Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Konsumsi minyak dan gas bumi sebagai sumber energi utama semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini berpotensi berkurangnya ketersediaan energi bagi kebutuhan masyarakat dunia. Maka dari itu, diperlukan suatu sumber energi alternatif seperti batubara dan gas methane. Telah dilakukan pengolahan data seismik untuk memetakan lapisan batubara yang mengandung gas methane pada suatu zona cekungan Sumatera Tengah, daerah Riau. Data seismik tersebut dikontrol oleh data sumur, yang terdiri dari log gamma ray, log densitas, log resistivitas dan log sonik. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa pada formasi Korinci/Binio terdapat batubara pada kedalaman 1560 feet. Hal ini ditentukan dari proses korelasi/well tie antara data seismik dan data sumur sehingga diperoleh nilai gamma ray sebesar 52-55 API, densitas sebesar 1.5-1.55 g/cc, resistivitas sebesar 0.68-0.76 ohmmeter, kecepatan gelombang sonik sebesar 5988.3-6330.2 feet/second, impedansi akustik sebesar 8000-9600 ((ft/s)*(g/cc)) dan frekuensi tuning sebesar 30 Hz. Hasil pengolahan data lainnya menunjukkan bahwa batubara juga terdapat pada formasi Telisa pada kedalaman 1526 feet. Dengan proses yang sama diperoleh nilai gamma ray sebesar 28 API, densitas sebesar 1.28-1.49 g/cc, resistivitas sebesar 1.33-1.44 ohmmeter, impedansi akustik sebesar 8000-10200 ((ft/s)*(g/cc)) dan frekuensi tuning sebesar 19 Hz.

Consumption of oil and gas as a primer sources has been increased in years. It will potentially decrease the supply of world energy needed. Because of that, we need alternative sourceses like coal and methane gas to substitute the primer sources. The seismic data processing has been done for mapping the coal-bed which consist of methane gas in a basin zone of Central Sumatera, Riau. The seismic data was controlled by well-logs data such as gamma ray log, density log, resistivity log, and sonic log. The result of data processing indicates that the Korinci/Binio Formation has coal-bed at depth 1560 feet. The information of depth is based on the correlation between well-logs and seismic data (well-tie), then obtained the gamma ray was 52-55 API, the density was 1.5-1.55 g/cc, the resistivity was 0.68-0.76 ohmmeter, the velocity of sonic wave was 5988.3-6330.2 feet/second and the acoustic impedance was 8000-9600 ((ft/s)*(g/cc)) and the frequency of tuning was 30 Hz. The other of data processing result shows that the Telisa Formation has coal-bed at depth 1526 feet. Using the same well-tie process, the information of depth was obtained from the gamma ray was 28 API, the density was 1.28-1.49 g/cc, the resistivity was 1.33-1.44 ohmmeter, the acoustic impedance was 8000-10200 ((ft/s)*(g/cc)) and the frequency of tuning was 19 Hz."
Universitas Indonesia, 2013
S53473
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lambertus Tebay
"Salah satu masalah lingkungan Sosial yang dihadapi oleh PTFI ialah bagaimana memindahkan masyarakat Amungme dari Kampung Waa yang letaknya hanya 8 Km dari Kota Tambang Tembagapura ke Desa Harapan Kwamki Lama dan Masyarakat Kamoro Subsuku Nawaripi dari Kampung Kali Kopi ke Desa Nayaro, Kecamatan Mimika Baru, untuk menghindari kemungkinan terjadinya dampak negatif akibat pengelolaan PTFI.
Depsos, Depnakertrans, dan Pemda Papua bekerjasama dengan PTFI untuk memindahkan masyarakat Amungme dan Kamoro dari lokasi lama ke lokasi pemukiman yang baru dengan tujuan, di samping menghindari kemungkinan terjadinya bahaya, agar mereka dekat dengan sentra-sentra pertumbuhan ekonomi sehingga dapat melepaskan kebiasaan ladang berpindah, berburu, meramu, dan bergantung pada kemurahan alam dan berpenghasilan menetap. Dengan demikian ada perbaikan mutu kehidupan yang lebih layak bagi kemanusiaan. Namun sayangnya harapan itu tidak terwujud pada masyarakat Amungme, karena Bapak Kepala Suku Tuarek Natkime beserta para pengikutnya sejak awal tidak ikut pindah ke lokasi yang baru. Hal ini disebabkan karena menurut kepercayaan orang Amungme daerah kawasan tengah sampai kawasan pantai adalah kawasan yang terlarang, daerah pamali, tidak boleh dilihat oleh anak-anaknya karena di kawasan inilah terdapat alat kelamin vital Ibu Amungme, yang selalu menyusui dan memberi mereka kehidupan. Daerah ini enak untuk dilihat karena panoramanya yang indah tetapi tidak untuk dihuni, hanyalah tempat untuk cari makan. Bila melanggar maka resikonya adalah mara bahaya, sakit malaria, dan berbagai macam penyakit panu, kurap, kadas, sipilis, aids, dan lainnya. Yang pindahpun bertahan selama bantuan Pemerintah dan PTFI masih mengalir. Setelah terhenti, sebagian lagi kena penyakit malaria dan mati, sebagian lagi karena takut kena konfrontasi antara TNI dan Gerakan OPM pada tahun 1977, mereka semua melarikan diri ke lokasi lama. Kemudian hanya sebagian kecil kurang lebih 12 KK yang kembali ke pemukiman baru pada tahun 1980.
