Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52936 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jakarta: Imparsial, 2006
355 GAM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"In this article, the author empirically uncovered hidden strategic significance behind the slogan 'TNI as the foremost vanguard and the last fort'. This effort was done by means of tracking historical flashbacks while comparing them with the doctrine of modern warfare as well as TNI's posture in the present. From the analysis it was then understood that the slogan is a unique concept that is surprisingly a genius combination of conventional and unconventional warfare strategies which are applicable in any given space time. "
JPUPI 2:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ad’jdam Riyange Zulfachmi Sugeng
"

Hak memilih dikatakan sebagai ciri atau sifat utama dari demokrasi. Hak memilih penting untuk memilih wakil yang melakukan pembuatan, perubahan, dan penghapusan suatu peraturan perundang-undangan. Tanpa hak memilih maka tidak terdapat suatu bentuk pengalihan kekuasaan atau legitimasi dari rakyat secara masif dan menyeluruh kepada negara dan pemerintahan. Mahkamah Konstitusi mengeluarkan pertimbangan Putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003 dan kemudian ditegaskan lagi melalui Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009, bahwa hak memilih merupakan hak konstitusional. Tetapi pada prakteknya, terdapat pembatasan oleh hukum atas Hak Konstitusional berupa hak memilih tersebut, yaitu pembatasan hak memilih kepada anggota aktif dari Tentara Nasional Indonesia dalam pemilihan umum. Walau pembatasan hak memilih tersebut dapat terjadi dengan melihat ketentuan hukum yang berlaku, keberadaan pengaturan untuk membatasi hak memilih ini perlu dilakukan kajian lebih jauh. Jenis penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan cara menarik asas hukum baik yang tertulis ataupun tidak tertulis, sistematika hukum, taraf sinkronisasi peraturan perundang-undangan baik secara vertikal ataupun horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Pengaturan hak memilih bagi anggota Tentara Nasional Indonesia adalah tidak diberikan hak memilih dengan dasar menjaga netralitas dari para anggota Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara. Sementara terdapat beberapa bentuk pengaturan hak memilih bagi anggota angkatan bersenjata, yaitu dengan memberikan hak memilih secara penuh, memberikan hak memilih secara sebagian, dan tidak memberikan hak memilih, serta melakukan pengaturan melalui dua cara, yaitu dicantumkan pada produk hukum konstitusi atau hanya dicantumkan pada produk hukum bukan konstitusi, yaitu undang-undang.

 


The right to vote is the main characteristic of democracy. The right to vote is important to elect representatives who make, amend, and repeal a law. Without the right to vote, there is no form of transfer of power or legitimacy from people to the state and government massively and comprehensively. The Constitutional Court issued Judgement 011-017/PUU-I/2003 and was later reaffirmed through Judgement 102/PUU-VII/2009, said the right to vote was constitutional right. But in practice, there are restrictions on that right, that is limitation of the right to vote on active members of Indonesian National Armed Forces in general elections. Although the limitation of that right can occur by observing the provisions on the law, the existence of arrangements requires further study. Type of legal research is normative juridical by appealing to written and unwritten legal principles, systematic of law, the degree of synchronization of legislation both vertically and horizontally, comparison of law and legal history. The right to vote for members of Indonesian National Armed Forces is not given on the basis of maintaining the neutrality of the members of Indonesian National Armed Forces as state instrument. While there are several forms of regulation of the right to vote for members of the armed forces, namely by giving full right to vote, giving the right to vote partially, and not giving the right to vote, and making arrangements through two ways, namely listed on constitutional law or listed on law that is not constitutional, like statute.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Wijaya
"Indonesia termasuk negara yang menyumbang personil TNI sebagai pasukan pemeliharaan perdamaian PBB yang dikenal dengan sebutan the blue helmet. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis kualitas tahapan rekrutmen dan seleksi personil Tentara Nasional Indonesia yang bertugas untuk Multidimensional Integrated Stabilization Mission in the Central African Republic (MINUSCA). Menggunakan pendekatan post positivism dengan metode penelitian mixed method, hasil analisis menunjukkan perlunya upaya peningkatan kualitas tahapan rekrutmen dan seleksi personil TNI yang terdiri dari identifikasi kebutuhan, pencarian kandidat, penyaringan kandidat potensial, dan wawancara seleksi. Untuk meningkatkan kualitas dari proses tahapan rekrutmen dan seleksi, perlunya perhatian khusus pada sejumlah faktor kunci keberhasilan baik dilihat dari perspektif pemberi kerja maupun perspektif kandidat.

