Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138258 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Livi Edwina
"Bentonit Tapanuli merupakan salah satu mineral yang banyak dimanfaatkan dalam bidang penelitian sebagai adsorben, khususnya logam berat. Hal ini disebabkan sifatnya yang memiliki permukaan negatif sehingga dapat menyerap kation. Tujuan interkalasi bentonit adalah untuk menghasilkan sifat kimia dan fisika yang lebih baik dari sebelumnya. Proses interkalasi menggunakan monosodium glutamat terjadi pada interlayer bentonit dan berhasil meningkatkan basal spacing dari 14,96 A pada Na-MMT (Na-Bentonit) menjadi 15,42 A dan 15,34 A masing masing pada organobentonit 1 KTK dan 2 KTK dengan karakterisasi menggunakan XRD. Keberhasilan terjadinya interkalasi juga dikarakterisasi dengan FTIR. Kemampuan bentonit menyerap logam dipengaruhi oleh kapasitas tukar kationnya. KTK bentonit Tapanuli yang didapatkan dari penelitian ini adalah 46,74 mek/100 gram bentonit.
Dari hasil penelitian juga didapatkan waktu optimum adsorpsi bentonit terhadap masing-masing ion logam adalah 2 jam. Daya adsorpsi paling besar dengan waktu optimum 2 jam adalah organobentonit 2 KTK sebesar 14,4025 mg/0,1 gram bentonit (93,3773 mek/100 gram bentonit) dan 12,1876 mg/0,1 gram bentonit (93,2348 mek/100 gram bentonit) masing-masing terhadap ion logam Cd2+ dan Zn2+.

Tapanuli bentonite is a mineral which is widely used in research as an adsorbent, especially for heavy metals. This is due to it has a negative charge on its surface so it can adsorp cations. The aim of intercalation bentonite is to produce a better chemical and physical properties. The intercalation process occurs in the interlayer of bentonite and success to increase the basal spacing from 14,96 A in Na-MMT (Na-Bentonite) to 15,42 A and 15,34 A respectively on organobentonite 1 CEC and 2 CEC. The success of intercalation was also characterized by FTIR. The ability of bentonite to absorb metal ions was also influenced by cation exchange capacity. The CEC of Tapanuli bentonite is 46,74 mek/100 grams bentonite.
The result of this research is the optimum time of adsorption bentonite is 2 hours. The most large energy adsorption with the optimum time 2 hours is organobentonit 2 CEC at 14,4025 mg/0,1 grams bentonite (93,3773 mek/100 grams bentonite) and 12,1876 mg/0,1 grams of bentonite (93,2348 mek/100 grams bentonite) for each metal ions Cd2+ and Zn2+.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54061
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damar Pramudita
"Organoclay Jambi merupakan hasil modifikasi montmorillonite (MMT) dengan interkalasi kation organik agar dapat menjadi organofilik. Sebelum digunakan untuk preparasi, proses yang pertama adalah fraksinasi terhadap bentonit Jambi untuk memurnikan montmorillonite (MMT) yang ada pada bentonit. Hasil MMT kemudian diseragamkan kation penyeimbangnya dengan Na+ menjadi Na-MMT. Selanjutnya menggunakan [Cu(en)2]2+, dihitung nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK). Preparasi organoclay menggunakan Na-MMT dengan Monosodium Glutamat (MSG) sebagai agen penginterkalasi dan konsentrasi MSG yang ditambahkan sesuai dengan nilai 1 KTK dan 2 KTK.
Hasil karakterisasi organoclay menunjukkan MSG telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT. Produk organoclay tersebut selanjutnya diuji kemampuan adsorpsinya terhadap kadmium dan timbal dengan variasi waktu, variasi konsentrasi dan variasi pH. Kemudian membandingkannya dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit alam dengan konsentrasi kadmium dan timbal yang sama. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa organoclay lebih efektif dari bentonit alam dalam menyerap kadmium dan timbal.

Jambi Organoclay is a modified organoclay montmorillonite (MMT) with intercalation of organic cations in order to be organofilik. Before being used for the preparation, the first is the fractionation process to Jambi bentonite for purifying montmorillonite (MMT) which is in bentonite. Results MMT then homogenized with Na+ cations counterbalancing into Na-MMT. Furthermore, using [Cu(en)2]2+, calculated value Cation Exchange Capacity (CEC). Preparation of organoclay using Na-MMT with Monosodium Glutamate (MSG) as intercalate agent and concentration of MSG is added in accordance with the values 1 CEC and 2 CEC.