Memang disadari bahwa pemindahan masyarakat dari kawasan pegunungan ke kawasan tengah atau pesisir pantai membutuhkan daya adaptasi di lingkungan yang baru, apalagi secara budaya daerah ini dianggap sebagai daerah terlarang (pamali). Perbedaan iklim, jenis lahan pertanian, lingkungan alam dan sosial menjadi hambatan.
Melalui penelitian ini ingin diketahui:
1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap penduduk masyarakat Amungme dan Kamoro yang berkaitan dengan upaya pemukiman kembali.
2. Pola adaptasi di lokasi yang baru.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola adaptasi tersebut.
Sasaran penelitian adalah masyarakat Amungme dan Kamoro yang berada di lokasi lama maupun yang baru.
Dalam penelitian ini diajukan dua hipotesis yaitu:
1. Keterikatan kepada leluhur, tingkat pendidikan, usia, dan penghasilan tidak berpengaruh terhadap pola adaptasi, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Amungme dan Kamoro dalam menghadapi perubahan lingkungannya.
2. Kegiatan PTFI tidak ada pengaruhnya terhadap perubahan kelima fungsi sosial lingkungan hidupnya dan penyesuaian diri masyarakat Amungme dan Kamoro.
Yang menjadi responden penelitian ini adalah para Kepala Suku, Tokoh Adat, Tokoh Pemerintah, Tokoh Agama, dan pimpinan LSM baik yang ada di lokasi lama maupun lokasi yang baru sebanyak 84 orang.
Data diperoleh melalui wawancara berstruktur, menggunakan kuesioner, wawancara mendalam melalui tokoh-tokoh: Kepala Suku, Tokoh Adat, Tokoh Pemerintah, Tokoh Agama, dan pimpinan LSM yang ada di lokasi lama dan lokasi yang baru serta pengamatan di lapangan. Data sekunder di peroleh dari DSRID PTFI, dan berbagai lembaga Pemerintah di Kabupaten Mimika, Propinsi Papua.
Sikap dan pola adaptasi masyarakat Amungme dan Kamoro terhadap upaya pemukiman kembali dianalisis dengan membandingkan keteguhan melaksanakan upacara adat, pendidikan, usia (tua/muda), dan tingkat penghasilan di pemukiman lama dan baru.
Pola adaptasi masyarakat juga dianalisis ada-tidaknya kegiatan PTFI yang telah menimbulkan dampak lingkungan yang pada gilirannya mendorong masyarakat Amungme dan Kamoro untuk menyesuaikan diri kembali terhadap perubahan ke lima fungsi sosial lingkungan hidupnya.
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan jawaban para responden terhadap dua sampel yang tidak berhubungan (independent). Hasil yang diperoleh penelitian ini adalah:
1. Yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap warga Amungme dan Kamoro terhadap upaya pemukiman kembali di Desa Harapan Kwamki Lama dan Desa Nayaro, ialah:
a, keterikatan yang cukup kuat terhadap leluhur yang ditunjukkan dalam pelaksanaan upacara-upacara adat. Para kepala keluarga yang kembali terbukti secara signifikan lebih terikat kepada leluhur.
b. pendidikan formal kepala keluarga terbukti ikut mempengaruhi sikap mereka terhadap pemukiman kembali; Artinya kepala keluarga yang pernah menikmati pendidikan formal (walau hanya sampai kelas III SD) cenderung menerima upaya pemukiman kembali dan menetap di lokasi baru.
2. Adaptasi warga Amungme dan Kamoro di Kwamki Lama dan Desa Nayaro lebih cepat terjadi pada aspek sosial ekonomi dari pada budaya kebersihan lingkungan. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh:
a. perubahan pola pertanian dari pola subsistem ke tingkat produksi untuk pasar, perubahan pola pemanfaatan waktu luang dengan mencari penghasilan tambahan. Dengan demikian pendapatan rata-rata perkapita warga Amungme dan Kamoro di Desa Kwamki Lama dan di Desa Nayaro mengalami peningkatan hampir 75% di bandingkan dengan warga Amungme di lokasi lama.
b. perubahan makanan pokok sudah terjadi pada warga masyarakat Amungme dan Kamoro dengan menganggap nasi adalah makanan pokok ideal. Walau pun dalam kenyataan sebagian besar masih memakan umbi-umbian, karena keterbatasan keadaan ekonomi.
c. perubahan bentuk rumah, dapat dilihat dari rumah yang direnovasi menjadi rumah permanen, artinya mereka sudah meninggalkan bentuk rumah bulat dan panggung (inokep) dari lokasi lama.
d. budaya kebersihan lingkungan di lokasi baru belum di terima. Hal ini ditunjukkan oleh kebiasaan yang masih membudaya pada masyarakat Amungme dan Kamoro di lokasi baru yaitu membuang hajat tidak di MCK.
