Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151922 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermutu diperlukan seorang perawat yang profesional. Saat ini perawat yang berpendidikan sarjana masih sedikit terutama di daerah. Perawat profesional nantinya akan menjadi contoh peran dimana dia bekerja terutama dalam menjalankan peran utamanya yaitu memberikan asuhan keperawatan.
Untuk itu diperlukan suatu kesiapan dari individu baik secara fisik maupun psikologis Kesiapan psikologis meliputi kognise emosi dan konasi Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesiapan psikologis mahasiswa program ners kelas reguler FH UI menjadi role model di rumah sakit. Penelitian ini dilalcukan di FIK-UI dengan responden berjumlah 30 orang. Desain penelitian ini adalah deskriptif sederhana dengan menggunakan kuesionen Hasil dari penelitian didapatkan, secara kognisi 40 % siap, 60% masih ragu-ragu. Secara emosi 20% siap, 60,7% masih ragu-ragu dan 4% tidak siap.
Seeara konasi 36,7% siap, 53,3% masih ragu-ragu dan 10 % tidak siap. Setelah dilakukan perhitungan secam menyelumh, penelitian ini rnenyimpulkan bahwa secara umum mahasiswa FIK UI 40 % siap, 60% ragu-ragu, dan 0% tidak siap. Peneliti memberikan saran yaitu institusi pendidikan perlu terus meningkatkan proses dalam setiap PBM yang bertujuan untuk meningkatkatkan performa dan kepercayaan diri agar siap menjadi seorang role model khususnya peran pemberi asuhan keperawatan, dan para pengajar dan Clinical Instruktur lapangan diharapkan terus konsisten bersikap caring dan profesional karena sikap yang mereka tampilkan akan terinternalisasi oleh peserta didik. Mahasiswa disarankan untuk meningkatkan indeks prestasi akademik, aktif berorganisasi, dan menumbuhkan minat pekerjaan di pelayanan."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2005
TA5462
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jordy Oktobiannobel
"Pendahuluan: Role Model dalam pendidikan kedokteran tidak hanya penting dalam meningkatkan pembelajaran, tetapi juga memengaruhi pilihan tempat tinggal dan karir mahasiswa. Karir mahasiswa kedokteran yang dapat dipilih salah satunya adalah menjadi dokter spesialis. Saat ini 30 provinsi di Indonesia masih kekurangan dokter spesialis dan studi memperlihatkan role model memiliki pengaruh dalam pilihan karir dokter spesialis. Tujuan penelitian ini adalah melihat hubungan antara persepsi mahasiswa terhadap role model dan pemilihan karir dokter spesialis.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan alat ukur kuesioner yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harun dkk. Instrumen telah melalui tahapan validasi, dimulai dari tahap telaah ahli oleh 6 panel ahli dan wawancara kognitif kepada 10 mahasiswa, Berikutnya dilakukan uji pilot kepada 30 mahasiswa dan analisis faktor yang melibatkan 170 mahasiswa, untuk kemudian dilakukan analisis kuantitatif untuk mengukur atribut persepsi role model yang berpengaruh pada pilihan karir dokter spesialis.
Hasil: Berdasarkan analisis faktor didapatkan 11 indikator persepsi mahasiswa terhadap dosen sebagai role model dan didapatkan seluruh faktor valid dengan faktor loading >0,45 dan reliabel dengan cronbach alpha 0,875. Terdapat 3 indikator persepsi dengan skor tertinggi, yaitu cara mengajarkan materi yang sulit agar dapat dimengerti, keterampilan klinis dan pengetahuan klinis. Hasil uji statistik memperlihatkan hubungan antara memiliki role model dengan keinginan memilih karir dokter spesialis (p value <0,05), terdapat hubungan antara cara dosen menghargai junior/mahasiswa, cara mengajarkan materi yang sulit agar dapat dimengerti dan keterampilan klinis dosen dengan mahasiswa memiliki role model (p value <0,05), serta terdapat hubungan antara cara dosen merespon kebutuhan mahasiswa dan keterampilan klinis dosen dengan keinginan memilih karir dokter spesialis (p value <0,05).
Kesimpulan: Penelitian ini memperlihatkan persepsi mahasiswa dalam mempertimbangkan pemilihan role model menunjukkan indikator keterampilan klinis secara konsisten selalu muncul baik dalam skoring kuesioner, maupun analisis statistik. Penelitian ini juga telah menghasilkan suatu kuesioner yang valid dan reliabel.

