Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108725 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Risa Ismadewi
"Kebisingan pada lingkungan kerja menjadi masalah utama pada kesehatan para pekerja di berbagai negara. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Hendramin di tahun 2000 pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta, memperoleh hasil bahwa terdapat gangguan pendengamn pada 50% jumlah pekerjanya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pekerja dalam penggunaan Alan Pelindung Telinga (APT). Desain penelitian yang digunakan adalah deskripsi sederhana. Responden penelitian sebanyak 79 pekerja pada PT.Pertamina Gresik yang telah bekerja lebih dari 1 tahun pada lingkungan kerja felling dan blending yang tingkat bising suara kurang dari 85 dB dan lebih dari 85 dB. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian menggunakan instrumen berupa kuesioner.
Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku penggunaan APT (p value=0,000; α=0,05), selain itu fasilitas yang tersedia juga memberikan hubungan yang bermakna pada perilaku menggunakan APT ( p value = 0024; α= 0.05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti merekomendasikan kepada perusahaan untuk memberikan pelatihan dan penyuluhan APT.

Noisy work environment is a mayor problem in the health work in many countries. Based an the results of a survey conducted by Hendramin in 2000, in the manufacturing Plant Pertamina and two ice factories in Jakarta, find a results that there is interference in the hearingin 50% of workers.
This research aims to find out what factors affect the use of Hearing ear protectors (APT). Research design was a simple describtion. Respondents of this research are 79 workers at PT Pertamina Gresik work that already worked over 1 year in felling and blending environment with noisy sound level below 85 dB and over 85 dB. Sampling method was cross sectional. Questionnaires are used for this research.
Bivariat analysis results indicate the existence of a meaningfull relationship between level of knowledge with the use of APT (p value = 0000, α = 0. 05), in addition to the facilities available also provides a meaningful relationship to the behavior of the APT (p value =0024; α = 0.05). Based on the results, researchers recommend the company to provide APT training and counseling for the workers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2005
TA5741
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Darmawan Diswan
"Latar Belakang. Audiometri nada murni (PTA) adalah metode yang umum digunakan untuk deteksi dini gangguan pendengaran pada pekerja terpajan bising. Tetapi diketahui bahwa PTA tidak dapat mendeteksi gangguan pada sel-sel rambut luar yang biasa terjadi pada tahap awal gangguan pendengaran. Emisi otoakustik (OAE) digunakan untuk mendeteksi tahap awal gangguan pendengaran, namun efektivitasnya dalam program surveilans pendengaran masih belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas OAE dalam program surveilans pendengaran untuk mendeteksi gangguan pendengaran akibat bising (NIHL).
Metode. Berbagai database elektronik termasuk Pubmed, Google Scholar, Scopus, dan Proquest ditelusuri dari awal hingga April 2022. Data diekstraksi dari setiap artikel, dan kualitas penelitian dinilai menggunakan alat Quality Assessment of Diagnostic Accuracy Studies-2 (QUADAS-2). Skrining dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak COVIDENCE. Hasil disintesiskan secara naratif.
Hasil. Pencarian mendapatkan 412 artikel, di mana 8 artikel disertakan dalam analisis. Sensitivitas, spesifisitas, dan nilai prediktif positif untuk distortion product otoacoustic emissions (DPOAE) adalah 19,4%-100%, 74%-97,1%, dan 13,6%-97,2%. Sensitivitas, spesifisitas, dan nilai prediktif positif untuk transiently evoked otoacoustic emissions (TEOAE) adalah 12,5%-100%, 33,33%-90%, dan 47,37-90%.
Kesimpulan. Temuan ini mengindikasikan bahwa DPOAE dapat digunakan sebagai alat diagnostik tambahan untuk gangguan pendengaran pada frekuensi 2kHz dan 4kHz. Namun, masih ada bukti yang terbatas tentang efektivitasnya untuk mendeteksi NIHL.

Background. Pure-tone audiometry (PTA) are commonly used as early detection of hearing loss among workers exposed to noise. Nevertheless, PTA cannot detect the damage in the outer hair cells that usually occur in the early stage. Otoacoustic emissions (OAE) is introduced to detect the early stage of hearing loss, however its effectiveness in the hearing surveillance program is still unknown. Therefore, this study aims to evaluate the effectiveness of OAE in hearing surveillance program to detect noise-induced hearing loss (NIHL).
