Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53057 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marissa Dwi Bestari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan obat kumur yang mengandung chlorine dioxide (ClO2) dalam mengatasi halitosis. Empat puluh orang dibagi rata ke dalam kelompok uji (berkumur dengan obat kumur yang mengandung chlorine dioxide) dan kelompok kontrol (berkumur dengan aquadest). Skor VSC dan skor organoleptik diukur saat sebelum kumur serta 30menit, 2jam, 4jam dan 6jam setelah kumur. Analisis uji Wilcoxon menunjukkan perbedaan signifikan (p<0,05) pada rata-rata skor VSC antara kelompok uji dengan kelompok kontrol pada keempat pengukuran setelah berkumur. Hasil penelitian membuktikan penggunaan obat kumur yang mengandung chlorine dioxide (ClO2) efektif dalam mengatasi halitosis.

This study aims to ascertain the effectiveness of the use of mouthwash containing chlorine dioxide (ClO2) in addressing halitosis. Forty people were divided equally into Test Group (gargling with mouthwash containing chlorine dioxide) and Control Group (gargling with aquadest). VSC score and organoleptic score were measured before gargling and 30minutes, 2hours, 4hours and 6hours after gargling. Wilcoxon test analysis shows significant difference (p<0.05) on the average of VSC score between Test Group and Control Group on four testing periods after gargling. The results prove that the use of mouthwash containing chlorine dioxide (ClO2) is effective in addressing halitosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Matul Khoiriyah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penggunaan obat kumur sudah menjadi kebiasaan disamping
menyikat gigi. Salah satu obat kumur yang beredar di masyarakat mengandung zat
aktif zinc acetate dan chlorine dioxide yang berkhasiat sebagai antimikroba,
antikalkulus dan mengurangi halitosis. Bagaimana dampak penggunaannya
terhadap protein saliva perlu diteliti. Tujuan: Menganalisis perubahan profil
protein saliva sebelum dan setelah penggunaan obat kumur yang mengandung
zinc acetate dan chlorine dioxide selama waktu tertentu. Metode: Whole saliva
dari 5 subyek dikumpulkan sebelum berkumur dan 1 minggu, 2 minggu serta 3
minggu setelah berkumur. Profil protein saliva dianalisis dengan menggunakan
SDS-PAGE. Hasil: Rentang pita protein sebelum bekumur yaitu 21-192 kDa; 1
minggu setelah berkumur yaitu 21-236 kDa; 2 minggu setelah berkumur yaitu 20-
83 kDa; dan 3 minggu setelah berkumur yaitu 29-240 kDa. Kesimpulan: Secara
deskriptif, terlihat perubahan profil protein saliva setelah menggunakan obat
kumur yang mengandung zinc acetate dan chlorine dioxide.

ABSTRACT
Backgrounds: Using mouthwash has been a daily habit besides tooth brushing. A lot
of mouthwash that present in the market with variety of component and function, one
of them is containing zinc acetate and chlorine dioxide as antimicrobial, anticalculus,
and reducing halitosis. How its impacts to the salivary proteins need to be
investigated. Objective: To analyze the effect of mouthwash containing zinc acetate
and chlorine dioxide on salivary protein profile. Methods: whole saliva from 5
subjects were collected before rinsing, 1 week, 2 weeks, 3 weeks after rinsing.