Introduction: Role models in medical education are not only important in improving learning, but also influence students' choices of residence and career. One of the careers that medical students can choose is to become a specialist doctor. The current condition of Indonesia is that 30 provinces still lack specialist doctors and several literatures show that role models have an influence on the career choices of specialist doctors. The purpose of this study was to see the relationship between students' perceptions of role models and the choice of specialist doctor careers.
Method: This study used a cross-sectional design with a questionnaire measuring instrument adapted from previous research conducted by Harun et al. which were validated through various stages, starting from expert review by 6 expert panels and cognitive interviews with 10 students. Then a pilot test was conducted on 30 students and factor analysis was conducted involving 170 students, of which the data was then subjected to quantitative analysis to measure the role model perception attributes that influence the career choices of specialist doctors.
Result: Based on factor analysis, 11 indicators of student perceptions towards lecturers as role models were obtained, all factors were valid with loading factors >0.45 and reliable with a Cronbach alpha of 0.875. There were 3 perception indicators with the highest scores, namely how to teach difficult material so that it can be understood, clinical skills and clinical knowledge. The results of statistical tests showed a relationship between having a role model and the desire to choose a specialist doctor career (p value <0.05), there was a relationship between the way lecturers respect juniors/students, how to teach difficult material so that it can be understood and the clinical skills of lecturers with students having role models (p value <0.05), and there was a relationship between the way lecturers respond to student needs and the clinical skills of lecturers with the desire to choose a specialist doctor career (p value <0.05).
Conclusion: This study shows that clinical skills indicators consistently appears, both in questionnaire scoring and statistical analysis, as a factor which relates to students' perceptions in considering a role model. This study has also produced a valid and reliable questionnaire.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukhsma Ayu Qatrinada Lahfani
"Artikel ini membahas tentang pengaruh seorang selebriti sebagai panutan (role model), khususnya bagi komunitas LGBTQ+ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer, dan Plus). Ketika media sosial dan industri hiburan menjadi kian luas, influencer dan selebritas menjadi role model di bidang gaya hidup, masalah sosial, masalah pendidikan, dan pengetahuan terhadap dunia. Oleh karena itu, terpaan media dari seorang influencer atau selebritas sebagai panutan sangat besar, terhadap kepribadian dan gaya hidup pengikutnya sehari-hari. Hal ini pun diyakini berlaku bagi kelompok audiens yang termasuk dalam komunitas LGBTQ+. Studi ini berfokus pada analisis kasus berita seorang influencer asal Amerika Serikat, Jojo Siwa, yang mengungkapkan fakta bahwa dirinya adalah bagian dari komunitas LGBTQ+ (Twersky, 2021). Analisis dilakukan dalam kerangka teori ekologi media yang mengacu pada studi tentang bagaimana media dan proses komunikasi mempengaruhi persepsi, perasaan, emosi, dan nilai manusia (West & Turner, 2007). Tulisan ini bertujuan untuk mempelajari reaksi, tindakan, dan perasaan audiens yang termasuk ke dalam komunitas LGBTQ+ terhadap sosok Jojo Siwa, terutama pasca-pengakuannya kepada publik. Artikel tersebut berpendapat bahwa mengagumi selebriti sebagai panutan dapat menjadi sumber martabat, inspirasi, dan dukungan, terutama bagi komunitas LGBTQ+.

