Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jemirda Sundari Y.
"Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak kejang demam dengan menerapkan model konservasi Levine. Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh adanya infeksi luar susunan saraf pusat. Pada anak kejang demam diperlukan intervensi keperawatan yang menunjukkan prognosis baik dengan penurunan suhu tubuh menjadi normal (36,5-37,5°C). Tepid sponge merupakan tindakan keperawatan yang tepat dalam penurunan suhu tubuh anak. Pemberian tepid sponge dapat memberikan sinyal ke hipotalamus dan memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer. Hal ini menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat sehingga terjadi penurunan suhu tubuh menjadi normal kembali. Pada kondisi demam intervensi keperawatan yang juga dilakukan adalah mempertahankan lingkungan tetap nyaman, meningkatkan istirahat, mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat. Hasil dari penerapan intervensi yang telah dilakukan pada anak kejang demam selama 4 hari dengan diagnosa keperawatan hipertermi dapat diatasi yang dibuktikan dengan adanya penurunan suhu tubuh dari 38,8°C hingga 37,7°C.

This paper aimed to describe nursing care in children with febrile seizures by applying Levine’s conservation model. Febrile seizures is seizures that occur due to increasing of body temperature caused by extracranial infection. Children with febrile seizures need for nursing interventions to obtain good prognosis by decreasing body temperature to be normal (36,5-37,5°C). Tepid sponge is a nursing intervention to deacreasing body temperature. Giving tepid sponge can provide a signal to hypothalamus and stimulates the peripheral vasodilatation. This leads to increased heat dissipation through the skin till decreasing body temperature to be normal. Intervention of fever condition was to maintain comfortable environment, increase relaxation, and maintain adequate nutrition. The results of interventions application to children with febrile seizures during 4 days with hyperthermia can be solved and proven by decreasing of body temperature from 38,8°C to 37,7°C."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rivaldo
"Latar Belakang: Kejang demam adalah jenis kejang tersering pada anak-anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merumuskan Rekomendasi Tata Laksana Kejang Demam pada tahun 2016 demi tercapainya tata laksana yang adekuat.
Tujuan:Mengevaluasi implementasi Rekomendasi Tata Laksana Kejang Demam IDAI 2016 dan variabilitas tata laksana kejang demam oleh dokter spesialis anak di Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan instrumen kuesioner secara daring selama September-Oktober 2020. Responden penelitian ini adalah dokter spesialis anak anggota IDAI. Jawaban terkait kejang demam sesuai dengan rekomendasi diberikan nilai 1 dan jawaban tidak sesuai diberikan nilai 0 dengan rentang nilai yang mungkin 0-34,00.
Hasil : Didapatkan 181 responden dengan rerata skor 22,6 ± 7,12 dengan median 21,00 dan rentang 7,00-34,00. Komparatif median skor kelompok usia <60 tahun adalah 22,00 dan >60 tahun adalah 17,50 (p=0,007), kelompok yang lulus ≤10 adalah 22,00 dan >10 tahun adalah 20,00 (p=0,078), lokasi praktik RS adalah 21,00 dan klinik/praktik pribadi adalah 19,00 (p=0,250), jumlah pasien kejang demam perbulan 0-5 (20,00), 6-10 (22,00), >10 (23,00) (p=0,187), pernah kuliah/sosialisasi rekomendasi adalah 22,00 dan tidak pernah adalah 20,00 (p=0,109), dan lokasi kerja kabupaten adalah 22,00 dan kotamadya 21,00 (p=0,853).
Simpulan: Terdapat perbedaan tatalaksana yang signifikan antara responden kelompok usia <60 tahun dan >60 tahun, tetapi tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok lainnya.

Background: Febrile seizure is the most common type of seizure in children. The Indonesian Pediatric Association (IDAI) formulated Recommendations for Fever Seizure Management in 2016 in order to achieve adequate management.
