Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215631 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pulungan, Ica Yulianti
"Tujuan:
Memperoleh masukan untuk meningkatkan pelayanan pemeriksaan mamografi dan atau USG payudara di Departemen Radiologi FKUI/RSUPN- Cipto Mangunkusumo
Metode:
Penelitian ini studi deskriptif analitik, menggunakan data sekunder untuk menilai akurasi hasil pemeriksaan mamografi dan atau USG payudara terhadap hasil pemeriksaan histopatologis dalam mendiagnosis kelainan payudara.
Hasil dan diskusi :
Hasil uji diagnostik perbandingan hasil pemeriksaan USG payudara dengan hasil pemeriksaan histopatologis akurasi diagnostik tinggi. Hasil pemeriksaan mamografi dan pemeriksaan kombinasi dibandingkan dengan hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan asumsi akurasi rendah. Hasil pemeriksaan klinis dibanding dengan hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan akurasi diagnostik yang tinggi.
Kesimpulan:
Pemeriksaan USG payudara dengan hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan akurasi diagnostik yang tinggi.

Objective:
To get The evaluated hope can be increase examination mammography and ultrasound in departemenof radiology RSUPN-Cipto Mangunkusumo.
Methods :
This study is a descriptive analytic study assessment process using secondary data to assess the accuracy of the results of the examination / expertise mammography or breast ultrasound and the results of histopathologic examination in the diagnosis of breast abnormalities.
Results :
Diagnostic test results comparing breast ultrasound examination results with the results of histopathologic examination found a high diagnostic accuracy. The results of examination of the combination of mammography and compared with histopathologic examination results obtained assuming a low accuracy. The results of the clinical examination compared with the results of histopathologic examination found a high diagnostic accuracy.
Conclusion :
Ultrasound examination of the breast with histopathologic examination found a high diagnostic accuracy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Floryanti
"Latar belakang: Kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi dan penyebab kematian utama akibat kanker pada perempuan di dunia. Penggunaan implan payudara pasca mastektomi maupun tujuan kosmetik juga ikut meningkat. Ultrasonografi, mamografi dan MRI adalah modalitas pencitraan utama dalam mendeteksi lesi kanker payudara pada pengguna implan payudara. Peranan USG dalam hal tersebut masih kontroversi; sensitivitas mamografi dilaporkan menurun sementara MRI terbatas penggunaanya akibat kendala ketersediaan dan biaya pemeriksaan tinggi. Telaah sistematis ini dibuat untuk menilai akurasi diagnostik USG, mamografi dan MRI dalam mendeteksi lesi kanker payudara pada pengguna implan payudara. Metode: Pencarian sistematis dilakukan pada Januari 2022 untuk mengidentifikasi studi yang menilai akurasi diagnostik USG, mamografi dan MRI dalam mendeteksi lesi kanker payudara dengan referensi baku pemeriksaan patologi anatomi dengan menggunakan data dasar Scopus, PubMed, jurnal dan riset nasional, hand searching serta grey literature. Nilai sensitivitas dan spesifisitas pada masing-masing uji indeks diekstraksi. Penilaian kualitas metodologi studi dilakukan menggunakan QUADAS-2. Hasil: Tiga belas studi diidentifikasi. Nilai sensitivitas USG terendah 62%, tertinggi 95%, spesifitas 93%. Nilai sensitivitas mamografi terendah 22%, tertinggi 80%, spesifitas 100%. Sementara itu, nilai sensitivitas MRI terendah 86%, tertinggi 100% dengan spesifisitas terendah 17%, tertinggi 75%. Sepuluh studi menunjukkan risiko bias tinggi pada salah satu domain, tiga studi di antaranya menunjukkan risiko bias tinggi pada domain yang lain. Kesimpulan: Akurasi diagnostik modalitas USG, mamografi dan MRI dalam mendeteksi lesi kanker payudara pada pengguna implan payudara sangat bervariasi.