Methods. Multiple electronic databases including Pubmed, Google Scholar, Scopus and Proquest were searched from inception until April 2022. Data were extracted from each article, and study quality was assessed using the Quality Assessment of Diagnostic Accuracy Studies-2 (QUADAS-2) tool. Screening was performed using COVIDENCE software. Narrative synthesis was used for outcomes.
Results. The search retrieved 412 records, in which 8 studies included in the analysis. The overall sensitivity, specificity, and positive predictive value for distortion product otoacoustic emissions (DPOAE) were 19.4%-100%, 74%-97.1% and 13.6%-97.2% respectively. The overall sensitivity, specificity, and positive predictive value for transiently evoked otoacoustic emissions (TEOAE) were 12.5%-100%, 33.33%-90% and 47.37-90% respectively.
Conclusions. These findings indicated DPOAE might be used as adjunctive diagnostic tool of hearing loss for 2kHz and 4kHz frequencies. However, there are still limited evidence on its effectiveness to detect NIHL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farisa Rizky
"Pendengaran merupakan suatu proses yang kompleks dan apabila terganggu dapat berdampak terhadap menurunnya pemahaman wicara. Kesulitan dalam mendengar terutama pada tempat dengan suasana bising merupakan salah satu gangguan yang umum terjadi pada bidang THT. Proses kemampuan mendengar meliputi proses deteksi, diskriminasi, rekognisi, serta komprehensi. Pemeriksaan audiometri tutur dalam suasana yang sepi dapat menggambarkan kemampuan pemahaman atau rekognisi seseorang, namun tidak cukup untuk menggambarkan kemampuan rekognisi sehari-hari yang pada umumnya ada pada suasana bising.
Tesis ini membahas mengenai penilaian ambang wicara yang disertai bising latar yang dapat diketahui dari nilai Speech Recognition Threshold SRT 50 dan Speech Discrimination Score SDS 100 pada orang dengan ambang dengar normal usia 18-60 tahun melalui pemeriksaan audiometri tutur dalam bising. Penelitian ini adalah penelitian studi potong lintang dengan desain deskriptif analitik pada 71 percontoh yang diambil secara berurutan.
Hasil dari penelitian ini didapatkan nilai SRT 50 audiometri tutur dalam bising 67.6 dB SNR -2.4 dB SL dan nilai SDS 100 79.7 dB SNR 9.7 dB SL. Terdapat hubungan yang bermakna antara perbedaan kelompok usia terhadap seluruh hasil audiometri tutur dan audiometri tutur dalam bising. Terjadi peningkatan nilai SRT 50 dan SDS 100 yang signifikan pada kelompok usia 40-60 tahun dibandingkan kelompok usia 18-39 tahun.

Hearing is a complex process and if disturbed, it can affect decrease in speech understanding. Difficulty in hearing especially in places with noisy environment is one of the most common disorders in ENT. The process of listening ability includes the process of detection, discrimination, recognition, and comprehension. Speech audiometric examination in a quiet environment can describe the ability of a person 39 s understanding or recognition, but it is not enough to describe the ability of daily recognition that generally exist in a noisy environment.
This thesis discusses the assessment of speech threshold with background noise which can be known from the value of Speech Recognition Threshold SRT 50 and Speech Discrimination Score SDS 100 in people with normal hearing threshold age 18 60 years old through speech in noise audiometric examination. This study is a cross sectional study with descriptive analytic design on 71 samples taken sequentially.
The results of this study obtained SRT 50 speech in noise audiometric was 67.6 dB SNR 2.4 dB SL and SDS 100 was 79.7 dB SNR 9.7 dB SL. There was a significant correlation between age group differences with all results of speech audiometry and speech in noise audiometry examination. The values of SRT 50 and SDS 100 were significantly increased in the 40 60 years old group compared to the 18 39 years old group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ismulat Rahmawati
"Latar belakang: Tatalaksana tuberkulosis resistan obat membutuhkan obat antituberkulosis suntik lini kedua yang menyebabkan efek samping ototoksik menetap. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalens ototoksik pada pasien tuberkulosis resistan obat dan faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada pasien TB resistan obat yang sedang mendapat obat kanamisin atau kapreomisin sebagai bagian paduan obat pada pengobatan tahap awal periode Januari-September 2017 di RSUP Persahabatan. Ototoksik ditentukan berdasar kriteria American Speech Language and Hearing Association (ASHA) tahun 1994 dengan membandingkan nilai audiometri dasar sebelum pengobatan dan saat penelitian.
