Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122550 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kornadi
"Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKPP) merupakan pilihan utama untuk mengembalikan aliran darah dan perfusi pasien yang mengalami Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (IMA-EST). Tapi tidak selalu mengembalikan aliran yang cukup pada tingkat mikrosirkulasi, hal ini disebabkan oleh obstruksi mikrovaskular (OMV). Banyak penelitian telah membuktikan pengaruh inflamasi terhadap kejadian OMV, tingginya rasio neutrofil limfosit pasca IKPP menggambarkan respon inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai hubungan rasio neutrofil limfosit (RNL) terhadap kejadian obstruksi mikrovaskular yang dinilai dengan pemeriksaan myocardial blush kuantitatif (QuBE).
Metode: Sebanyak 33 subjek IMA–EST yang menjalani IKPP dipilih secara konsekutif sejak 1 September 2013 sampai 30 Oktober 2013. RNL diambil saat masuk UGD, penilaian myocardial blush (MB) diambil segera pasca IKPP, angiografi untuk RCA (RAO 30˚) dan LCA (LAO 60˚-90˚). Kemudian RNL dikirim ke laboratorium untuk diperiksa dengan dengan Sysmex 2000i, blush dinilai dengan program komputer QuBE. Perhitungan statistik dinilai dengan SPSS 17.
Hasil: Dari 33 pasien didapatkan proporsi terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebesar 75,7%, rerata usia pasien 56±9.8 tahun. Analisa statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara RNL dan QuBE (β=-0,180;p=0,664) namun terdapat kecenderungan setiap kenaikan 1 unit RNL akan menurunkan QuBE sebesar 0,180 unit arbiter. Setelah dilakukan adjusted terhadap faktor perancu didapatkan kecenderungan penurunan yang lebih besar meskipun tetap tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. (koef β=-0,331 ; p=0,527).

Primary percutaneus coronary intervention (PPCI) is a first of choice to return patient’s blood flow and perfusion with ST elevation myocardial infarction (STEMI). However, it is not always sufficiently reflow of microcirculation due to Microvascular Obstruction (MVO). Many studies had proved that neutrophil to lymphocyte ratio (NLR) has emerged as a potent composite inflammatory marker. The aim of this study is to evaluate association between NLR and MVO by Quantitative Blush Evaluator (QuBE).
Methode: 33 STEMI patients undergoing primary PCI were consecutivly recruited from September to October 2013. The NLR was withdraw at patient admission. We evaluate the myocardial blush immediately after PCI done. Angiography views were RAO 30˚ for RCA, and LAO 60˚-90˚for LCA. Then the NLR was sent to laboratory for examination. QuBE was done to evaluate myocardial blush. Statistical analysis was done by SPSS 17.
Results: From thirty three patients included in the study, there were 75,75% men, with mean age 56±9.8 years old. Statistical analysis showed no correlation between NLR and QuBE (β=-0,180;p=0,664) but there was decrease of 0,180 unit arbiter QuBE for each 1 unit of peripheral NLR. After adjustment of confounding factor, there was more decreasing value although there is no significant correlation. (coef β=-0,331;p=0,527).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murdiati
"ABSTRAK
Latar belakang. Mean Platelet Volume (MPV) adalah penanda ukuran aktivitas
platelet. MPV yang lebih besar menunjukkan platelet aktif dan lebih adhesif.
Peningkatan MPV berhubungan dengan peningkatan angka kematian akibat
arterosklerosis, termasuk IMA-EST. Intervensi koroner perkutan primer (IKPP)
merupakan standar terapi pada IMA-EST. Tetapi pada IKPP terdapat masalah
Obstruksi Mikrovaskular (OMV) yang signifikan. Penelitian ini bertujuan
mengetahui hubungan antara MPV dengan MB QuBE pada pasien IMA-EST
yang menjalani IKPP.
Metode dan Hasil. Tujuh puluh dua pasien (umur 30 sampai 80 tahun) dengan
IMA-EST dengan awitan kurang dari 12 jam diikutkan dalam studi ini. Setelah
dilakukan IKPP dilakukan pemeriksaan myocardial blush (MB) dengan QuBE
dan dilihat hubungannya dengan nilai MPV. Hasil penelitian ini didapatkan hasil
rerata MPV adalah 9,6 fl, rerata QuBE adalah 15,3. Analisa hubungan MPV
dengan MB QuBE memakai regresi Spearman didapatkan r= 0,03, P=0,78.