Background: Breast cancer is cancer with the highest incidence and leading cause of cancer death among women worldwide. Breast implant use for post mastectomy patients and for cosmetic purposes is also increasing. Ultrasonography, mammography and MRI are imaging modalities mostly used to detect breast lesions in patients with breast implants. Ultrasound role is still unclear; mammography has been reported to have lower sensitivity while MRI availibility is still limited and highly cost. This systematic review is written to analyze diagnostic accuracy of ultrasound, mammography and MRI in detecting breast cancer in patients with breast implants. Methods: Studies contained diagnostic accuracy of ultrasound, mammography and MRI in detecting breast cancer lesions with pathological examination as reference standard were identified. Scopus, PubMed, national journals and research, hand searching and grey literatures were systematically searched through January 2022. Sensitivity and specificity value of each index tests from eligible studies is extracted. Methodological quality was assessed using QUADAS-2. Results: Thirteen studies were identified. The lowest and the highest sensitivity value are 62% and 95 % for ultrasound, 22% and 80 % for mammography, 86% and 100% for MRI while specificity value are 93% for ultrasound, 100% for mammography, the lowest and the highest of MRI 17% and 75%, respectively. Ten studies demonstrated high risks of bias in one domain with three of them also have high risk of bias in another domain. Conclusion: Diagnostic accuracy of ultrasound, mammography and MRI to detect breast cancer in patients with breast implants is varied."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Mainanda
"Latar Belakang: Perdarahan Uterus Abnormal PUA merupakan salah satu penyebab tersering wanita datang ke Poliklinik Ginekologi. Data WHO yang didapat tahun 2015 menyimpulkan kejadian PUA dapat berkisar hingga 27. Pada tahun 2016-2017 di RSCM Jakarta, PUA menjadi lima diagnosis terbanyak di poli Ginekologi. Tindakan penilaian adanya kelaianan struktural sebagai etiologi dari PUA menjadi hal yang penting untuk dilakukan dalam penegakkan diagnosa serta tatalaksana. Kuretase menjadi tehnik yang paling umum digunakan, walaupun dengan biaya yang tinggi, akurasi dalam ketepatan pengambilan jaringan biopsi, lama rawat, hingga komplikasi yang dapat ditimbulkan. Histeroskopi menjadi pilihan utama di negara maju dikarenakan memiliki tingkat ketepatan pengambilan jaringan biopsi yang baik, minimal biaya serta akurasi. Namun hingga saat ini, belum ada data yang dimiliki untuk penilaian akurasi histeroskopi dalam penilaian kelainan struktural di Indonesia Tujuan : Mendapatkan nilai diagnostik Office Hysteroscopy sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif dan AUC dalam mendiagnosis kelainan struktural di kavum uteri pada pasien dengan Perdarahan Uterus Abnormal di RSCM. Metode : Studi diagnostik metode potong lintang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sejak Juni 2014-Juli 2017. Kami mengumpulkan data berdasarkan data kunjungan poli Histeroskopi kemudian menginklusi berdasarkan kriteria PUA penelitian dengan dugaan kelainan struktural ketebalan endometrium Premenopause >8mm dan Menopause >5mm , kemudian menganalisa data temuan saat histeroskopi dan hasil Patologi Anatomi PA sesuai Standar Baku yang digunakan berdasarkan kriteria FIGO. Operator Histeroskopi telah dilakukan uji kesesuaian dengan nilai Kappa 92. Data selanjutnya dilakukan perhitungan sensitivitas, spesifisitas dan menilai AUC dari tindakan histeroskopi dibandingkan hasil PA Hasil : Kemampuan diagnostik OH dinilai sangat baik dalam evalusi kelainan di kavum uteri yakni sebesar 94. Akurasi OH dalam mendiagnosis kelainan polip sangat baik yakni dengan sensitivitas 87, spesifisitas 92, NDP 89, NDN 89, RKP 10,26, RKN 0,15, akurasi 89, dan AUC sebesar 89,1 CI 95 83,2-94,9. Kemampuan diagnostik OH dalam mendiagnosis hyperplasia juga memiliki kemampuan yang baik dengan sensitivitas 83, spesifisitas 95, NDP 89, NDN 92, RKP 17, RKN 0,18, akurasi 91, dan AUC seesar 87,9 CI 80,9 83,2-94,9. Dalam mendiagnosis leiomyoma, OH memiliki kemampuan yang sangat baik dengan sensitivitas 100 , spesifisitas 100, NDP 100, NDN 100, akurasi 100, dan AUC sebesar 100 CI 95 100-100. Kemampuan OH dalam mendiagnosis malignansi juga sangat baik dengan sensitivitas 94, spesifisitas 97, NDP 91, NDN 98, RKP 36,875, RKN 0,06, akurasi 97, dan AUC sebesar 100 CI 95 100-100. Kesimpulan: Kemampuan OH dalam mendiagnosis kelainan struktural di kavum uteri pada pasien PUA memiliki nilai akurasi 94. Terlebih pada pasien dengan kelainan lesi fokal, OH memiliki nilai AUC > 87.