Organoclay characterization results indicate MSG has successfully intercalated into MMT. Organoclay products were then tested for their adsorption on cadmium and lead with time variation, concentration variation and pH variation. Then compare it with the adsorption capacity of natural bentonite with the same concentrations of cadmium and lead. From the data obtained show that the organoclay is more effective than the natural bentonite to absorb cadmium and lead.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Ayu Pratiwi
"Limbah logam berat telah menjadi masalah serius bagi lingkungan dan kesehatan. Keberadaaan bentonit yang cukup melimpah di Indonesia serta kemampuannya sebagai adsorben dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi bentonit alam Jambi dengan monosodium glutamat menjadi organobentonit menggunakan metode interkalasi. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) Na-bentonit ditentukan dengan metode kompleks [Cu(en)2]2+, diperoleh sebesar 35,53 mek/ 100 g bentonit. Sintesis organobentonit dilakukan dengan menambahkan larutan monosodium glutamat dalam buffer asetat pH 3,22 agar monosodium glutamat terbentuk muatan positif (NH3+) yang dapat berinteraksi dengan permukaan antarlapis bentonit yang bermuatan negatif, serta terbentuk muatan negatif (COO-) yang dimanfaatkan untuk mengikat ion logam.
Hasil karakterisasi dengan XRD menunjukkan kenaikkan basal spacing dalam bentonit dari 14,198 Å menjadi 14,669 Å. Organobentonit ini diaplikasikan sebagai adsorben ion logam berat kadmium dan kobalt dengan kapasitas yang dicapai pada waktu optimum selama 2 jam sebesar 44,70 mek/ 100 g organobentonit untuk ion logam Cd2+, sedangkan untuk ion Co2+ di atas 56,40 mek/ 100 gr organobentonit. Kapasitas adsorpsi organobentonit terhadap ion logam lebih besar daripada bentonit alam.

Heavy metal waste has become a serious problem for the environment and health . The existence of bentonite which is relatively abundant in Indonesia and its ability as an adsorbent can be used to resolve the issue. In this research, will modify of Jambi bentonite with monosodium glutamate be organoclay by intercalation method . Cation exchange capacity (CEC) of Na-bentonite was determined by complex [Cu(en)2]2+method and was found to be 35.53 meq/ 100 grams of bentonite. Organoclay was prepared by adding monosodium glutamate in acetate buffer pH 3.22 in order to form a positive charge monosodium glutamate (NH3+) that can interact with negative charge of the bentonite interlayer surface, and formed a negative charge (COO-) were used to bind metal ions.
Result of characterization by XRD showed an increase the basal spacing in bentonite from 14. 198 Å into 14.669 Å . This Organoclay is applied as adsorbent of heavy metal ions of cadmium and cobalt with the capacity achieved at the optimum time for 2 hours at 44.7 mek /100 g bentonit for metal ions Cd2+, while more than 56.4 mek /100 g bentonit for metal ions Co2+. Organoclay has higer adsorption capacity of metal ions than the natural bentonite.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54097
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Adhayuda
"Organobentonit berhasil dibuat dari proses interkalasi bentonit alam Tapanuli dengan senyawa Monosodium Glutamat (MSG). Sebelum digunakan untuk preparasi organobentonit, dilakukan proses sedimentasi terhadap bentonit Tapanuli untuk memurnikan kandungan montmorillonit (MMT) yang ada pada bentonit. Kemudian dilakukan penyeragaman kation pada interlayer bentonit dengan Na+ menjadi Na-Bentonit. Selanjutnya dilakukan penentuan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dengan menggunakan larutan [Cu(en)2]2+, sehingga diperoleh nilai KTK sebesar 45,29 mek/100 gram bentonit. Preparasi organobentonit menggunakan Na-Bentonit yang terinterkalasi senyawa MSG, dimana jumlah MSG yang ditambahkan sesuai dengan nilai 1 KTK dan 2 KTK dengan variasi pH (pH=pI MSG=3,22 , pHpI MSG).
Hasil karakterisasi organobentonit menunjukkan senyawa MSG telah berhasil terinterkalasi ke dalam bentonit dan terjadi perubahan pada d-spacing. Produk organobentonit tersebut selanjutnya diuji kemampuan adsorpsinya terhadap ion logam berat Pb2+ dan Cd2+ dengan variasi konsentrasi (1-10 mM) dan membandingkannya dengan kemampuan adsoprsi dari bentonit alam dengan konsentrasi ion logam berat Pb2+ dan Cd2+ yang sama. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa organobentonit lebih efektif daripada bentonit alam dalam menyerap ion logam berat Pb2+ dan Cd2+.

