Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70882 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rini Utami
"ABSTRAK
Kawasan hutan merupakan sumber daya alam yang terbuka dan berfungsi sebagai
salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, sehingga setiap orang
mempunyai kesempatan dan akses yang besar untuk memanfaatkannya. Kondisi
ini memicu permasalahan dalam pengelolaan hutan. Tindak pidana illegal logging
sangat marak di Indonesia dan melibatkan banyak pelaku dan merupakan tindak
pidana yang terorganisasi. Hal mendasar yang menyebabkan sulitnya
memberantas illegal logging, karena illegal logging termasuk dalam kategori
kejahatan terorganisasi.
Para pelaku tindak pidana illegal logging akan berupaya agar kejahatan yang
dilakukannya tidak terdeteksi oleh aparat penegak hukum untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari aktifitas illegal
logging atau tindak pidana di bidang kehutanan lainnya, sedemikian rupa sehingga
harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.
Mengingat dampak tindak pidana illegal logging yang luar biasa, sangat
dibutuhkan terobosan atau cara-cara yang bersifat luar biasa (extra-ordinary) pula
guna memastikan dihentikannya aktifitas illegal logging, dijeratnya para pelaku
terutama aktor intelektual termasuk kooporasi yang terlibat dalam aktifitas illegal
tersebut, dan segala hasil yang diperoleh dari aktifitas illegal tersebut dapat disita
dan dirampas (recovery) untuk Negara. Dengan demikian, diharapkan adanya efek
jera terhadap pelaku aktifitas illegal logging atau tindak pidana di bidang
kehutanan lainnya. Salah satu bentuk terobosan dimaksud adalah dengan
memanfaatkan regulasi anti-pencucian uang.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan dengan metode
pengumpulan data studi kepustakaan.
Tesis ini akan menganalisis efektifitas dalam penerapan regulasi anti-pencucian
uang yang dimanfaatkan untuk menimbulkan efek jera pada setiap orang untuk
melakukan aktifitas illegal logging atau tindak pidana di bidang kehutanan
lainnya.
Tesis ini juga akan membahas permasalahan serta kendala-kendala yang dihadapi
serta upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka memberantas illegal loging
dengan menggunakan pendekatan anti pencucian uang.

ABSTRACT
Forest area is a natural resources that is open and serves as one of the
determinants life support systems, so that everyone has the opportunity and great
access to use it. These conditions could cause many problems in the forest
management. The criminal act of illegal logging is very rampant in Indonesia,
involves many actors and is an organized criminal act. The basic point that is
difficult to combat illegal logging is because it is included in the category of
organized criminal act.
The perpetrators of illegal logging crime would be kept at a crime undetected by
law enforcement officials to conceal or disguise the origin of the wealth obtained
from illegal logging activity or criminal acts in the field of forestry, such that
these assets as if derived from legitimate activities.
Given the impact of illegal logging activities were outstanding, much-needed
breakthrough or ways that are extraordinary (extra-ordinary) also to ensure a halt
to illegal logging activities, especially dijeratnya actors including kooporasi
intellectual actors involved in the illegal activity , and all the results obtained from
the illegal activity can be seized and confiscated (recovery) for the State. Thus ,
the expected deterrent effect against perpetrators of illegal logging activity or
criminal acts in other forestry. One form is intended to exploit the breakthrough
anti - money laundering regulations .
This study used a normative method and the method of data collection library
research.
This thesis will analyze the effectiveness of the implementation of anti - money
laundering regulations are utilized to ensure a deterrent effect on any person to
conduct illegal logging activity or criminal acts in other forestry .
This thesis also looks at the problems and obstacles faced and the efforts to do in
order to combat illegal logging by using the anti-money laundering approach"
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Natsir
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Helena Louise
"ABSTRAK
Dengan kemajuan zaman maka tindak pidana semakin berkembang. Contoh
berkembangnya Tindak Pidana itu adalah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money
Laundering). Praktek Money Laundering sangat erat kaitannya dengan dunia
Perbankan. Karena Bank menyediakan fasilitas-fasilitas canggih dalam
melakukan transaksi-transaksi keuangan. Lebih diperkuat dengan adanya
ketentuan rahasia bank yang tidak dapat mengungkapkan informasi mengenai
nasabah dan simpanannya menjadikan money laundering semakin berkembang.