Abnormal Uterus Bleeding AUB is one of the most common causes of women coming to Gynecology Polyclinics. WHO data obtained in 2015 concluded the incidence of AUB can range up to 27. In 2016 2017 at RSCM Jakarta, AUB became the top five diagnoses in our outpatient clinic. Assessment of structural anomaly as the etiology of AUB becomes an important thing to do in diagnosis and management for the patient. Curettage is the most commonly used technique, albeit at a high cost, accuracy in precision of biopsy tissue taking, length of stay, until complications can be generated. Hysteroscopy is the main choice in developed countries because it has a good accuracy of biopsy tissue retrieval, minimal cost and accuracy. However, until now, there is no data available for the assessment of hysteroscopic accuracy in the assessment of structural abnormalities in Indonesia Objective Obtain an Office Hysteroscopy diagnostic value sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value and AUC in diagnosing structural abnormalities in the uterine cavity in patients with abnormal Uterus Bleeding at RSCM. Methods A cross sectional diagnostic study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital from June 2014 July 2017. We collected data based on histeroscopy visit data then inclusive based on AUB study criteria with suspected structural abnormalities endometrium thickness of Premenopause 8mm and Menopause 5mm then analyzed the findings data during hysteroscopy and Anatomy Pathology PA as gold Standard based from FIGO Criteria. Hysteroscopic operator has been tested for conformity with 92 Kappa value. Further data were calculated for sensitivity, specificity and rate of AUC from hysteroscopic result compared to PA results Results OH diagnostic ability was assessed very well in the evalution of abnormalities in the uterine cavity by 94. The accuracy of OH in diagnosing polypic abnormality was excellent with 87 sensitivity, 92 specificity, 89 PPV, 89 NPV, 89 accuracy, and AUC of 89.1 CI 95 83.2 94.9. The diagnostic ability of OH in diagnosing hyperplasia also has good ability with 83 sensitivity, 95 specificity, 89 PPV, 92 NPV, 91 accuracy, and AUC of 87.9 CI 80, 9 83.2 94.9. In diagnosing leiomyoma, OH has excellent ability with 100 sensitivity, 100 specificity, 100 PPV, 100 NPV, 100 accuracy, and 100 AI 100 CI 95 CI 100 100. OH s ability to diagnose malignancy is also excellent with 94 sensitivity, 97 specificity, 91 PPV, 98 NPV, 97 accuracy and 100 CI 100 CI 95. Conclusions The ability of OH in diagnosing structural abnormalities in the uterine cavity in PUA patients has an accuracy of 94. Especially in patients with focal lesion abnormalities, OH has an AUC value of 87. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andita Dwi Hidayati
"Latar Belakang: USG payudara dan mamografi secara luas digunakan sebagai modalitas diagnostik yang efektif untuk mengevaluasi kelainan payudara. Derajat keganasan histopatologis berperan penting dalam
manajemen karsinoma payudara. Ketersediaan pemeriksaan histopatologis yang terbatas dan sebaran pemeriksaan USG dan mamografi yang lebih luas diharapkan dapat membantu klinisi dalam menentukan penatalaksanaan karsinoma payudara lebih dini. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan nilai
mamografi serta USG payudara dengan mengetahui keterkaitan temuan morfologis lesi berdasarkan USG payudara dan mamogram yang dapat mengidentifikasi derajat keganasan histopatologis karsinoma payudara. Metode: Studi retrospektif ini melibatkan subyek dengan karsinoma payudara primer yang
menjalani USG dan mamografi serta belum menjalani prosedur apapun. Temuan USG dan mamogram dianalisis dan dikorelasikan dengan derajat keganasan histopatologis. Variabel dianalisis menggunakan uji chi-square dan Kolmogorov-Smirnov. Hasil: Diperoleh 174 subyek karsinoma payudara. Usia rerata subyek 52 tahun. Ukuran massa <5 cm paling banyak ditemukan (61,1%) dan memiliki hubungan yang signifikan dengan derajat keganasan histopatologis (p<.05). Batas lesi, ekhogenisitas lesi dan kalsifikasi
lesi pada USG (p <.05) berhubungan dengan derajat keganasan histopatologis. Sedangkan untuk bentuk lesi, bentuk irregular lebih banyak ditemukan dibandingkan lesi lain dengan distribusi yang hampir sama antara derajat 1, 2, dan 3. Proporsi batas lesi paling banyak di derajat 3 yakni batas tidak tegas.
Ekhogenisitas heterogen lebih sering ditemukan pada tumor derajat 2 dan lesi hipoekhoik lebih banyak ditemukan pada tumor derajat 3. Saat dilakukan analisis tambahan dengan membagi derajat keganasan menjadi 2 grup (derajat rendah dan derajat tinggi), batas dan orientasi lesi pada USG (p <.05) berhubungan dengan derajat keganasan histopatologis sedangkan kalsifikasi lesi dan ekhogenisitas lesi tidak berhubungan. Tidak ada hubungan antara karakteristik lesi pada mamogram (densitas payudara, bentuk,
batas, densitas lesi, dan kalsifikasi) dengan derajat keganasan histopatologis (nilai p > 0,05). Proporsi batas spikulasi lebih banyak ditemukan pada lesi derajat rendah. Simpulan: Orientasi pararel lebih banyak
ditemukan pada tumor derajat tinggi. Batas tidak tegas paling banyak ditemui di kedua kelompok derajat keganasan namun proporsi lebih banyak ditemukan pada lesi derajat tinggi. Tidak ditemukan hubungan signifikan antara morfologis lesi pada mamogram dengan derajat keganasan.