Organobentonite successfully made from the process of intercalation bentonite tapanuli with the compounds of Monosodium Glutamate (MSG). Before being used for the preparation, sedimentation process of bentonite content was made to purify montmorillonite (MMT) on bentonite Tapanuli. The uniformity of cations with Na+ on bentonite interlayer was made to make Na-Bentonite. Furthermore, Cation Exchange Capacity (CEC) values was calculated by using a [Cu(en)2]2+, and CEC values obtained is 45.29 meq/100 grams of bentonite. Organobentonite was prepared using the Na-Bentonite intercalated by MSG compound, and the MSG was added according to the value of 1 CEC and 2 CEC with variety of pH (pH=pI MSG=3,22 , pHpI MSG).
Characterization results showed that organobentonite preparation has been successfully intercalated MSG into bentonite and its d-spacing has changed. Organobentonite product adsorption ability was tedted against heavy metal ions Pb2+ and Cd2+ adsorption by varying the concentration (1-10 mM) and compare it with the adsorption ability of natural bentonite. From the data obtained shows that organobentonite is more effective than the natural bentonite to absorb heavy metal ions Pb2+ and Cd2+.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56352
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allifia Fitriani Citra
"Penelitian ini dilakukan untuk proses modifikasi bentonit alam Tapanuli menjadi organobentonit dengan cara menginterkalasi bentonit menggunakan monosodium glutamat yang berasal dari penyedap masakan. Peningkatan kandungan montmorillonit dilakukan dengan proses fraksinasi-sedimentasi pada suspensi bentonit. Monmorillonit yang diperoleh, diseragamkan kation penyeimbangnya dengan ion Na+ menjadi Na-Bentonit. Selanjutnya penentuan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dilakukan dengan menggunakan metode memakai senyawa kompleks [Cu(en)22+], dan diperoleh nilai KTK sebesar 46,74 mek/100g bentonit.
Sintesis organobentonit dilakukan dengan menambahkan larutan monosodium glutamat pada pH 3,22 yaitu pH pada titik isoelektrik asam glutamat agar terbentuk muatan positif pada gugus amina monosodium glutamat (-NH3+), yang dapat berinteraksi dengan muatan negatif pada permukaan antarlapis bentonit.
Hasil proses interkalasi diuji dengan menggunakan XRD dan FTIR. Organobentonit yang diperoleh diaplikasikan untuk adsorpsi logam berat ion kadmium dan timbal. Hasilnya menunjukkan bahwa walaupun tidak terjadi perbedaan yang signifikan, organobentonit 2 KTK memiliki daya adsorpsi lebih baik dibandingkan dengan 1 KTK dan bentonit alam. Adsorpsi terhadap ion Pb relatif lebih baik daripada ion Cd.

This study is to intercalate a Natural clay of Tapanuli using monosodium glutamate sourced from food flavoring. Prior to intercalation of bentonit, the clay was purified through a sedimentation process in order to obtain clay with high content of montmorilonite. The cation on the monmorillonite fraction then was converted into Na-Monmorillonite by adding NaCl solution. Furthermore, the Cation Exchange Capacity (CEC) of Na-Monmorillonite was determined using [Cu(en)22+] complex, and was obtained to be 46.74 meq/100g.
Organoclay synthesis was prepared by adding equivalent amount of monosodium glutamate solution at the isoelectric point of glutamate acid at pH 3.22. The isoeletric point was choosen in order to form a positive charge on monosodium glutamate (-NH3+) that can interact with negative charge on the surface of the clay interlayer. The presence of intercalated glutamate in the bentonite interlayer was performed using XRD and FTIR spectrometry. The intercalated bentonite (organoclay) was applied to absorb cadmium and lead ions.
