Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203531 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oktoaji Kharissuhud
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perhitungan dan implementasi penyaluran dana bagi hasil sumber daya alam minyak dan gas bumi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang didasarkan pada UU Nomor 33 Tahun 2004 serta peraturan pelaksanaan lainnya. Metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini meyimpulkan bahwa perhitungan dana bagi hasil sumber daya alam minyak dan gas bumi dicapai dengan dasar data penerimaan negara periode sebelumnya dan perolehan tahun berjalan. Dalam implementasinya, penyaluran dana bagi hasil minyak dan gas bumi kepada daerah penghasil sudah sejalan dengan apa yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 serta aturan pelaksanaannya meskipun persentase dana bagi hasil untuk sebagian daerah penghasil yang pendapatan asli daerahnya sangat minim menilai persentase tersebut belum memenuhi keadilan partisipasif namun baru sebatas keadilan distributif. Penelitian ini menyarankan perhitungan dana bagi hasil sumber daya alam dapat didukung dengan informasi dan teknologi yang baik agar lebih akurat dan cepat, selain itu dalam hal implementasi penyalurannya perlu adanya peertimbangan terkait dengan persentase dana bagi hasil bagi daerah penghasil.

ABSTRACT
This thesis discusses review the calculation and the implementation of the distribution of funds for the result of natural resources oil and gas of the earth between the central government with local government based on law number 33 / 2004 as well as other implementation regulation. Normative research methods law. This research result meyimpulkan that calculation funding for the natural resources oil and gas reached on the basis of data state revenues the previous period and acceptance years running. In its implementations, the distribution of funds for the results of oil and natural gas to producing areas already in line with what he has stipulated in the law number 33 / 2004 as well as the rules of its execution though the percentage of funding for yield to partially producing areas that its local revenue the percentage is very low rate has not yet meet justice partisipasif but just for distributive justice. This research suggest calculation funding for the natural resources can be supported with information and technology good to be more accurate and quicker, besides in terms of implementation penyalurannya need of peertimbangan related rate funds to the quotient of producing areas.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Aqil Faiq
"Desentralisasi fiskal yang dibangun di Indonesia dari tahun ke tahun memiliki baik kelebihan maupun kekurangan. Pada peraturan existing, desentralisasi fiskal di Indonesia masih belum mampu menjawab salah satu tantangannya yaitu untuk mengoreksi ketimpangan fiskal vertikal. Berkenaan dengan itu, Pemerintah Indonesia pada tahun 2022 telah melegitimasi UU HKPD yang salah satu instrumen kebijakannya adalah kebijakan opsen pajak. Kebijakan ini akan diterapkan pada tahun 2025 yang mana akan menunggu peraturan turunan dan kesiapan administrasi daerah. Untuk itu, penelitian ini berfokus untuk mengkaji formulasi kebijakan opsen pajak pada UU HKPD dan melakukan benchmarking pada negara lain, seperti Amerika Serikat, Belanda, dan Jepang. Adapun, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma interpretif. Kebijakan opsen pajak yang dibangun di Indonesia mencakup kebijakan opsen PKB, BBNKB, dan pajak MBLB. Hasil penelitian menunjukkan adanya berbagai perbedaan pendapat stakeholders pada saat formulasi kebijakan. Namun, kebijakan opsen pajak membawa manfaat, seperti memberikan kepastian penerimaan di daerah, PAD yang meningkat di kabupaten/kota, dan mendorong sinergitas antar level pemerintahan. Di sisi lain, opsen pajak MBLB digunakan untuk motif pengawasn izin tambang yang dikenakan pada level pemerintahan yang lebih tinggi. Meskipun demikian, hasil benchmarking dengan negara lain pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada negara yang memberikan opsen pada level pemerintahan yang lebih tinggi.