Background: Breast ultrasonography (USG) and mammography are widely used as effective diagnostic modalities to evaluate breast abnormalities. Histological grade plays big role in management of breast
carcinoma. The purpose of this study was to increase the value of mammography and ultrasound. Also, knowing which features on ultrasound and mammogram that can predict histological grade. The limited
availability of histopathological examinations and better access of ultrasound and mammography can assist clinicians in management of breast carcinoma. Method: A retrospective study was conducted by
reviewing imaging of women with breast cancer who had not undergone any procerdure. Mammogram and US findings were analyzed in compliance with operational definition and later compared with histopathological data. All variables were analyzed using chi-square and Kolmogorov-Smirnof. Result:
Mean age at diagnosis of breast cancer was 52 years. Tumor size <5 cm was the most common (61.1%) and had significant relation with tumor grade (p<.05). In terms of ultrasound findings, the only differential
findings between ultrasound findings and histopathological grade were margin, echogenicity, and calcifications (p < .05). As for the shape of the lesions, an irregular shape was more observed compared to other lesions with almost equal distribution between grade 1, 2, and 3. Heterogene echogenicity was more frequently found on grade 2 and hypoechoic lesions were more common in grade 3 tumor. When additional analysis was carried out by dividing the histological grade into 2 groups (low grade and high grade), margin and orientation on the ultrasound (p <.05) had relation to tumor grade while the
calcification of the lesion and the echigenicity were not related. No significant difference between mammogram features (breast density, shape, margin, lesion density, and calcifications) and tumor grade
(p>.05). The proportion of spiculated margin in mamogram is more common in low-grade lesions. No significant association between ultrasound features (shape, echogenicity, posterior pattern, and calcifications) with histological grade. Conclusion: Margin and orientation of the lesion on ultrasound have a relationship with histological grade. Parallel orientation is more common seen in high-grade
tumors. Indistinct borders were commonly found in both groups; however, a higher proportion was found
in high-grade lesions. No significant relation was found between mammogram features and tumor grade
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati Kusuma Putri
"Latar Belakang: Kanker payudara merupakan keganasan yang dapat bermetastasis ke kelenjar limfe aksila dan/atau organ jauh. Studi-studi sebelumnya menunjukkan terdapat kaitan antara sejumlah morfologi mamogram dan gambar ultrasonografi (USG) payudara dengan adanya metastasis kelenjar limfe. Seringkali pasien dengan kecurigaan kanker payudara diperiksakan di rumah sakit ketika sudah dalam stadium lanjut atau bahkan terdapat metastasis yang seharusnya dapat dideteksi lebih awal. Mamografi dan USG payudara merupakan modalitas radiologis yang mudah untuk dikerjakan untuk diagnosis kanker payudara dan tersedia di banyak rumah sakit. Sampai saat ini, belum ada penelitian mengaitkan secara langsung temuan morfologis mamografi dan USG payudara pada pasien kanker payudara yang mengalami metastasis. Tujuan: Mengetahui perbedaan temuan morfologis mamografi dan USG payudara pada pasien kanker payudara dengan metastasis dengan pasien kanker payudara tanpa metastasis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Dilakukan pembacaan ulang hasil mamogram dan gambar USG payudara dari 112 pasien yang didapatkan dari sistem Picture Archiving and Communication System (PACS) di Departemen Radiologi RSCM dengan klinis karsinoma payudara berdasarkan patologi anatomi. Data riwayat pasien didapatkan dengan melihat catatan di rekam medis melalui Electronic Health Record (HER) atau Hospital Information System (HIS). Dilakukan analisis pada usia dan karakteristik morfologis lesi meliputi variabel bentuk lesi, ukuran terbesar lesi, jarak tumor ke kutis, adanya kalsifikasi, jenis kalsifikasi, distribusi kalsifikasi, dan adanya distorsi arsitektur pada mamogram, dan bentuk lesi, ukuran terbesar lesi, jarak tumor ke kutis, vaskularisasi lesi, adanya kalsifikasi, dan adanya distorsi arsitektur pada gambar USG payudara menggunakan uji Chi-Square atau Fisher. Dilakukan juga analisis multivariat regresi logsitik pada variabel yang signifikan secara statistik menggunakan metode backward yang disajikan dalam bentuk odds ratio (OR). Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada variabel usia (p=0,032), ukuran terbesar lesi pada mamogram (p<0,001), jarak tumor ke kutis pada mamogram (p=<0,001), ukuran terbesar lesi pada gambar USG payudara (p<0,001), dan jarak tumor ke kutis pada gambar USG payudara (p=0,001) antara pasien kanker payudara dengan metastasis dengan tanpa metastasis. Pada analisis multivariat gabungan temuan morfologis mamogram dan gambar USG payudara, didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada ukuran terbesar lesi pada mamogram dengan nilai OR 3,73 (p=0,003) dan jarak tumor ke kutis pada mamogram dengan nilai OR 3,34 (p=0,006). Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna temuan mamogram dan USG payudara yaitu masing-masing ukuran terbesar lesi>5 cm dan jarak tumor ke kutis ≤0,5 cm dengan adanya metastasis pada kanker payudara. Temuan ukuran terbesar lesi>5 cm dan jarak tumor ke kutis ≤0,5 cm pada mamogram dapat memprediksi kemungkinan terjadinya metastasis pada kanker payudara.