Kesimpulan. Pada populasi ini tidak terdapat hubungan antara MPV dengan nilai
QuBE dalam menilai MB pasca reperfusi.

ABSTRACT
Background. Mean Platelet Volume (MPV) is a marker of platelet activity. MPV
showed greater platelet and more active platelet and adhesive. Increased MPV is
associated with increased mortality due to atherosclerosis, including IMA-EST.
Primary percutaneous coronary intervention (PPCI) is a standard therapy in IMAEST.
But there is a problem on PPCI were microvascular obstruction (MVO)
became significant. This study aims to determine the relationship between MPV
with MB QuBE in patients undergoing PPCI.
Methods and Results. Seventy-two patients (aged 30 to 80 years) with IMAEST
with onset less than 12 hours were included in this study. After PPCI
examination myocardial blush (MB) with QuBE was done due to views related to
MPV value. The results of this research, the average of MPV was 9.6 fl, QuBE
average is 15.3. Statistic analysis using Spearman regression to look relationship
between MPV with MB QuBE obtained with result r = 0.03, P = 0.78.
Conclusion. MPV values in this population on the initial entry no relationship
with QuBE in assessing the value of post-reperfusion MB."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Ahmad Anzali
"Latar Belakang: Perbaikan dalam sistem, teknologi, dan farmakoterapi telah mengubah prognosis secara signifikan pada pasien infark miokard dengan elevasi segmen ST (IMAEST) selama beberapa dekade terakhir. Sekitar sepertiga pasien yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP) berisiko mengalami no-reflow (NR), suatu kondisi yang ditandai dengan perfusi miokard yang buruk meskipun aliran koroner epikardial berhasil dibuka. NR berdampak signifikan pada luaran klinis termasuk luas infark yang lebih besar, gagal jantung, dan kematian. Peningkatan D-Dimer dan Fibrinogen berkaitan dengan meningkatnya risiko NR. Beberapa publikasi telah menyimpulkan rasio D-Dimer dan Fibrinogen (DFR) memiliki spesifisitas yang lebih baik. Belum ada penelitian yang menilai hubungan DFR dengan NR pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara DFR dengan perfusi mikrovakular koroner yang dinilai dengan Quantitative Blush Evaluator (QuBE) pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP. Metode: Kami mengevaluasi 61 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dan memenuhi kriteria untuk dilakukan penilaian myocardial blush menggunakan QuBE. Sampel pemeriksaan D-Dimer dan Fibrinogen diambil saat admisi. DFR dinilai hubungannya dengan nilai QuBE yang dikategorikan menjadi dua kelompok (QuBE <9 dan ≥9 unit arbiter). Hasil: Pasien dengan DFR ≥0,149 berisiko untuk memiliki nilai QuBE <9 unit arbiter sebesar 18,32 kali lebih besar dibandingkan pasien dengan DFR <0,149 (IK 95% 2,49-134,68; p 0.004). Nilai batas DFR 0,149 memiliki sensitivitas 54,5% dan spesifisitas 82% untuk menggambarkan no-reflow pasca-IKPP (AUC= 0,665).

Background : Improvements in systems, technology, and pharmacotherapy have
significantly changed the prognosis of STEMI patient over the past few decades.
Approximately one third of patients undergoing primary percutaneous coronary intervention
(PPCI) are at risk for no-reflow (NR), a condition characterized by poor myocardial perfusion
despite successful opening of epicardial blood flow. NR has significant impact on clinical
outcomes including greater infarct size, heart failure, and death. Increased D-Dimer and
Fibrinogen are associated with an increased risk of NR events. Several publications have
concluded that the D-Dimer and Fibrinogen ratio (DFR) has better specificity. There are no
studies that have assessed the relationship between DFR and NR in STEMI patients
undergoing PPCI.
Objective: This study aims to determine the association between DFR and coronary
microvascular perfusion using the Quantitative Blush Evaluator (QuBE) in STEMI patients
undergoing PPCI.