Objective: To evaluate the implementation of the 2016 IDAI Fever Seizure Management Recommendations and the variability in the management of febrile seizures by pediatricians in Indonesia and the factors that influence it.
Methods: This study was a cross-sectional study using an online questionnaire instrument during September-October 2020. The respondents of this study were IDAI member pediatricians. Answers regarding management of febrile seizsures in accordance with the recommendations are given a value of 1 and inappropriate answers are given a value of 0 with a possible value range of 0-34.00.
Results: There were 181 respondents with a mean score of 22.6 ± 7.12 with a median of 21.00 and a range of 7.00-34.00. The comparative median score for the age group <60 years was 22.00 and> 60 years was 17.50 (p = 0.007), the group passing ≤10 was 22.00 and> 10 years was 20.00 (p = 0.078), location Hospital practice is 21.00 and clinic / private practice is 19.00 (p = 0.250), the number of patients with febrile seizures per month is 0-5 (20.00), 6-10 (22.00),> 10 (23.00). ) (p = 0.187), the time to study / socialization of recommendations was 22.00 and never was 20.00 (p = 0.109), and the regency work location was 22.00 and the municipality was 21.00 (p = 0.853).
Conclusion: There are significant differences in treatment between respondents in the age group <60 years and> 60 years, but there is no significant difference between other groups.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, M. F. Conny
"Hingga saat ini kejang demam masih merupakan tipe kejang yang paling sering ditemukan pada masa kanak-kanak Dua sampai 5% anak pernah mengalami suatu serangan kejang demam sebelum usia 5 tahun. Meskipun serangan kejang tersebut biasanya hanya berlangsung beberapa menit namun serangan tersebut amat menakutkan dan mengkhawatirkan orangtua. Setelah kejang dapat teratasi akan timbul pertanyaan apakah kejang dapat berulang, apakah akan terjadi epilepsi di kemudian hari, bagaimana dengan perkembangan dan kecerdasan anak tersebut? Tidaklah mengherankan kejang demam merupakan fokus penelitian yang intensif.
Secara umum kejang demam diklasifikasikan dalam dua kelompok yakni kejang demam sederhana (KDS) dan kejang demam kompleks (KDK). Kejang demam diklasifikasikan sebagai KDK bila kejang demam berakhir lebih dari 15 menit atau bersifat fokal atau terjadi kembali dalam 24 jam. Di luar kriteria tersebut, ia diklasifikasikan dalam KDS. Data-data dari penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa KDS, bentuk terbanyak dari kejang demam, umummya mempunyai perjalanan alamiah yang benign sehingga tampaknya tidak dibutuhkan usaha-usaha preventif untuk mencegah dampak jangka panjangnya. Hal yang serupa tidak berlaku untuk KDK yang memiliki insidens sebesar 27 - 37% dari seluruh kejang demam. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa KDK mempunyai hubungan erat dengan berulangnya kejang demam dan timbulnya epilepsi. Pengobatan profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang demam dan epilepsi pasca-KDK juga masih menjadi kontroversi hingga saat ini, meskipun profilaksis harian jangka panjang tidak lagi direkomendasikan untuk diguna kan secara rutin.
Mengingat kedua implikasi tersebut, penting bagi kita untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor prognosis yang mempengaruhi berulangnya kejang. Sepanjang pengetahuan kami, hingga kini belum didapatkan penelitian terpublikasi yang membahas tentang faktor-faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam setelah kejang demam kompleks pertama. Penelitian yang ada saat ini menggabungkan faktor-faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam pasca-KDS dan KDK.