Hasil: Sebanyak 72 pasien ikut pada penelitian ini. Ototoksik didapatkan pada 34 pasien (47,2%). Ototoksik pada bulan pertama pengobatan yaitu 5 subjek (14,7%) dan 19 subjek 56 tanpa keluhan gangguan pendengaran. Ototoksik lebih sering didapatkan pada penggunaan kanamisin (47,9%) dibandingkan kapreomisin (36,8%). Terdapat berhubungan bermakna antara faktor usia dan ototoksik dengan peningkatan risiko sebesar 5 pada setiap penambahan usia 1 tahun, p=0,029 aOR:1,050 IK95% (1,005-1,096). Kelompok subjek dengan komorbid DM dan peningkatan kreatinin serum didapatkan prevalens ototoksik lebih tinggi meskipun tidak bermakna secara statistik. Faktor jenis kelamin, IMT, riwayat penggunaan OAT suntik, status HIV dan total dosis obat juga tidak didapatkan hubungan bermakna dengan ototoksik.
Kesimpulan: Ototoksik merupakan efek samping yang sering terjadi pada pengobatan fase awal pasien TB resistan obat. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan lebih baik.

Background: The treatment of drug resistance tuberculosis needs second line injection antituberculosis drug that associated with irreversible ototoxic. The aim of this study is to know the prevalence of ototoxicity in tuberculosis drug resistance patients and the contributing factors. Methods: This is a cross sectional study among drug resistance TB patients who receive kanamysin or capreomycin as a part of drug regimen during intensive phase in January to September 2017 at Persahabatan hospital. Ototoxic defined according to American Speech Language and Hearing Association (ASHA) 1994 criteria by comparing baseline audiometric examination before treatment with current result.
Results: Seventy two patients were included in this study. The prevalence of ototoxicity was found in 34 patients (47,2%). Ototoxic found in 5 subjects (14,7%) during the first month of treatment and 19 subjects 56 without hearing disturbance complain. Ototoxic in kanamisin group (47,9%) is more frequent compared with capreomisin (36,8%). Ototoxicity was associated with age, the risk increases 5 every 1 year older p=0,029 aOR:1,050 IK95% (1,005-1,096). The prevalences of ototoxicity are higher in diabetes and increasing serum creatinin patients but statistically not significance. Sex, body mass index, the history of using injectable antiTB drug, HIV status and total dosis were not associated with ototoxicity.
Conclusion: Ototoxicity is common in intensive phase of drug resistance tuberculosis treatment. Further study needed to determine the association of contributing factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurbaiti Iskandar
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
611.85 NUR i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Yani
"Latar belakang dan lingkup penelitian : Gangguan pendengaran akibat bising merupakan masalah utama dan menempati jumlah yang paling banyak pada penyakit akibat kerja. Data kepustakaan menunjukkan bahwa frekuensi 4 KHz merupakan frekuensi yang paling peka terhadap pengaruh kebisingan. Diperkirakan frekuensi ini dapat memberikan gambaran awal gangguan pendengaran yang berhubungan dengan kebisingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala dan tanda gangguan pendengaran akibat bising yang berhubungan dengan frekuensi 4 KHz serta analisis mengenai faktor faktor yang berhubungan.
Metode penelitian : Penelitian dilakukan dengan desain kasus kontrol pada pekerja pabrik sepatu PT "X" Tangerang Indonesia yang memiliki data audiometri. Analisis dilakukan dengan menggunakan data sekunder mengenai audiometri dan status kesehatan dan hasil pemeriksaan berkala sedangkan pengetahuan, sikap dan perilaku responden didapat dengan menggunakan kuesioner.