Methods: We evaluated 61 STEMI patients who underwent PPCI and met the criteria for
myocardial blush assessment using the QuBE program. D-Dimer and Fibrinogen examination
samples were taken at admission. DFR was assessed for its association with the QuBE score
results which were divided into two groups (QuBE <9 arbitrary units and ≥9 arbitrary units).
Results: Patients with DFR ≥0.149 had a 11.26 times greater risk of having QuBE <9 arbitrary
units than patients with DFR <0.149 (CI 95% 2,49-134,68; p 0.004). The DFR cut point of
0.149 had a sensitivity of 54.5% and a specificity of 82% for predicting NR (AUC= 0.665; p
0.019).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Adrina
"Penyakit kardiovaskular (PKV) merupakan penyebab utama kematian di dunia dan diperkirakan akan terus meningkat. Infark miokardium akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan kejadian iskemia miokardium transmural yang mengakibatkan cedera atau nekrosis miokardium akibat ketidakseimbangan dari asupan dan kebutuhan oksigen. Kondisi ini diakibatkan oleh proses aterogenesis kronik dengan peran inflamasi kompleks menahun yang dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko penyebab disfungsi endotel. Terapi intervensi koroner perkutan primer (IKPP) merupakan terapi revaskularisasi pasien IMA-EST dengan keberhasilan pengembalian aliran koroner >95% pada praktik klinis yang secara paradoks dapat menyebabkan cedera dan kematian kardiomiosit atau cedera iskemia reperfusi. Kolkisin telah lama dikenal sebagai obat murah dengan efek antiinflamasi yang menginhibisi polimerisasi tubulin dan pembentukan mikrotubulus serta memiliki efek terhadap adesi molekul selular, kemokin inflamasi, dan inflamasom. Hingga saat ini, belum ada studi secara spesifik membahas efek pemberian kolkisin terhadap rasio neutrofil-limfosit (RNL) dalam cedera iskemia reperfusi miokardium. Parameter RNL merupakan penanda inflamasi yang didapatkan dari perhitungan hitung jenis leukosit darah perifer. Pemeriksaan ini sederhana, mudah, dan relatif murah serta dinilai mampu mengkonjugasikan sistem imun bawaan dan adaptif dalam kondisi inflamasi. Penelitian ini mengkaji perubahan RNL pada 24 jam dan 48 jam pascatindakan IKPP pada pasien IMA-EST yang mendapatkan intervensi kolkisin. Desain penelitian uji klinik tersamar ganda, dengan total 79 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP, terdiri dari 36 subjek kelompok yang mendapatkan plasebo dan 43 subjek kelompok yang mendapatkan kolkisin. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara subjek IMA-EST dengan intervensi kolkisin dan plasebo pada penurunan RNL 24 jam dan 48 jam pascatindakan IKPP. Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan berbagai pertimbangan rentang pemberian obat dan lama pemantauan untuk dapat menilai penurunan RNL.

Cardiovascular disease (CVD) is the leading cause of death in the world and is expected to continue to increase. Acute ST elevation myocardial infarction (STEMI) is a transmural myocardial ischemia event that results in myocardial injury or necrosis due to an imbalance of oxygen intake and demand. This condition results from a chronic atherogenesis process with the role of chronic complex inflammation influenced by various risk factors that cause endothelial dysfunction. Primary percutaneous coronary intervention therapy (PPCI) is a revascularization therapy for STEMI patients with >95% coronary flow restoration success in clinical practice that paradoxically can cause cardiomyocyte injury and death or ischemia reperfusion injury. Colchicine has long been known as an inexpensive drug with anti-inflammatory effects that inhibits tubulin polymerization and microtubule formation and has effects on cellular molecular adhesion, inflammatory chemokines, and inflamasomes. To date, no study has specifically addressed the effect of colchicine administration on the neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) in myocardial reperfusion ischemia injury. The parameter of NLR is an inflammatory marker obtained from the calculation of peripheral blood leukocyte differential count. This examination is simple, easy, and relatively inexpensive and is considered to be able to conjugate the innate and adaptive immune systems in inflammatory conditions. This study examined the changes in NLR at 24 hours and 48 hours after PPCI in STEMI patients who received colchicine intervention. The study design was a double-blind clinical trial, with a total of 79 STEMI patients undergoing IKPP, consisting of 36 subjects in the placebo group and 43 subjects in the colchicine group. There was no significant difference between IMA-EST subjects with colchicine and placebo intervention on the decrease of NLR 24 hours and 48 hours after PPCI. Further studies are needed with various considerations of the time span and the length of monitoring to be able to assess the decrease in NLR."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Isra Tuasikal
"Latar Belakang: Angka defisiensi besi di negara berkembang sangat tinggi dibandingkan negara maju dan hubungan antara defisiensi besi dengan myocardial blush kuantitatif pada pasien infark miokard akut disertai elevasi segmen ST (IMA-EST) yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP) belum pernah dilakukan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara defisiensi besi dengan myocardial blush kuantitatif pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.