Untuk memperoleh data yang disebutkan di atas diperlukan pengamatan terhadap sejumlah besar subyek dalam waktu yang lama. Sebagai langkah awal, penelitian ini akan mengumpulkan berbagai karakteristik pasien KDK serta faktor-faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam atau timbulnya epilepsi pasca-KDK.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a) Bagaimanakah karakteristik demografis (usia, jenis kelamin) dan klinis (jenis kejang, lama kejang, frekuensi kejang, riwayat kejang demam dalam keluarga, riwayat epilepsi dalam keluarga, durasi antara demam hingga timbulnya kejang, suhu saat KDK I, adanya gangguan perkembangan atau kelainan neurologis sebelum kejang) dari pasien KDK pertama di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) ?
b) Berapakah angka kejadian berulangnya kejang demam setelah KDK pertama dalam penelitian ini?
c) Berapakah angka kejadian epilepsi setelah KDK pertama dalam penelitian ini?
d) Apa sajakah yang menjadi faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam berdasarkan karakteristik yang tersebut dalam butir a) tersebut?
Pasien KDK pertama yang memiliki gangguan perkembangan, usia awitan sebelum dua tahun, suhu yang rendah saat KDK pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, riwayat epilepsi dalam keluarga, dan durasi yang singkat antara demam hingga timbulnya KDK pertama mempunyai kemungkinan berulangnya kejang demam yang lebih besar dibandingkan dengan pasien KDK pertama yang tidak memiliki faktor prognosis tersebut di atas.
Tujuan umum penelitian untuk mengetahui faktor-faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam pasca-KDK. Tujuan khusus penelitian mendapatkan karakteristik demografis dan klinis dari pasien yang mengalami KDK pertama yang berobat di R.SCM, mendapatkan angka kejadian berulangnya kejang demam setelah KDK pertama, mendapatkan angka kejadian epilepsi setelah KDK pertama, mengetahui faktor-faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djap Hadi Susanto
"Insidens kejang demam pada anak-anak cukup tinggi yaitu antara 2,2%-9,8% dan sekitar 3% anak-anak sebelum umur 5 tahun akan mengalami paling sedikit satu kali serangan kejang demam. Penyebab pasti terjadinya kejang demam pada anak sampai saat ini belum diketahui. Kejang demam pada anak dapat menimbulkan komplikasi antara lain paralisis, penurunan kecerdasan maupun kerusakan sel-sel neuron otak yang permanen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya masalah kejang demam dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam pada anak umur 1-72 bulan di RS Husada periode Januari Desember 1999. Melalui studi potong lintang (cross sectional) didapatkan sebanyak 418 orang pasien yang berumur 1 bulan s/d 72 bulan yang mempunyai gejala demam (suhu rektal ≥38°C).
Hasil studi memperlihatkan faktor jenis kelamin dengan OR= 1, 7946 (95% CI; 1,0011-3,2170) dan riwayat kejang dalam keluarga dengan OR=3,6509 (95% CI; 1,9438-6,8575) berhubungan secara bermakna. Faktor-faktor yang tidak bermakna adalah umur, berat badan lahir, umur kehamilan (prematuritas) dan cara persalinan. Dengan pertimbangan epidemiologis faktor umur kehamilan dimasukkan pada model akhir karena faktor ini sangat penting dalam memprediksi terjadinya kejang demam pada anak-anak.