Hasil : Didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan peningkatan ambang dengar pada frekuensi 4 KHz. adalah, umur pekerja (OR=5,67; CI95% =1,96 - 16,40; p=4,041) dan kebiasaan merokok (aR=3,57;CI95% 1,27-10,03;p,02). Didapatkan juga bahwa pekerja yang mempunyai hobi yang berhubungan dengan kebisingan justru mempunyai risiko lebih kecil dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai hobi yang berhubungan dengan kebisingan (OR=0,10;CI95% 0,019-0,541; p = 0,007). Gejala telinga berdenging didapatkan dengan frekuensi yang sama pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Faktor-faktor lain yang juga diteliti ternyata tidak mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan peningkatan ambang dengar pada frekuensi 4 KHz seperti, jenis kelamin (p=0,77), penyakit yang berhubungan dengan pendengaran (p=1,0), riwayat hipertensi (p=0,67), pemakaian alat pelindung telinga (APT) (p=0,66), Pengetahuan, sikap, perilaku (p=4l,71) dan lingkungan tempat tinggal (p = 0,39), Kebijakan perusahaan ( p = 0,83) serta hipertensi (p = 0,83).
Kesimpulan : Peningkatan ambang dengar pada frekuensi 4 KHz.akibat bising pada penelitian ini berhubungan dengan umur, hobi yang berhubungan dengan kebisingan dan kebiasaan merokok. Didapatkan faktor risiko yang lebih kecil untuk peningkatan ambang dengar frek 4 KHz, pada pekerja yang mempunyai hobi yang berhubungan dengan kebisingan disebabkan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kebisingan yang lebih baik. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mendapatkan cara deteksi dini ketulian akibat bising.

Background and objectives: Noise induced hearing disorder is the prominent problem and the most prevalent of occupational diseases. Some studies show that 4 KHz is the most sensitive frequency to be affected by noise. It is expected that 4 KHz frequency threshold shift will be able to represent noise related hearing disorder. This study is aimed at recognizing sign and symptom of noise related hearing disorder and determining its related factors.
Methods: using case control design in workers at shoe factory ?X?, Tangerang, Indonesia who have audiogram, carried out the study. Medical record of annual medical examination were used to obtain audiometric and health status as secondary data. Meanwhile the knowledge about, attitude to, and behavior towards occupational noise of respondents were obtained by using questionnaire.
Result : Determinant factors of noise induced hearing disorder with hearing threshold more than 25 dB at 4 KHz frequency which are statistically significant are age of the workers (OR 4,894 C195% 1.84 - 12.96), and smoking habit (OR=3,57; C195% =1,27-10,03). The workers who have noise related hobby activities have a less risk to get 4 KHz frequency threshold shift (OR 0.10; Cl 95 % 0,03 - 0.85). Both the case and the control group have complained tinnitus. The percentage of subject who was complained tinnitus were no difference between the cases and the controls. The study found that another factors have no statistically significant difference including gender (p = 0.76), hearing impairment related disease (p = 1.0), hypertension history (p = 0.67), the use of personal protection equipment (p = 0,661), the knowledge about, attitude to, behavior towards occupational noise (p = 0.708), settlement environment (p = 0.39), company's policy (p =0.83), and hypertension (p = 0.83).
Conclusion: Noise induced hearing disorder related to 4 KHz frequencies has significant association with age, smoking habit and noise related hobby activities. Probably, due to better in knowledge about, attitude to, and behavior towards occupational noise of the workers who have noise related hobby activities tend to be less risk to get 4 KHz frequency threshold shy? then those who have no this hobby. The research should be continued to find the effective way in early detection of noise related hearing disorder.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Borisagar, Komal R.
"This book provides various speech enhancement algorithms for digital hearing aids. It covers information on noise signals extracted from silences of speech signal. The description of the algorithm used for this purpose is also provided. Different types of adaptive filters such as Least Mean Squares (LMS), Normalized LMS (NLMS) and Recursive Lease Squares (RLS) are described for noise reduction in the speech signals. Different types of noises are taken to generate noisy speech signals, and therefore information on various noises signals is provided. The comparative performance of various adaptive filters for noise reduction in speech signals is also described. In addition, the book provides a speech enhancement technique using adaptive filtering and necessary frequency strength enhancement using wavelet transform as per the requirement of audiogram for digital hearing aids.
- Presents speech enhancement techniques for improving performance of digital hearing aids;
- Covers various types of adaptive filters and their advantages and limitations;
- Provides a hybrid speech enhancement technique using wavelet transform and adaptive filters.