The result showed that the organoclay 2 CEC has the better adsorption capacity compared to the 1 CEC and natural clay eventhough not different significantly. Clay absorption capacity of cadmium and lead ions are not much different, but the organobentonite the absorption capacity of lead is higher than the absorption capacity of cadmium.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deskha Ardianto
"Bentonit yang termodifikasi oleh oksida besi telah dilaporkan memiliki daya adsorpsi lebih tinggi dibandingkan monmorilllonit, oleh sebab itu dilakukan modifikasi bentonit dengan memvariasikan perbandingan mol oksida besi (Fe3O4) untuk mendapatkan sifat magnet yang berbeda dan daya serap yang lebih besar. Bentonit magnetik yang termodifikasi oksida besi dibuat menggunakan prekursor besi (III) dan besi (II) dengan menggunakan metode presipitasi. Bentonit magnetik dibuat Dengan memvariasikan mol Fe (III) dan Fe (II) 1:1 dan 1:2. Didapatkan bahwa BOB1211 (Bentonit Oksida Besi 1:2 dan mol Fe (III) dan Fe (II) 1:1) memiliki sifat magnet yang lebih tinggi dibandingkan BOB1212 yaitu sebesar 8,226 emu/g dan 6,383 emu/g. Pada BOB 1212 penambahan Fe (II) menurunkan sifat magnet. Sampel yang telah dibuat digunakan untuk aplikasi adsorpsi logam berat Cd2+ dan Co2+. Waktu optimum yang didapatkan untuk menyerap logam berat selama 60 menit. Adsorpsi logam Co2+ lebih besar dibandingkan adsorpsi logam Cd2+ dikarenakan pada BOB1211 terjadi pilarisasi magnetik pada interlayer monmorillonit. Didapatkan logam yang paling banyak teradsorp oleh bentonit oksida besi pada logam Co2+ dengan konsentrasi 1mM pada adsorben BOB 1211 sebanyak 92,72%. Logam Co2+ terjerap tidak hanya karena sifat keelektronegatifan yang dimiliki oleh monmorillonit tetapi juga karena sifat magnetik yang terdapat pada oksida besi yang berada pada interlayer monmorilonit. Logam Co2+ memiliki sifat paramagnetik yang memungkinkan lebih dapat ditarik oleh magnet. Sedangkan logam Cd2+ yang memiliki sifat diamagnetik tidak dapat ditarik seluruhnya oleh medan magnetik induksi yang dimiliki Bentonit Oksida Besi. Sehingga logam Co2+ lebih teradsorpsi oleh Bentonit oksida besi.

Bentonite which is modified by iron oxide precursor has been reported that has higher adsorption properties than montmorillonite. Therefore, in this study, bentonite will be modified by varying the mole ratio of iron oxide (Fe3O4) to obtain different magnetic properties and greater adsorption properties. Magnetic bentonite modified iron oxide was made using iron (III) and iron (II) by using precipitation method. Magnetic bentonite was made by varying the mole ratio of Fe(III) and Fe (II) is 1:1 and 1:2. As a result, BOB 1211 (Bentonite Iron Oxide 1:2 and The ratio mole of Fe(III) and Fe(II) 1:1) has a higher magnetic properties than BOB 1212 is 8,226 emu/g and 6,383 emu/g. BOB 1212 on the addition of Fe(II) decrease the magnetic properties. Samples which have been made are used for heavy metal adsorption applications Cd2+ and Co2+. The optimum time to absorb heavy metals was 60 minutes. Metal adsorption Co2+ was greater than Cd2+ because on BOB 1211 occurred magnetic pilaritation of interlayer montmorillonite. The most metal absorbed by Iron Oxide Bentonite in Co2+ with 1 mM concentration on the adsorbent BOB 1211 is much as 92.72%. Co2+ adsorbed not only because of the nature of electro negativity which is owned by monmorillonit but also because of the magnetic properties of iron oxide contained in the interlayer monmorillonit. Metal Co2+ has characteristic of paramagnetic that can be withdrawn by magnets. Whereas Cd2+ metal which has a characteristic of dimagnetic can not be withdrawn entirely by the induction owned by Iron Oxide Bentonite."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52694
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Rian Aulia
"Bentonit alam Jambi telah berhasil dimodifikasi menjadi Organoclay melalui proses interkalasi dengan senyawa asam amino Alanin. Sebelum dilakukan sintesis Organoclay, dilakukan proses fraksinasi dan sedimentasi dari bentonit alam Jambi yang bertujuan untuk mendapatkan bentonit yang kaya akan montmorillonite (MMT) dan menghilangkan pengotor yang terkandung di dalam bentonit. Kemudian dilakukan penyeragaman kation bebasnya dengan Na+ menjadi Na- Bentonit. Selanjutnya dengan menggunakan larutan tembaga amin, dilakukan penghitungan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan diperoleh nilai KTK sebesar 35,3 mek/100 gram bentonit. Sintesis Organoclay kemudian dilakukan dengan menginterkalasikan senyawa Alanin ke dalam Na- MMT dengan 2 nilai KTK pada 3 kondisi pH, yaitu pH 4,7, pH isoelektrik Alanin (pH 6), dan pH 7.