This article discusses the influence of a celebrity as a role model, especially on LGBTQ+ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer, and Plus) identity. As social media and the entertainment industry are becoming more extensive than ever, influencers and celebrities serve as role models in lifestyle, social issues, educational concerns, perceptions, and understanding of the world. The effect of media exposure of an influencer or celebrity as a role model is incredibly huge, affecting the audience's personalities and lifestyle daily. This notion also applies to those who adhere to the LGBTQ+ community. By adopting the media ecology theory--which refers to the study of how media and communication processes affect human perception, feeling, emotion, and value (West & Turner, 2007)--and taking the case of the response of Jojo Siwa's coming out news (Twersky, 2021), this paper studies how the LGBTQ+ community perceives this issue. This article focuses on the community's reactions, acts, and feelings towards the announcement. The study found that admiring celebrities as role models can be sources of dignity, inspiration, and support, particularly for the LGBTQ+ community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Zekirae
"ABSTRAK
Era informasi ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi (TI) oleh sebagian besar perusahaan dalam upayanya untuk menjadi pemenang diantara sesama pemain dalam industri yang sama. Sejauh ini, pemanfaatan TI untuk kepentingan tersebut seringkali tidak dibarengi dengan penilaian besarnya kontribusi peranan TI terhadap nilai perusahaan itu sendiri. Hal ini dapat dimaklumi mengingat peranan TI adalah modal yang sifatnya abstrak, sementara sampai dengan saat ini, perusahaan masih banyak memfokuskan keberhasilan perusahaannya hanya pada modal yang tangible, dimana pengukuran modal ini tertuang dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk mengukur kontribusi peranan TI. Karena sifatnya yang intangible, maka kontribusi peranan TI harus diukur melalui pengukuran modal perusahaan yang bersifat intangible pula, yaitu melalui pengukuran modal intelektual (MI) yang diterjemahkan kedalam indikator pengukuran.
Dalam tesis ini, dilakukan pengukuran kontribusi TI dalam MI perusahaan pembiayaan, dimana metode pengukuran MI menggunakan model Skandia. Sedangkan pengukuran kontribusi TI dalam MI dilakukan dengan cara pembobotan terhadap MI perusahaan. Data yang dipakai untuk pengukuran adalah data selama tiga tahun terakhir.
Hasil yang diperoleh dari tesis ini antara lain : pemahaman konsep bisnis yang benar merupakan prasyarat awal yang mutlak harus dimiliki dalam proses pengukuran MI, sehingga dapat ditetapkan indikator yang mewakili keadaan perusahaan yang sesungguhnya.; perlu dieksplorasi berbagai metode pengukuran lain untuk melengkapi model Skandia; sebagian besar indikator untuk perusahaan pembiayaan sama dengan indikator yang terdapat pada model Skandia, beberapa indikator yang berbeda adalah indikator yang disebabkau oleh e-business; terdapat dua peran MI dalam menghasilkan nilai bagi perusahaan pembiayaan yaitu sebagai value extracting dan value creating; dan bahwa TI telah berperan dalam menghasilkan nilai, yang tidak hanya berlaku bagi perusahaan yang bisnis utamanya bergerak dalam bidang TI tetapi juga perusahaan yang bisnis utamanya tidak bergerak dalam bidang TI, dalam hal ini, adalah perusahaan pembiayaan.

ABSTRACT
Today, most of companies use information technology (IT) as a tool to bring them to be a winner among other players in the same industry. So far, the companies utilizing IT almost never measure how much the IT contribution in their corporate value. It is because, the IT contribution is a kind of intangible assets; meanwhile many companies only focus on their value from their tangible assets which are put down on an annual financial report. As it has been known that the corporate value is derived from two kinds of capital, those are financial capital and intellectual capital (IC). Financial capital is a kind of tangible asset, whereas IC is a kind of intangible asset. Therefore, in order to know value of the IT contribution is needed to measure intangible assets of the company.
This thesis analyzes and applies a practical way to measure the IT contribution in a leasing company. First step is to measure intangible asset of the company. It is done by measuring IC based on Skandia model and second step is to measure the IT contribution by weighing indicators of the IC.
Among important results of the thesis are the starting point of IC measurement is the company strategy itself, so that it can be determined some IC indicators which are relevant for the company; it is needed to explore other IC measurement methods to complement the Skandia; most of leasing company indicators are same as the indicators of Skandia, some indicators different from the Skandia are indicators related to e-business; there are two roles of IC in generating value for leasing company, those are value extracting and value creating; and the IT contribution in generating value is not limited just for company which its core business is IT, but also for company that its core business is not related to IT."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2002
T40400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hukom, Grace A.D.
