Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152424 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Guritnaningsih A. Santoso
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tindakan orangtua di pedesaan melanjutkan pendidikan anak mereka yang berusia 13-15 tahun ke tingkat SLTP. Menurut penulis penelitian ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi rendahnya angka partisipasi pendidikan di tingkat SLTP dan dalam rangka pelaksanaan wajib belajar 9 tahun yang meliputi SD 6 tahun ditambah SLTP 3 tahun.
Untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Indonesia yang sebagian besar tinggal di pedesaan, perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang dapat menjelaskan tindakan orangtua menyekolahkan anak dalam masyarakat tersebut.
Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah; apakah variabel-variabel distal (sosial-ekonomis dan sosial-demografis) dan proksimal (psikologis) berpengaruh terhadap tindakan orangtua di pedesaan untuk menyekolahkan anaknya ke SLTP? Manakah di antara variabel-variabel tersebut yang lebih berpengaruh terhadap tindakan orangtua?
Yang dimaksud variabel distal dalam penelitian ini adalah variabel status sosial, variabel status ekonomi orangtua, dan terpaan informasi. Sedangkan variabel proksimal meliputi persepsi orangtua tentang biaya bersekolah di SLTP, persepsi tentang kaitan antara pendidikan dan kesempatan kerja, gender belief, target belief, sikap terhadap tindakan menyekolahkan anak ke SLTP, norma subyektif dan aspirasi orangtua tentang pendidikan bagi anaknya.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang peran variabel-variabel distal dan proksimal tersebut terhadap tindakan orangtua, dilakukan analisis hubungan kausal dengan menggunakan model persamaan structural, dengan program LISREL (Linear Structural Relations) yang diciptakan oleh Joreskog, dick.
Penelitian dilakukan di pedesaan Jawa Barat dengan memilih daerah yang memiliki fasilitas pendidikan yang cukup memadai, namun memiliki angka partisipasi pendidikan SLTP yang rendah. Daerah yang terpilih adalah Kecamatan Surade dan Sagaranten di Kabupaten Sukabumi, serta Kecamatan Mande dan Cikalong Kulon di Kabupaten Cianjur.
Responden seluruhnya 403 orangtua dengan proporsi yang seimbang antara yang menyekolahkan dan yang tidak menyekolahkan anaknya ke SLTP. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara secara individual dan metode observasi.
Sasaran penelitian adalah orangtua yang memiliki anak dalam batas usia SLTP, 13-15 tahun, dengan alasan pada usia tersebut peran orangtua masih cukup besar dalam menentukan kehidupan anak, khususnya dalam pendidikan dan karir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan orangtua menyekolahkan anak ke SLTP sangat dipengaruhi oleh tingginya aspirasi mereka tentang pendidikan anak. Faktor status ekonomi tidak berpengaruh secara langsung terhadap tindakan orangtua melanjutkan pendidikan anak ke SLTP. Status ekonomi bersama-sama dengan status sosial orangtua. berpengaruh terhadap kesempatan orangtua memperoleh terpaan informasi, yang kemudian berpengaruh terhadap terbentuknya aspirasi orangtua tentang pendidikan anak. Aspirasi orangtua inilah yang kemudian mempengaruhi tindakan orangtua. Maka pandangan yang seringkali muncul bahwa rendahnya angka partisipasi pendidikan, atau tindakan melanjutkan sekolah ke SLTP itu terutama dipengaruhi oleh faktor ekonomi, dalam penelitian ini tidak terbukti.
Peran terpaan informasi tampak cukup berpengaruh terhadap masyarakat pedesaan yang umumnya berpendidikan rendah. Maka terpaan informasi dapat mengisi kekurang pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pendidikan. oleh karena itu penyampaian informasi pendidikan melalui sarana komunikasi seperti media massa, media tradisional (pertunjukkan rakyat) maupun tokoh-tokoh masyarakat perlu lebih memperhatikan mengenai isi informasi, bentuk dan frekuensi penyajiannya dengan menekankan tentang pentingnya menyekolahkan anak ke sekolah lanjutan.