3. Pelaksanaan upacara-upacara ritual oleh warga Amungme dan Kamoro dapat di kelompokkan atas dua kategori yaitu:
a. upacara yang masih sering dilakukan yaitu upacara "Perang", "Perdamaian", "Pembayaran Kerugian Perang", "meminta kesuburan ", "kesejahteraan , "Kekayaan ", "Ibodewin ", dan "Hai". Kemudian "Kaware, Heni Tarapao, Ofo Tarapao, Ti: Tarapao, Nato Tarapao, Yamae Tarapao dari masyarakat Kamoro. Sikap terhadap pelaksanaan upacara tersebut dipengaruhi oleh faktor pendidikan, usia dan penghasilan.
Mereka yang berusia lanjut dan berpenghasilan lebih baik, memiliki kecenderungan untuk tetap mempertahankan tradisi upacara. Dalam hal ini terlihat bahwa upacara-upacara tersebut mempunyai fungsi sosial di samping fungsi sarana "penghubung" dengan leluhur, selain sebagai media pertemuan antar kerabat, baik yang ada di Waa maupun Kwamki Lama dan Nayaro.
b. upacara yang sudah mulai ditinggalkan yaitu upacara perang, pembayaran kerugian perang, ibodewin dan Hai pada masyarakat Amungme dan upacara kaware, rumah bujang, Heni Tarapao, Ofo Tarapao, Tu Tarapao, Nato Tarapao, Yamae Tarapao dari masyarakat Kamoro.
Upacara-upacara perang, perdamaian, pembayaran kerugian perang, ibode win dan hal pada masyarakat Amungme sudah mulai ditinggalkan karena tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Sedangkan pada masyarakat Kamoro lainnya seperti rumah bujang dilarang oleh Belanda dan sudah hilang secara total, dan Heni Tarapao, Qfo Tarapao, Tu Tarapao, Nato Tarapao, Yamae Tarapao mulai hilang karena tambelo yang biasanya dipergunakan dalam upacara adat ini mulai punah akibat pencemaran air limbah oleh PTFI.
Di sisi lain upacara ini sudah mulai ditinggalkan karena sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan sosial ekonomi, pendidikan formal, faktor usia, dan penghasilan warga Amungme dan Kamoro di lokasi yang baru. Artinya para kepala keluarga yang pernah menikmati pendidikan formal, berusia muda, dan penghasilan lebih baik mempunyai kecenderungan meninggalkan tradisi tersebut.
Sebagai pengakuan hak ulayatnya jumlah dana rekognisi yang di alokasikan adalah dana 1% untuk 7 suku dan dana perwalian sebesar 500 ribu dollar Amerika setiap tahun selama 25 tahun diberikan kepada suku Amungme (masyarakat di kawasan pegunungan). Sedangkan Suku Kamoro atas alih fungsi lahan 5000 hektar dusun sagu, tempat berburu, sungai sebagai tempat cari ikan, (kehilangan sungai, sampan, dan sagu) diberikan dana Rekognisi sebesar 25 Juta dollar Amerika selama 5 tahun yaitu mulai tahun 1998 - 2003 nanti. Walau pun mendapat pengakuan hak ulayat masyarakat adat namun masih dipermainkan oleh pihak ketiga. Sedangkan kerugian yang diderita tak ada bandingannya dengan nilai uang sebesar itu sehingga tak dapat menutupi segala kerugian yang dideritanya akibat pengelolaan PTFI. Kalau ada bandingan jika disediakan Dana Abadi bagi masyarakat yang terkena dampak secara langsung untuk sekian generasi yang akan datang.
Implikasi Penelitian
1. Di lokasi yang baru (Di Desa Harapan Kwamki Lama maupun di Desa Nayaro) warga Amungme dan Kamoro merasa diri "tidak aman" akibat pelayanan di segala sendi kehidupan yang mereka peroleh terutama perlakuan dari aparat keamanan di PTFI maupun operasi DOM dari TNI dan POLRI, dan Pemerintah. Untuk itu perlu ada usaha untuk menghilangkan kesan ini demi suksesnya upaya pemukiman kembali oleh PTFI, Depsos, Depnakertrans, dan Pemda Papua.
2. Membiarkan warga Amungme tetap di lokasi lama, mengingat mereka lebih memiliki falsafah kearifan lingkungan, dengan menganggap alam bagaikan seorang Ibu yang memberi makan, dan menyusui mereka setiap saat tanpa kenal lelah.
3. Untuk menghindari perusakan lingkungan, mereka perlu dibekali pengetahuan tentang kebiasaan bertani secara menetap, berladang dengan Cara terrasering, memakai pupuk alam, bibit unggul, dan penghijauan kembali lahan-lahan yang pemah diolah.
4. PTFI telah memberikan program REKOGNISI untuk menjamin keberhasilan penduduk setempat memelihara, meningkatkan kesejahteraan, dan kemampuan penduduk untuk mengembangkan pola-pola adaptasi (Strategic Behavior). Perubahan pada fungsi lingkungan yang drastis menuntut pengembangan strategic behavior maupun adaptive behavior secara perorangan maupun kolektif dengan mengembangkan ketrampilan dan keahlian kerja di luar sektor tradisional.

Environmental Changes Within The PT. Freeport Indonesia Mining Area (Studi of Adaptation Amungme community resettlement to Harapan Kwamki Lama regency and Kamoro community resettlement to Nayaro regency, District Mimika, Papua Province)The expansion of wasteland environmental sosial issues changes and disturbance of the PTFI is how to Amungme community resettlement at Kwamki Lama villages and Kamoro community resettlement at Nayaro villages in the middleland probably antisipation changes impact from PTFI operation area. This is an important issue in environmental problem management.