"Dampak Program JPS bagi proses pemberdayaan perempuan diangkat sebagai masalah utama tesis ini karena banyak fakta menunjukkan bahwa situasi krisis sangat berisiko bagi perempuan dan anak-anak, sementara intervensi JPS hanya menjadikan perempuan sebagai objek dari distribusi bantuan. Penelitian ini merupakan studi kasus tentang masyarakat penerima manfaat pada Program JPS yang dilakukan World Vision dengan dukungan CIDA yang dilakukan di wilayah Kelurahan Cilincing dan Kalibaru. Analisis kasus dilakukan dengan menelusuri siklus manajemen proyek dan berbagai dokumen. Analisis jender yang dilakukan pada kelompok masyarakat penerima manfaat bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data mengenai peran jender yang melekat pada laki-laki dan perempuan dalam kelompok masyarakat di wilayah Cilincing dan Kalibaru.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa Program JPS yang merupakan pendekatan sosial untuk memberdayakan masyarakat yang terkena dampak krisis dilakukan dalam jangka waktu pendek dan lebih menjawab kebutuhan pangan dan kesehatan masyarakat penerima manfaat saja. Dengan kata lain, program itu hanya menjawab kebutuhan praktis jender seperti makanan, gizi ibu dan anak, sanitasi lingkungan. Penelitian ini juga menemukan bahwa pola bantuan JPS yang berjangka pendek dan menggunakan pendekatan dari atas ke bawah membuat pelaksana program JPS tidak peka lagi terhadap strategi pemenuhan kebutuhan yang telah dimiliki setiap individu. Pendekatan itu tidak lagi mengkategorikan mereka yang paling terkena dampak krisis, tetapi memberi bantuan kepada keluarga. Pelaksana JPS tidak menyadari bahwa dalam keluarga telah terjadi pembagian kerja sesuai dengan peran masing-masing, akses dan kontrol pada sumber daya yang ada. Akibatnya, intervensi bantuan justru menambah beban peran perempuan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T14625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunda Sri Sugiri
"Pada tanggal 22 Desember 1995, Presiden Republik Indonesia mencanangkan kemitrasejajaran wanita dan pria sebagai suatu Gerakan Nasional. Dikatakan bahwa: dengan kemitrasejajaran pria dan wanita yang harmonis, kita bangun bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera lahir dan batin. Wanita sebagai warga negara mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang. Namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan ketidak sejajaran antara wanita dan pria. Kemitrasejajaran pria dan wanita masih perlu disosialisasikan, dimulai dari keluarga sebagai pranata sosial terkecil sampai pranata yang terluas, yaitu masyarakat. Penelitian ini menitikberatkan pada relasi jender suami istri di dalam keluarga. Selain itu juga ingin diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi seorang individu (informan) terhadap pandangan dan sikap serta prilakunya tentang kemitrasejajaran wanita dan pria. Untuk melihat apakah posisi suami istri setara dalam relasi perkawinannya, pembagian kerja di dalam rumah tangga dan proses pengambilan keputusan serta posisi tawar (bargaining position) istri dalam proses tersebut, menjadi perhatian dalam penelitian ini. Empat (4) orang informan dipilih dengan kriteria sudah menikah, dalam kelompok usia dewasa muda, dan mahasiswa Universitas Indonesia.
Untuk memahami informan dan dalam menganalisis temuan lapangan, dipakai teori Sistem Ekologi, teori Sistem Keluarga dan teori Belajar Sosial. Dari keempat informan, tampaknya pembagian kerja tidak terlalu kaku dalam pelaksanaannya, dalam artian sebagai suami istri pembagian kerja di dalam keluarga tidak lagi berdasarkan jender, tetapi berdasarkan kesepakatan dan melihat situasi serta kondisi pasangannya masing-masing. Sedang posisi tawar istri oleh keempat informan dirasakan setara, karena mereka diikut sertakan pada proses pengambilan keputusan, di dengar pendapatnya dan memutuskan segala hal di dalam keluarga bersama-sama. Mereka merasa di hargai walaupun tidak mempunyai penghasilan sendiri.