Atas dasar itu maka muncul pertanyaan apakah bank mempunyai pengecualian
atas pengungkapan informasi mengenai nasabah tersebut? Dimanakah diatur
rahasia bank tersebut dan bagaimanakah pengaturannya? Juga bagaimanakah
pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank ini?
Dalam pembahasan tesis ini dijelaskan bahwa dalam ketentuan UU No. 10 Tahun
1998 tentang Perbankan terdapat pengecualian dalam pengungkapan rahasia bank
ini apabila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang. Pengecualianpengecualian
terhadap ketentuan kerahasiaan bank itu sendiri diatur dalam UU
No. 7 Tahun 1992 jo. UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pengecualian yang diatur diluar UU
Perbankan, seperti pengecualian terhadap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),
PPATK (Pusat Penelitian dan Analisis Transaksi Keuangan), BNN (Badan
Narkotika Nasional) dll.
Hasil dari penelitian menyarankan agar pengecualian terhadap ketentuan rahasia
bank dapat diperluas lagi merambah ke lembaga-lembaga yang berhubungan
dengan Perbankan seperti BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), BPKP (Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan) Bapepam (Badan Pengawas Pasar
Modal), dan juga merambah dalam dunia Peradilan khusus seperti Peradilan
Militer dan Pengadilan Tata Usaha Negara. tidak hanya terhadap yang telah
dipaparkan saja. Mengingat Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan Tindak
Pidana yang bergerak dan selalu mengikuti zaman, maka dari itu hukum
hendaklah lebih dulu mengaturnya.

ABSTRACT
With the progress of time, the crimes are growing too. For example is the
development of the Crime of Money Laundering . Money Laundering Practice is
closely associated with the world of banking. Since the Bank provides advanced
facilities in conducting financial transactions. Further reinforced by the provisions
of the bank secrecy can not reveal the information about customers and their
savings, this situation support the money laundering destiny.
Based on that statement the questions are if the bank has an exception to the
disclosure of information about the customer? Where the regulated of bank
secrecy and how its settings? Also how exceptions to bank secrecy provisions of
this?
In the discussion of this thesis is explained that the provisions of Law no. 10 of
1998 there are exceptions to the disclosure of bank secrecy is if there is a reason
that can be justified by law. Exceptions to the confidentiality provisions of the
bank itself is set in the Law. 7 of 1992 jo. Act 10 of 1998, Law no. 21 Year 2008
on Islamic Banking and exclusions set out the Banking Law, as an exception to
the KPK (Corruption Eradication Commission), PPATK (Centre for Research
and Analysis of Financial Transactions), BNN (National Narcotics Agency) etc.
The results of this study suggest that exceptions to bank secrecy provisions could
be more extended, penetrated into the institutions related to banking such as CPC
(Audit Board), BPK (Financial and Development Supervisory Board) Bapepam
(Capital Market Supervisory Agency), and it also resulted in world special courts
such as Military Justice and the Administrative Court. not only the course that has
been presented. Given the Money Laundering is a Crime that moves and always
follow the times, then let the law of the first set."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Money laundering is a crime which categorises as an a economic ciminal law, some as of illegal logging crime. Financial losses and damages of Indonesian state and nation caused by the illegal logging were gigantic in size...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Listawati
"Penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) merupakan salah satu kejahatan dengan motif ekonomi yang masih marak terjadi di Indonesia. Untuk mengoptimalkan pemberantasan tindak pidana dengan motif ekonomi seperti illegal fishing tersebut diperlukan pendekatan yang berorientasi pada penelusuran aset hasil kejahatan atau follow the money yakni pendekatan anti pencucian uang. Namun dalam praktiknya hingga saat ini pendekatan anti pencucian uang belum pernah digunakan oleh penegak hukum untuk memberantas illegal fishing. Dengan demikian penulisan ini ditujukan untuk mengetahui dan memahami modus illegal fishing yang terindikasi tindak pidana pencucian uang, pendekatan anti pencucian uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang untuk memberantas illegal fishing, dan permasalahan hukum yang timbul dalam penerapan anti pencucian uang oleh penegak hukum. Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif.