Salivary protein profile analyzed by SDS-PAGE method. Results: Range of protein
band before rinsing are around 21-192 kDa, 1 week after rinsing are around 21-236
kDa, 2 weeks before rinsing are around 20-83 kDa, and 3 weeks after rinsing are
around 29-240 kDa. Conclusion: There was alternation of salivary protein profile
after usage of mouthwash containing zinc acetate and chlorine dioxide."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Fasya Alifia
"Latar Belakang : Efek samping dari tindakan odontektomi yang sering terjadi adalah edema pada wajah dan rasa nyeri. Terapi yang dapat diberikan untuk membantu penyembuhan pada luka pasca odontektomi adalah dengan pemberian bioadhesive gel yang mengandung hyaluronic acid dan chlorine dioxide. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan efektivitas antara pemberian hyaluronic acid dan chlorine dioxide bioadhesive gel terhadap edema pada wajah dan rasa nyeri pada luka pasca odontektomi. Metode : Penelitian ini melibatkan total 54 pasien RSKGM FKG UI yang sehat berusia antara 18-59 tahun dan menjalani tindakan odontektomi gigi molar tiga rahang bawah. Pasien secara acak dibagi menjadi 3 kelompok, hyaluronic acid diberikan pada kelompok pertama (n=18), chlorine dioxide diberikan pada kelompok kedua (n=18), dan hanya diberikan obat antibiotik serta obat anti-inflamasi non steroid pada kelompok kontrol (n=18). Edema dan rasa nyeri pasien dinilai pada hari ke-0, 2, dan 7 pasca odontektomi. Penilaian yang digunakan adalah NRS (Numeratic Rating Scale) dan Gabka and Matsumara Method. Hasil Penelitian : Penilaian rasa nyeri tertinggi pada hari ke-0 pasca odontektomi dan menurun secara bertahap pada kelompok hyaluronic acid, chlorine dioxide, dan kontrol. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (p<0.05) pada penilaian rasa nyeri antara ketiga kelompok pada hari ke-2 dan ke-7. Penilaian edema tertinggi pada hari ke-2 pasca odontektomi dan terjadi penurunan pada hari ke-7, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0.05) antara ketiga kelompok terkait dengan edema pada wajah selama hari pengamatan. Kesimpulan : Pemberian hyaluronic acid dan chlorine dioxide bioadhesive gel efektif terhadap penurunan rasa nyeri secara signifikan pada luka pasca odontektomi, namun tidak efektif dalam mengurangi edema pada wajah pasca odontektomi. Kata Kunci : efektivitas, bioadhesive gel, hyaluronic acid, chlorine dioxide, edema, rasa nyeri, odontektomi

Background: The most common side effects of odontectomy are swelling and pain. Therapy that can be given to help heal wounds after third molar surgery is to give bioadhesive gel containing hyaluronic acid and chlorine dioxide. Objective:Comparing the effectiveness of hyaluronic acid and chlorine dioxide bioadhesive gel on facial swelling and pain after third molar surgery. Methods : The research included a total of 44 healthy patients of RSKGM FKG UI between the ages of 18-59 years with impacted lower third molars. Patients were randomly divided into 3 groups, hyaluronic acid was given to the first group (n=18), chlorine dioxide was given to the second group (n=18), and only antibiotics and non- steroidal anti-inflammatory drugs were given to the control group (n= 18). The patient's swelling and pain were assessed on days 0, 2, and 7 after third molar surgery. The assessment used is NRS (Numeratic Rating Scale) and Gabka and Matsumara Method. Results: The highest pain score was on day 0 after third molar surgery and decreased gradually in the hyaluronic acid, chlorine dioxide, and control groups. There was a statistically significant difference (p<0.05) in pain scores between the three groups on day 2 and day 7. The assessment of facial swelling was highest on day 2 and decreased on day 7 after third molar surgery, however there was no statistically significant difference (p>0.05) between the three groups regarding facial swelling during the observation. Conclusion: Hyaluronic acid and chlorine dioxide bioadhesive gel have an effect on reducing pain, but have no effect on facial swelling. Keywords: effectiveness, bioadhesive gel, hyaluronic acid, chlorine dioxide, swelling, pain, third molar surgery"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Susanto
"ABSTRAK
Latar Belakang: Chlorine dioxide mempunyai efek antibakterial yang kuat, namun dalam
bidang kedokteran gigi chlorine dioxide masih jarang dilaporkan. Tujuan: membandingkan
efektifitas antara skeling yang dikombinasikan pengolesan gel chlorine dioxide dengan
efektifitas skeling saja terhadap penyembuhan klinis gingivitis. Metode: Empat puluh subjek
gingivitis telah menyetujui mengikuti penelitian ini, terdiri dari 20 subjek diterapi skeling
dikombinasi gel chlorine dioxide, dan 20 subjek lainnya mendapat terapi skeling saja. Chlorine
dioxide dioleskan oleh pasien pada marginal gingiva, dua kali sehari setelah menyikat gigi
selama 14 hari. Dianjurkan tidak makan dan minum selama satu jam setelah diolesi chlorine
dioxide. Indeks plak, PBI dan kedalaman poket dievaluasi sebelum dan sesudah terapi pada gigi
16,21,11,21,22,24,26,36,32,31,41,42,44,46. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada
penurunan indeks plak( p<0,05); tidak terdapat perbedaan bermakna pada penurunan PBI
(p>0,05);ada kecenderungan perbedaan bermakna pada kedalaman poket (p=0,053).