Keluarga orientasi, orang tua, pendidikan, media komunikasi dan pasangan hidup beserta keluarganya merupakan faktor yang mempengaruhi pandangan dan sikap informan terhadap konsep kemitrasejajaran. Konsep kemitrasejajaran pria dan wanita sebagai suami istri yang saling menghargai, saling membantu dengan menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya masing-masing, sudah mulai diterima, dipahami dan diwujudkan, tetapi masih berada dalam proses transisi. Artinya masih dengan batasan-batasan tertentu, sesuai dengan tatanan keluarganya masing-masing."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Indah Pratiwi
"Pendahuluan : Tindakan transplantasi adalah praktek multidisiplin yang membutuhkan kerjasama dan komunikasi efektif. Kesuksesan transplantasi diantaranya ditentukan oleh peran perawat dalam tim. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi pelaksanaan pelayanan dan peran perawat dalam tim multidisiplin transplantasi ginjal. Metode : Studi etnografi dengan 27 partisipan ini melibatkan  yang terdiri dari 12 orang pasien, 9 perawat, 3 dokter, 1 apoteker, 1 ahli gizi dan 1 fisioterapis. Pengambilan data selama 9 minggu melalui observasi partisipatif, focus group discussion, wawancara, dan studi dokumen. Analisis data menggunakan analisis tematik. Hasil : Terdapat 4 tema yang diperoleh yaitu 1) Peningkatan kolaborasi perawat dalam tim, 2) Peran yang ditampilkan perawat belum optimal, 3) Etika pelayanan, 4) Tantangan pelayanan transplantasi.  Kesimpulan : Pelayanan transplantasi menjadi sebuah tanggungjawab bersama semua profesi yang terlibat dan memerlukan peran optimal dari masing-masing anggota tim. Untuk menjawab tantangan pelayanan dibutuhkan peningkatan kompetensi perawat dan dukungan rumah sakit. Rekomendasi : Pengembangan layanan transplantasi ginjal dengan memaksimalkan peran perawat dan potensi rumah sakit.

Introduction : Transplantation is a multidisciplinary practice that requires cooperation and effective communication. The success of the transplant is determined by the role of the nurse in the team. The purpose of this study is to explore the implementation of services and the role of nurses in the multidisciplinary kidney transplant team. Method : This ethnographic study involved 27 participants, including 12 patients, 9 nurses, 3 doctors, 1 pharmacist, 1 nutritionist, and 1 physiotherapist. Data were collected over a 9-week period through participatory observation, focus group discussions, interviews, and document analysis. The data were analyzed using thematic analysis. Results : Four themes emerged from the analysis : 1.) Improvement of nurse collaboration within the team, 2.) The suboptimal role of nurses, 3.) Service ethics, 4.) Challenges in transplant services. Conclusion : Transplant services require the shared responsibility of all professional roles within the team, necessitating the optimal contribution of each member. Addressing the challenges in transplant services requires enhancing the competence of team members and the support provided by hospitals. Recommendation : To develop kidney transplant services, it is essential to maximize the role of nurses and leverage the potential of hospital resources."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Kusumawardani
"ABSTRAK
Mahasiswa keperawatan harus memiliki pengetahuan yang baik terkait perawat profesional serta memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat menjadi seorang perawat profesional. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan terkait profesi dan motivasi mahasiswa tingkat akhir di FIK UI dan FIK UMJ untuk menjadi perawat profesional. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan rancangan deskriptif koleratif dan pendekatan secara stratified random sampling terhadap 156 mahasiswa keperawatan di FIK UI dan FIK UMJ. Analisis data menggunkan uji Chi-Square yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan terkait profesi dengan motivasi mahasiswa tingkat akhir di FIK UI dan FIK UMJ untuk menjadi seorang perawat profesional p value = 1,033 . Mengetahui bahwa memiliki pengetahuan saja tidak cukup untuk dapat memotivasi diri mahasiswa keperawatan untuk menjadi perawat profesional, sehingga perlu dilakukan edukasi serta pendekatan kepada mahasiswa keperawatan agar dapat mengetahui seberapa besar motivasi yang dimiliki mahasiswa keperawatan untuk menjadi perawat profesional.Kata Kunci: pengetahuan, motivasi, perawat profesional

ABSTRACT
Nursing students should have good knowledge about professional nursing and a high motivation to become a professional nursing. The purpose of the research was to indentify correlation between level of knowledge related profession and motivation college senior students at FIK UI and FIK UMJ for become a professional nursing. The study used cross sectional methods with correlative descriptive design and approach with stratified random sampling of 156 nursing students at FIK UI and FIK UMJ. Data analysis using a chi square test showed no significant relationship between level of knowledge related profession and motivation college senior students at FIK UI nd FIK UMJ for become a professional nursing p value 0,631 . Knowing having knowledge alones is not enough to motivate a person want to become a professional nursing, therefore needed educate and approach for nursing students in order to know how big the motivation of nursing students to become professional nurses.Keywords knowledge, motivation, professional nursing"
2017
S65589
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Lusi Anggari
"Perubahan dan paradox sudah menjadi ciri khas bangsa Amerika. Hal ini terjadi di berbagai aspek kehidupan baik dalam level individu, masyarakat, maupun pemerintah. Ketiganya merupakan sebuah kesatuan sistem yang saling terkait, sehingga perubahan di dalam salah satu variabel sistem tersebut akan merembet pada variabel lainnya. Peran dan identitas laki-laki merupakan satu titik dalam aspek sosial kebudayaan Amerika yang masuk dalam arus perubahan tersebut. Hal ini akan membawa pengaruh penting pada masyarakat karena keluarga merupakan lembaga yang berisikan nilai dan norma budaya yang membentuk nilai dan norma budaya kelompok ataupun lapisan sosial masyarakat tertentu secara keseluruhan.