Hasil penelitian menyimpulkan terdapat kaitan yang erat antara illegal fishing dengan tindak pidana pencucian uang dimana pelaku illegal fishing berupaya “menyembunyikan atau menyamarkan” hasil illegal fishing melalui beberapa perbuatan seperti penggunaan identitas palsu untuk menampung hasil illegal fishing, pemanfaatan jasa keuangan tidak berizin, pemalsuan dokumen dan pemanfaatan bisnis yang sah untuk mencampur hasil kejahatan. Adapun pendekatan anti pencucian uang yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan pemberantasan illegal fishing diantaranya melalui pemanfaatan peran berbagai instansi terkait dalam rezim anti pencucian uang; dan pemanfaatan berbagai ketentuan seperti penelusuran aset, pemblokiran, perampasan aset, pembalikan beban pembuktian dan kerjasama dalam lingkup nasional maupun internasional.
Adapun beberapa permasalahan hukum yang dihadapi penegak hukum dalam penerapan pendekatan anti pencucian uang ini diantaranya keterbatasan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keluatan dan Perikanan untuk menyidik tindak pidana pencucian uang, keterbatasan kewenangan pengadilan perikanan untuk mengadili tindak pidana pencucian; pertanggungjawaban korporasi; koordinasi antar penegak hukum yang belum maksimal, kemampuan pihak pelapor dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan dari hasil illegal fishing yang masih lemah, dan kurangnya kesadaran masyarakat khususnya masyarakat nelayan mengenai pentingnya menjaga kelestarian laut Indonesia.

Illegal fishing is one of the crimes with economic motive which is occuring extensively in Indonesia. To optimize the eradication of such economic-motive crime like illegal fishing, it requires an oriented follow the money approach, thats is the anti-money laundering approach. However, in practice the anti-money laundering approcah has not been utilized by the law enforcement agencies to counter illegal fishing. Therefore, this paper is aimed at identifying and understanding the illegal fishing typologies with money laundering indication, the anti-money laundering approach based on the Law Number 8 Year 2010 concerning The Prevention and Eradication of Money Laundering Crime in order to counter illegal fishing, and the legal issues resulted from the implementation of the anti-money laundering approach by the law enforcement agencies. This research employs a normative juridical type.
The result of this research concludes that there is a strong relation between illegal fishning and money laundering in which the illegal fishers attempt to “hide and disguise” the proceeds of illegal fishing throughout severals actions, such as using of fake identification for placement, using the unlicenced financial institutions, counterfeiting documents, and using the legal business to mingle with the proceeds of crime. The anti-money laundering approach can be implemented to optimize the eradication of illegal fishing by utilizing set of regulations, such as asset tracing, asset confiscation, reversal burden of proof, and national and international cooperation.
Nevertheless, there are several legal issues which might be faced by the law enforcement agencies in implementing the anti-money laundering approach, such as the limited auhorities mandated to the civil investigator of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries to investigate money laundering, the limited authorities mandated to the Court of Fisheries to examine money laundering case, corporate responsibilities, ineffective coordination among the law enforcement agencies, the low capacity of reporting parties to identify the suspicious transaction in relation to illegal fishing, and lack of public awareness especially within the fisherman community on the importance of the Indonesian marine conservation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Syaidiqi
"Tesis ini membahas tentang penanganan kejahatan perdagangan satwa liar melalui pendekatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Pidana Pencucian Uang. Kejahatan perdagangan satwa liar saat ini dalam penanganannya masih menggunakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penggunaan cara konvensional tersebut dinilai tidak lagi relevan dalam menangani kejahatan perdagangan satwa liar yang sangat kompleks dewasa ini. Pendekatan menggunakan rezim anti pencucian uang digadang-gadang sebagai salah satu alternatif baru dalam penanganan kejahatan perdagangan satwa liar. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif baik dengan penggunaan pendekatan undang-undang dan kasus. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa rezim anti money laundering di Indonesia sebenarya secara normatif sudah memadai untuk menindak kejahatan perdagangan satwa liar dan penindakan terhadap kejahatan perdagangan satwa liar dapat dilaksanakan. Akan tetapi dalam tatanan pelaksanaannya pendekatan ini masih belum terlalu diprioritaskan, kemudian juga perlu diperhatikan pengaturan tentang predicate crime yang dalam hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 seharusnya harus segera direvisi menimbang agar dapat mencakup kejahatan perdagangan satwa liar sebagai financial motivated crime.