"
Switzerland: Springer Nature, 2019
e20509737
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Loethano Novi Syukriadi
"ABSTRAK
AIDS (Acquired immuno Deficiency Syndrome) -dipahami sebagai
sindrom (kumpulan dari berbagai simptom, infeksi, dan kondisi)- merupakan
penyakit menular yang cepat dan Iuas jangkauan penyebarannya. Penyakit ini
sangat fatal karena menyebabkan runtuh atau rusaknya sistem kekebalan tubuh
dan bagian tubuh yang Iain karena infeksi yang disebabkan oleh virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus) (Dossier, 1988 : 1). Sampai akhir Juli 1997, di
Indonesia telah tercatat 558 kasus HIV/AIDS (421 orang mengidap AIDS dan
137 terinfeksi HIV positif) dan telah menyebar ke 22 propinsi.
Hasil penelitian Nyamathi, dkk (1995) mendapati adanya prediktor-
prediktor perilaku beresiko HIV/AIDS, diantaranya adalah personal resources
yaitu self esteem dan emotional distress, threat appraisal, coping responses, dan
barriers of condom use. Faktor-faktor ini memiliki keterkaitan dan menunjukkan
adanya pengaruh dalam membentuk perilaku beresiko HIV/AIDS. Skripsi ini
akan melihat bagaimana gambaran masing-masing faktor tersebut pada
kelompok yang berperilaku beresiko tinggi yang memiliki rentang usia 20 - 29
tahun sesuai dengan rentang usia yang terbanyak terinfeksi HIV/AIDS di
Indonesia.
Yang dimaksud dengan kelompok berperilaku beresiko tinggi terhadap
HIV/AIDS dalam tulisan ini adalah mereka yang memiliki multiple sex partners,
yaitu yang tetah berhubungan seks (intercourse) dengan Iebih dari 'satu
pasangan. Kriteria ini dipilih sesuai dengan pandangan yang menyatakan bahwa
penyebaran infeksi HIV/AIDS paling banyak dan beresiko melalui kontak seksual
(lebih dari 90 %), sisanya (kurang dari 10 %) terjadi dengan cara lainnya.
Untuk mendekati permasalahan ini digunakan teori-teori umum yang
membahas masing-masing variabel. Hasil pembahasan ini mengarah kepada
bagaimana dinamika masing-masing variabel mempengaruhi terbentuknya
perilaku beresiko HIV/AIDS itu. Permasalahan yang dikemukakan disini adalah
bagaimana gambaran variabel self esteem, emotional distress, threat appraisal,
coping responses, dan barriers of condom use pada kelompok usia dewasa
awal. Gambaran ini dilihat dari nilai rata-rata yang diperoieh dari tiap variabel.
Untuk mempenajam hasil yang diperoleh kelompok yang berperilaku beresiko
tinggi tadi maka dilakukan perbandingan dengan kelompok yang tidak
berperilaku beresiko tinggi. Kecuali untuk variabel barriers of condom use, tidak
dilakukan perbandingan dengan kelompok yang abstinence ini mengingat
mereka bukan pemakai kondom. Karakteristik subjek penelitian ini adalah
mereka yang telah berusia 20 - 29 tahun. Jumlah subjek adalah 76 orang, 42
orang dengan multiple sex partners, dan 34 orang yang abstinence.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling
yang termasuk dalam Non-Probability Sampling. Digunakannya teknik ini dengan
alasan kemudahan memperoleh responden. Alat ukur yang digunakan dalam
penulisan ini adalah kuesioner. Teknik pengolahan data yang dilakukan adalah
penghitungan nilai rata-rata (mean) dari setiap variabel. Untuk mempertajam
hasil, dengan melihat adanya kemungkinan perbedaan diantara kedua
kelompok, dilakukan penghitungan t-test independent sample.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara subjek yang berperilaku beresiko tinggi terhadap HIV/AIDS dan
yang tidak berperilaku beresiko tinggi pada variabel-variabet self esteem, profil
suasana hati (mood), threat appraisal, dan coping responses. Dimana kelompok
yang beresiko tinggi menunjukkan nilai yang Iebih rendah dibandingkan dengan
kelompok yang tidak beresiko tinggi pada variabel-variabel tersebut di atas.