Selama ini berbagai bahasan tentang jender lebih banyak fokus pada perempuan dan umumnya dari perspektif perempuan Dan sungguh merupakan sesuatu yang menarik ketika Mrs. Doubt Fire dan Junior menampilkan hal yang berbeda yakni permasalahan laki-laki dan dari sudut pandang laki-laki.
Tesis ini menunjukkan bahwa di era 1990an terjadi perubahan peran laki-laki dalam keluarga dari breadwinner menjadi caregiver. Perubahan peran ini disokong oleh perubahan identitasnya sebagai sensitive men dan involved father atau sebutan lain yang senada yang pada dasarnya mengangkat dan menekankan pada aspek kepekaan emosi sebagai karakter yang ideal di masa itu menggantikan aspek materiil. Faktor ekonomi dan liberasi perempuan ternyata menjadi penyebab dan pendorong perubahan peran laki-laki ini. Media massa, dalam hal ini film menampilkan stereotip laki-laki baru ini sebagai figur ideal era 1990an, namun perubahan ini terhambat oleh ambivalensi perempuan dan pemerintah yang bisa dilihat sebagai sebuah paradoks demokrasi Amerika.
Rangkaian dari perubahan ini adalah redefinisi "motherhood" yang menekankan pada aspek financial support, dan keluarga yang lebih fokus pada fungsi daripada bentuk.

Changes and paradox always go hand in hand. They are present in all three levels in society i.e. individual, community, and state. The relation of those three aspects then marks the American core values. Changes themselves do not stand-alone and are believed to generate further changes in related areas.
The prevalent phenomenon in the life of the American white, middle class men in 1990s was the degrading trend of the breadwinning role due to both economic as well as social factors. As a result, fathers entering the private sphere increase from time to time. Men's new role in domestic area is well supported by their newly defined identity as new men, sensitive men, involved father and the lie which put a greater emphasis on emotional rather than material aspect as the determining factor of happiness and success in life. Media, especially films, play the role as the "major socializing influence" which is also the case with Mrs. Doubt fire and Junior.
Despite the fact that more and more men have trudge into the domestic area, the problems remain. Ambivalence in the part of women and institution are the major cause. The push and pull over women's striving for equality and preserving their "motherhood" on one side, and the shift in the ruling power from conservatives to liberal represented by the Democratic party on the other one impede men's equality with women in the private sphere. Then, it can be said that ambivalence is a paradox to.
Finally, men's changing role requires a change in women's in the form of redefined motherhood. This time, women's new role will consider putting emphasis on financial support for the dependants. As for family, focus will be directed towards function than forms.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Patri Hartanti
"Individu dalam kehidupan bermasyarakat memiliki peran-peran tertentu yang disandangnya. Salah satu yang saat ini sedang marak dibicarakan adalah peran suami istri yang sama-sama bekerja. Pria dan wanita yang telah memasuki masa dewasa dan menikah, diharapkan memenuhi harapan peran masing-masing aebagai pasangan. Sebagaimana dijelaskan dalam peran jenis kelamin, pria maupun wanita juga mempunyai peran-peran yang harus dipenuhi oleh diri sendiri dan berhak meminta pasangannya melakukan kewajiban perannya. Peran jenis kelamin tradisional yang selama ini ditanamkan adalah bahwa pria sebagai suami diharapkan untuk mencari keluarga sementara peran wanita adalah sebagai pengelola rumah tangga dan anak-anak. Bagaimana dengan keberadaan pria dan wanita yang suami istri bekerja? Fenomena pria dan wanita yang suami istri bekerja saat ini banyak terjadi. Banyak alasan mengapa pria dan wanita menikah memutuskan untuk sama-sama bekerja, diantaranya mencari tambahan penghasilan meningkatkan taraf hidup, merasa kesepian dan terasing di rumah dan sebagainya. Keputusan pria dan wanita menikah untuk sama-sama bekerja ini menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, yang salah satunya adalah berkuranggnya waktu bagi keluarga, terutama bagi pengelolaan rumah tangga dan merawat anak~anak.