Indonesia is a country that contributes TNI personnel as a UN peacekeeping force known as the blue helmet. This study aims to analyze the quality of the stages of recruitment and selection of Indonesian National Army personnel assigned to the Multidimensional Integrated Stabilization Mission in the Central African Republic (MINUSCA). Using a post positivism approach with a mixed method research method, the results of the analysis show the need to improve the quality of the recruitment and selection stages of TNI personnel, which consists of identifying needs, searching for candidates, screening potential candidates, and selecting interviews. To improve the quality of the recruitment and selection process, it is necessary to pay special attention to a number of key success factors, both from the perspective of the employer and the perspective of the candidate."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjen, Tjang Feng
Yogyakarta: Intan Asia, 2002
951.042 TJE t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani Basuki
"Disertasi atau penelitian ini mengkaji tentang Reformasi TNI dari perspektif sosiologi. Ada ernpat aspek kajian yang hendak dibahas. Pertama, kajian kritis tentang proses dan progres Reformasi TNI yang telah berlangsung kurang lebih 9 tahun (1998-2007). Kedua, membandingkan bagaimana pandangan internal-eksternal TNI dan pandangan media tentang Reformasi TNI. Ketiga, memperbandingkan bagaimana pola dan profesionalitas Reformasi TNI sebagai sebuah kasus mundurnya militer dari politik (military withdrawal from politics) dengan 71 kasus pola dan profesionalitas rnundumya militer dari politik yang pernah terjadi di beberapa negara lain. Keempat, mengkaji tentang perubahan TNI, apakah setelah 9 tahun melaksanakan Reformasi Internal, posisi TNI sudah Iebih fungsional dalam tatanan kehidupan nasional bangsa Indonesia saat ini ?.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana Reformasi TNI sebagai sebuah proses mundurnya militer dari politik yang berlangsung di tengah perubahan konfigurasi masyarakat global maupun nasional. Reformasi TNI tidak berlangsang di diruang hampa (invacuum social system), bahkan berlangsung ditengah masyarakat yang sedang dalam "euphoria" reformasi. Bagaimana dinamika dan interaksi sosial yang ada dalam kerangka memposisikan diri TNI secara tepat dalam sistem sosial bangsa Indonesia dan lebih fungsional, sinergi dengan fungsi-fungsi yang lain. Bagaimana pola dan profesionalitas perubahan yang mewarnai proses dan progres reformasi TNI yang sudah berlangsung selama ini.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dirancang dengan menggabungkan antara metode. kuantitatif dan kualitatif. Meskipun masing-masing pendekatan tersebut memiliki paradigma yang berbeda, namun penggabungannya sangat dimungkinkan. Penggabungan kedua pendekatan dengan satu obyek yang sama secara bergantian, diharapkan menghasilkan temuan yang Iebih komprehensif karena menggabungan keduanya juga dalam kerangka trianggulasi penelitian kualitatif (Susan Stainback, 1988 ; Sugiyono, 2006). Untuk memperoleh data yang diharapkan, maka digunakan ernpat teknik pengumpulan data, yaitu studi dokumentasi, penyebaran angket, wawancara mendalam ( in depth inrenrfew) dan focus group discussion (FGD).
