam pemilihan antara LPG subsidi dan nonsubsidi sebagai bakar bakar memasak rumah tangga. Dengan menggunakan data Susenas Maret 2018 dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) yang berjumlah 194.062 rumah tangga Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pendapatan, Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dan kuota LPG subsidi sebagai representasi ketersediaan bahan bakar terhadap pilihan penggunaan LPG nonsubsidi di rumah tangga Indonesia tahun 2018. Menggunakan model estimasi Multinomial Logit, studi ini menemukan bahwa kenaikan pendapatan, kenaikan HET LPG subsidi, dan pengurangan kuota LPG subsidi berkorelasi dengan peningkatan peluang pemilihan LPG nonsubsidi sebagai bahan bakar memasak rumah tangga Indonesia tahun 2018. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa mayoritas pengguna LPG susbidi adalah rumah tangga nonmiskin.

In 2007, the Indonesia government launched a 3 kg LPG cylinder for poor households and micro-enterprises to reduce fuels subsidies burden. In implementation, the subsidized LPG may also used by non-target households which implicated to the goverment fiscal burden. In order to avoid this, its necessary to understand households behavior on non-subsidized LPG choices. Household income, fuel price and availability determine the choice of household cooking fuel types. However, existing studies have not seen the relationship between subsidized and non-subsidized LPG as household cooking fuel. Using March 2018 National Socio-Economic Survey (Susenas) and the Ministry of Energy and Mineral Resources (KESDM) information, this study examine the relationship between income, highest subsidized LPG retail price (HRP) and subsidized LPG quota as a representative of fuel availability in Indonesian households with subsidized and non-subsidized LPG choices as cooking fuel in 2018. Multinomial Logit model estimation result found that an increase in income, an increase in subsidized LPG HRP and a decrease in subsidized LPG quotas are correlated with an increase in chances of choosing non-subsidized LPG as Indonesian cooking fuel in 2018. Furthermore, this study revealed that the largest subsidized LPG users are non-poor households."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Sulistiowati
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara subsidi pada bahan bakar fosil dan pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode analisis dengan data panel. Akan tetapi, terdapat kesulitan dalan mengumpulkan data tentang subisidi, oleh karena itu penentuan sampel dilaksanakan berdasarkan ketersediaan data. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 37 negara, termasuk Indonesia. Selain memasukkan variabel utama (subsidi bahan bakar fosil), penelitian ini juga memasukan beberapa variabel lain yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu opennes (keterbukaan), gross capital formation dan tingkat partisipasi masyarakat pada tingkat pendidikan menengah.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menginvestigasi dampak subsidi terhadap pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, dengan menggunakan data yang lebih aktual dan metode yang lebih baik, penelitian ini lebih difokuskan kepada dampak subsidi bahan bakar fosil terhadap pertumbuhan ekonomi (baik dalam total subsidi maupun dalam subsidi terhadap setiap jenis bahan bakar fossil).
Hasil regresi menunjukkan bahwa subsidi pada bahan bakar fosil secara total, subsidi terhadap batubara, listrik dan gas alam memiliki dampak negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi penelitian ini gagal menunjukkan bahwa subsidi terhadap bahan bakar minyak memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, hasil regresi terhadap variabel pendukung lainnya menunjukkan bawa opennes (keterbukaan), capital formation (pembentukan modal) dan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan menengah berhubungan positive dan signifikan terhadap growth.