Penelitian ini menitikberatkan pada pembagian peran antara pria dan wanita yang suami istri bekerja, khususnya dalam melaksanakan tugas rumah tangga dan tugas perawatan anak. Mengapa hal ini menarik diteliti disebabkan oleh beberapa sumber yang menyatakan bahwa masalah yang seringkali terjadi pada pasangan suami istri bekerja adalah pada pembagian waktu untuk keluarga dan pekerjaan. Adapun masalah umum yang diajukan dalam penelitian adalah; Bagaimana harapan dan kenyataan atas partisipasi diri dan pasangannya dalam pelaksanaan tugas rumh tangga dan tugas perawatan anak pada pria dan wanita yang suami istri bekerja? Adanya ketidakseimbangan partisipasi antara, pria, dan wanita dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut menarik peneliti untuk menjawab masalah ini.
Subyek penelitian ini adalah pria dan wanita yang suami istri bekerja, memiliki anak usia balita dan berpendidikan minimal SLTA. Alat ukur utama yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara sebagai alat tambahan untuk memperkaya analisa data dari kuesioner. Kuesioner terdiri dari 34 item (11 item tugas rumah tangga dan sisanya item tugas perawatan anak). Kepada responden ditanyakan bagaimana harapan serta kenyataan pada tiap item tugas, sehingga analisa dilakukan pada masing-masing item tugas pula (survey opini). Harapan dan kenyataan dilihat melalui derajat tanggung jawab antara pria dan wanita yang suami istri bekerja. Caranya, dengan melingkari salah satu angka yang terentang dari angka 5 (bertanggungjawab penuh) sampai angka 1 (tidak ikut bertanggungjawab).
Hasilnya, wanita mengharap dirinya (sebagai istri) sedikit dibantu dalam pelaksanaan tugas perawatan anak, tapi mengharap berbagi tanggung jawab dengan suami daiam melaksanakan tugas rumah tangga. Harapan pria (sebagai suami), istri tetap bertanggung jawab lebih besar dari dirinya pada pelaksanaan tugas perawatan anak. Dengan demikian, ada kesesuaian harapan pria dan wanita dalam hal Ketidaksesuaian kenyataan yang dipersepsi oleh pria atas tanggungjawab istri rata-rata terjadi di mana kenyataan partisipasi istri dipersepsi lebih kecil dari harapannya. Sedangkan pada wanita, ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan atas partisipasi dirinya terjadi di mana partisipasi istri dipersepsi lebih besar dari kenyataannya.
Di samping pria dan wanita menyatakan harapan atas partisipasi istri, kedua kelompok responden juga diminta menyatakan harapan dan mempersepsi kenyataan partisipasi suami dalam rumah tangga. Tugas yang paling banyak diharapkan wanita dari suami untuk sama-sama bertanggung jawab lebih cenderung pada tugas praktis perawatan anak, seperti membuatkan susu botol, memakaikan popok dan sebagainya. Pada sendiri sebagai suami mengharap dirinya hanya membantu untuk sebagian besar tugas rumah tangga. Perbedaan harapan antara pria dan wanita adalah pada tugas mengatur keuangan rumah tangga dan membuatkan susu botol balita. Pria mengharap partisipasi dirinya lebih sedikit dibanding partisipasi istri.
Ketidaksesuaian harapan pria atas partisipasi dirinya dengan kenyataan yang dipersepsinya lebih kepada tugas perawatan anak, di mana ketidaksesuaian tersebut terjadi karena kenyataan partisipasi suami yang dipersepsi pria lebih kecil dari harapannya. Sedangkan ketidaksesuaian harapan wanita atas partisipasi suaminya dengan kenyataan yang dipersepsi wanita lebih kepada tugas perawatan anak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>