Hasil dari karakterisasi FTIR menunjukkan bahwa senyawa asam amino Alanin telah berhasil diinterkalasi ke dalam bentonit alam Jambi pada pH isoelektrik dengan munculnya serapan baru pada bilangan gelombang yang berbeda dengan Na- MMT. Organoclay yang telah disintesis kemudian digunakan sebagai adsorben ion logam berat kadmium dan timbal dengan proses optimasi waktu dan konsentrasi adsorpsi.
Hasil menunjukkan bahwa Organoclay memiliki daya adsorpsi yang lebih besar terhadap logam berat dibandingkan dengan bentonit alam. Variasi pH interkalasi 4,7 dan 7 menghasilkan Organoclay dengan kemampuan adsorpsi yang lebih rendah dibandingkan Organoclay yang di interkalasi pada pH isoelektrik Alanin.

Natural Jambi bentonite have been successfully modified into Organoclay through the intercalation process with acid amino compound Alanine. Before the process for the synthesis of Organoclay begins, the process of sedimentation and fractionation conducted on natural Jambi bentonite in order to get the rich inmontmorillonite (MMT) bentonite and removed the contaminer contained in the bentonite. Then the equalization of free cations is done with Na+ (called Nabentonite). Next, using a solution of copper amine, its cation exchange capacity (CEC) determined and the value of CEC acquired was 35,3 meq/100 grams of bentonite. Synthesis of Organoclay then performed by intercalating Alanine into Na-MMT with 2 values of CEC on 3 pH conditions i.e. pH 4,7, the isoelectric pH of Alanine (pH 6), and the pH 7.
The results of the characterization with FTIR indicated that acid amino Alanine compounds has managed to be intercalated into natural Jambi bentonite with the appearance of new absorbance at different wave number from Na- MMT. Organoclay which have been synthesized then used as an adsorbent of heavy metal ions cadmium and lead with the optimization of adsorption time and concentration process.
The results show that Organoclay have better adsorption capacity compared to unmodified natural Jambi bentonite against heavy metal ions. Organoclay synthesized in variated pH conditions (4,7 dan 7) have lower adsorption capacity than the Organoclay that synthesized in isoelectric pH of Alanine.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Ratnasari Hadipitoyo
"Organobentonit dimodifikasi dari bentonit alam Tapanuli dengan menggunakan alanin sebagai senyawa yang akan diinterkalasikan ke dalam ruang interlayer bentonit untuk menambahkan gugus amina dan meningkatkan basal spacing. Penyeragaman kation menjadi Na-Bentonit dilakukan lalu didapatkan nilai kapasitas tukar kationnya (KTK) sebesar 48,75 mek / 100gr bentonit. Sintesis organobentonit dilakukan dengan menambahkan larutan alanin dalam asam asetat dengan pH 6,0 supaya terbentuk muatan positif pada alanin (NH3+) yang dapat berinteraksi dengan permukaan antarlapis bentonit yang bermuatan negatif. Karakterisasi dengan FTIR dan XRD menunjukkan bahwa interkalasi berhasil dilakukan. Organobentonit ini diaplikasikan untuk mengadsorpsi logam berat kadmium dan timbal dengan memanfaatkan gugus karboksilat (COO-) sebagai pengikat kedua logam berat tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi organobentonit hampir 2 kali lebih tinggi daripada bentonit alam, dan kapasitas optimum dicapai setelah 2 jam, dengan nilai 0,0138 dan 0,0140 mg / 0,1 gr organobentonit berturut turut untuk ion logam Pb2+ dan Cd2+.