Kesimpulan: Terapi skeling yang dikombinasi pengolesan chlorine dioxide pada gingivitis,
lebih baik dibanding dengan skeling saja pada penyembuhan gingivitis.

ABSTRACT
Background: Chlorine dioxide has strong antibacterial effect, but there is still limited study
about the use of chlorine dioxide in dentistry. Aim: To compare the effectiveness of scaling
combine with application of chlorine dioxide gel and scaling only in the healing of gingivitis.
Methods: Forty subjects with gingivitis agreed to follow this study. Twenty subjects got scaling
combine with chlorine dioxide gel application and the remaining subjects got scaling only.
Chlorine dioxide was applied at marginal gingiva by the patients, twice daily after tooth brushing
during 14 days. No food and drink in one hour after application of chlorine dioxide. Plaque
index, Papilla Bleeding Index and pocket depth of gingival before and after treatment was
evaluated at teeth 16,21,11,21,22,24,26,36,32,31,41,42,44,46. Results: There is significant
difference statistically of reduction of plaque index (p<0.05); there is no significant difference
statistically of reduction of PBI (p>0.0.5); and there is tendency of significant difference
statistically of reduction of pocket depth (p=0.053). Conclusion: The treatment of scaling
combine with application of chlorine dioxide gel gives better outcome than scaling only, in
healing of gingivitis."
2013
T35047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Dwi Siswanto
"Stelechocarpus Burahol buah asli nusantara penghilang bau mulut dan bau badan diketahui turun temurun di gunakan masyarakat ,sumber bahan alami pembuatan larutan kumur penghilang bau mulut.
Tujuan : Mengetahui daya hambat bakteri ekstrak buah kepel, serta efikasi larutan kumur ekstrak buah kepel dibanding larutan komersial dalam mengontrol halitosis fisiologis.
Metode : Cross-over 30 subyek penelitian, single blind,dua kelompok. Pengujian organoleptik test serta pengukuran VSCs dengan Oralchroma?.
Hasil: uji daya anti bakteri Phyromonas ginggivalis ATCC 33277, Metode dilusi, kepel KBM 75%, KHM (-), larutan komersial KBM 25%, KHM 25%. Metode difusi,kepel;daya hambat konsentrasi 50%:8mm, 75%:8mm, 100%:10mm, larutan komersial;25%:10mm, 50%:11mm, 75%:14mm, 100%:14mm,signifikan larutan komersial ,P-value 0.034,alpha 5%. Analisa crossover;H2S kepel 0.05, komersial 0.25,P-value 0.0349 ,alpha 1%,nilai R-square sebesar 69.1%. Nilai CH3SH kepel 0,24,komersial 0.17 P-value 0.324,alpha 1%. Nilai (CH3)2S kepel 0.246, komersial 0.238, P-value 0.338 alpha 1%. P-value nilai tengah H2S , CH3SH, dan (CH3)2S, diatas alpha 1%.
Kesimpulan : Kemampuan daya hambat bakteri larutan kumur komersial lebih baik secara bermakna, namun kemampuan larutan kepel dan komersial dalam menghambat H2S , CH3SH dan (CH3)2S tidak beda bermakna.

Kepel (Stelechocarpus Burahol) an nusantara's fruit of origin, well known as oral and body anti mallodour for a long time ago specialy in javanish heritage, its become natural promising source for develope natural mouthwash in controling fisiologic halitosis.
This research aimed in testing efficacy betwen kepel and commercial mouthwash containing green tea extract as oral anti mallodour in fisiologic halitosis.
Method: A randomized, single blind, two-group ,Cross-over design with 30 subject. Using organoleptic test and Oralchroma ?.
Result : anti bacterial test against Phyromonas ginggivalis ATCC 33277, diluted methode ; kepel KBM 75%, KHM (-), comercial mouthwash KBM 25%, KHM 25%. Difused methode kepel mouthwash positive in concentration 50%:8mm, 75%:8mm, 100%:10mm, comercial moutwash 25%:10mm, 50%:11mm, 75%:14mm, 100%:14mm, better result in commercial mouthwash ,P-value 0.034 alpha 5%. Crossover analytic H2S kepel 0.05, commercial 0.25,P-value 0.0349 alpha 1%, R-square 69.1%. Result for CH3SH kepel 0,24,commercial 0.17 Pvalue 0.324 alpha 1%. Result (CH3)2 kepel 0.246, commercial 0.238, P-value 0.338 alpha 1%. P-value for H2S , CH3SH and (CH3)2S above alpha 1% .