Background: Breast cancer is a malignancy that can metastasize to axillary lymph nodes and distant organs. Previous studies have shown an association between the morphological findings of mammograms and ultrasound images of the breast and the presence of lymph node metastasis. Patients with suspected breast cancer are often examined in the hospital when they are in an advanced stage or even have metastasis that should have been detected earlier. Mammography and breast ultrasound are radiological modalities that are easy to perform to diagnose breast cancer and are available in many hospitals. To date, no studies have directly compared the morphological findings of mammography and breast ultrasound in patients with metastatic breast cancer. Purpose: To identify the differences in the morphological findings of mammography and breast ultrasound in breast cancer patients with metastasis compared to those without metastasis at Dr Cipto Mangunkusumo General Hospital (RSCM). Methods: Mammogram results and breast ultrasound images from 112 patients diagnosed with breast carcinoma based on anatomical pathology were obtained from the Picture Archiving and Communication System (PACS) at the Department of Radiology RSCM. The images were then reviewed. Patient history is obtained from the Electronic Health Record (EHR) or Hospital Information System (HIS). Analyzes were performed on age and morphological characteristics of the lesion, including the shape of the lesion, the largest diameter of the lesion, the distance of the tumor to the skin, the presence of calcification, the type of calcification, the distribution of calcifications, and the presence of architectural distortion on mammograms, and the shape of the lesion, the largest diameter of the lesion, the distance of the tumor to the skin, the vascularity of the lesion, the presence of calcification, and the presence of architectural distortion on breast ultrasound images using Chi-Square or Fisher method. Multivariate logistic regression analysis was also conducted on statistically significant variables using the backward method, which was presented as an odds ratio (OR). Results: There was a statistically significant difference in age (p=0,032), the largest diameter of the lesion on the mammogram (p<0,001), the distance of the tumor to the skin on the mammogram (p<0,001), the largest diameter of the lesion on breast ultrasound (p<0,001), and the distance of the tumor to the skin on breast ultrasound images (p=0,001) between metastatic and non-metastatic breast cancer patients. In the multivariate analysis of the combination of morphological findings of the mammogram and breast ultrasound images, there were statistically significant differences in the largest diameter of the lesion on mammograms with an OR value of 3.73 (p=0,003) and the distance of the tumor to the skin on mammograms with an OR value of 3.34 (p= 0,006). Conclusion: There is a significant difference in mammogram and breast ultrasound findings, such as the largest diameter of the lesion >5 cm and the distance of the tumor to the skin ≤0,5 cm with the presence of metastasis in breast cancer. The findings of the largest diameter of the lesion >5 cm and the distance of the tumor to the skin ≤0,5 cm on the mammogram can predict the probability of metastasis in breast cancer."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Hari Wahyu
"Penurunan kesadaran merupakan suatu keadaan darurat medis yang harus segera ditangani dengan tepat untuk mengurangi kerusakan lebih lanjut. Glasgow Coma Scale (GCS) yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pada pasien penurunan kesadaran akan memberikan gambaran keparahan dari kerusakan otak dan memprediksi outcome.
Tujuan: Mengetahui ketepatan GCS dalam memprediksi outcome pada pasien dengan penurunan kesadaran di Instalasi Gawat Darurat RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional, kohort prospektif. 116 pasien usia ≥ 18 tahun dengan Glasgow Coma Scale dibawah 15 saat tiba di IGD RSCM Jakarta. Glasgow Coma Scale sampel dinilai sebanyak 1 kali ketika pasien pertama kali diterima di IGD RSCM. Peneliti mengevaluasi outcome pasien dua minggu setelah masuk IGD RSCM berdasarkan kriteria Glasgow Outcome Scale. Hasil Rerata usia pasien 51,4 ± 16,4 tahun, median GCS 9 (3- 14).
Hasil: Glasgow Outcome Scale diklasifikasi menjadi bad outcome (meninggal dan disabilitas berat) 66 pasien (56,9%) dan good outcome (disabilitas sedang dan sembuh) 50 pasien (43,1%). Skor GCS pasien kelompok bad outcome berbeda bermakna dengan kelompok good outcome berdasarkan analisis statistik (p < 0,001). Skor GCS-E, GCS-M dan GCS-V masing-masing pasien kelompok bad outcome berbeda bermakna dengan kelompok good outcome berdasarkan analisis statistik (p < 0,001). Hasil regresi logistik, komponen GCS yang memiliki nilai prediksi terhadap outcome adalah komponen verbal dan membuka mata. Hasil uji kalibrasi skor GCS total dan skor GCS E+V memiliki kualitas yang baik. Hasil uji diskriminasi menunjukkan skor GCS total mempunyai nilai AUC 0,788 (IK95% 0,705-0,870). Skor GCS E+V mempunyai AUC 0,777 (IK95% 0,690-0,864). Titik potong GCS adalah ≤ 9. Uji Kappa antara dokter dan perawat terhadap skor GCS menunjukkan hasil yang sangat kuat Kappa 0,901 (p < 0,001).