kecuali untuk variabel self esteem. Untuk variabel self esteem, kelompok yang beresiko tinggi memiliki nilai yang Iebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
yang tidak beresiko tinggi. Selanjutnya, dari variabel barriers of condom use
yang dikenakan kepada subjek yang berperilaku beresiko tinggi HIV/AIDS,
selaku pemakai kondom, diperoleh hasil bahwa ternyata terdapat perbedaan
yang signifikan antara nilai rata-rata kelompok dalam derajat kesetujuan
penggunaan kondom dengan nilai titik tengahnya, artinya tidak dirasakan atau
dialami adanya hambatan untuk menggunakan kondom saat berhubungan seks.
Selanjutnya, antara subjek pria dan wanita diperoleh hasil bahwa kedua
kelompok subjek tidak berbeda secara signifikan dalam derajat kesetujuan
penggunaan kondom.
Sebagai masukan, peneliti menyarankan diIakukan penelitian dengan
membuat suatu asumsi atau hipotesis yang menelaah lebih jauh hal-hal apa
yang membuat diperolehnya perbedaan-perbedaan baik yang signifikan maupun
yang tidak signifikan tadi pada dua ketompok.
Untuk memperoleh hasil penelitian yang Iebih akurat ada baiknya alat
ukur di construct sesuai dengan karakteristik responden yang akan dituju. Hasil
penelitian ini mungkin dapat juga dijadikan bahan acuan bagi para aktivis LSM
tentang AIDS dalam melakukan penyuluhan, kapan saat yang tepat untuk
memperkenalkan atau mensosialisasikan bagaimana penularan HIV/AIDS
terjadi, serta bagaimana metode yang akurat untuk melakukan hal-hal tersebut
di atas pada kelompok dengan karakteristik tertentu seperti kelompok subjek
dalam penelitian ini."
1998
S2612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yonathan Winata
"Pendahuluan: Pajanan bising yang didapat dari penggunaan headset pada pekerja operator call center dapat dilihat dari hasil pemeriksaan Distortion Product Otoacoustic Emissions. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor individu dan faktor pekerjaan yang berperan terhadap profil gangguan pendengaran pada pekerja operator call center kantor pelayanan pajak di Jakarta.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada 94 pekerja operator call center kantor pelayanan pajak yang berlokasi di Jakarta. Data sosiodermografi, faktor individu, dan faktor pekerjaan diperoleh menggunakan kuesioner, hasil pemeriksaan DPOAE berdasarkan data sekunder hasil pemeriksaan Medical Check Up berkala yang dilakukan oleh klinik X.
Hasil Didapatkan proporsi DPOAE abnormal pada operator call center di kantor pelayanan pajak pada frekuensi 2000Hz (l , 1%), 4000 Hz (1 , 1%), 6000 Hz (6,38%), frekuensi 8000 Hz (10,63%), frekuensi 10000 Hz (14,89%), dan frekuensi 12000 Hz (46,8%). Analisis bivariate didapatkan hasil bermakna pada variabel lama kerja dengan DPOAE pada frekuensi 8000Hz (p=0,020), IOOOOHz (p=0,048), durasi penggunaan headset pada frekuensi 8000Hz (p=0,025), dan volume headset pada frekuensi 6000 Hz (p=0,028).
Kesimpulan: Lama kerja, penggunaan headset lebih dari 4 jam/hari, dan volume headset >60% dari volume maksimal dapat meningkatkan risiko terhadap hasil pemeriksaan DPOAE abnormal.

Background: Noise exposure obtained from the use of a headset on call center operator workers can be seen from the results of the Distortion Product Otoacoustic Emissions examination. This study aims to analyze individual factors and occupational factors that play a role in hearing loss profiles in call center operator operators in tax service offices in Jakarta.
Methods: This cross-sectional study was conducted on 94 call center operators operating in tax service offices located in Jakarta. Sociodermographic data, individual factors, and occupational factors were obtained using a questionnaire. DPOAE examination results are based on secondary data from the results of regular Medical Check Up examinations conducted by clinic X.