This thesis discusses the handling of wildlife trade crime through the approach of Act No. 8 of 2010 concerning the Eradication and Prevention of Money Laundering Crimes. Crimes against wildlife trafficking are currently still being dealt with using Act Number 5 of 1990 concerning Conservation of Living Natural Resources and Ecosystems. The use of conventional methods is considered no longer relevant in dealing with wildlife crime that is very complex today. The approach of using an anti-money laundering regime is predicted as a new alternative in handling wildlife trade crime. In this research using normative juridical legal research methods both with the use of a law and case approach. Based on the findings in this study, it can be concluded that the anti-money laundering regime in Indonesia is normatively sufficient to take action on wildlife trade crimes and the enforcement of wildlife trade crimes can be carried out. However, in the order of its implementation, this approach is still not prioritized, then it is also necessary to pay attention to the regulation of predicate crime which in this case is regulated in ActNumber 5 of 1990 should be immediately revised considering that it can cover wildlife trade crime as financially motivated crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dila Romi Aprilia
"Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat sehingga menimbulkan kerusakan hutan yang salah satunya adalah illegal logging. Tindak pidana illegal logging sangat marak di Indonesia dan melibatkan banyak pelaku dan merupakan tindak pidana yang rapi dan terorganisasi. Hal mendasar yang menyebabkan sulitnyamemberantas illegal logging adalah karena illegal logging adalah termasuk kategori 'kejahatan terorganisasi'. Oleh karena itu adanya kebijakan hukum pidana yang tegas mengatur dan penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging perlu diwujudkan. Kebijakan hukum pidana yang diterapkan dalam rangka penanggulangan dan penegakan hukum tindak pidana illegal logging diatur dan dirumuskan dalam ketentuan perundang-undangan pasal 50 dan pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999, namun mengenai definisi yang dimaksudkan dengan illegal logging tidak dirumuskan secara limitatif sehingga banyak para praktisi hukum yang menafsirkan illegal logging sendiri-sendiri. Mengenai ancaman pidana yang dikenakan adalah pidana pokok yakni penjara dan denda, pidana tambahan berupa perampasan hasil kejahatan dan atau alat-alat untuk melakukan kejahatan, ganti rugi serta sanksi tata tertib. Kebijakan hukum tindak pidana illegal logging dan penerapan sanksinya dirasakan tidak memenuhi aspek kepastian dan keadilan. Hal ini terlihat dalam kasus illegal logging yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Blora dan Bojonegoro. Oleh karenanya selain kebijakan hukum pidana dibutuhkan pula penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging yang dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Sistem Peradilan Pidana terdiri dari komponen antara lain kepolisian, PPNS kehutanan, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Pemasyarakatan. Dalam prakteknya proses penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging sangat lemah. Salah satu faktor lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging ditandai dengan penanganannya yang tidak integral (menyeluruh) karena pelaku intelektual yang berkaitan langsung seperti pemodal, pemesan, pengirim, pemalsu dokumen, sawmill yang berperan sebagai penghubung jarang sekali dipidana dan hanya orang-orang lapangan saja yang dipidana. Selain itu banyak faktor yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging sehingga hal tersebut menjadi kendala dalam dalam penegakan hukum.