Metode: Kami mengevaluasi 64 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dan memenuhi kriteria untuk dilakuakan penilaian myocardial blush kuantitatif menggunakan program Quantitative Blush Evaluator (QuBE). Penilaian defisiensi besi diukur menggunakan feritin, serum besi, dan total iron binding capacity (TIBC).
Hasil: Pasien dengan defisiensi besi memiliki nilai QuBE yang 7,48 kali lebih buruk dibandingkan dengan pasien tanpa defisiensi besi. Analisis multivariat menunjukan bahwa defisiensi besi merupakan prediktor terhadap nilai QuBE yang rendah (OR 7,48, 95% interval kepercayaan 1,78-31,49, p 0,006).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara defisiensi besi dengan nilai QuBE yang lebih buruk pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP

Background: Prevalence of iron deficiency in developing countries is higher than developed country, and association between iron deficiency and quantitative myocardial blush in acute ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI) undergoing primary percutaneous coronary intervention (PPCI) has not been investigated.
Objective: This study sought to evaluate the association between iron deficiency and quantitative myocardial blush of patient with acute STEMI undergoing primary PCI.
Methods: We enrolled 64 patients with acute STEMI underwent primary PCI who fulfilled the standard criteria for quantitative myocardial blush evaluation using quantitative blush evaluator (QuBE). Iron deficiency were measure by ferritin, serum iron, and total iron binding capacity (TIBC).
Results: Patients with Iron deficiency 7,48 times risk of poor QuBE index than group without iron deficiency. Multivariate logistic analysis showed that iron deficiency was an predictor of a poor QuBE index (OR 7,48, 95% confidence interval 1,78-31,49, p 0,006).
Conclusion: There is association between iron deficiency with poor QuBE index in patients STEMI undergoing primary PCI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ismir Fahri
"Terapi reperfusi dengan IKPP pada pasien IMA-EST bertujuan menyelamatkan miokard dan menurunkan angka kematian. Kembalinya patensi arteri koroner epikardial dengan aliran TIMI derajat 3 tidak selalu berarti terjadinya aliran yang adekuat pada tingkat mikrovaskular, fenomena ini dikenal dengan istilah no reflow atau obstruksi mikrovaskular. Beberapa alat bantu diagnostik untuk mendeteksi kejadian obstuksi mikrovaskular telah banyak dikembangkan, namun sampai saat ini belum didapatkan baku emas.
Mengetahui korelasi penilaian myocardial blush kuantitatif dengan program QuBE terhadap ukuran infark, fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri menggunakan SPECT Tc99m Tetrofosmin dalam 4-6 minggu paska IKPP pada pasien IMA-EST.
Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Gambaran angiografi pasien IMA-EST yang menjalani reperfusi dengan IKPP dari bulan Juli-Desember 2011 dievaluasi keberhasilannya mengunakan program ?QuBE?, dan pada minggu ke 4-6 paska IKPP dievaluasi dengan pemeriksaan SPECT Tc99m Tetrofosmin, untuk menilai ukuran infark, fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri.