Kesimpulan: Skor Glasgow Coma Scale mampu memprediksi outcome dengan tepat pada pasien dengan penurunan kesadaran di Instalasi Gawat Darurat RSCM, karena memiliki kalibarasi dan diskriminasi yang baik.

Altered level of consciousness is a medical emergency that must be manage immediatly to reduce further damage. Glasgow Coma Scale (GCS) is used to assess the level of consciousness in citically ill patients. GCS indicates the severity of brain damage and predictor of patient outcomes.
Objective: To assess accuracy of GCS in predicting outcome for patients with altered level of consciousness in Emergency Department of Cipto Mangunkusumo Hospital.
Method: This study is a observational prospective cohort study. Samples were 116 patients aged ≥ 18 years with a Glasgow Coma Scale below 15 at the time of admisssion in the Emergency Department of Cipto Mangunkusumo Hospital. Glasgow Coma Scale was assessed when patients first arrived in the Emergency Department. To assess outcome, researchers used The Glasgow Outcome Scale. Glasgow Outcome Scale was reviewed 2 weeks after admission for every sample.
Results: The mean patient age was 51.4 ± 16.4 years, median GCS 9 (3-14). The Glasgow Outcome Scale classified into bad outcome (death and severe disability) 66 patients (56.9%) and good outcome (moderate disability and good recovery) 50 patients (43.1%). The difference in GCS score between both outcome group were statistically significant (p < 0,001). Each of patient's GCS-E, GCS and GCS-M-V in bad outcome groups differ significantly with good outcome group (p < 0,001). The results of logistic regression, GCS components that have predictive value to the outcome are verbal and eye opening component. Calibration test showed that total GCS score and GCS E+V score has good quality. The results of discrimination test showed total GCS score has a AUC of 0.788 (IK95% from 0.705 to 0.870). GCS score E+V has AUC of 0.777 (IK95% from 0.690 to 0.864). GCS's cut off point was ≤ 9. Kappa Test between doctors and nurses to the GCS score showed very strong results of Kappa 0.901 (p < 0,001).
Conclusion: Glasgow Coma Scale can predict outcome in patients with altered level of consciousness in the Emergency Department of Cipto Mangunkusumo Hospital, because of its good calibration and discrimination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Medissa Diantika
"ABSTRAK
Latar Belakang: Endometriosis merupakan kondisi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi. Keterlambatan dignosis masih menjadi kendala. Saat ini, metode diagnosis non invasif termasuk transvaginal sonography telah direkomendasikan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi akurasi transvaginal sonogrpahy untuk mendiagnosis kista endometriosis di RS Cipto Mangunkusumo
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo pada Januari 2014 ? Juni 2015. Subjek penelitian merupakan pasien rawat jalan dengan kecurigaan kista endometriosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien kemudian diperiksa transvaginal sonography oleh pemeriksa berpengalaman sesuai dengan protokol penelitian. Selanjutnya, pemeriksaan histologi dengan sediaan masa yang diambil dari prosedur operasi dijadikan baku emas
Hasil: Terkumpul 98 pasien yang dianalisis. Kista endometriosis terkonfirmasi pada 85 pasien (86,7%) berdasarkan pemeriksaan histologi. Akurasi, sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif transvaginal sonography yakni 84,9 (71,0-98,8)%, 92,9%, 76,9%, 96,3%, and 62,5%. Transvaginal sonography memiliki area under the curve yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan hanya pemeriksaan fisik (84,9% vs 78,8%).
Kesimpulan: Transvaginal sonogprahy bermanfaat untuk mendiagnosis kista endometriosis dan dapat direkomendasikan dalam praktik sehari-hari

ABSTRACT
Background: Endometriosis is common among reproductive age women. Late diagnosis is still the main concern. To date, non-invasive diagnostic test including transvaginal sonography is recommended. This study aimed to evaluate the accuracy of transvaginal sonography to diagnose endometriosis cyst among patients in Cipto Mangunkusumo Hospital.
Method: This was a diagnostic study performed in Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2014 to June 2015. Outpatients with suspicion to have endometrial cyst based on patients? history and clinical examination were recruited. Patients were then scanned by experienced sonologist using transvaginal sonography following our research protocol. The gold standard was histologic finding of removed surgical mass
Results: A total of 98 patients were analyzed. Endometrial cyst was confirmed by histology among85 patients (86.7%). The accuracy, sensitivity, specificity, positive predictive value and negative predictive value of transvaginal sonography were 84.9 (71.0-98.8)%, 92.9%, 76.9%, 96.3%, and 62.5%, respectively. Transvaginal sonogpraphy significantly had higher area under the curve compared to clinical examination alone (84.9% vs 78.8%).