The wealth of forests is a gift and trust from God Almighty that is priceless. Therefore, forests must be managed and be best utilized by noble character as the embodiment of worship and gratitude to God Almighty. Forests are many benefits to the sustainability of human life and other living creatures. One benefit is the direct result of forest wood that has high economic value. Timber is harvested and then used by the community. Utilization of wood should be based on permission from the Ministry of Forestry. But in reality there are many violations committed by the community, causing damage to the forest, one of which is illegal logging. Crime is rampant illegal logging in Indonesia and involves many actors and a crime is neat and organized. The basic thing that it is difficult to eradicate illegal logging is due to illegal logging is categorized as "organized crime". Therefore the policy of strict criminal laws regulating and enforcing criminal laws against illegal logging needs to be realized. Criminal law policy adopted in the framework of prevention and criminal law enforcement of illegal logging is regulated and defined in the statutory provisions of article 50 and article 78 of Law No. 41 of 1999, but the definition is meant by illegal logging limitatif formulated not so much legal practitioners who interpret their own illegal logging. Regarding the penalty imposed is the principal criminal imprisonment and fines, an additional penalty of deprivation of proceeds of crime and the or tools to do the crime, compensation and discipline sanctions. Criminal law policy of illegal logging and the application of sanctions does not meet the perceived certainty and fairness aspects. This is seen in cases of illegal logging that occurred in the District Court jurisdiction Blora and Bojonegoro. Therefore in addition to criminal law policy also required law enforcement against illegal logging crimes committed through the criminal justice system. The Criminal Justice System consists of components such as police, investigators forestry, Attorney, Justice and Correctional Institutions. In practice the process of criminal law enforcement against illegal logging is very weak. One of the weak enforcement of laws against illegal logging crimes marked with handling that is not integral (holistic) as intellectual actors who are directly related to such investors, buyers, shippers, document forgers, which acts as a liaison sawmill rarely convicted, and only those field are convicted. In addition, many factors that led to weak law enforcement against illegal logging crimes so they are a constraint in law enforcement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29475
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Lutfi Suryana
"Prinsip keterbukaan Beneficial Owner ini dilatar belakangi karena banyaknya perusahaan yang dijadikan sarana oleh pelaku tindak pidana pencucian uang yang merupakan Beneficial Owner, maka dari itu diperlukan prinsip keterbukaan terhadap Beneficial Owner agar dapat mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah Benefical Onwer dijadikan modus dalam tindak pidana pencucian uang serta peran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam mengupayakan transparansi Benefical Onwer. Metode penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan teori kepastian hukum. FATF menerbitkan rekomendasi nomor 24 dan 25 yang mewajibkan negara-negara untuk memastikan tersedianya informasi yang memadai, akurat dan tepat waktu mengenai Pemilik Manfaat. Pada tahun 2018 Presiden menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Selanjutnya guna mendukung komitmen pemerintah untuk memberantas tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Benefical Onwer, Kementerian Hukum dan HAM melakukan kerja sama dalam bentuk Nota Kesepahaman dengan Kementerian/Lembaga terkait tentang integrasi data Benefical Onwer. Hasil dari penelitian ini adalah pemerintah perlu menyusun peraturan pada tingkat Undang-Undang yang mengatur terkait Beneficial Owner dalam Tindak Pidana Pencucian Uang untuk dapat memberantas permasalahan sampai kepada pelaku sesungguhnya. Dibutuhkan sosialisasi yang berkesinambungan yang tidak hanya dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM melainkan seluruh Kementerian/Lembaga terkait guna memberikan informasi tentang pentingnya pendataan Beneficial Owner. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki iklim berusaha di Indonesia serta dapat menarik investor dalam perekonomian di Indonesia.

The principle transparency of Beneficial Owners is motivated by the fact that many companies are used as facilities by perpetrators of money laundering crimes who are Beneficial Owners, therefore the principle of openness to Beneficial Owners is needed in order to prevent and eradicate money laundering. The problems faced today are that Benefical Onwer is used as a mode of money laundering and the role of the Ministry of Law and Human Rights in seeking transparency of Benefical Onwer. This research method uses a normative method with a qualitative approach that uses the theory of legal certainty. The FATF issues recommendations number 24 and 25 which require countries to ensure adequate, accurate and timely information about the Beneficiaries is available. In 2018 the President issued Presidential Regulation Number 13 of 2018 concerning the Application of the Principle of Recognizing the Beneficial Owner of a Corporation in the Context of Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering and the Financing of Terrorism. Furthermore, to support the government's commitment to eradicating the crime of money laundering committed by Benefical Onwer, the Ministry of Law and Human Rights cooperates in the form of a Memorandum of Understanding with related Ministries/Institutions regarding the integration of Benefical Onwer data. The result of this research is that the government needs to compile regulations at the level of the Act that regulates related to Beneficial Owners in the Crime of Money Laundering to be able to eradicate the problem to the real perpetrators. Continuous socialization is needed which is not only carried out by the Ministry of Law and Human Rights but also all relevant Ministries/Institutions in order to provide information about the importance of collecting data on Beneficial Owners. This aims to improve the business climate in Indonesia and can attract investors in the Indonesian economy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Rosalin
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>