Dari 36 pasien didapatkan proporsi terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebesar 94,4%, rata-rata usia pasien 54,3±7,9 tahun. Sebanyak 69,4% pasien dengan diagnosis IMA-EST anterior. Uji Spearman menunjukkan korelasi yang cukup antara nilai QuBE terhadap ukuran infark (-0,594 dan p < 0,001) dan fraksi ejeksi (r 0,531 dan P 0,001), volume akhir sistolik (r -0,496 dan P 0,002) dan volume akhir diastolik (r -0,435 dan P 0,008) ventrikel kiri. Sub analisis pada ATI LAD juga memberikan korelasi yang cukup pada keempat variabel tersebut, namun tidak pada ATI RCA. Uji multivariat parsial mengunakan kontrol variabel; usia, waktu iskemik, ATI, multivessel disease, faktor risiko PJK, kategori killip dan IMT, tetap menunjukkan nilai QuBE berkorelasi cukup dengan ukuran infark (r -0,441 dan p 0,019).
Penilaian myocardial blush kuantitaif dengan program QuBE memiliki korelasi yang cukup terhadap ukuran infark, namun tidak menunjukkan korelasi terhadap fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri menggunakan SPECT Tc99m Tetrofosmin pada minggu ke 4-6 paska IKPP pada pasien IMAEST.

Primary PCI as a reperfusion therapy in STEMI patients is aimed to salvage myocardium and reduce mortality. Successful restoration epicardial coronary artery patency with TIMI 3 flow has not always lead to adequate flow at microvascular level, these phenomena is known as no reflow or microvascular obstruction. Several diagnostic tools were developed to detect MVO, but until now there is no gold standard.
knowing correlation between Quantitative Myocardial blush using QuBE program with infarct size, ejection fraction, systolic and diastolic volume of the left ventricle using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI of STEMI patients.
This study is designed as a cross sectional study. Selected angiographic result of STEMI patients that underwent primary PCI from July?December 2011 at The National Cardiac Center Harapan Kita were evaluated directly with the QuBE program. The infarct size, ejection fraction, end systolic and end diastolic volume of left ventricle were evaluated using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI.
Thirty six consecutive patients were enrolled. Proportion of men is 94.4% and age average of 54.3±7.9 years old. Most of patients were diagnosed with anterior STEMI (69.4%). Spearmen analysis obtained a moderate correlations between QuBE score and infarct size (r -0.594, p < 0.001), left ventricle ejection fraction (r 0.531, P 0.001), end diastolic volume (r -0.496, P 0.002), end systolic volume (r -0.435, P 0.008). Sub analysis based on IRA at LAD revealed the similar result of the four variables, but not with IRA at RCA. Partial multivariate analysis adjusted with age, ischemic time, IRA, multivessel disease, CAD risk factors, Killip class and BMI consistent showed moderate correlation of QuBE score with infarct size (r -0,441, p 0.019).
Quantitative Myocardial blush using QuBE program revealed a moderate correlation with infarct size, but not with ejection fraction, systolic and diastolic volume of the left ventricle using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI of STEMI patent.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Sari Dewi
"Latar Belakang : Rasio netrofil-limfosit (NLR) sudah banyak diteliti memiliki hubungan yang erat dengan luaran penyakit kardiovaskular. Hal ini berhubungan dengan proses inflamasi yang dapat menyebabkan perubahan struktural dan fungsi dari jantung yang dapat dinilai dengan salah satunya fraksi ejeksi (EF). Pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP memiliki resiko untuk mengalami perubahan EF yang berhubungan dengan NLR saat admisi.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara NLR rendah dengan peningkatan fraksi ejeksi (EF) ventrikel kiri pada pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP.
Metode : Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dan data dilaporkan dalam bentuk deskriptif dan analitik korelasi. Dilakukan analisa hubungan NLR admisi pasien STEMI yang mendapatkan IKPP dengan EF ≤50% yang di ambil dengan ekokardiografi selama perawatan, akan kemudian dilakukan ekokardiografi kembali pada bulan ke-3.