Disarankan kepada para orang tua pasien yang anaknya mempunyai faktor risiko yaitu jenis kelamin laki-laki, lahir prematur serta mempunyai riwayat kejang dalam keluarga agar melakukan konsultasi dengan dokter untuk mencegah terjadinya kejang demam di kemudian hari. Kepada para peneliti agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingginya angka kejadian kejang demam dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian kejang demam dengan disain lain dan jumlah sampel yang lebih besar. Kepada pemerintah disarankan agar jenis kelamin anak, prematuritas dan riwayat kejang keluarga dapat dijadikan sebagai indikator dalam program screening terhadap penyakit kejang demam."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fannya Ayu Permatasari
"Salah satu dari komplikasi kemoterapi adalah kejadian Febrile Neutropenia (FN), yang mana ditandai dengan demam lebih dari 38o C dalam jangka waktu lebih dari 1 jam dengan hitung jenis neutrophil kurang dari 500/mm3.  Berdasarkan hasil pengkajian pada kasus anak dengan LLA, didapatkan kejadian FN post kemoterapi dengan gejala umum demam, serta ditambah dengan Pneumonia sehingga timbul sesak dan batuk berdahak. Masalah keperawatan yang ditegakkan terdiri dari ketidakefektifan bersihan jalan napas, hipertermia, dan risiko infeksi. Intervensi yang menjadi fokus dalam karya ilmiah ini yaitu kompres hangat Tepid Water Sponge (TWS). Selain itu, dilakukan intervensi untuk mengatasi masalah lainnya, seperti penerapan manajemen jalan napas dan pencegahan infeksi. Hasil evaluasi dari intervensi yang telah dilakukan adalah sesak dan batuk berkurang, demam tidak ada, dan penyebaran infeksi tidak terjadi. TWS yang dilakukan menunjukkan efektifitas pada pasien dengan LLA yang mangalami demam ketika dilakukan segera minimal 30 menit setelah pemberian antipiretik. TWS dapat menurunkan suhu dengan rata-rata penurunan 0.43o C. Hasil karya ilmiah ini menyarankan institusi kesehatan atau rumah sakit untuk menerapkan teknik kompres hangat TWS sebagai tindakan non-farmakologi yang efektif menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam. 

One of the complications of chemotherapy is the occurrence of Febrile Neutropenia (FN), which is characterized by fever of more than 38o C in a period of more than 1 hour with a count of neutrophils of less than 500/mm3. Based on the results of studies in cases of children with LLA, post-chemotherapy FN was found with common symptoms of fever and added to Pneumonia resulting in tightness and coughing up sputum. The established nursing problems consist of ineffectiveness of airway clearance, hyperthermia, and risk of infection. The intervention that is the focus of this scientific work is warm compresses of Tepid Water Sponge (TWS). In addition, interventions are done to address other problems, such as the application of airway management and prevention of infection. The results of the evaluation of the interventions that have been done are reduced dipsnoe and coughing, no fever, and the spread of infection doesnt occur. TWS performed shows effectiveness in patients with ALL who experience fever when done immediately at least 30 minutes after antipyretic administration. TWS can reduce the temperature by an average temperature drop of 0.43o C. This scientific work suggests health institutions or hospitals to apply the warm TWS compress technique as a non-pharmacological action that effectively lowers the body temperature of children who have fever.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dheta Wiranti Sari
"[ABSTRAK
Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering ditemukan pada anak. Demam merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya kejang, karena demam dapat mengganggu berbagai proses metabolik yang akhirnya meningkatkan kepekaan sel otak sehingga terjadi pengeluaran listrik abnormal serta kejang. Masalah keperawatan yang sering teridentifikasi pada kejang epilepsi yang dipicu demam adalah risiko cedera, hipertermia, dan risiko infeksi. Studi ini bertujuan untuk menganalisis intervensi dalam mengatasi masalah keperawatan hipertermia yaitu kombinasi pemberian antipiretik dengan kompres hangat. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan diketahui bahwa terjadi penurunan suhu tubuh dalam rentang 0,4ºC-0,6º, setelah mandapatkan kompres hangat disertai pemberian antipiretik pada anak, saat pengukuran di menit ke 30. Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam manajemen nonfarmakologis untuk mengatasi masalah keperawatan hipertermia, karena intervensi kompres hangat disertai pemberian antipiretik cukup efektif untuk menurunkan suhu tubuh ketika anak demam serta mengeliminasi salah satu pemicu terjadinya kejang.;ejang merupakan masalah neurologi yang paling sering ditemukan pada anak. Demam merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya kejang, karena demam dapat mengganggu berbagai proses metabolik yang akhirnya meningkatkan kepekaan sel otak sehingga terjadi pengeluaran listrik abnormal serta kejang. Masalah keperawatan yang sering teridentifikasi pada kejang epilepsi yang dipicu demam adalah risiko cedera, hipertermia, dan risiko infeksi. Studi ini bertujuan untuk menganalisis intervensi dalam mengatasi masalah keperawatan hipertermia yaitu kombinasi pemberian antipiretik dengan kompres hangat. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan diketahui bahwa terjadi penurunan suhu tubuh dalam rentang 0,4ºC-0,6º, setelah mandapatkan kompres hangat disertai pemberian antipiretik pada anak, saat pengukuran di menit ke 30. Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam manajemen nonfarmakologis untuk mengatasi masalah keperawatan hipertermia, karena intervensi kompres hangat disertai pemberian antipiretik cukup efektif untuk menurunkan suhu tubuh ketika anak demam serta mengeliminasi salah satu pemicu terjadinya kejang.;ejang merupakan masalah neurologi yang paling sering ditemukan pada anak. Demam merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya kejang, karena demam dapat mengganggu berbagai proses metabolik yang akhirnya meningkatkan kepekaan sel otak sehingga terjadi pengeluaran listrik abnormal serta kejang. Masalah keperawatan yang sering teridentifikasi pada kejang epilepsi yang dipicu demam adalah risiko cedera, hipertermia, dan risiko infeksi. Studi ini bertujuan untuk menganalisis intervensi dalam mengatasi masalah keperawatan hipertermia yaitu kombinasi pemberian antipiretik dengan kompres hangat. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan diketahui bahwa terjadi penurunan suhu tubuh dalam rentang 0,4ºC-0,6º, setelah mandapatkan kompres hangat disertai pemberian antipiretik pada anak, saat pengukuran di menit ke 30. Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam manajemen nonfarmakologis untuk mengatasi masalah keperawatan hipertermia, karena intervensi kompres hangat disertai pemberian antipiretik cukup efektif untuk menurunkan suhu tubuh ketika anak demam serta mengeliminasi salah satu pemicu terjadinya kejang.;ejang merupakan masalah neurologi yang paling sering ditemukan pada anak. Demam merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya kejang, karena demam dapat mengganggu berbagai proses metabolik yang akhirnya meningkatkan kepekaan sel otak sehingga terjadi pengeluaran listrik abnormal serta kejang. Masalah keperawatan yang sering teridentifikasi pada kejang epilepsi yang dipicu demam adalah risiko cedera, hipertermia, dan risiko infeksi. Studi ini bertujuan untuk menganalisis intervensi dalam mengatasi masalah keperawatan hipertermia yaitu kombinasi pemberian antipiretik dengan kompres hangat. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan diketahui bahwa terjadi penurunan suhu tubuh dalam rentang 0,4ºC-0,6º, setelah mandapatkan kompres hangat disertai pemberian antipiretik pada anak, saat pengukuran di menit ke 30. Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam manajemen nonfarmakologis untuk mengatasi masalah keperawatan hipertermia, karena intervensi kompres hangat disertai pemberian antipiretik cukup efektif untuk menurunkan suhu tubuh ketika anak demam serta mengeliminasi salah satu pemicu terjadinya kejang., ejang merupakan masalah neurologi yang paling sering ditemukan pada anak. Demam merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya kejang, karena demam dapat mengganggu berbagai proses metabolik yang akhirnya meningkatkan kepekaan sel otak sehingga terjadi pengeluaran listrik abnormal serta kejang. Masalah keperawatan yang sering teridentifikasi pada kejang epilepsi yang dipicu demam adalah risiko cedera, hipertermia, dan risiko infeksi. Studi ini bertujuan untuk menganalisis intervensi dalam mengatasi masalah keperawatan hipertermia yaitu kombinasi pemberian antipiretik dengan kompres hangat. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan diketahui bahwa terjadi penurunan suhu tubuh dalam rentang 0,4ºC-0,6º, setelah mandapatkan kompres hangat disertai pemberian antipiretik pada anak, saat pengukuran di menit ke 30. Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam manajemen nonfarmakologis untuk mengatasi masalah keperawatan hipertermia, karena intervensi kompres hangat disertai pemberian antipiretik cukup efektif untuk menurunkan suhu tubuh ketika anak demam serta mengeliminasi salah satu pemicu terjadinya kejang.]"