Fiscal decentralization that has been developed in Indonesia over the years has grown in both strengths and weaknesses. In the existing regulations, fiscal decentralization in Indonesia is still unable to answer one of its challenges, which is to correct vertical fiscal imbalances. In this regard, the Government of Indonesia in 2022 has legitimized the HKPD Law, one of the policy instruments of which is the surtax policy. This policy will be implemented in 2025 which will require derivative regulations and regional administrative readiness. For this reason, this research focuses on examining the formulation of the surtax policy in the HKPD Law and benchmarking it with other countries, such as the United States, the Netherlands, and Japan. This research uses a qualitative approach with a interpretive paradigm. The surtax policy developed in Indonesia includes surtax on PKB, BBNKB, and MBLB. The results of this study concluded that there were various differences in stakeholder opinions during policy formulation. However, the surtax policy brings benefits, such as providing revenue certainty in the regions, increasing local revenue in districts/cities, and encouraging synergy between levels of government. On the other hand, the surtax on MBLB is used for the motive of monitoring mining licenses imposed on higher levels of government. However, the benchmarking results with other countries in this study show that no country imposes surtax at higher levels of government."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieschika Atshiilah
"Skripsi berikut membahas tentang energi dan sumber daya yaitu mineral dan pertambangan batubara yang merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan dan membutuhkan pengelolaan yang baik. Dasar pengelolaan sumber daya alam diamanatkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa hak menguasasi Negara dan bertujuan ldquo;manfaat terbesar untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan didasari asas otonomi daerah tersebut maka adanya pembagian atas urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan antara Pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pasca pemerintah mengeluarkan Undang-undang 23 Tahun 2014 terjadi pengalihan kewenangan yang sebelumnya pengelolaann sumber daya alam pada Pemerintah daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan provinsi sedangkan Undang-undang 4 Tahun 2009 masih memberikan kewenangan pemberian izin pada pemerintah kabupaten/kota. Hal ini menunjukan bahwa terjadi disharmonisasi antar undang-undang yang mengatur kewenangan pengelolaan sumber daya daya pertambangan mineral dan batubara khususnya dalam kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan. Untuk itu, Pemerintah disarankan untuk mempercepat penyelesaian pembahasan RUU Minerba dan segera menindaklanjuti kelembagaan yang berubah setelah beralihnya kewenangan ke Pemerintah Provinsi.

The following thesis is discussing about energy and natural resources especially mineral and coal mining sector are the non renewable energy and requiring attention to managing. Basic managing the natural resources basis which is mandated by Article 33 paragraph 3 of the 1945 Indonesian Constitution which are the state control ldquo hak menguasai Negara rdquo and the goal of ldquo The largest benefit for the peoples prosperity. In term of the management by central government authority distributed the management of mineral and coal based on the principles of local autonomy. Based on the principle autonomy with the area hence the Division Government Affairs who became the authority between the central government and local government. Since government issuing Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government there has been a transfer of authority to grant Mining Business Permit from the district city government to the provincial government while Law Number 4 Year 2009 concerning Mineral and Coal still gives the authority to grant Mining Business Authority to the district city government. This situation shows that there is horizontal disharmony between the governing legislation in the licensing mining authority. Thus, government should to accelerate the completion coal and mineral bill immediately follow up the institutional changes after the transfer of authority to central government. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Salman Al-Farisi
"Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 seolah mereduksi kewenangan pemerintah daerah. Sebanyak 19 pasal yang telah direvisi yang bertalian dengan kewenangan pemerintah daerah hampir seluruh kewenangan pemerintah daerah ditarik menjadi kewenangan pusat, di dalam penelitian ini akan menyajikan persoalan mengenai ketengan pemerintah daerah pada urusan mineral batubara kepada pemerintah pusat. kewenangan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota pada urusan pertambangan, merupakan urusan yang bersifat concurrent yang dalam penanganannya melibatkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menarik sebagian besar kewenangan dan tidak melibatkan pemerintah daerah tentu berpotensi berimplikasi negatif dalam hal penyelenggaraan urusan pertambangan mineral dan batubara, misalnya, mencakup dana bagi hasil, tanggung jawab sosial perusahaan, resistensi masyarakat setempat akibat kurang jelasnya mekanisme keberatan atau penolakan mereka terhadap kehadiran penambangan di daerahnya, lemahnya isu pengawasan dan pembinaan dalam mengurangi tingkat risiko sosial dan lingkungan, dan lebih penting memangkas jarak antara pemerintah dan masyarakat. 