Depsos, Depnakertrans, and Governor Papua Province joint with PTFI for Amungme and Kamoro community resettlement a new location in middleland Kwamki Lama and Nayaro. Purpose is antisipation to probably pra accident near the central economic development, and the lost of semi nomads community from the highlands to the middleland which changes their way of living as nomade communities into permanent settlers. It is hoped, that as middleland settlers they would changes their method of slash and burn of into modern agriculture, and central economic development. In reality, Mr. Tuarek Natkime, Kepala Suku Amungme and several community people to choose to the still live in Waa village, because their believed one place (Danau Wanagon) is holy place and middle place until lowland place is bad place, many of them went back to their, former settlement during the first phase of the government's resettlement program, because they could not adapt their way of life to the new environmental conditions at the New location. Differences in climate, conditions of farmsland and social environment make it hard for them to adapt their way in the new settlement.
Their considerat resettlement community from highland to middleland, theirs need adaptation in the new environment, because culture community people this place is bad condition area.
This research was held with several objectives:
1. Factors that influence the attitude of the resettled community to wards the settlements project.
2. The adaptation patterns in their new location 3, Factors that influence the adaptation patterns
Respondents were chosen numbering of 80 family heads, from the Amungme 40 family heads and 40 family heads from Kamoro. Primary data for this research were obtained by questionaires, next to depth interviews with the community leaders as Kepala Suku, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Government, and LSM in both locations. Secondary data were obtained from the OSTRID, PTFI, LEMASA, LEMASKO, District Mimika, and Papua Provincial Government Publications.
Research hypothesis that were tested in this research, were:
1. The bond between the resettled population and their ancestors, the level of formal education, age, and income factor not influence on the adaptation pattern, social, economic, and culture to the Amungme and Kamoro community in to face in the changes environment.
2. The activity PTFI operations have not grown environmental impact to motivate community some time to adapt to the changes social environment function.
The member's attittude of both Amungme and Kamoro communities to wards the resettlement program were analyzed by comparing the upper Amungme and Kamoro community with the middle Amungme and Kamoro community in consistency of performing their traditional rites, level of educations and age. Analysis were made by The Sign Tests Statistics, with two independent samples.
Research findings
1. Positive influence as factor in attittude formation for decision to resettle at Kwamki Lama and Nayaro:
a) Strong bond between respondents and their ancestors was the primar influencing factor for the community member to return to their old settlement.
b) Family Head's formal education has a strong correlation with decision to resettle. There were tendencies, that the family's head who went to the primary school could receive the resettlement program and therefor moved to Kwamki Lama and Nayaro
2. Adaptation of the middle Amungme dan Kamoro community was faster in socio-economic aspects than in cultural aspects especially at the environmental hygiene.
These findings were concluded from:
a) The average per capita incomes were higher 75% for the middle Amungme and Kamoro community much than the average incomes for the upper Amungme and Kamoro community 50%. Income was raised by changing agricultural technology from subsistence practices to the market production approach. Their spare time was also used more effectively used by doing labour jobs at the local market outside the Waa and Kali Kopi villages.
b) Change also happened at their staple food composition. The middle Amungme and Kamoro community had chosen rice as their main staple food, instead of sweetpotatoes, cassava and taro. Only lack of money, forced members of the Amungme and Kamoro community to choose non-rice as their main staple food.
c) Changes also took place at their house's construction form. The middle Amungme and Kamoro community has expanded their rowhouses, rather than restored into their traditional houses.
d) The habit to make cleanliness as part of their way of life was still not accepted. The middle Amungme and Kamoro community still did not use the latrines.
3. Performance of traditional rites can be categorized into two classes:
a) Traditional rites are still performed as usual, such as: "war", "peace", "paying to loss war", "to request to propose richness", "successful", "riches", "Ibodewin", "Hai", from Amungme community and "Kaware, Heni Tarapao, Ofo Tarapao, Tu Tarapao, Nato Tarapao, Yamae Tarapao from Kamoro community. Age and Income of family heads had stronger correlation with attitude in performing those rites than level of education.
b). Old age and better income in the Amungme and Kamoro Community were strong reasons for following those rites. These rites have social and spiritual meaning for them apart from fuel filling social functions of social; gathering meeting the upper Community relations.
c) Abandoned traditional rites, such as "war ceremony, repaid war ceremony, ibodewin, dan Hai" from Amungme community and "kware, rumah bujang, Heni Tarapao, Ofo Tarapao, Tu Tarapao, Nato Tarapao, Yamae Tarapao" from Kamoro community., because these rites were not compatible with the new way of life as a result of the resettlement program, and not relevant with the present. The missing mollusca Tambelo to begin exterminated the impact from PTFI operation.
Level of education, age and income have strong association with attittude in performing the "war ceremony, repaid war ceremony, ibodewin, dan Hai" and "kaware, rumah bujang, Heni Tarapao, Ofo Tarapao, Tu Tarapao, Nato Tarapao, Yamae Tarapao" rites. Young family's heads have stronger tendencies in abandoning the "ceremonys" rite.
Research Implications
1. The middleland Amungme and Kamoro Community at Kwamki Lama and Nayaro, felt that they belong into the category of "underprivileged", because of the less attention given to them, compared to other ethnic group of the same village. Thus, the village officials need to change their attittude in this respect, to ensure success of the resettlement program.