2015
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmita Ayuni
"Karya ilmiah ini membahas asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien anak di RSUP Fatmawati dengan kasus yang cukup sering terjadi pada masyarakat perkotaan, yaitu kejang demam. Satu anak berusia 18 bulan, yang didiagnosis menderita kejang demam, menjadi pasien kelolaan selama hari pertama sampai terakhir perawatan di ruang rawat inap dengan penerapan pemberian tepid sponge disertai obat antipiretik saat anak demam yang menjadi salah satu intervensi dari asuhan keperawatan yang diberikan. Meminimalkan risiko infeksi dan mencegah demam timbul kembali menjadi fokus utama dalam asuhan keperawatan pada pasien kelolaan. Kombinasi pemberian tepid sponge dan obat antipiretik memperlihatkan penurunan suhu sebesar 2oC dalam waktu 60 menit. Tidak terlihat ketidaknyamanan anak selama tepid sponge dilakukan. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang pemberian terapi tepid sponge untuk mencegah demam.

This paper was discussed about the nursing care given to one patient of children in Fatmawati‟s Hospital who had febrile convulsion as a fairly common case in urban communities. One child in the range of 6 months to 5 years who were diagnosed febrile seizures were being managed patients during the first until the last day of inpatient care with application of the provision tepid sponge and antipyretic drugs when the child had fever. It became one of nursing care interventions given. Minimize the risk of infection and prevent the fever comes back were the main focus in nursing intervention on that managed patient. The other child in the same range of age and diagnosis became an individual control with antipyretic administration only when the child had a fever. The combination giving tepid sponge and antipyretic drug showed a drop in temperature of 2 ° C within 60 minutes. Not visible discomfort in children during tepid sponge done. Further research is needed to determine the level of parental knowledge about therapy tepid sponge to prevent fever."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Norsari
"[ABSTRAK
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi akibat virus dengue yang
ditularkan oleh nyamuk aedes agypti. Sanitasi lingkungan yang buruk serta
kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat merupakan faktor utama yang
menyebabkan penyebaran DBD di masyarakat perkotaan. Studi kasus ini
bertujuan untuk menganalisis penerapan teknik napas dalam sebagai intervensi
untuk mengatasi mual yang sering ditemukan pada klien dengan DBD. Mual
pada DBD terjadi akibat pembesaran hepar yang mendesak lambung. Hasil studi
menunjukan respon positif klien terhadap intervensi manajemen mual berupa
berkurangnya rasa mual, peningkatan toleransi terhadap makanan, peningkatan
porsi makan, serta penurunan dosis terapi antiemetik yang diberikan. Hasil karya
ilmiah ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi perawat untuk
menerapkan penggunaan teknik napas dalam sebagai intervensi nonfarmakologi
dalam upaya mengatasi mual; ABSTRACT Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease due to dengue virus
which is transmitted by Aedes aegypti. Poor sanitation and lack of clean and
healthy lifestyle are the main factors causing the spread of DHF in urban
communities. This case study aims to analyze the application of deep breathing
technique as intervention for nausea which commonly occured in DHF clients.
Nausea in DHF is caused by enlargement of the liver that pressing stomach.
Results of this study show a positive response of the clients to nausea
management intervention manifested by nausea reduction, increase of food?s
tolerance, increase of meal?s portion, as well as dose reduction of given antiemetic
therapy. The results of this scientific work are expected as consideration for all
nurses to encourage the use of Deep breathing techniques as a nonpharmacological
intervention in an attempt to overcome nausea.;Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease due to dengue virus
which is transmitted by Aedes aegypti. Poor sanitation and lack of clean and
healthy lifestyle are the main factors causing the spread of DHF in urban
communities. This case study aims to analyze the application of deep breathing
technique as intervention for nausea which commonly occured in DHF clients.