Results: Proportion of abnormal DPOAE found at frequency 2000Hz ( I . I%), 4000 Hz (I . I%), 6000 Hz (6.38%), 8000 Hz (10.63%), 10000 Hz (14.89%), and 12000 Hz (46.8%). Results of bivariate analysis obtained significant results on the variable length of work with DPOAE at 8000Hz (p = 0.020), I OOOOHz (p = 0.048), the duration of using a headset at 8000Hz (p = 0.025), and the volume of the headset at 6000 Hz (p = 0.028).
Conclusion: Length of work, use of a headset for more than 4 hours I day, and headset volume> 60% of the maximum volume can increase the risk of abnormal DPOAE examination results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Primus Mitaran
"Gangguan pendengaran akibat bising masih menjadi masalah kesehatan baik di dunia maupun Indonesia. Data WHO 2005 melaporkan bahwa 278 juta 4.2 penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, 50 di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tingkat kebisingan di pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2010 mencapai 92,2 dB pada pagi hari dan 95,2 dB pada siang hari. Pada tahun 2011 tingkat kebisingan di area apron atau area udara mencapai rata-rata 90,48dB dengan interval 74,5-120 dB dan di area terminal rata-rata 89,2 dB. Pada tahun 2013 mencapai 91,5 dB di area apron dan 97,2 dB di ruangan check in, di ruangan keberangkatan mencapai 97 dB Data Tahunan KKP Kupang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat kebisingan dengan gangguan pendengaran pada pekerja di pelabuhan udara El Tari Kupang. Penelitian ini dilakukan menggunakan desain studi cross sectional analitik. Populasi studi pada penelitian ini adalah pekerja berjenis kelamin laki-laki yang bekerja pada perusahaan ground handling di pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2016. Hasil penelitian menemukan prevalensi gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja di pelabuhan udara El tari Kupang sebesar 39,5.
Hasil estimasi risiko menemukan PR=1,80: 95 CI 1,01-3,19 artinya risiko gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja ground handling yang terpapar tingkat kebisingan > 85 dBA 1,80 kali dibandingkan dengan pekerja ground handling yang terpapar tingkat kebisingan le; 85 dBA selama 8 jam TWA sehari di pelabuhan udara El Tari Kupang.
Kesimpulan: ada perbedaan risiko kejadian gangguan pendengaran antara pekerja yang terpapar tingkat kebisingan > 85 dBA dengan pekerja yang terpapar tingkat kebisingan le; 85 dBA selama 8 jam TWA sehari. Upaya pencegahan penting dilakukan yaitu mewajibkan semua pekerja menggunakan APD ear plug atau ear muff terutama yang bekerja di area apron pelabuhan udara El Tari Kupang.

Noise induced hearing impairment remained a health issue in Indonesia and the world. WHO 2005 reported 278 million 4.2 of the world population suffered from hearing impairment, 50 of them lives in South East Asia including Indonesia. In 2010, the noise level in El Tari airport of Kupang reached 92.2 dB in the morning and 95.2 dB in the noon time. In 2011, the noise level within the apron area or the air area reach the average of 90.48 dB with the interval of 74.5 ndash 120 dB and within the terminal area it reached the average of 89.2 dB. In 2013 the figure reached 91.5 dB within the apron area and 97.2 dB within the check in area, while within the departure area it reached 97 dB. Kupang Port Health Office, Annual Reports.
This research aims to find out the relationship between the noise level and the noise induced hearing impairment amongst the workers of El Tari airport in Kupang. The research applied cross sectional analytical design study. The study population of this research is male workers who works for the ground handling companies of El Tari airport in Kupang in 2016. The research found that the prevalence of sensorineural hearing impairment within the workers of El Tari airport in Kupang is 39.5.
The risk estimation result showed PR 1,80 95 CI 1,01 3,19. It means that the risk of suffering from sensorineural hearing impairment within the ground handling workers with the noise level exposure of more than 85 dB is 1.80 times compared to those with less or equal to 85 dBA noise level exposure for 8 TWA hours a day in the airport.
Conclusion there is a difference in the risk of suffering from sensorineural hearing impairment between the workers exposed to more than 85 dBA noise level and those exposed to less or equal to 85 dBA noise level per 8 TWA hours a day. It is crucial to take prevention efforts as in obliged the workers especially those working within the apron area of El Tari airport to use self protection devices ear plug or ear muff during their working hours within the apron area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>