Conclusion : Anti bacterial ability of commercial mouthwash better than kepel's, thougt both kepel and commercial mouthwash had almost same resulted in reducting levels H2S , CH3SH and (CH3)2S."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T44257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Lavine
"Latar belakang: Black stain merupakan salah satu tipe stain ekstrinsik yang
dapat mengenai gigi sulung dan puncaknya terjadi pada masa kanak-kanak lalu
menurun prevalensinya saat pubertas dan mencapai dewasa. Salah satu etiologi
dari black stain adalah bakteri Actinomyces dalam jumlah yang melebihi batas
normal pada anak. Obat kumur klorheksidin merupakn salah satu agen bakteri
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Actinomyces viscosus. Obat kumur
chlorine dioxide dapat membunuh mikroorganisme patogen spektrum luas seperti
bakteri, sedangkan penggunaan bahan alam sebagai salah satu alternatif obat
kumur virgin coconut oil (VCO) dengan kandungan asam laurat dan monolaurin
yang tinggi dapat membunuh bakteri gram positif dan gram negatif. Tujuan:
Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek agen antibakteri klorheksidin,
chlorine dioxide dan VCO terhadap waktu pembentukan, klasifikasi dan viabilitas
bakteri Actinomyces penyebab black stain pada anak yang dilakukan pada 3 kali
kunjungan. Metode penelitian: Penelitian dilakukan pada 15 anak yang dibagi
menjadi 3 kelompok berkumur oil pulling dengan klorheksidin 0,1%, chlorine
dioxide 0,1% dan VCO 25%. Hasil: Obat kumur klorheksidin 0,1%, chlorine
dioxide 0,1% dan VCO 25% dapat memperpanjang waktu pembentukan black
stain kembali. Terdapat kecenderungan penurunan nilai klasifikasi (Gasparetto et
al.) pada obat kumur klorheksidin 0,1%, chlorine dioxide 0,1% dan VCO 25%
dari kunjungan 1, 2 dan 3. Obat kumur klorheksidin 0,1%, chlorine dioxide 0,1%
dan VCO 25% efektif dalam menurunkan viabilitas bakteri Actinomyces yang
banyak dikaitkan sebagai faktor etiologi black stain. Kesimpulan: Obat kumur
VCO 25% dapat direkomendasikan sebagai salah satu alternatif obat kumur
berbahan dasar herbal yang dapat menghambat koagregasi dan pembentukan plak

Background: Black stain is one type of extrinsic stain that can affect the
deciduous teeth and peak occurs in childhood then decreases its prevalence at
puberty and reaches adulthood. One of the etiologies of black stain is Actinomyces
in numbers that exceed the normal limits in children. Chlorhexidine mouthwash is
one of the bacterial agents that can inhibit bacterial growth of Actinomyces
viscosus. Chlorine dioxide mouthwash can kill broad-spectrum pathogenic
organisms such as bacteria, while the use of natural ingredients as an alternative
virgin coconut oil (VCO) with high lauric acid and monolaurin content can kill
gram-positive and gram-negative bacteria. Aim: The study was conducted to
investigate the effect of antibacterial agent of chlorhexidine, chlorine dioxide and
VCO on formation time, difference of classification and viability of Actinomyces
that cause black stain on children performed on 3 visits. Methods: The study was
conducted on 15 children divided into 3 groups of gargling oil pulling with 0.1%
chlorhexidine, 0.1% chlorine dioxide and 25% VCO. Result: 0.1% chlorhexidine
0.1% chlorine dioxide and 25% VCO can extend the formation time of black stain.
There is tendency to decrease the classification value (Gasparetto et al.) on 0.1%
chlorhexidine, 0.1% chlorine dioxide and 25% VCO from 3 visits. 0.1%
chlorhexidine, 0.1% chlorine dioxide and 25% VCO are effective in reducing
Actinomyces viability, which is widely associated as an etiology factor.
Conclusion: 25% VCO mouthwash can be recommended as an alternative to
herbal based mouthwash that can inhibit coaggregation, plaque and black stain
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Clarissa Eunike
"Latar belakang: Black stain sering ditemukan pada anak dan tingkat rekurensinya tinggi. Dibutuhkan bahan antibakteri untuk mematikan bakteri Actinomyces penyebab black stain.
Tujuan: Menganalisis perbedaan viabilitas bakteri Actinomyces sp. setelah berkumur dengan chlorine dioxide dan klorheksidin.