Landasan teori yang digunakan dalam kajian ini adalah teori tentang mundurnya militer dari politik (military withdrawal from politics) Talakder Maniruzzaman (1998) dan teori fungsionalisme struktural, Talcott Parsons (1957) dan Robert K. Morton (1957). Dalam hasil penelitiannya, Talukder Maniruzzaman menetapkan tentang bagaimana kriteria pola dan prafesionalitas yang timbul dalam 71 kasus mundurnya militer dari politik . Ia membagi dalam lima macam pola mundurnya militer dari politik. Yaitu : a) Mundur secara terjadwal dan terencana segera setelah diIangsungkan Pemilihan Umum, b) Mundur secara mendadak setelah menyerahkan kekuatan pemerintah sipil sementara, c) Mundur lewat revolusi sosial, d) Mundar Iewat pemberantasan massal, e) Mundur karena invasi atau intervensi negara asing. (falukder Manirazzaman,1998 hal 31-33).
Sementara tentang profesionalitas mundurnya militer dari politik, Talukder M membagi dalam 2 kriteria, yaitu mundur secara "Profesional" dan secara ?tidak profesional". Tentara yang profesianal, keluar dari dunia politik secara terencana dan penuh pertimbangan, dan mundur dengan keyakinan bahwa ia telah memenuhi semua tujuan intervensinya atau merasa bosan dan merasa tidak mampu lagi untuk memerintah. Sedang Tentara yang tidak professional mundur dari politik dengan mendadak dan tiba-tiba, terlibat dalam beberapa kali intervensi dan kemudian kembali ke barak hanya merupakan penundaan terhadap prospek demiliterisasi politik dalam jangka panjang di negara-negara tersebut. Militer mereka terpecah-pecah oleh berbagai loyalitas primordial dan sektarian (Talukder Maniruzzaman, 1998:277-278).
Dalam perspektif fungsionalis Talcott Parsons (1937) dan Robert Merton (1957), setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu dan terus menerus, katena hal itu fungsional. Suatu nilai atau kejadian pada suatu waktu atau tempat dapat menjadi fungsional atau disfungsional pada saat dan tempat yang berbeda. Bila suatu perubahan sosial tertentu mempromosikan suatu keseimbangan yang serasi, hal tersebut dianggap fungsional ; bila perubahan sosial tersebut mengganggu keseimbangan, hal tersebut merupakan gangguan fangsional ; bila perubahan sosial tidak membawa pengaruh, maka hal tersebut tidak fungsional. (Paul B. Horton & Chester I, 1993:l8).
Merton (l963:105), mendefinisikan fungsi sebagai ?konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu". Sedang (Rocher, 1975:-40) mendefinisikan fungsi (function) adalah "Kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem". Sementara Parsons bersama dan bersinergi dengan fungsi-fungsi komponen bangsa lainnya. Komitmen TNI ke depan adalah, bahwa semua tindakan TNI senantiasa : 1) Harus dalam kerangka pelaksanaan tugas negara. 2) Dalam rangka pemberdayaan kelembagaan fungsional. 3) Posisi, peran dan tindakan TNI harus berdasarkan kesepakatan bangsa melalui mekanisme institusional yang ada 4) Ditempatkan dan menempatkan diri sebagai bagian dari sistem Nasional. 5) Ditetapkan melalui ketetapan-ketetapan yang diatur secara konstitusional.
Dalam progres implementasi Reformasi yang berlangsung secara gradual dan berlanjut telah tercatat adanya 31 poin perubahan yang meliputi aspek struktur, kultur dan doktrin. Dua puluh enam diantaranya bersifat final, dan lainnya merupakan proses berlanjut. Pada dasarnya setiap perubahan paradigma, struktur dan doktrin, langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap perubahan kultur atau perilaku. Namun masih banyak pula masyarakat yang kurang memahami adanya perubahan-perubahan tersebut. Kasus-kasus pelanggaran oknum prajurit TNI sering direpresentasikan belum berubahnya kultur TNI. Begitu juga kiprah purnawirawan TNI (yang statusnya sudah sebagai masyarakar sipil) di berbagai bidang kehidupan yang digeluti, sering dihubungkan dan atau direpresentasikan sebagai kebijakan pimpinan atau institusi TNI. Padahal keberadaan dan kegiatan mereka sudah tidak lagi ada hubungan struktural dengan institusi TNI.