The main objective of this research is to examine the relationship between fossil fuel subsidies and growth. In order to achieve this objective, the research employs panel data analysis. However, due to the difficulties in obtaining the data about subsidies, the sample and the time frame have been selected based on the availability of the fossil fuel subsidies data. The sample consists of 37 countries, including Indonesia. Instead of the key variable (fossil fuel subsidies), the study also employs others determinants of growth as independent variables, namely openness (OPEN), gross capital formation (CF) and secondary school enrolment.
Many studies have been conducted to investigate the impact of subsidies on growth. However, by employing more recent data and better methods, this research focuses on the impact of fossil fuel (both in total and for each type of the fossil fuel energy) subsidies toward growth.
The result of the regression confirmed that fossil fuel subsidies, coal subsidies, electricity and natural gas subsidies have negative and significant impact toward growth. However, the research found that oil subsidies are negative but not significant toward growth. The result on other explanatory variables shows that openness (OPEN) capital formation (CF) and gross secondary school enrolment (secgrt10) are positive and significant toward growth.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T45034
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruddy Kaharudin Gobel
"Subsidi energi dipandang sebagai instrumen kesejahteraan untuk meringankan beban pengeluaran masyarakat miskin dan rentan. Karena itu, investasi pemerintah untuk subsidi energi sangat besar. Namun demikian, subsidi ini justru lebih menguntungkan kelompok mampu, tidak tepat sasaran, bersifat regresif dan menghabiskan anggaran pemerintah yang sangat besar. Dengan menggunakan metode kualitatif dengan tambahan analisis deskriptif terhadap agregasi data statistik mikro yang bersumber dari DTKS dan Susenas, serta menggunakan kombinasi teori multidisiplin untuk analisis, penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan subsidi energi berbasis rumah tangga saat ini belum mampu menjadi instrumen kesejahteraan. Kelompok masyarakat miskin dan rentan dalam jumlah yang sangat besar tidak menikmati subsidi, bahkan tidak mendapatkan akses terhadap energi sama sekali. Kelompok tersebut termasuk perempuan kepala keluarga, penyandang disabilitas, dan lansia. Dampak negatif lainnya adalah ketergantungan terhadap energi fosil yang diimpor, menciptakan praktik kriminalitas penimbunan dan pengoplosan, serta mengurangi insentif bagi pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Perubahan paradigma kebijakan dari subsidi barang menjadi subsidi energi bersasaran langsung kepada rumah tangga diperlukan untuk memperbaiki kondisi tersebut. Perubahan ini mampu mendorong kebijakan yang lebih efektif dan inklusif, membantu mengurangi beban perempuan, mengurangi kemiskinan dan ketimpangan serta mendorong pengembangan energi terbarukan di tingkat lokal. Namun, perubahan ini harus dibarengi dengan kemampuan dalam menentukan kelompok sasaran dan dukungan elit politik pada tingkat tertinggi.

Energy subsidies are regarded as a welfare instrument aimed at alleviating the financial burden of poor and vulnerable communities. Consequently, the government's investment in energy subsidies is substantial. Nevertheless, these subsidies tend to benefit affluent groups disproportionately, miss their intended targets, display regressive characteristics, and consume a significant portion of the government budget. This research employs qualitative methods in conjunction with descriptive analysis of aggregated micro-level statistical data sourced from DTKS and Susenas. It utilizes a multidisciplinary theoretical framework for analysis. The findings of this study conclude that the current household-based energy subsidy policy falls short of an effective welfare instrument. A considerable number of the poor and vulnerable populations do not benefit from these subsidies and may lack access to energy altogether. These marginalized groups encompass female-headed households, individuals with disabilities, and the elderly. Other adverse consequences encompass a dependence on imported fossil fuels, the fostering of criminal practices such as hoarding and adulteration, and the reduction of incentives for the development of renewable energy in Indonesia. A paradigm shift in policy, transitioning from subsidizing goods to directly targeting household-based energy subsidies, is imperative to rectify this situation. Such a change can promote more effective and inclusive policies, reduce the burden on women, mitigate poverty and inequality, and stimulate the development of local-level renewable energy initiatives. However, this transition must be accompanied by the ability to identify target groups and secure political elite support at the highest level."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Azfar Tamin
"Sejak pemerintah memberlakukan kebijakan subsidi tetap untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, harga eceran solar bergerak secara cepat dan fluktuatif. Peraturan Presiden No.191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM telah memberi kewenangan kepada Menteri ESDM untuk menetapkan harga dasar dan harga jual eceran BBM, sehingga hampir sebulan sekali terjadi perubahan harga eceran solar.
Tujuan tesis ini adalah untuk menganalisis dampak kebijakan subsidi tetap harga BBM jenis solar terhadap perubahan harga sembako di Indonesia, dan menganalisis terjadinya transmisi harga antara harga solar dan harga sembako.
Berdasarkan pengujian dengan pendekatan teori Asymmetric Vertical Price Transmission dan model Error Correction (ECM), didapatkan bahwa hubungan antara harga solar dan harga sembako bersifat tidak simetris, yaitu ketika harga solar naik, maka harga telur, beras dan daging ayam naik, namun ketika harga solar turun, harga telur, beras dan daging ayam tidak ikut turun. Harga telur, beras dan daging ayam terkoreksi kembali kepada keseimbangan jangka panjangnya dalam jangka waktu 2 sampai 4 bulan. Sedangkan untuk komoditi jenis gula, susu, minyak goreng dan daging sapi, pergerakan harga keempat komoditi tersebut tidak memiliki hubungan kointegrasi dengan harga solar.
Faktor yang menyebabkan transmisi harga tidak simetris ini adalah kekakuan harga jasa transportasi dan perilaku spekulan yang memiliki market power dalam struktur pasar oligopoli, baik dalam rantai supply telur, beras dan daging ayam, dimana pedagang besar memiliki bargaining yang kuat dalam penentuan harga.