Meningkatnya frekuensi dan kualitas bentuk penyajian informasi tentang pendidikan akan dapat meningkatkan kesadaran dan pengenalan mengenai pentingnya melanjutkan pendidikan anak ke tingkatan yang lebih tinggi. Selanjutnya manakala orangtua meyakini akan pentingnya pendidikan lan-jutan bagi anaknya, mereka akan berusaha keras untuk mewujudkan keinginannya."
1993
D296
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayuana Lestari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kualitas attachment anak pada ibu dan kompetensi sosial anak pra-sekolah. Pengukuran kualitas attachment menggunakan modifikasi dari alat ukur Parent/Child Reunion Inventory (P/CRI) yang dibuat oleh Marcus (2001) dengan menggunakan insecurity scale dan pengukuran kompetensi sosial menggunakan modifikasi dari alat ukur Social Skill Rating System (SSRS) yang dibuat oleh Gresham & Elliot (1990) yang diukur melalui keterampilan sosial dan perilaku bermasalah. Partisipan berjumlah 100 orang ibu yang memiliki anak berusia 3 - 5 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kualitas attachment dengan keterampilan sosial anak (pearson correlation = -0.446, p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01), dan juga menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara kualitas attachment dengan perilaku bermasalah (pearson correlation = 0.374, p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Karena menggunakan insecurity scale untuk mempermudah skoring, maka hasil yang didapat menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas insecure attachment anak pada ibu, maka akan semakin rendah keterampilan sosial yang dimiliki anak. sebaliknya semakin tinggi kualitas insecure attachment anak pada ibu, maka anak akan semakin sering menampilkan perilaku bermasalah.

This research was conducted to find the correlation between children to mother attachment quality and the children social competence in pre-school. The attachment quality was measured by modification of P/CRI tool (created by Marcus, 2001) using insecure scale method. The measurement of the social competence was measured by modification of SSRS tool (created by Gresham & Elliot, 1990) that measured through social skills and problem behavior. The participants of this research are 100 mothers whose having a child between 3 to 5 years old. The main results of this research show that the attachment quality negatively correlated significantly with and the children’s social competence (pearson correlation = -0.446, p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). The attachment quality also positively correlated significantly with the problem behavior (pearson correlation = 0.374, p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). Because of this study using insecurty scale to easier the skoring, this result show that the higher is children’s insecurity attachment to mother, the lower is the children’s social competence. In reverse, the higher is the children’s insecurity attachment to mother, children will more often showed problem behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The purpose of this research was to describe the snacking behavior among school children in Jakarta. It was already known that the pupils are prominent consumers of ubhealthy snack widely sold near schools...."