.....The revision of Law Number 4 of 2009 to Law Number 3 of 2020 revised 135 articles from the 217 articles contained in Law Number. 4 of 2009, in detail there are 73 articles that have been added, 51 articles have been amended, and 11 articles have been deleted. As many as 19 revised articles relating to the authority of local governments, almost all local government authorities have been withdrawn to the central authority, leaving room for delegation of part of the authority of the Central Government to provincial local governments for the issuance of IPR and SIPB, in this study will present the implications of regional city district governments. no longer have space of authority in coal mineral mining affairs. the authority of the provincial and district / city governments in mining affairs, is a concurrent affair which in its handling involves the central government and regional governments, withdrawing most of the authority and does not involve local governments, of course, has the potential to have negative implications in terms of carrying out mineral and coal mining affairs. for example, it includes profit-sharing funds, corporate social responsibility, local community resistance due to unclear mechanisms for their objection or resistance to the presence of mining in their area, weak issues of supervision and guidance in reducing the level of social and environmental risk, and more importantly reducing the distance between the government and Public. 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arrumaisha Rani Khairunnisa
"Tesis ini berisi analisis tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum terhadap kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia yang ditinjau dari Pedoman Tata Kerja BP MIGAS Nomor 027/PTK/XII/2007 Tentang Pengadaan Tanah dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Penelitian ini menggunakan metode yang bersifat yuridis normatif dengan tipologi penelitian yang sifatnya eksploratoris dan juga metode analisis data yang bersifat kualitatif.
Hasil penelitian menyatakan bahwa prosedur pengadaan tanah untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang kini mengacu pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum mengakibatkan jangka waktu pengadaan tanah menjadi semakin lama sehingga dapat menghambat program percepatan penambahan cadangan produksi minyak dan gas negara, yang akan membuat kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia mengalami stagnasi.
Peneliti menyarankan agar pemerintah segera mengembalikan prosedur pengadaan tanah untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada Pedoman Tata Kerja BP MIGAS Nomor 027/PTK/XII/2007 Tentang Pengadaan Tanah.

The thesis contains an analysis about the acquisition of land for development in the public interest to the oil and gas upstream business activities in Indonesia, a review of the BP MIGAS Work Procedures Guidelines Number 027/PTK/XII/2007 Concerning Acquisition of Land and Law Number 2 of 2012 Concerning Acquisition of Land for Development in the Public Interest. The research is using juridical normative methods with an exploratorical research typology and qualitative data analysis method.
The results stated that the current procedures to acquire land for the oil and gas upstream business activities refers to the Law Number 2 of 2012 Concerning Acquisition of Land for Development in the Public Interest causes a much longer period that could inhibits the acceleration of additional reserves program of the state’s oil and gas, which could cause a stagnation in the oil and gas upstream business activities in Indonesia.
The researcher suggests the government to immediately returned the acquisition of land procedures to the BP MIGAS Work Procedures Guidelines Number 027/PTK/XII/2007 Concerning Acquisition of Land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Ryandhita
"Tulisan ini mengomparasikan dua skema Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi yang berlaku di Indonesia, yakni Kontrak Bagi Hasil dengan skema Cost Recovery dan Kontrak Bagi Hasil dengan skema Gross Split. Tulisan ini juga menganalisis bagaimana penerapan asas keseimbangan serta aspek-aspek dalam hukum perjanjian terpenuhi di dalam Kontrak Bagi Hasil dengan Skema Gross Split. Tulisan ini disusun dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif. Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah suatu Kontrak Bagi Hasil dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi. Skema ini hadir sebagai upaya Pemerintah untuk terus mengoptimalkan pengurusan kekayaan alam minyak dan gas bumi di Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi sehingga menarik minat para investor untuk berinvestasi dalam kegiatan usaha hulu migas. Dalam Kontrak Bagi Hasil dengan skema Gross Split, tidak ada lagi komponen pengembalian biaya operasi yang dibayarkan pemerintah kepada kontraktor. Padahal, hal tersebut kerap dianggap sebagai pemenuhan asas keseimbangan dalam Kontrak Bagi Hasil dengan skema Cost Recovery. Dalam skema Gross Split, Pemerintah berupaya melakukan pemenuhan asas keseimbangan melalui pemotongan birokrasi, persentase split yang lebih menguntungkan bagi kontraktor jika dibandingkan dengan skema Cost Recovery, ketentuan mengenai komponen variabel dan progresif, tambahan split dalam hal komersialisasi lapangan tidak mencapai nilai keekonomian tertentu, serta pemberian insentif pajak untuk menarik minat investor.