Tentang pandangan internal dan ekternal TNI, melalui survey atau pengisian angket terhadap 2.400 orang responden dan melalui uji statistik Chi Square dan atau V. Cramer menunjukkan bahwa secara prinsip tidak ada perbedaan pandangan internal dan eksternal TNI terhadap 10 items pertanyaan seputar reformasi TNI. Begitu juga pandangan media tentang progres Reformasi TNI menunjukkan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan agenda atau pandangan antara HU Kompas dan HU Republika (yang menjadi sampel dalam penelitian ini), baik dalam penempatan berita maupun isi dan kecenderungan beritanya.
Tentang pola Reformasi TNI. Jika pola Reformasi TNI diperbandingkan dengan 5 pola mundurnya militer dari politik (military withdrawal from politics) pada beberapa negara Iain, maka dengan melihat faktor kesamaan dan perbedaan serta kekhusannya, dapat dirumuskan bahwa Reformasi TNI berlangsung secara gradual, bertingkat dan berlanjut. Tidak terkait dengan dilangaungkannya Pemilu terlebih dahulu. Tidak disertai penyerahan kekuasaan sipil sementara, tanpa revolusi sosial tanpa pemberontakan massal, tidak ada invasi atau intervensi asing. Sedang profesionalitas Reformasi TNI apabila diperbandingkan dengan profesionalitas dari kasus-kasus mundurnya militer dari politik pada beberapa militer negara asing, maka antara perbedaan, kesamaan dan ke ?khasan?nya, kriteria Reformasi TNI termasuk dalam kriteria mundur dari politik secara profesional. Dalam hal ini : Reformasi TNI dilaksanakan secara gradual, bertingkat dan berlanjut. Tidak mendadak, tidak tergesa-gesa. Telah ada pemikira-pemikiran reformis yang mendahului. Dilaksanakan dengan dilandasi kesadaran adanya kesalahan dalam format politik Negara di masa lalu. TNI ingin menata posisi dan perannya yang tepat dalam tatanan kehidupan nasional yang demokratis dan fungsional bersama fungsi-fungsi/komponen bangsa Iainnya. Reformasi internal merupakan tekad dan komitmen TNI dan juga bangsa Indonesia pada umumnya.
Tentang Refungsionalisasi Peran TNI. Dalam perspektif sosiolagis-fungsionaIis, Reformasi Internal TNI merupakan upaya TNI untuk merefungsionalisasi perannya yang di masa lalu dinilai ?disfungsi?. Dengan telah adanya 31 item perubahan baik dari aspek struktur, kultur maupun doktrin, dan didukung data-data hasil penelitian lainnya, kondisi TNI saat ini telah lebih fungsional baik bagi stake holder TNI, TNI sendiri, Negara maupun Masyarakat. Namun demikian untuk optimalisasinya masih dipengaruhi oleh kondisi yang berkaitan dengan tingkat profesionalisme yang ada saat ini, kejelasan rumusan tugas dan bagaimana reformasi subsistem sosial atau masyarakat Indonesia lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis merekomendasikan bahwa TNI sebagai salah satu komponen atau sub sistem dari sistem sosial bangsa Indonesia memikul tugas dan tanggung jawab strategis sebagai komponen utama di bidang pertahanan. Oleh karena itu untuk mewujudkan TNI yang profesional, fungsional dan memiliki daya tangkal (deterrence) tinggi, tidaklah cukup hanya dirumuskan oleh TNI sendiri, juga tidak oleh pihak ekternal semata, tetapi harus melihatkan internal TNI dan komponen bangsa lainnya secara proporsional. Oleh karena itu, terbukanya ruang publik untuk mengkomunikasikan proses dan progres Reformasi TNI sangat penting."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
D832
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Asren, 1965-
Jakarta: Prenada, 2004
355.009 2 NAS r (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayati
"ABSTRAK
Tidak lama setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, muncullah berbagai pergolakan yang datangnya dari Sekutu. Pergolakan itu disebabkan oleh kedatangan Sekutu yang pada mulanya hanya bertujuan menjaga keamanan, melucuti tentara Jepang dan sekaligus memulangkan kembali ke negaranya. Namun ternyata kedatangan Sekutu disertai orang-orang Belanda (MICA) yang dipersenjatai sehingga rakyat Indonesia merasa curiga bahwa sebenarnya kedatangan Sekutu itu sebenarnya mempunyai maksud untuk menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa ternyata Sekutu sudah tidak mau lagi mengindahkan kedaulatan bangsa Indonesia, Akibatnya meletuslah pergolakan atau pertempuran besar di Jakarta, Surabaya, Magelang, Ambarawa, Semarang, Bandung untuk melawan Sekutu.