Organoclay modified from bentonite Tapanuli using alanine as compound which will intercalated into the interlayer space of bentonite to insert amine group and to increase the basal spacing. Unification of cations into Na-montmorillonite has done and then the value of cation exchange capacity (CEC) is 48.75 meq / 100 g bentonite. Organoclay synthesis was done by adding a solution of alanine in acetic acid with a pH of 6.0 in order to form a positive charge of the alanine (NH3+) that can interact with the interlayer surface of bentonite that have negative charge. Characterization by FTIR and XRD showed that the intercalation was successful. This organoclay applied to adsorb heavy metals by using carboxylic ion to bind both cadmium and lead. Observation showed adsorption capacity of organoclay was almost 2 times higher than the raw bentonite and the value of adsorption capacity reached by 2 hours was 0.0138 and 0.0140 mg / 0,1 gr organoclay respectively for Pb2+ and Cd2+ metal ions."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47696
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Rakadya
"Organobentonit berhasil dibuat dengan proses interkalasi Na-Bentonit dengan senyawa Alanin. Bentonit yang digunakan berasal dari Tapanuli, Sumatera Utara. Na-Bentonit dibuat dari bentonit hasil sedimentasi untuk memperoleh kandungan montmorillonit yang terdapat pada bentonit. Kemudian dilakukan penyeragaman kation pada interlayer bentonit dengan Na+ menjadi Na-Bentonit.
Hasil penentuan nilai Kapasitas Tukar Kation dengan menggunakan [Cu(en)2]2+, diperoleh nilai KTK sebesar 45,336 mek/100 gram bentonit. Preparasi organobentonit menggunakan Na-Bentonit yang terinterkalasi Alanin, jumlah Alanin yang ditambahkan sesuai dengan 1 KTK dan 2 KTK dengan 3 variasi pH yaitu pH isoelektrik Alanin (pH 6,01), pH < pI (pH 5) dan pH > pI (pH 7). Hasil karakterisasi organobentonit menunjukkan senyawa Alanin telah berhasil terinterkalasi ke dalam bentonit dan terjadi perubahan pada d-spacing.
Organobentonit diuji kemampuan adsorpsinya terhadap ion logam berat Pb2+ dan Cd2+ dengan variasi konsentrasi antara 0,1 mM sampai 0,5 mM, dan membandingkan hasilnya dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit alam. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan menyerap ion logam berat Pb2+ dan Cd2+, organobentonit tidak jauh berbeda dibandingkan Na-Bentonit.

Organobentonite was successfully made with the intercalation process of Na-Bentonite with Alanine compound. The bentonite was from Tapanuli, North Sumatera. Na-Bentonite was made of the bentonite that resulted from sedimentation process to obtain montmorillonite content in bentonite. Then, cation uniformity was done on bentonite interlayer with Na+ became Na-Bentonite.
In determining the value of Cation Exchange Capacity (CEC) by using [Cu(en)2]2+, the value of CEC obtained was 45,336 mek/100 gram bentonite. In the preparation of organobentonite using Alanine intercalated Na-Bentonite, the amount of Alanine added is in accordance to 1 CEC dan 2 CEC with 3 pH variation : isoelectric pH in Alanine (pH 6,01), pH < pI (pH 5), and pH > pI (pH 7). Characterization result of organobentonite shows that Alanine compound has successfully been intercalated into the bentonite and there has been a change in dspacing.
Organobentonite has been tested in its adsorption ability towards heavy metal ions Pb2+ and Cd2+ with the concentration variation lying among 0,1 mM until 0,5 mM and its result has also been compared with the adsorption ability of natural bentonite. Based on obtained data, it shows that organobentonite`s adsorption ability toward heavy metal ions Pb2+ and Cd2+ is not significally different than Na-Bentonite`s.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanti Wulandari
"ABSTRAK
Karakteristik biosorpsi logam kadmium, krom dan seng oleh biomassa alga hijau dalam sistem batch telah diteliti. Penggunaan biomassa alga hijau untuk menyerap logam berat merupakan alternatif pemecahan masalah penanganan pencemaran logam berat di lingkungan perairan. Pada penelitian ini dipelajari karakter biomassa alga hijau dalam menyerap logam ion kadmium, krom dan seng yang meliputi pengaruh pH larutan, waktu kontak dan konsentrasi larutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas biosorpsi sangat dipengaruhi oleh pH larutan, waktu kontak dan konsentrasi larutan ion logam. Biosorpsi maksimum ion logam kadmium, krom dan seng masing-masing sekitar pH 8, 7 dan 5. Penyerapan maksimum untuk ion logam kadmium berada pada waktu kontak 60 menit, sedangkan untuk ion logam seng dan krom terjadi pada waktu kontak 30 menit. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serapan terbesar untuk ion logam kadmium, krom dan seng terjadi pada konsentrasi awal 50 mg/L. Alga hijau dapat digunakan sebagai biomassa yang dapat menyerap logam berat."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S30675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>