Ever since the government formally issued fixed subsidy policy for diesel fuel, the price of diesel fuel has been very dynamic and volatile. Presidential Decree No.191/2014 has given authority to the Minister of Energy and Mineral Resources for setting a basic price and selling price of diesel fuel. By the policy, the retail price of diesel fuel changes every month.
The purposes of this study are (1) to analyze the impact of fixed subsidy policy for diesel fuel on basic commodities price in Indonesia, and (2) to analyze price transmission between diesel fuel price and basic commodities price.
By using theory of asymmetric vertical price transmission and Error Correction Model (ECM), it can be shown that relations between diesel fuel price and basic commodities price is asymmetrical. It means when diesel fuel price increased, the price of eggs, rice and chicken meat increased accordingly, however, when diesel fuel price decreased, the price of egg, rice and chicken meat did not decrease. The price of egg, rice and chicken meat will be corrected to its long-term equilibrium with the diesel price for 2 to 4 months. Meanwhile, the price of other basic commodities such as sugar, milk, cooking oil and beef have not cointegrated with the diesel fuel price.
The asymmetric price transmission between diesel price and some of basic commodities is caused by price rigidity of transportation, and behavior of speculators which have market power in an oligopoly market structure in the supply chain of eggs, rice and chicken meat. In this case, big traders have a strong bargaining power for pricing.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T43677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keffi Karina
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis interaksi dinamis antara subsidi BBM, tingkat suku Bunga, dan Pertumbuhan PDB terhadap ruang fiskal di Indonesia selama penerapan kebijakan pengurangan subsidi BBM. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data runtut waktu triwulanan dengan periode 2010:01-2017:04 dan teknik analisis metode time series vector error correction model VECM . Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi dinamis antara subsidi BBM, tingkat suku bunga, pertumbuhan PDB terhadap ruang fiskal berdasarkan hasil hasil Kausalitas granger dan hasil estimasi VECM yang telah dilakukan. Hasil kausalitas granger yang menyatakan bahwa terdapat hubungan satu arah antara subsidi BBM dengan ruang fiskal yang mengindikasikan bahwa subsidi BBM dapat mempengaruhi ruang fiskal secara langsung. Sedangkan Perrtumbuhan PDB dan tingkat suku bunga tidak mempunyai hubungan kausalitas terhadap ruang fiskal, namun hasil tersebut sedikit berbeda dengan hasil estimasi VECM. Hasil estimasi VECM memperlihatkan bahwa berdasarkan data historis yang digunakan dalam penelitian ini, akan terjadi penurunan ruang fiskal setelah tiga bulan pemerintah meningkatkan subsidi BBM dan akan terjadi penurunan ruang fiskal setelah tiga bulan setelah pertumbuhan PDB. Kata Kunci : Ruang Fiskal, Subsidi BBM, Tingkat Suku Bunga, Pertumbuhan PDB, Rasio Pajak, Harga Minyak Mentah, Kausalitas Granger, VECM.Klasifikasi JEL : E62, H23, H53.

ABSTRACT
This study aims to analyze the dynamic interaction between fuel subsidy, interest rate, and GDP growth on fiscal space in Indonesia during the implementation of fuel subsidy reduction policy. This research was conducted using quarterly queuing data with period 2010 01 2017 04 and time series vector error correction model VECM technique. The results showed that there was a dynamic interaction between fuel subsidy, interest rate, GDP growth on fiscal space based on the results of Granger causality and VECM estimation results that have been done. The result of Granger Causality which states that there is a one way relationship between fuel subsidy and fiscal space indicating that fuel subsidy can affect fiscal space directly. While GDP growth and interest rates do not have a causal relationship to the fiscal space, the results are slightly different from the VECM estimates. VECM estimates show that based on historical data used in this study, there will be a decrease in fiscal space after three months of government increases fuel subsidies and there will be a decrease in fiscal space after three months after GDP growth. Keywords Fiscal Space, Fuel Subsidies, Interest Rate, GDP Growth, Tax Ratio, Crude Oil Price, Indonesia, Granger Causality, VECM.JEL Classification E62, H23, H53"
2018
T51444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Syahril Ardiyansyah
"Penelitian ini mencoba untuk melihat dampak harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap biaya transportasi di desa-desa di wilayah kepulauan kecil dan wilayah terluar dengan mengambil kasus kebijakan BBM satu harga periode tahun 2017-2019. Kebijakan ini memiliki tujuan untuk memberikan harga jual yang sama terhadap premium dan solar di seluruh Indonesia sehingga masyarakat tidak terbebani dengan biaya transportasi. Menggunakan pendekatan difference-in-differences (DID), penelitian ini menganalisis dampak penerapan kebijakan BBM satu harga terhadap biaya transportasi di 170 desa. Biaya transportasi digambarkan dengan biaya transportasi per kilometer menuju pusat pemerintahan. Hasilnya menunjukkan bahwa kebijakan BBM Satu Harga dapat menurunkan biaya transportasi secara signifikan di wilayah terluar, namun belum dapat menurunkan biaya transportasi di wilayah kepulauan kecil. Setelah kebijakan BBM satu harga, biaya transportasi dari kantor kepala desa/kelurahan menuju ke kantor camat di desa dengan SPBU BBM satu harga di wilayah terluar secara signifikan lebih rendah sebesar Rp10.140 per kilometer jika dibandingkan dengan desa tanpa SPBU BBM satu harga, sementara di wilayah kepulauan kecil tidak secara signifikan lebih rendah sebesar Rp11.980 per kilometer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan berbasis harga dapat menurunkan biaya transportasi di wilayah terluar, namun perlu mempertimbangkan kondisi geografis wilayah dalam penentuan lokasi penyalur BBM Satu Harga.