Hasil : Total sampel penelitian adalah 58 subjek dengan 91,4% merupakan laki-laki. Rerata nilai EF I 42% dan EF ke-2 45,9%. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok dengan NLR <7 dan >7. Terdapat perbedaan proporsi antara kedua kelompok yang ditunjukan dengan nilai p sebesar 0,05. Subjek yang mempunyai kadar NLR >7 lebih beresiko sebesar 4,30x untuk tidak mengalami perbaikan. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi perbaikan EF pada penelitian ini adalah NLR <7 dengan OR sebesar 6,56 (1,31-32,84) setelah dikontrol oleh variable lekosit dan multivesel diseases.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara NLR dengan perbaikan EF ventrikel kiri pada Pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP

Background : The neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) has been widely studied to have a close relationship with cardiovascular disease outcomes. This is related to the inflammatory process that can cause structural and functional changes of the heart which can be assessed by ejection fraction (EF). STEMI patients who receive Primary PCI are at risk for experiencing changes in EF related to NLR at admission.
Objective: To determine the relationship between low NLR and increased left ventricular ejection fraction (EF) in STEMI patients who receive primary PCI.
Methods: The design of this study was a retrospective cohort and the data were reported in descriptive and analytic form. An analysis of the relationship between NLR admissions for STEMI patients who received primary PCI with an EF 50% or below were carried out by echocardiography during treatment, then echocardiography was performed again in the 3rd month.
Results: The total sample of the study ware 58 subjects with 91.4% of males. The mean score for EF I was 42% and EF 2 was 45.9%. Patients were divided into 2 groups with NLR <7 and >7. There is a difference in the proportion between the two groups as indicated by a p-value of 0.05. Subjects who have NLR levels > 7 are 4,30x more at risk for not experiencing improvement. The most dominant factor influencing the improvement of EF in this study was NLR <7 with an OR of 6.56 (1.31-32.84) after being controlled by leukocyte and multivesel diseases variables.
Conclusion: There is a relationship between NLR and left ventricular EF improvement in IMA-EST patients who received PCI
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Indriani
"Latar Belakang: Statin (3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A reductase inhibitors) melalui efek pleiotrofiknya telah terbukti menurunkan angka kejadian kardiovaskular mayor (KKM) setelah intervensi perkutan pada pasien angina pektoris stabil maupun pasien sindroma koroner akut. Namun masih banyak perdebatan mengenai manfaat statin segera sebelum dilakukan intervensi perkutan primer (IKPP) pada pasien IMA-EST. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi akut atorvastatin dosis tinggi (80 mg) dan plasebo sebelum IKPP terhadap perfusi mikrovaskular pada pasien IMA-EST yang dinilai dengan teknik IRM (indeks resistensi mikrovaskular). IRM merupakan pemeriksaan mikrovaskular yang spesifik dan bersifat kuantitatif, dapat memberikan nilai prognostik dan prediktor perbaikan fungsi ventrikel kiri setelah dilakukannya IKPP. Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental acak yang tersamar ganda. Diberikan atorvastatin dosis 80 mg atau plasebo. Sampel diambil secara consecutive dari populasi terjangkau IMA-EST yang menjalani IKPP dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Reperfusi miokardium dinilai dengan parameter IRM dengan menggunakan kawat dengan sensor tekanan dan suhu setelah IKPP selesai dilakukan. Hasil Penelitian: Terdapat 66 sampel yang terbagi dalam 2 kelompok yakni 32 orang mendapatkan atorvastatin 80 mg dan 34 orang mendapatkan plasebo. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada kelompok yang mendapatkan atorvastatin 80 mg dan plasebo dalam hal parameter fractional flow reserve (FFR) (0.94 vs. 0.96, p = 0.39), coronary flow reserve (CFR) (1.1 vs. 1.2, p = 0.09) dan IRM (41.54 [12.8-198.2] vs. 41.60 [10.4 ? 200.3], p = 0.61). Kesimpulan: Pemberian terapi atorvastatin dosis tinggi 80 mg sebelum tindakan IKPP pada pasien IMA-EST tidak memberikan pengaruh terhadap perfusi mikrovaskular yang dinilai dengan parameter IMR.