Nausea in DHF is caused by enlargement of the liver that pressing stomach.
Results of this study show a positive response of the clients to nausea
management intervention manifested by nausea reduction, increase of food?s
tolerance, increase of meal?s portion, as well as dose reduction of given antiemetic
therapy. The results of this scientific work are expected as consideration for all
nurses to encourage the use of Deep breathing techniques as a nonpharmacological
intervention in an attempt to overcome nausea.;Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease due to dengue virus
which is transmitted by Aedes aegypti. Poor sanitation and lack of clean and
healthy lifestyle are the main factors causing the spread of DHF in urban
communities. This case study aims to analyze the application of deep breathing
technique as intervention for nausea which commonly occured in DHF clients.
Nausea in DHF is caused by enlargement of the liver that pressing stomach.
Results of this study show a positive response of the clients to nausea
management intervention manifested by nausea reduction, increase of food?s
tolerance, increase of meal?s portion, as well as dose reduction of given antiemetic
therapy. The results of this scientific work are expected as consideration for all
nurses to encourage the use of Deep breathing techniques as a nonpharmacological
intervention in an attempt to overcome nausea., Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease due to dengue virus
which is transmitted by Aedes aegypti. Poor sanitation and lack of clean and
healthy lifestyle are the main factors causing the spread of DHF in urban
communities. This case study aims to analyze the application of deep breathing
technique as intervention for nausea which commonly occured in DHF clients.
Nausea in DHF is caused by enlargement of the liver that pressing stomach.
Results of this study show a positive response of the clients to nausea
management intervention manifested by nausea reduction, increase of food’s
tolerance, increase of meal’s portion, as well as dose reduction of given antiemetic
therapy. The results of this scientific work are expected as consideration for all
nurses to encourage the use of Deep breathing techniques as a nonpharmacological
intervention in an attempt to overcome nausea.]"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Halimah
"Karya ilmiah ini membahas asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien anak di RSUP Fatmawati dengan kasus demam berdarah dengue. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menyampaikan hasil praktik pemberian asuhan keperawatan pada pasien anak dengan DBD yang mengalami masalah kesehatan demam dengan tindakan keperawatan pemberian tepid sponge yang disertai pemberian antipiretik untuk mengatasi demam. Metode yang digunakan penulis adalah metode studi kasus terhadap anak S dengan DBD yang menjadi pasien kelolaan selama lima hari perawatan. Selama perawatan pasien memperoleh tindakan keperawatan tepid sponge dan pemberian antipiretik. Setelah intervensi tersebut diperoleh gambaran anak mengalami penurunan suhu tubuh setelah 60 menit pemberian tepid sponge yang disertai dengan pemberian antipiretik. Namun walaupun demikian perlu dilakukan penelitian tentang pengetahuan orangtua terhadap tepid sponge dalam menurunkan demam pada anak.