This study tries to see the impact of fuel oil (BBM) prices on transportation costs in villages in small islands and outermost regions by taking the case of the one price fuel policy for the 2017-2019 period. This policy aims to provide the same selling price for premium and diesel throughout Indonesia so that people are not burdened with transportation costs. Using the difference-in-differences (DID) approach, this study analyzes the impact of one price fuel policy implementation on transportation costs in 170 villages. Transportation costs are described by transportation costs per kilometer to the center of government. The results show that the one price fuel policy can significantly reduce transportation costs in the outermost regions, but has not been able to reduce transportation costs in small island regions. After the one price fuel policy, the transportation cost from the village head's office to the sub-district head's office in villages with one price fuel gas stations in the outer regions is significantly lower at IDR 10,140 per kilometer compared to villages without one price fuel gas stations, while in the small islands it is not significantly lower at IDR 11,980 per kilometer. The results of this study indicate that price-based policies can reduce transportation costs in the outermost regions, but it is necessary to consider the geographical conditions of the region in determining the location of one price fuel distributors."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dony Syali Saputra
"Penelitian ini menjelaskan bagaimana proses pembahasan kebijakan subsidi BBM dalam RUU APBNP 2015 yang dilakukan pada saat DPR dikuasai oleh kelompok di luar koalisi presiden, tidak mengalami kebuntuan politik yang berujung pada disfungsi pemerintahan. Berpijak pada pendekatan koalisi presidensial sebagai dasar argumennya, penelitian ini mengeksplorasi kerangka kerja kelembagaan baik formal maupun informal yang mengatur relasi presiden dan DPR dengan berpusat pada Presiden Widodo sebagai aktor utama. Temuan penelitian menunjukkan ada dua faktor utama yang menyebabkan pembahasan kebijakan subsidi BBM dalam RUU APBNP 2015 tidak mengalami kebuntuan politik. Pertama, unsur-unsur institusional baik formal maupun informal yang mengatur relasi presiden dan DPR dalam proses politik anggaran di Indonesia menyebabkan integrasi eksekutif-legislatif yang mendorong Presiden Widodo dan elit-elit partai politik untuk bersikap akomodatif dan mengutamakan musyawarah mufakat. Kedua, perilaku akomodatif dan musyawarah mufakat difasilitasi oleh tersedianya alat kekuasaan eksekutif yang dapat digunakan Presiden Widodo untuk membangun dukungan politik di DPR terkait dengan: mendisiplinkan fraksi-fraksi dalam koalisi presiden untuk satu suara dengan pemerintah; serta melakukan kompromi dengan fraksi-fraksi di luar koalisi presiden.

This research explained about budgeting process of fuel subsidy policy on RUU APBNP 2015, which is done by president and DPR while they controlled by groups outside the president coalition. Even though, this situation didn't made a political impasse which is can create a government dysfunction. Based on presidential coalitional approach as foundation to build its argument, this research explored the institutional framework either formal or informal that set the relation between president and DPR which centered to President Widodo as main actor. The findings of the study indicate that there are two main factors that causing the discussion of fuel subsidy policy in RUU APBNP 2015 doesn't have political deadlock. First, institutional elements either formal or informal which govern the relation between president and DPR on budgetting process in Indonesia causes executive legislative integration, thus encouraging President Widodo and elites of political parties to be accomodative and consensual in their behavior. Second, accomodative and consensus behavior has been facilitated with the executive toolbox. In this case, can be use by the President Widodo to build political support in DPR, which are diciplining parties within his coalition and build cooperation with parties from outside his coalition.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>