Conclusion: Transvaginal sonography appears to be usefull to diagnose endometriosis cyst among outpatients and recommended in daily clincial practice"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti N. Gunawan W
"ABSTRAK
Pendahuluan
Di Indonesia berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Indonesia, karsinoma tiroid dengan frekuensi relatif 4,43%, menempati urutan ke 9 dari 10 keganasan yang sering ditemukan. Pada tindakan pembedahan tiroid, umum dilakukan pemeriksaan potong beku intra operatif untuk menentukan keganasan pada lesi tiroid serta menentukan tindakan definitif dan jenis operasi yang akan dikerjakan. Pemeriksaan potong beku itu sendiri memiliki beberapa kelemahan antara lain biaya yang lebih mahal, waktu pembiusan yang lebih lama dengan segala risikonya, serta ketidaksediaan pemeriksaan ini di setiap rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai akurasi pemeriksaan triple diagnostik pada nodul tiroid yang terdiri dari klinis, ultrasonografi, dan aspirasi jarum halus (bajah), yang dibandingkan dengan standar baku emas pemeriksaan histopatologi sehingga nantinya diharapkan triple diagnostik ini saja sudah cukup untuk dapat dipakai dalam merencanakan terapi definitif.
Metoda
Dilakukan pengumpulan data pasien dengan nodul tiroid dari rekam medis dari periode 2010-2011. Dilakukan penghitungan dan penentuan kriteria ganas atau jinak dari masing-masing unsur triple diagnostik, yang terdiri dari data klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik), USG tiroid, dan bajah. Dilakukan analisis uji diagnostik dari triple diagnostik yang dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi pasca operasi sebagai standar baku emas.
Hasil
Terdapat 223 pasien dengan nodul tiroid. Dari jumlah tersebut data rekam medis yang lengkap didapatkan sebanyak 161 kasus. Jenis histopatologi terdiri dari karsinoma papiler (90,3%), folikular (3%), meduler (0,7%), anaplastik (6%). Didapatkan sensitivitas dan spesifisitas dari triple diagnostik pada nodul tiroid sebesar 77 % dan 94 %. Nilai prediksi positif 98%, nilai prediksi negatif 51,6%, dan akurasi sebesar 80,9%. Kombinasi dari pemeriksaan klinis, ultrasonografi dan bajah memberikan probabilitas ganas sebesar 92%.
Kesimpulan
Triple diagnostik belum dapat digunakan sebagai pemeriksaan yang ideal menggantikan pemeriksaan potong beku dalam menangani kasus nodul tiroid, tetapi pada kasus dengan unsur-unsur triple diagnostik yang konkordan ganas memiliki nilai prediksi positif (98%) dan probabilitas ganas (92%) yang tinggi sehingga pada kasus demikian memungkinkan untuk dilakukan tindakan definitif dengan tetap mempertimbangkan sensitifitas dan spesifitas unsur-unsur triple diagnostik pada masing-masing senter

ABSTRACT
Background
In Indonesia, based on data from Indonesian Cancer Registration Council, thyroid carcinoma with relative frequency of 4,43% ranks the ninth from the ten most common cancers in Indonesia. In thyroid surgery, it’s common to perform frozen section examination intraoperatively to determine malignancy and definitive operation. Frozen section has several limitations, for example: higher expense, longer duration of anesthetization, and it’s unavaibility in all hospital. The aim of this research is to evaluate accuracy of triple diagnostic, which is consisted of clinical findings, ultrasonography, dan fine needle aspiration biopsy, compared to golden standard of histopathological result, so that triple diagnostic only is enough to plan definitive treatment in patients with thyroid nodule.
Method
Data were collected from medical records from the period of 2010-2011. Each element of triple diagnostic was classified into either malignant or benign. Diagnostic test study was performed to analyze triple diagnostic which was compared to post operative histopathological result as a golden standard.
Results
There were 223 patients with thyroid nodule, but of all there were only 161 cases with complete medical record were compiled. Histopathological reports consisted of papillary carcinoma (90,3%), follicular (3%), medullary (0,7%), anaplastic (6%). Sensitivity and spesifity of triple diagnostic for thyroid nodule were 77% and 94%. Positive predictive value of 98%, negative predictive value of 51,6%, and accuracy of 80,9%. Combination of clinical findings, ultrasonography, and fine needle aspiration biopsy altogether gave probability of malignant of 92 %.