Demikian di Yogyakarta saat itu juga terjadi pergolakan melawan Jepang, para pemuda dengan semangat tinggi dan penuh keberanian berhasil mendobrak dan membuka segel percetakan Surat Kabar Sinar Matahari. Selanjutnya para pemuda di bawah pimpinan Sumarmadi berhasil pula mengambil alih radio Jepang Hosokyoku. Suasana menjadi panas setelah para pemuda bersama rakyat dan Polisi Istimewa berhasil menurunkan bendera Jepang Hinomaru di Gedung Agung dan digantikan dengan bendera Merah Putih. Puncaknya adalah massa rakyat dapat menguasai markas Jepang di Kota Baru pada tanggal 7 Oktober 1945.
Pada saat situasi dan kondisi yang tidak terkendali tersebut, tampillah Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk melindungi rakyatnya, dengan cara mengeluarkan beberapa maklumat. Adapun maksud beliau adalah untuk menampung para pemuda yang sedang bergelora, di pihak lain pemerintah sudah tidak mampu lagi menjamin keselamatan individu. Maka kemudian didirikanlah badan-badan perjuangan dengan berbagai nama dan semangat revolusi.
Salah satu badan perjuangan yang muncul di Yogyakarta adalah BPRI Mataram yang tidak lain merupakan cikal Bakal terbentuknya TRM. Adapun aktivitas laskar TRM semata-mata berdasar suatu sikap anti penjajahan. Pada prinsipnya keberadaan TRM di Front adalah membantu tentara reguler dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Keberadaan TRM didukung oleh beberapa faktor diantaranya munculnya kelompok-kelompok laskar lain, sehubungan dengan dikeluarkannya plakat amanat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX; didapatkannya senjata dari Jepang: dikeluarkannya beberapa maklumat dukungan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX; adanya figur pemimpin yaitu Soetardjo sebagai koordinator laskar di garis depan maupun di garis belakang.
Aktivitas TRM meliputi bidang politik (pertahanan) dan social . Dalam bidang politik, TRM baik ketika masih merupakan kelompok laskar maupun setelah menjadi batalyon reguler selalu aktif di berbagai Front. Diantaranya Front Magelang, Ambarawa, Semarang, Ujung Bening, Majalengka, Ciranji, Mangkang dan sepanjang medan Kediri Utara serta Jawa Timur pada waktu Agresi Belanda I. Sedang di bidang sosial, TRM menyelengarakan dapur umum dan Palang Merah, aktivitas ini ditangani oleh anggota TRM-Putri (PRIP) dibawah pimpinan Widayati.
Karena kegigihan, keuletan dan keberaniannya di medan pertempuran, maka para perwira Markas Besar Tentara (MBT) memasukkan laskar TRM ke dalam Divisi ketentaraan resmi. Maka pada tanggal 15 Maret 1945 berubah nama menjadi Batalyon XXII Istimewa di bawah Resimen II Divisi IX dengan pimpinan Batalyon I dengan pimpinan Jenderal Mayor RP. Sudarsono. Namun pada tanggal 10 Juli 1946, Batalyon XXII tersebut dirubah lagi menjadi Mobile Batalyon I dengan komandannya tetap Soetardjo. Adapun alasannya adalah agar ruang lingkup dan aktivitas operasionalnya lebih luas.
Setelah periode Mangkang, pasukan Mobile Batalyon I banyak yang meninggalkan kesatuannya, sehingga pasukan Bung Tardjo tersebut tinggal satu kompi. Meskipun demikian sisa pasukan Bung Tardjo ini tetap meneruskan perjuangannya di bawah koordinasi Divisi III/Diponegoro. Pada tahun 1948 aktivitas TRM telah berakhir, berkaitan dengan rekontruksi dan rasionalisasi ketentaraan di Indonesia, maka Mobile Batalyon I kemudian ada yang meneruskan kariernya dalam militer dengan menjadi tentara, ada yang kembali ke masyarakat dengan menjadi wiraswasta dan sebagian lagi melanjutkan ke bangku sekolah.