2. The allocated land to the original group, was not calculating the high birt rate after resettlement. In this case, a solution must be formed to solve the land problem to ensure economic progress of the resettlement program. It is also hoped, that the Upper Amungme community would become attracted to be resettled at Waa village.
3. Another option is to let care the Upper Amungme and Kamoro community live at Kwamki Lama and Nayaro into new function such as managers of the forest ecosystem. To ensure that the environment won't be harmed, the Government can educate them with proper knowledge in agricultural methods.
4. Recognitive have to supported from the Freeport Indonesia company but cannot be abble to succesfully community in increase their living such as calculate from Government, FTFI Company, NGO's, without develop strategic behavior from community. Because drastis changes to environmental function to demand individual although collective developing strategic behavior and adaptive behavior with developing skill, and training programme the another traditional sector.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Fokus utama tulisan dititikberatkan pada upaya mengungkap bagaimana awal penemuan nikel di Soroaka, perusahaan yang terlibat dalam proses produksi mengapa nikel menjadi bagian dari sejarah masyarakat Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara. Selain itu diungkap juga bagaimana industri membawa perubahan pada ekologi wilayah. Sisi historis juga disertakan karena ada relevansi mengingat dalam catatan sejarah , nikel telah menjadi komoditi yang diperebutkan sejak masa kerajaan...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Naomi Oktavianti
"Kebutuhan dunia akan energi untuk aktivitas rumah tangga, industri maupun transportasi dapat terpenuhi oleh sumber-sumber energi. Walaupun telah banyak alternatif sumber energi, minyak bumi masih menjadi sumber energi utama di dunia. Hingga saat ini, kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan pengolahan minyak bumi terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi dunia. Karakterisasi reservoir penting dilakukan untuk kegiatan eksplorasi minyak bumi. Karakterisasi reservoir dapat dilakukan dengan menggunakan inversi impedansi akustik. Inversi impedansi akustik menghasilkan parameter lapisan berupa porositas, densitas, yang dapat memperlihatkan litologi batuan. RGB Blend dekomposisi spektral dilakukan untuk menambah akurasi interpretasi seismik. Hasil inversi impedansi akustik pada lapangan “Wasgitell” menunjukkan nilai 21000-33000 ft/s*g/cc. Hasil ini menunjukkan zona karbonat yang poros dengan orientasi timur laut-barat daya. Hasil dari dekomposisi spektral menunjukkan penampang yang terang pada frekuensi 15, 25 dan 35 Hz. Berdasarkan integrasi antara crossplot, sebaran impedansi akustik dan peta atribut RGB Blend dekomposisi spektral menunjukkan reservoir karbonat pada sumur “Well_Gi” yang cukup prospek.

The world's need for energy for household, industrial and transportation activities can be met by energy sources. Although there are many alternative sources of energy, petroleum is still the main energy source in the world. Until now, oil exploration, exploitation and processing activities are continuously carried out to meet the world's energy needs. Reservoir characterization is important for petroleum exploration activities. Reservoir characterization can be performed using acoustic impedance inversion. Acoustic impedance inversion results in layer parameters in the form of porosity, density, which can show rock lithology. RGB Blend spectral decomposition is carried out to increase the accuracy of seismic interpretation. The results of the acoustic impedance inversion in the "Wasgitell" field show a value of 21000-33000 ft / s * g / cc. These results indicate a carbonate zone that is axis with a northeast-southwest trend. The results of the spectral decomposition showed a bright cross section at a frequency of 15, 25 and 35 Hz. Based on the integration between the cross plot, the distribution of acoustic impedance and the RGB attribute map Blend spectral decomposition shows that the carbonate reservoir in the well "Well_Gi" is quite prospective."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiyadi Irawan
"Penelitian ini melakukan identifikasi lapisan shale gas menggunakan Inversi Impedansi Akustik dan Dekomposisi Spektral. Penelitian dilakukan di Lapangan "AP", Cekungan Barito dan formasi target yaitu Formasi Tanjung. Nilai Total Organic Carbon (TOC) ditentukan dengan menggunakan Passey's Number dan data geokimia. Selanjutnya, zona shale gas ditentukan dengan mengorelasikan Log Gamma-ray dengan Log Densitas, Sonic, NPHI, dan Resistivitas pada dua sumur.
Hasil korelasi menunjukkan terdapat zona shale gas pada masing-masing sumur, yaitu dikedalaman 7130-7370 ft (Sumur A-1) dan 3100-3280 ft (Sumur P-1). Zona shale gas Sumur A-1 dan Sumur P-1 memiliki TOC rata-rata 5.4 wt% dan 2.8 wt%. Hasil tersebut didukung oleh hasil inversi impedansi akustik (AI) yang menujukkan nilai impedansi rendah untuk zona shale gas antara 5000-8000 m/s*g/cc (Line A-1), dan 7200-8900 m/s*g/cc (Line P-1).
Selain itu, hasil tersebut juga didukung oleh hasil dekomposisi spektral yang menunjukkan anomali Continuous Wavelet Transform (CWT) tinggi pada frekuensi 18 Hz (untuk Line A-1) dan 20 Hz (untuk Line P-1). Analisis terintegrasi antara data seismik, hasil inversi AI dan CWT menunjukkan terdapat daerah potensial shale gas pada punggungan antilkin di Line A-1 dan Line P-1.