Conclusion: Triple diagnostic for thyroid nodule can not be used yet as ideal test to replace golden standard of histopatlogical result, but cases which concordant results of each triple diagnostic’s element have high both positive predictive value (98 %) and malignant probability (92 %). In cases as above, it is still possible to perform definitive operation while still considering both sensitivity and spesifity of all triple diagnostic’s elements in each center."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33095
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Artanti Sekarayu Budi Sarwono
"Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling umum. Sebagaimana diketahui, kanker suatu jaringan dapat menyebar atau bermetastasis ke jaringan lain sebagai kanker sekunder, di mana pada kanker payudara 90% kematian selama pengobatan dikaitkan pada metastasis. Penelitian ini fokus kepada karakteristik metastasis bone only sebagai subtipe metastasis tulang kanker payudara yang belum banyak diteliti walaupun angka kelangsungan hidup (survival)nya paling bagus dibandingkan bila metastasis ke organ/tempat lainnya. Gambaran karakteristik pasien KPD BMO yg berobat di RSCM juga belum pernah diteliti. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional deskriptif dengan desain studi cross sectional dengan teknik sampel total sampling. Terdapat 1278 pasien KPD metastasis yg berobat di RSCM 2017-2022. Didapatkan 148 pasien KPD BMO, namun karena ketidak lengkapan informasi di hasil pemeriksaan penunjang maka yang masuk kriteria inklusi penelitian ini adalah 47 pasien. Dari 47 pasien, ditemukan karakteristik 100% perempuan, rentang usia terbanyak 45-64 tahun (70,2%), 46,8% bersuku Jawa, 85,1% dalam usia menopause, dengan sebagian besar kanker karsinoma duktal invasif (85,1%) grade 2 (68,1%) dan subtipe luminal A (42,6%). Kasus Denovo sebanyak 48,9%. Ditemukan metastasis multiple (91,5%) lesi osteolitik(29,8%) , dan berlokasi di Os. Vertebrae (31,7%). Sejalan dengan penelitian sebelumnya dan faktor risiko metastasis bone only, sehingga dapat dilakukan studi lanjutan berupa studi analitik maupun genomic untuk mengkonfirmasi hubungan kausalitas tiap variabel.

Breast cancer is one of the most common types of cancer. As we know, cancer in one tissue can spread or metastasize to other tissues as secondary cancer, where in breast cancer 90% of deaths during treatment are attributed to these metastases. This study focuses on the characteristics of bone only metastases as a subtype of breast cancer bone metastases that has not been widely studied although its survival is better than breast cancer which metastases to other organs. This research uses a descriptive observational research design with a cross sectional study design with a total sampling technique. We found 1278 breast cancer with metastasis treated in RSCM within 2017-2022. There are 148 breast cancer bone metastasis only, but only 47 patients were included in the research due to the completed radiology data. Of the 47 patients, the characteristics of the 47 patients were 100% female; 70,2% aged 45-64 years-old ;46,8% Javanese ; 85,1% in menopausal age, 68,1% with grade 2 invasive ductal carcinoma and 42,6% luminal A subtype; 48,9% Denovo cases ; 91,5% suffered from Multiple osteolytic lesion metastases and 31,7% were located in Os. Vertebrae. In line with previous research and risk factors for bone only metastasis, further studies can be carried out in the form of analytical or genomic studies to confirm the causal relationship between each variable."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Boaz
"Pendahuluan: Fraktur yang mengenai midface akan menyebabkan gangguan fungsi baik fungsi mata maupun oklusi. Walaupun angka kejadian fraktur midface cukup tinggi, terdapat gangguan fungsional, dan membutuhkan biaya yang besar untuk tatalaksana menggunakan mini plate dan screw, tidak ada informasi mengenai hasil fungsional setelah tatalaksana fraktur midface.
Metode: Data mengenai status fungsional pasien dengan fraktur midface sebelum operasi ORIF didapatkan dari data rekam medis dan data setelah operasi ORIF didapatkan dari pemeriksaan objektif dan subjektif. Status fungsional meliputi diplopia, gerakan bola mata, maloklusi, dan gangguan nervus fasialis dan nervus infraorbita.
Hasil: Semua pasien yang dievaluasi menunjukkan perbaikan status fungsional setelah operasi ORIF.
Kesimpulan: Pasien dengan fraktur midface yang telah menjalani operasi ORIF di Divisi Bedah Plastik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan adanya perbaikan pada diplopia, gerakan bola mata, oklusi, dan fungsi nervus fasialis dan infraorbita pada evaluasi jangka panjang.

Background: Fractures involving the midface present more challenges due to the impairment on function both occlusion and visual function. In spite of the high number of occurrence, high impact to the impairment on function, and high cost in the treatment due to relatively expensive hardware required (mini plate and screw), there is inadequate information about the outcome after treating midface fracture.
Methods: Data on functional status of patients with midface fracture before ORIF surgery collected from medical records and data after ORIF surgery gathered objectively and subjectively. Functional status including diplopia, eye motility, cranial facial nerve impairment, infraorbita nerve impairment and malocclusion.
Results: All of the patients that have been evaluated was showing improvement in total functional status after treatment with ORIF surgery.
Conclusion: Midface fracture patients underwent ORIF surgery in Plastic Surgery Division, Cipto Mangunkusumo hospital, resulted in the recovery of eye motility function, diplopia, malocclusion and facial and infraorbital nerve impairment at longterm evaluation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>