Background: Statin (3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A reductase inhibitors), given before percutaneous coronary intervention (PCI) was proven to reduce Major Cardiovascular Events (MACE) in patient with stable angina as well as acute coronary syndromes through its pleiotropic effect. Nevertheless, the debate regarding statin administration before primary PCI (PPCI) in STEMI patients is still on the rise. Objective: To establish therapeutic effect of high dose atorvastatin (80 mg) and placebo before primary PCI on microvascular perfusion in STEMI patient using index of microcirculatory resistance (IMR). IMR are specific and quantitative assessment of coronary microvascular dysfunction, reliable on-site predictors of short-term myocardial viability and left ventricle functional recovery of patients undergoing primary PCI for STEMI. Methods: This study is a double blind randomized controlled trial. A high loading dose of atorvastatin (80 mg) or placebo was administered before PPCI. Samples were taken from the population of STEMI patients which underwent PPCI and meet the inclusion and exclusion criteria. The primary end point of this study is IMR. After successful primary percutaneous coronary intervention, IMR was measured using a pressure-temperature sensor-tipped coronary guidewire. Result: Total of 66 patients was divided into 2 groups, atorvastatin group (32 patients) and placebo group (34 patients). There were no significant differences between both groups in regard of fractional flow reserve (FFR) (0.94 vs. 0.96, p = 0.39), coronary flow reserve (CFR) (1.1 vs. 1.2, p = 0.09) and also IMR (41.54 [12.8-198.2] vs. 41.60 [10.4 ? 200.3], p = 0.61). Conclusion: Administration of high loading dose of atorvastatin (80 mg) before primary PCI in STEMI patients didn?t have effect on microvascular perfusion measured by index of microcirculatory resistance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bakhtiar Rahmat Jati
"Latar Belakang: Disfungsi mikrovaskular merupakan salah satu manifestasi cedera reperfusi letal. Ticagrelor diketahui memiliki efek kardioprotektif terhadap cedera reperfusi pada hewan coba. Efeknya pada manusia masih harus dibuktikan terutama terhadap perfusi mikrovaskular koroner.
Tujuan: Mengetahui efek ticagrelor terhadap perfusi mikrovaskular koroner pada pasien infark miokard akut dengan elevasi segmen ST IMA-EST yang menjalani intervensi koroner perkutan primer IKPP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental acak tersamar ganda yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada bulan Agustus 2016 sampai November 2016. Pasien IMA-EST yang akan dilakukan IKPP dirandomisasi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok yang mendapatkan ticagrelor dan yang mendapatkan clopidogrel sebelum IKPP. Dilakukan pemeriksaan myocardial blush kuantitatif dengan menggunakan program Quantitative Blush Evaluator QuBE.
Hasil Penelitian: Terdapat total 40 subyek, 20 subyek kelompok ticagrelor dan 20 subyek kelompok clopidogrel. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kelompok ticagrelor dengan clopidogrel terhadap nilai myocardial blush kuantitatif dengan QuBE 18,8 6,6-33,6 vs 18,1 12,4-32,3 , nilai p 0,978.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan nilai myocardial blush kuantitatif pada pemberian ticagrelor sebelum IKPP pada pasien IMA-EST yang menjalani revaskularisasi bila dibandingkan dengan pemberian clopidogrel sebelum IKPP.

Background: Microvascular dysfunction become one of lethal reperfusion injury manifestation. Ticagrelor known having cardioprotective effect against reperfusion injury in animal trial. It effects in human need further investigation and evidence.
Objective: To determine the effect of ticagrelor on coronary microvascular perfusion in acute ST elevation myocardial infarction STEMI patients underwent primary percutaneous coronary intervention PPCI.
Method: This was a double blind randomized clinical trial conducted in National Cardiovascular Center Harapan Kita from August to November 2016. Acute ST elevation myocardial infarction patients underwent PPCI were randomized into two groups, ticagrelor or clopidogrel loading dose before PPCI. Quantitative myocardial blush score was assessed after PPCI using Quantitative Blush Evaluator QuBE program.
Result: There were 40 subjects included in this trial, 20 subjects in ticagrelor group and 20 subjects in clopidogrel group. There was no significant difference between two groups regarding the QuBE score 18,8 6,6 33,6 vs 18,1 12,4 32,3 , nilai p 0,978.
Conclusion: There is no difference on quantitative myocardial blush score in STEMI patient given ticagrelor before PPCI compare to clopidogrel.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>