This paper was discussed about the nursing care given to one patient of children in Fatmawati’s Hospital with dengue hemorrhagic fever (DHF) case. The purpose of paper is to present the results of nursing care for pediatric patient with DHF who experienced fever health problem with tepid sponge nursing actions are combined the provid of antipyretic. The method used by the author is a case study of children S with DHF be patient for five days of managed care. During the act of nursing care, patients gained tepid sponge with antipyretic. Having obtained a description of intervention, children decreased body temperature after 60 minutes of administration of tepid sponge with combined of antipyretic administration. But nevertheless needed to do research on parental knowledge of the tepid sponge in reducing fever in children."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Hartati
"ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut tanpa sebab yang jelas disertai bintik-bintik merah pada kulit. Karya ilmiah ini membahas asuhan keperawatan yang diberikan pada anak dengan kasus demam berdarah dengue di Teratai 3 Selatan RSUP Fatmawati. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan anak dengan DBD. Salah satu masalah keperawatan yang terjadi adalah hipertermia. Tindakan keperawatan terkait hipertermia meliputi monitor suhu, peningkatan asupan cairan, penggunaan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, tepid sponge dan kolaborasi pemberian antipiretik. Asuhan keperawatan yang diberikan berupa tepid sponge dan pemberian antipiretik untuk membantu menurunkan demam pada anak. Hasil yang didapat anak mengalami penurunan suhu tubuh sebesar rata-rata 1,1ºC setelah 30 menit pemberian tepid sponge yang disertai dengan pemberian antipiretik. Tepid sponge dapat menambah keterampilan perawat dalam menurunkan demam pada anak secara nonfarmakologis. Kata kunci: Demam berdarah dengue, hipertermia, tepid sponge.ABSTRACT Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) are acute febrile illness with no obvious cause red spot on the skin. This paper discussed the nursing care given to children in Fatmawati?s Hospital with dengue hemorrhagic fever (DHF) cases. The purpose of paper is to describe the nursing care o the children with DHF. One problem that occurs is nursing a fever. Fever related to nursing actions include monitoring the temperature, increased fluid intake, use of thin clothes and absorbs perspiration, tepid sponge and collaboration antipyretic administration. Nursing care is given in the form of tepid sponge and antipyretic administration to help reduce fever in children. Having obtained a description of intervention, children decreased body temperature after 30 minutes of administration 1,1°C of tepid sponge with combined of antipyretic administration. Tepid sponge can increase the skills of nurses in reducing fever in children.;Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) are acute febrile illness with no obvious cause red spot on the skin. This paper discussed the nursing care given to children in Fatmawati?s Hospital with dengue hemorrhagic fever (DHF) cases. The purpose of paper is to describe the nursing care o the children with DHF. One problem that occurs is nursing a fever. Fever related to nursing actions include monitoring the temperature, increased fluid intake, use of thin clothes and absorbs perspiration, tepid sponge and collaboration antipyretic administration. Nursing care is given in the form of tepid sponge and antipyretic administration to help reduce fever in children. Having obtained a description of intervention, children decreased body temperature after 30 minutes of administration 1,1°C of tepid sponge with combined of antipyretic administration. Tepid sponge can increase the skills of nurses in reducing fever in children.;Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) are acute febrile illness with no obvious cause red spot on the skin. This paper discussed the nursing care given to children in Fatmawati?s Hospital with dengue hemorrhagic fever (DHF) cases. The purpose of paper is to describe the nursing care o the children with DHF. One problem that occurs is nursing a fever. Fever related to nursing actions include monitoring the temperature, increased fluid intake, use of thin clothes and absorbs perspiration, tepid sponge and collaboration antipyretic administration. Nursing care is given in the form of tepid sponge and antipyretic administration to help reduce fever in children. Having obtained a description of intervention, children decreased body temperature after 30 minutes of administration 1,1°C of tepid sponge with combined of antipyretic administration. Tepid sponge can increase the skills of nurses in reducing fever in children.;Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) are acute febrile illness with no obvious cause red spot on the skin. This paper discussed the nursing care given to children in Fatmawati?s Hospital with dengue hemorrhagic fever (DHF) cases. The purpose of paper is to describe the nursing care o the children with DHF. One problem that occurs is nursing a fever. Fever related to nursing actions include monitoring the temperature, increased fluid intake, use of thin clothes and absorbs perspiration, tepid sponge and collaboration antipyretic administration. Nursing care is given in the form of tepid sponge and antipyretic administration to help reduce fever in children. Having obtained a description of intervention, children decreased body temperature after 30 minutes of administration 1,1°C of tepid sponge with combined of antipyretic administration. Tepid sponge can increase the skills of nurses in reducing fever in children."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>