Metode Penelitian: Bakteri Actinomyces didapat dari plak black stain anak sebelum dan sesudah berkumur chlorine dioxide dan klorheksidin. Kemudian dilakukan uji viabilitas dengan MTT assay.
Hasil: Terdapat perbedaan selisih viabilitas bakteri Actinomyces sp. sebelum dan sesudah berkumur dengan chlorine dioxide dan klorheksidin.
Kesimpulan: Penggunaan obat kumur chlorine dioxide menyebabkan penurunan viabilitas bakteri Actinomyces sp. yang lebih besar dibandingkan dengan klorheksidin.

Background: Black stain is often found in children and the recurrence rate is high. Antibacterial agent is needed to kill Actinomyces sp. causing black stain.
Aim: To compare Actinomyces sp. bacterial viability differences before and after rinsing with chlorine dioxide and chlorhexidine.
Method: Actinomyces sp. was obtained from black stain plaque in children before and after rinsing with chlorine dioxide and chlorhexidine. Bacterial viability was measured using MTT assay.
Results: Significant differences in Actinomyces sp. bacterial viability was found when rinsing with chlorine dioxide and chlorhexidine.
Conclusion: Using mouthrinse containing chlorine dioxide resulted in reducing Actinomyces sp. bacterial viability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deo Develas
"Gingivitis merupakan masalah jaringan periodontal yang sebagian besar disebabkan oleh akumulasi plak gigi. Penyikatan gigi sebagai pembersihan mekanis dapat mengurangi sebagian besar plak, namun untuk membersihkan plak secara maksimal diperlukan terapi tambahan berupa pembersihan secara kimiawi, yaitu penggunaan obat kumur. Ekstrak Syzygium aromaticum (minyak cengkeh) dinilai efektif dalam menghambat pembentukan plak dan membantu penyembuhan gingivitis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektivitasan obat kumur yang mengandung ekstrak Syzygium aromaticum terhadap penurunan skor PI dan PBI. Penelitian dilakukan dengan metode double-blind dan desain penelitian berupa before-after clinical trial. Sampel berjumlah 60 orang laki-laki penderita gingivitis yang berusia 18-44 tahun. Sampel kemudian dibagi sama rata menjadi 2 kelompok, kelompok uji berkumur dengan obat kumur ekstrak Syzygium aromaticun dan kelompok kontrol berkumur dengan obat kumur plasebo. Subjek berkumur selama 30 detik setiap pagi dan malam setelah menyikat gigi. Pemeriksaan skor PI dan PBI dilakukan pada hari pertama dan hari kelima. Data dianalisis dengan menggunakan uji T-test berpasangan dan uji T-test tidak berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan penurunan skor PI dan PBI yang bermakna antara kelompok Syzygium aromaticum (RPI = 0,2453 ; RPBI = 0,1551) dan kelompok Plasebo (RPI = 0,1456 ; RPBI = 0,1573). Berkumur dengan ekstrak Syzygium aromaticum (minyak cengkeh) dapat menurunkan skor PI dan skor PBI secara klinis, namun tidak terdapat perbedaan bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (plasebo).

Gingivitis is a periodontal disease which is mainly caused by dental plaque accumulation. Although toothbrushing as mechanical cleansing can reduce most of the dental plaque, additional theraphy (i.e. chemical cleansing) is still needed to clean the plaque thoroughly, such as the use of mouthwash. The extract of Syzygium aromaticum (clove oil) is considered effective in inhibiting plaque formation, thereby help in healing gingivitis.
The aim of this research is to investigate the efficacy of mouthwash containing the extract of Syzygium Aromaticum on the reduction of PI score and PBI score. This research is carried out using double-blind method and a before-after clinical trial as research design. 60 men with gingivitis between the age of 18-44. These subjects are then divided evenly into 2 groups, those in the control group gargle with aquadest while those in the experimental group gargle with mouthwash containing Syzygium aromaticum. All the subjects gargle for 30 seconds every morning and evening after toothbrushing. The PI and PBI score of the subjects were examined on the first and the fifth day. The data are analyzed using Paired T-test and Unpaired T-test with 95% reliability.