This study identify shale gas layer using acoustic impedance (AI) and spectral decomposition. The object of this study is Field ‘AP’, Barito Basin, and the formation target is Tanjung Formation. Total Organic Carbon (TOC) values was determined using Passey’s Number and geochemical data. Furthermore, shale gas zone was determined by correlating Gamma-ray log with Density, Sonic, NPHI and Resistivity log in two wells.
Correlation result showed there are a shale gas zone in each well, which is at 7130-7370 ft (Well A-1) and 3100-3280 ft (Well P-1). Shale gas zone Well A-1 and P-1 has average TOC of 5.4 wt% and 2.8 wt%. These results are supported by calculation of AI inversion, which showed a low impedance values for shale gas zone between 5000-8000 m/s*gr/cc (Line A-1) and 7200-8900 m/s*gr/cc (Line P-1).
Besides, spectral decomposition also showed high CWT anomaly at 18 Hz (Line A-1) and 20 Hz (Line P-1). Integrated analysis of seismic data, AI, and CWT indicates there are potentials area of shale gas on the anticline ridge on Line A-1 and Line P-1.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54967
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isyraq Sajid Adli
"Metode seismik refleksi merupakan metode yang biasa digunakan untuk memetakan hidrokarbon. Reservoir dapat dikarakterisasi menggunakan metode inversi mengubah data seismik menjadi nilai impedansi akustik batuan dan metode dekomposisi spektral digunakan untuk mendeliniasi low frequency shadow pada lapisan reservoir yang disebabkan oleh keberadaan hidrokarbon, sehingga gabungan kedua metode tersebut digunakan untuk mendistribusi sebaran reservoir hidrokarbon pada zona target. Pada penilitian kali ini metode inversi yang digunakan yaitu inversi model-based, sedangkan metode dekomposisi spektral yang digunakan yaitu continuous wavelet transform. Berdasarkan hasil dari penilitian menunjukkan bahwa persebaran reservoir dengan nilai impedansi akustik rendah berada di inline 1583, inline 1290, inline 1360, dan inline 1399. Dari keempat inline tersebut 3 diantaranya hasil dekomposisi spektral mendeliniasi low frequency shadow yang pada inline 1290, inline 1360 dan inline 1399, sedangkan inline 1583 menghasilkan high frequency anomaly hal ini dapat terjadi akibat efek dari ketebalan reservoir yang kurang dari ¼ I>>. Lapisan reservoir memiliki nilai impedansi akustik 18000-19000 ft.g/s.cc dan anomaly frekuensi rendah 20 Hz mengindikasikan keberadaan gas di lapisan reservoir, sedangkan inline 1583 fenomena high frequency anomaly menandakan bahwa lapisan reservoir memiliki ketebalan yang tipis dan mengindikasikan kandungan fluida gas.

Seismic reflection is a method commonly used to map hydrocarbons. The reservoir can be characterized using the inversion method by converting seismic data into acoustic impedance values of rock and spectral decomposition methods are used to delineate low-frequency shadow beneath reservoir caused by the presence of hydrocarbon, the combination of this two methods is used to distribute the hydrocarbon reservoir in the target zone. The inversion used in this research is a model-based inversion, while the spectral decomposition method used is continuous wavelet transform. Result of this study shows that reservoir distribution with low acoustic impedance located on inline 1583, inline 1290, inline 1360, inline 1399. Three of four inline show by spectral decomposition result delineating low-frequency shadow at inline 1290, inline 1360 dan inline 1399, while inline 1583 produces high-frequency anomaly this phenomena could occur due to effect of reservoir thickness is less than ¼ I>>. The reservoir has an acoustic impedance value of 18000-19000 ft.g/s.cc and low-frequency shadow beneath reservoir have 20 Hz frequency indicates the presence of hydrocarbon, while inline 1583 show high-frequency anomaly 60 Hz this phenomena show that the reservoir thickness is thin and indicated containing gas fluid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Florentina Anindita
"Kabupaten Natuna merupakan salah satu daerah penghasil minyak dan gas bumi terbesar di Indonesia. Lapangan “X” merupakan lapangan yang terletak di Cekungan Natuna Barat dan potensi pada lapangan tersebut perlu terus dilakukan evaluasi dan optimalisasi produksi guna memenuhi kebutuhan energi dalam negeri di masa yang akan datang. Metode seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang seringkali digunakan untuk melakukan eksplorasi dan pengembangan hidrokarbon. Pada penelitian ini digunakan metode inversi impedansi akustik dan analisis atribut seismik untuk melakukan identifikasi distribusi reservoir pada daerah penelitian. Penelitian dilakukan pada zona target yang terletak di Formasi Upper Gabus, dimana Formasi Upper Gabus dapat dikatakan sebagai reservoir rock yang cukup baik karena memiliki sifat porositas yang baik. Berdasarkan analisis atribut seismik variance, dapat diinterpretasikan keberadaan sesar normal dengan orientasi NW – SE dan sesar naik dengan orientasi SW – NE yang berpotensi sebagai trap struktural pada Lapangan X. Berdasarkan peta atribut amplitudo RMS dan atribut envelope pada zona target, zona prospek reservoir berasosiasi dengan nilai amplitudo RMS tinggi yang berada pada rentang 7000 - 9500 mm/s dan nilai envelope tinggi yang berada pada rentang 8500 – 14000 mm/s. Berdasarkan peta atribut spectral decomposition dan atribut amplitudo RMS, dapat digambarkan pola lingkungan pengendapan yang diasumsikan arah sedimentasi berasal dari barat daya menuju timur laut (SW – NE) dengan sistem pengendapan berupa fluvial channel. Pada penelitian ini didapatkan estimasi nilai impedansi akustik batupasir pada Lapangan X berkisar antara 17.000 hingga 23.000 (ft/s)*(g/cc) dan dapat diperkirakan tren persebaran berasal dari barat daya menuju timur laut (SW – NE). Berdasarkan penelitian ini, persebaran zona prospek reservoir terletak pada daerah tinggian dalam domain waktu yang berkisar antara -1300 hingga -1200 ms, dimana daerah tinggian tersebut diasumsikan berasosiasi dengan keberadaan antiklin.