ABSTRACT
Not long after the proclamation of the Indonesia Independent on August seventeen one thousand nine hundred forty five (17-8-1945), various developments, originating from the allied forces. Said developments were caused by the arrival of the allied forces which in the beginning only at the objective to maintain security, to'-disarm the Japanese and at the same time to return them to their country. Nevertheless it turns out that the arrival of the allied forces was accompanied by Dutch people (NIKA) who were armed so that the Indonesian people feel distracting that impact the aarival of the allied forces had the intention to replant Dutch authority in Indonesia. This trough that the allied forces did no longer care for the sovereignty of the Indonesian Nation. As the result various development occurred or large ware fare in Jakarta, Surabaya, Magelang, Ambarawa, Semarang, Bandung to fight against the allied forces.
Thus in Yogyakarta at the time also happened events against the Japanese. The young people with high spirit and whole of courage succeeded to open the seal of the printing house of the daily Sinar Matahari. Further young people under the leadership of Sumardi succeeded to take over the Japanese radio Hosokyoku. The situation became very hot after the young people together with the general public and the mobile brigade succeeded to put-down the Japanese flag Hinomaru at Gedung Agung and substituted with the red and white flag. The top development was the great masses could control the Japanese headquotres in Kota Baru on October 7,1945.
At the time when uncontrollable situation and condition were everywhere, appeared Sri Sultan Hamengku Buwono IX to protect this people by issuing a couple announcements. His purpose was to accommodate the young people who were being in great courage, on the other side the government is no longer able to guarantee individual safety. Thus struggle organization were established with various names and the spirit of revolution.
One of the struggle organizations that appeared in Yogyakarta is BPRI--Mataram which was no other organization than that which eventually became the seed of TRM. The activities of the semi military TRM was singly on the basis of an anti colonial attitude. In principle the presence of TRM at the Front was to help the regular units in defending the independence of Indonesia.
The presence of TRM was supported by various factors among others the appearing of other semi military groups, in relation to the issuing of placates on the-massage of Sri Sultan Hamengku Bowono IX, the obtaining of weapon from the Japanese, the issues of various support declarations by Sri Sultan Hamengku Buwono IX;the presence of the leader figure i.e Soetardjo as coordinator of semi military units at the Front line as well as at the back line.
Activities of TRM included the field of politics (defense) and social. In the field of politics, TRM, both when both still forming a group of semi military as well as after becoming a regular battalion was invariably active in various Front lines. Among others at Front Magelang, Ambarawa, Semarang, Ujung Berung, Majalengka, Ciranji, Mangkan, and along the Front line Kedu Utara and East Java during the first Dutch agression. While in the social field TRM organized public kitchen and Red Cross, this activities was handled by lady members of TRM (PRIP) under leadership of Widayati.
Thanks to their courage, their perseverance, and courage on Front line, the officers of the Head quarters (MBT) included laskar TRM into the official army unit. Thus on March 15,1945 its name was changed to become battalion 22 istimewa under regiment II Divisi IX which as leader of battalion I with as. leading Batalyion I, with as commander Jendral Major RP.Sudarsono. Nevertheless on July 10,1946, said Batalyion XXII was changed to become mobile battalion I with as commander always Soetardjo. The reason was in order that the scope and its cooperation avtivities would become proader.
After the period of Mangkang, the mobile Batalyion I unit were many leaving their unit, so that the units of Bung Tardjo remained only one company. Nevertheless this remaining unit of Bung Tardjo continued its struggle under coordination of divisi III/Diponegoro. In ninety forty eight activities of TRM have ended, in relation to reconstruction and rationalization in the army in Indonesia, thus mobile batalyion I eventually there were those to continue their career in the military by becoming regular soldiers, part of them returned to the public community by becoming self employed people and part continued their study.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>