The statistical result shows no significant differences in the reduction of PI and PBI score between the experimental group (RPI = 0,2453 ; RPBI = 0,1551) and the control group (RPI = 0,1456 ; RPBI = 0,1573). Gargling with mouthwash containing Syzygium aromaticum(clove oil) can reduce the PI and PBI score in patient with gingivitis clinically, but there?s no significant differences compared with the control group (placebo)."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kustiyuwati
"ABSTRAK
Halitosis atau bau mulut adalah masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan dan dapat menjadi persoalan kesehatan yang serius. Penyebab halitosis terutama dan terbanyak adalah bakteri yang hidup dalam rongga mulut terutama bakteri anaerob gram negatif yang menghasilkan sulfur. Keseluruhan senyawa sulfur yang dihasilkan disebut Volatile Sulfur Compounds (VSC) dan inilah yang menyebabkan bau pada mulut. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan efektifitas oral hygiene menggunakan chlorhexidine dan normal saline terhadap skor halitosis. Metode dalam peneltian ini adalah quasi eksperimen dengan subjek penelitian pasien dengan penyakit kritis sebanyak 28 orang yang dibagi dalam dua kelompok, 14 responden dilakukan oral hygiene dengan menyikat gigi dan lidah dengan chlorhexidine glukonate 0,1% dan 14 responden dilakukan oral hygiene dengan menyikat gigi dan lidah dengan normal saline. Pengukuran skor halitosis dilakukan sebelum dan 15 menit sesudah oral hygiene. Gas VSC diukur menggunakan alat Tanita BreathChecker . Hasil menunjukkan terjadi penurunan skor halitosis sebelum dan sesudah oral hygiene dengan memperlihatkan perbedaan yang signifikan (p<0,05). Jumlah responden dengan nilai 0 pada skor halitosis sebanyak 10 responden (72%) pada kelompok pertama dan pada kelompok kedua sebanyak 4 responden (29%). Kesimpulan penggunaan chlorhexidine glukonate 0,1% lebih efektif terhadap penurunan skor halitosis dibandingkan menggunakan normal saline.

ABSTRACT
Halitosis or bad breath is a dental health problem that mainly complaint and can be a serious health problem. The cause of halitosis mainly and mostly bacterias which live in the oral cavity, especially anaerob negatif gram bacteria that produce sulfur. The whole sulfur component that was produced called Volatile Sulfur Compounds (VSC) and this is the cause of bad breath. The purpose of this study was to know the comparison of effectiveness oral hygiene using chlorhexidine and normal saline on halitosis score. This study used Quasy experiment with subjects consisted of 28 patients with critically ill, divided into two groups, 14 subjects conducted oral hygiene to brush their teeth and tongue with chlorhexidine glukonate 0,1% and 14 subjects conducted oral hygiene to brush their teeth and tongue with normal saline. The measurement of Volatile Sulfur Compounds level used Tanita BreathChecker, conducted before and 15 minutes after oral hygiene. The result showed significant differences in reducing VSC components in both groups (p<0,05). Number of subjects with score halitosis 0 by 10 subjects (72%) in first group and 4 subjects (29%) in second group. In conclusion, chlorhexidine glukonate 0,1% is more effective decreased score halitosis than normal saline on patients with critically ill."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T33141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivanti Irmadela Devina
"Tujuan penelitian eksperimental klinis ini menganalisis efek obat kumur temulawak terhadap gingivitis secara klinis.Enam puluh penderita gingivitis dibagi menjadi dua kelompok : berkumur dengan temulawak dan plasebo. Indeks plak (PlI) dan Papilla Bleeding Index (PBI) diukur sebelum dan setelah berkumur, dua kali sehari selama empat hari. Nilai PlI dan PBI pada kedua kelompok setelah berkumur lebih rendah daripada saat sebelum berkumur, secara statistik bermakna (uji T berpasangan; p<0,05). Nilai PlI dan PBI pada kelompok temulawak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok plasebo (uji T tidak berpasangan; p<0,05). Berkumur dengan obat kumur yang mengandung temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dapat menurunkan gingivitis.

The aim of this clinical experimental study is to analyze the effect of extract temulawak towards gingivitis clinically. Sixty patients gingivitis divided into two groups: rinsed using temulawak and placebo. Plaque index (PlI) and Papilla Bleeding Index (PBI) were measured before and after rinsing, twice a day for four days. The PlI and PBI score after rinsing in both groups were lower than before rinsing(paired T test; p<0,05). The follow up PlI and PBI score of control group were different significantly with the experiment group (independent T test; p<0,05). Rinsing with temulawak (Curcuma xanthorrhiza) mouthwash can reduce gingivitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>