Natuna Regency is one of the largest oil and gas producing regions in Indonesia. Field "X" is a field located in the West Natuna Basin and the potential in this field needs to be continuously evaluated and optimized for production to fulfil energy needs in the future. The seismic reflection method is a geophysical method that is often used to explore and develop hydrocarbons. In this study, the acoustic impedance inversion method and seismic attribute analysis were used to identify the reservoir distribution in the study area. The research was conducted on the target zone which is located in the Upper Gabus Formation, where the Upper Gabus Formation can be said to be a fairly good reservoir rock because it has good porosity properties. Based on the analysis of variance attributes, it can be interpreted that there are normal faults with NW – SE orientation and reverse faults with SW – NE orientation that have the potential to act as structural traps in Field “X”. Based on the map of the RMS amplitude attribute and envelope attribute in the target zone, the reservoir prospect zone is associated with high RMS amplitude values in the range of 7000 - 9500 mm/s and high envelope values in the range of 8500 – 14000 mm/s. Based on the spectral decomposition attribute map and the RMS amplitude attribute, it can be described the pattern of depositional environment which can be assumed the direction of sedimentation originates from the southwest to the northeast (SW - NE) with a fluvial channel depositional system. In this study, the estimated acoustic impedance values of the sandstones in Field X ranged from 17,000 to 23,000 (ft/s)*(g/cc) and it can be estimated that the distribution trend originates from southwest to northeast (SW – NE). Based on this study, the distribution of the reservoir prospect zone located in the high areas in the time domain ranging from -1300 to -1200 ms, where the high areas are assumed to be associated with the presence of anticline."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Fortuna Anjusa Putra
"Cekungan Barito yang terletak di Kalimantan merupakan cekungan yang sangat potensial sebagai tempat pengendapan batubara, cekungan ini mempunyai tektonik setting yang tidak terlalu banyak dan cekungan ini dipisahkan oleh sesar Adang dengan cekungan-cekungan lain disekitarnya. Potensi batubara disini terdeteksi pada Formasi Warukin dan Formasi Tanjung. Penelitian ini difokuskan untuk mengidentifikasi lapisan batubara pada Formasi Warukin dengan menggunakan gelombang seismik. Salah satu cara membantu mengidentifikasinya adalah dengan menggunakan metoda inversi impedansi akustik. Metode ini memanfaatkan perbedaan kecepatan rambat gelombang dan juga perbedaan densitas yang sangat kontras antara masing-masing lapisan, dengan data sumur sebagai kontrolnya agar inversi penampang seismik sesuai dengan data sebenarnya. Nilai p-impedance dari batubara relatif paling rendah dari semua, namun perlu diperhatikan juga adanya batuan lapuk, yaitu batuan dekat permukaan tanah yang mempunyai densitas yang rendah yaitu sekitar 1.6 gr/cc dan batubara sebesar 1.3 gr/cc. Karena ketebalan batubara tidak menentu hal ini dapat mempersulit interpretasi, karena itu diperlukan data tambahan untuk memperkuat keberadaan dari lapisan batubara, dengan jalan memanfaatkan atribut - atribut dari gelombang seismik, misalnya dengan memanfaatkan frekuensi yaitu instantaneous frequency dan juga spectral decomposition, upaya ini dilakukan untuk melihat lapisan-lapisan batubara tersebut, dan menghasilkan nilai untuk p-impedance sebesar 12433 (ft/s)*(g/cc) - 14571 (ft/s)*(g/cc) dengan kemenerusan kearah barat.