This writing compares two schemes of Production Sharing Contracts for Oil and Gas in Indonesia, namely the Contract with Cost Recovery scheme and the Contract with Gross Split scheme. It also analyzes how the principle of balance and aspects of contract law are fulfilled within the Contract with Gross Split scheme. This writing is structured using a normative juridical research approach. The Gross Split Production Sharing Contract is an agreement in Upstream Oil and Gas Business activities based on the principle of sharing gross production without an operational cost recovery mechanism. This scheme is a governmental effort aimed at continuously optimizing the management of the natural resources of oil and gas in Indonesia, with the goal of enhancing efficiency to attract investor interest in investing in upstream oil and gas activities. In the Contract with Gross Split scheme, there is no longer a component of operational cost recovery paid by the government to the contractors. However, this component is often considered a fulfillment of the balance principle in the Contract with Cost Recovery scheme. In the Gross Split scheme, the government seeks to achieve balance through bureaucracy cutting, a more favorable percentage split for the contractors compared to the Cost Recovery scheme, provisions regarding variable and progressive components, additional splits in the event of field commercialization not reaching a certain economic value, and providing tax incentives to attract investor interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Urai Zulhendri
"Pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia telah diatur dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pengaturan tersebut terdapat konsepsi penting terkait pengelolaan minyak dan gas bumi yaitu konsep ?hak menguasai negara?. Pada perjalanan sejarah peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan minyak dan gas bumi sejak awal Indonesia merdeka dan hingga kini, konsepsi ini masih selalu menjadi perdebatan. Hingga akhirnya terjadi judicial review yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU No. 22 tahun 2001. Putusan Mahakamah Konstitusi yang tertuang pada putusan Nomor 36/PUU-X/2012 memiliki ekses besar dengan dibubarkannya BP Migas sebagai badan pelaksana pengelolaan sektor hulu migas Indonesia. Oleh karena itu akhirnya melalui Peraturan Presiden No. 9 tahun 2013 dibentuklah SKK Migas untuk menggantikan peran dari BP Migas. Dalam Perpres No. 9 tahun 2013 ini kemudian akan terlihat implementasi pasal 33 ayat (3) UUD 1945 pada tugas dan kewenangan SKK Migas sebagai pelaksana pengelolaan sektor hulu migas di Indonesia terutama terkait konsepsi hak pengusaan oleh negara.

Management of oil and gas in Indonesia is regulated in Article 33 paragraph (3) of the Constitution of 1945. In these regulation, there is an important concept related to the management of oil and gas specifically the concept of "right of control by the state". In the history of legislation governing the management of oil and gas since the beginning of Indonesia's independence, and until now, this concept is still always a debate. Until finally happened judicial review filed with the Constitutional Court against the Law No. 22/2001 contained in the Constitutional Court decision No. 36/PUU-X/2012 have large excesses with the dissolution of BP Migas as the executing agency management of upstream oil and gas sector in Indonesia. Therefore finally through Presidential Regulation. No. 9/2013, SKK MiGas was formed to replace the role of BP Migas. In Perpres. 9/2013 will then be visible implementation of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution on the duties and authority of the executive management of oil and gas SKK upstream oil and gas sector in Indonesia is mainly related to ?right of control by the state."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: Direktorat Publikasi, Ditjen Pembinaan Pers dan Grafika, Departemen Penerangan RI, 1999
R 332 IND u
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Guwanda
"Penyediaan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau. Disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengubah tugas dan wewenang Pemerintah Daerah yang berakibat terhadap pelaksanaan tanggung jawab Pemerintah tersebut. Penelitian ini membahas kewenangan Pemerintah Daerah sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 serta bentuk pelaksanaan oleh Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang disempurnakan dengan perbandingan contoh Badan/Lembaga yang ada di negara lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan kewenangan Pemerintah Daerah akibat pembagian urusan kewenangan konkuren yang dapat menghambat penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Maka dari itu, perlu ada bentuk pelaksanaan untuk melengkapi peran Pemerintah Daerah dalam penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bentuk pelaksanaan tersebut adalah dengan pembentukan dan/atau penunjukan Badan Pelaksana di tingkat Pusat dan Daerah. Tingkat Pusat dilakukan dengan melakukan penunjukan Perum Perumnas oleh Pemerintah Pusat dan di daerah dilakukan pembentukan atau penugasan Badan Pelaksana oleh pemerintah daerah dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah.

Provision of Houses for Low-Income Communities is the responsibility of the Central Government and Regional Governments so that people are able to live and inhabit decent and affordable homes. The enactment of Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government changed the duties and authority of the Regional Government which resulted in the implementation of the Government's responsibilities. This study discusses the authority of the Regional Government before and after the enactment of Law Number 23 Year 2014 and the form of implementation by the Regional Government to carry out its responsibilities. The research method used is a normative legal research method that is refined by comparing examples of agencies/institutions in other countries.