Barito Basin is located in Kalimantan basin as a potential coal deposition, the basin has a many tectonic setting and it is separated by Adang fault with others surrounding the basin. Potential coal here was detected in Warukin Formation and Tanjung Formation. This study focused on identifying the Warukin Formation coal seams used seismic method with respect to inversion technique. This technique used acoustic impedance that originated from velocity and density of formations, to support we also analyzed well data to control the inversion. Impedance value of coal relative the lowest of all, but it should be noted that the weathered rocks which has a density of about 1.6 gr/cc, and density of coal is 1.3 gr/cc, the rocks close to the surface of the soil that has a low density. Coal thickness uncertain because this can complicate the interpretation, because it required additional data to strengthen the presence of coal seams, by utilizing the attributes - attributes of seismic waves, for example by using the instantaneous frequency and spectral frequency decomposition, this effort was to see the coal layers, and produce value for p-impedance by 12433 (ft / s) * (g / cc) - 14571 (ft / s) * (g / cc) with continued layer of coal to west.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46567
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Reeve Anwsy
"Skripsi ini memaparkan aplikasi metode inversi Akustik Impedans (AI) dan Dekomposisi Spektral pada data seismik di lapangan ?Upper? Norway. Tujuan dari aplikasi metode seismik inversi ini adalah untuk identifikasi reservoir batupasir yang memiliki ketebalan dibawah resolusi seismik. Metode inversi Model Based, digunakan untuk mendapatkan hasil analisis yang baik. Dilakukan teknik plot silang dari data sumur untuk mendapatkan persamaan antara nilai impedansi akustik dan nilai porositas, setelah itu dilakukan transformasi dari penampang impedansi akustik menjadi penampang porositas.
Hasil interpretasi peta distribusi inversi impedansi akustik akan menunjukkan zona kemungkinan reservoir. Kemungkinan adanya reservoir ditandai oleh porositas rendah dengan nilai impedansi akustik yang relatif tinggi. Dekomposisi spektral digunakan untuk melihat konten yang ada pada lapangan Upper dimana kemungkinan di lapangan tersebut adanya gas atau minyak. Kemungkinan tersebut dapat terlihat dari analisa pola respon frekuensi.

This thesis describes the application of acoustic impedance inversion method (AI) and Spectral Decomposition of the seismic data in the field "Upper" Norway. The purpose of this application is the method of seismic inversion for the identification of reservoir sandstones having a thickness below seismic resolution. Based Model inversion method, is used to obtain analytical results are good. Performed cross plot technique of well data to obtain similarities between acoustic impedance values and porosity values, after the transformation of the cross-section of the acoustic impedance into porosity cross section.
Results interpretation acoustic impedance inversion distribution map will show the possibility of the reservoir zone. The possibility of a reservoir characterized by low porosity with acoustic impedance values relatively high. Spectral Decomposition is used to view the content available on the Upper field where the possibilities in the field presence of gas or oil. The possibility can be seen from the analysis of the frequency response pattern.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadian Anggit Wirawan
"Lapangan KX di Cekungan Tarakan Kalimantan Utara memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lapangan gas. Melalui hasil pemboran sumur KX-1 , zona reservoar pada Lapangan KX adalah reservoar batupasir delta. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakter reservoar delta dan mendukung dalam pengambilan keputusan pengembangan lapangan.Pada lingkungan reservoar batupasir delta, karakter lingkungan pengendapan yang memiliki banyak variasi adalah sebuah tantangan dalam pengembangan lapangan. Kualitas dan distribusi reservoar batupasir tidak merata pada lingkungan delta. Dengan metode seismik inversi impedansi akustik dan seismik atribut tras komplek , penentuan karakter dari reservoar delta Formasi Tarakan telah berhasil dilakukan. Metode seismik atribut tras komplek dapat menentukan penyebaran batupasir Formasi Tarakan melalui perbedaan frekuensi sesaat. Seismik atribut fase sesaat dan inversi impedansi akustik mampu menggambarkan lingkungan pengendapan saat reservoar Formasi Tarakan diendapkan. Dengan interpretasi penyebaran batupasir dalam frekuensi sesaat dan rekonstruksi lingkungan pengendapan maka dapat ditentukan zona reservoar batupasir Formasi Tarakan yang memiliki kualitas baik dan zona non reservoar. Metode seismik atribut tras komplek dan inversi impedansi akustik dapat menentukan arah pengembangan lapangan KX dengan menggabungkan antara interpretasi geologi delta, interpretasi seismik atribut tras komplek dan inversi impedansi akustik. Dengan penentuan kualitas reservoar batupasir Formasi Tarakan yang memililki nilai 4300-5800 (m/s*g/cm3) dan porositas 20-30% diinterpretasikan sebagai reservoar gas yang layak dikembangkan. Nilai cadangan dari struktur DFY ini mencapai 156.21 BCF.

KX field in North Borneo Tarakan Basin has the potential to be developed as a gas field. Through the KX-1 well drilling, reservoir zones in the Field KX is a delta sandstone reservoir. This study aims to get the character of reservoir delta and support in decision making field development.In the delta sandstone reservoir environment, which has many variety of depositional enviromnent , is a challenge in the development field. The quality and distribution of reservoir sandstones is uneven in delta environment. With the method of seismic acoustic impedance inversion and complex trace seismic attribute, determining the character of reservoir delta of Tarakan Formation has been successfully carried out.The sandstone reservoir distribution of Tarakan Formation has been deliniated in lateral extent with acoustic impedance interpretation. Depostional environment of sandstone reservoir of Tarakan Formation has been reconstructed by interpretation of complex trace attributes.The integrated interpretation of the instantaneous frequency and the reconstruction of depositional environment can then be determined for sandstone reservoir Tarakan Formation zones that have good quality and separated non-reservoir zones.The direction of development in KX field has been carried out with the integrated interpretation of acoustic impedance inversion and complex trace attributes. Reservoir sandstones that have good quality range in 4300-5800 (m/s*g/cm3) and porosity 20-30%. The initial gas in place reserves are estimated worth 156.21 BCF. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>