The results of this study indicate that there is a change in the authority of the Regional Government due to the distribution of concurrent authority functions that can hinder the provision of housing for Low-Income Communities. Therefore, there needs to be a form of implementation to complement the role of the Regional Government in providing housing for Low-Income Communities. The form of implementation is the establishment and/or appointment of Implementing Agency at the Central and Regional levels. The Central Level is carried out by the appointment of Perum Perumnas by the Central Government and in the regions the establishment or assignment of the Implementing Agency by the regional government in the form of Regional Owned Enterprises."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadus Guru
"Keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat dan kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah memerlukan keikutsertaan mayarakat, keterbukaan dan pertanggung jawaban kepada masyarakat yang diupayakan dengan menerapkan azas desentralisasi, dekonsetrasi dan azas tugas pembantuan.
Dalam rangka menerapkan azas desentralisasi yang diwujudkan melalui pelaksanaan otonomi daerah, diharapkan dapat memberikan peluang bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dan berhasil guna; maka dibutuhkan pengaturan perimbangan keeuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pengaturan mina berdasarkan atas hubungan fungsi yaitu berupa sistim keuangan daerah yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan.
Realisasi pelaksanaan otonomi daerah (desentralisasi) sebagai penjabaran dari Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, dimana otonomi daerah dititik beratkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; setidaknya dilakukan karena dalam kenyataan adanya kesenjangan antar daerah. Selain itu karena daerah kurang memiliki dana dalam membiayai kegiatan pelayanan publik di daerah, juga disebabkan oleh pengaturan pusat yang terlalu sentralistis; sehingga seperti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II; telah dilakukan uji coba otonomi daerah pada daerah percontohan.
Namun kondisi otonomi daerah selama ini terutama di daerah Kabupaten/Kota, masih semu karena kemandirian yang diciptakan berbalik menjadi ketergantungan pada Pemerintah Pusat dan atau Daerah Propinsi. Otonomi daerah yang dititik beratkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, hakekatnya adalah juga untuk memberdayakan Pemerintah Daerah dalam usaha melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang selama ini masih dirasakan adanya masalah dalam melakukan tugas pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat. Karena dalam negara yang menganut sistim negara kesatuan, persoalan otonomi daerah merupakan hal sangat panting yaitu tentaug pembagian kewenangan politik atau .kewenangan pengambilan keputusan dan kewenangan pengelolaan keuangan.
Untuk mengukur kemampuan atau kemandiriau suatu Daerah Kabupaten dan Daerah Kota minimal dapat dipergunakan dua ( 2) variabel pokok yaitu oleb rendahnya mutu sumber daya manusia dan kemampuan keuangan. Rendahnya mutu sumber daya manusia dapat diketahui dari rendahnya bidang pendidikan, rendahnya kemampuan aparatur, rendahnya kemampuan partisipasi masyarakat dan kemampuan organisasi soma administrasi. Khusus untuk mengatasi kemampuan keuangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, salah satu cara adalah dengan ditetapkannya Undang-Undang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang merupakan pedoman dalam pengelolaan penerimaan keuangan daerah.
Walaupun demikiari seharusnya dalam negara yang berbentuk kesatuan, biaya bagi penyelenggaraan otonomi daerah tidak harus hanya dan sumber pendapatan asli daerah saja; tetapi juga dana dan pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dana yang bersumber dari APBN yang diterimakan kepada daerah berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 adalah dana perimbangan.
Dalam tesis ini Kabupaten Ende sebagai salah satu Kabupaten dalam wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, akan dilihat kemandiriannya berdasarkan ukuran kemampuan keuangan daerah dan seberapa besar nilai ketergantungan pada dana eksternal yang berasal dari Pemerintah Pusat berupa dana perimbangan,, berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tabun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kemampuan keuangan daerah dianalisis dari struktur penerimaan daerah yang merupakan total pendapatan daerah dan ini tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ende. Demikian pula dengan dana perimbangan akan dilihat seberapa besar jumlah komulatif yang diterima bagi daerah Kabupaten Ende jika Undang-Undang ini dilaksanakan dalam menunjang keuangan daerah guna dapat digunakan bagi kelancaran dalam komponen belanja rutin dan belanja pembangunan.
Demikian juga dilihat kebutuhan dan kapasitas Pemerintah Daerah Kabupaten Ende agar dapat melaksanakan pelayanan publik minimal sesuai standar sebagai sebuah daerah otonom dengan besarnya jumlah dana perimbangan sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999.
Judah komulatif dana perimbangan dihitung sebagai berikut:
a. PBB dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1985.
b, BPHTB dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Talnm 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1997.
c. Bagian daerah dari penerimaan hasil sumber daya alam, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>