150 PJIP 1:1 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Elistyowati Pramandani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepuasan hidup remaja yang bersekolah di sekolah formal dan remaja jalanan yang bersekolah di sekolah non formal. Life satisfaction merupakan konstruk yang penting dalam penelitian positive psychology karena hubungannya sangat dekat dengan kebahagiaan sepanjang penelitiannya termasuk dalam lingkup positive personal, tingkah laku, psikologis dan social outcomes (Zumbo, 2011). Suldo dan Huebner (2005) mengkonseptualisasikan life satisfaction sebagai sebuah pemikiran atau kognisi, penilaian global individu yang dilakukan ketika mempertimbangkan kepuasan mereka terhadap kehidupannya secara keseluruhan atau dalam domai-domain tertentu seperti keluarga, lingkungan, teman dan diri sendiri. Peningkatan pemahaman life satisfaction pada remaja sangat penting karena dapat digunakan untuk mengembangkan karakteristik individu seperti social adjustment, kesehatan mental dan prestasi sekolah, selain itu life satisfaction juga berkaitan erat dengan lingkup akademis, sosial, dan kesehatan fisik (Hudkins & Shafer, 2011). Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tipe penelitian deskriptif komparatif. Pengukuran kepuasan hidup dilakukan dengan menggunakan Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS) yang dikembangkan oleh Huebner di tahun 2001 dengan mengukur 5 dimensi, yaitu dimensi keluarga, dimensi teman, dimensi sekolah, dimensi lingkungan dan dimensi diri sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan hidup antara kedua kelompok remaja ini pada dimensi-dimensi tertentu. Remaja di sekolah formal memiliki kepuasan hidup pada dimensi keluarga, lingkungan dan diri sendiri yang lebih tinggi dibandingkan remaja jalanan di sekolah non formal. Sedangkan pada dimensi teman dan sekolah kedua kelompok ini tidak memiliki perbedaan. Hasil penelitian ini perlu ditindak lanjuti dengan memperbanyak jumlah partisipan penelitian agar perbedaan pria dan wanita dapat diteliti. Selain itu, menggunakan teknik wawancara mendalam termasuk mewawancarai orang tua akan bermanfaat untuk menggali lebih dalam tentang bagaimana remaja, baik yang bersekolah di sekolah formal maupun remaja jalanan di sekolah non formal memaknai hidup mereka."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57653
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeshika Febi Kusumawati
"Pada anak usia sekolah, pertumbuhan linier ditentukan berdasarkan kriteria kurva pertumbuhan WHO/2007 dan CDC/2000 serta persentase tinggi badan menurut Waterlow/1977. Perbedaan kriteria yang digunakan akan menimbulkan perbedaan prevalens perawakan pendek. Penentuan kejar tumbuh anak juga masih mengalami perdebatan karena parameter kejar tumbuh dapat dinilai secara relatif (height-age z-score) dan absolut (height-age-differences). Kejar tumbuh linier yang terutama terjadi dalam 1000 hari pertama kehidupan dinilai dapat terus terjadi hingga usia sekolah. Studi potong lintang dilakukan pada 302 anak usia sekolah di Jakarta Barat. Semua anak diukur tinggi badan sewaktu penelitian dan saat subyek berusia 7 tahun. Perawakan pendek ditentukan dengan menggunakan kriteria WHO/2007, CDC/2000, dan persentase Waterlow/1977. Setiap kelompok usia diukur perbedaan nilai height-age z-score (HAZ) dan height-age-differences (HAD) dalam dua waktu pengukuran yang berbeda untuk melihat kejar tumbuh. Prevalens perawakan pendek pada anak usia sekolah berdasarkan kriteria WHO/2007 adalah 8,55%, berdasarkan CDC/2000 sebesar 13,75%, dan berdasarkan Waterlow/1977 sebesar 7,80%. Nilai Kappa WHO/2007 dan CDC/2000 adalah 0,5, WHO/2007 dan Waterlow/1977 adalah 0,8, sedangkan CDC/2000 dan Waterlow/1977 adalah 0,7. Nilai HAZ anak perempuan adalah -1,78 SD dan anak lelaki -1,44 SD. Nilai HAD anak perempuan adalah -10,83 cm untuk anak lelaki adalah -8,83 cm. Kesesuaian perawakan pendek anak WHO/2007 dan CDC/2000 memberikan hasil yang sama sebanyak 50%, WHO/2007 dan Waterlow/1977 memberikan hasil yang sama sebanyak 80%, sedangkan CDC/2000 dan Waterlow/1977 memberikan hasil yang sama sebanyak 70%. Kesan terdapat kejar tumbuh pada anak usia sekolah di Jakarta Barat berdasarkan adanya perbaikan nilai HAZ dan HAD pada pengukuran kedua dibandingkan dengan pengukuran pertama.

Linear growth in school children is determined by using WHO/2007 and CDC/2000 growth chart, also height-age persentage as Waterlow/1977 criteria. Those classification resulted in different prevalence of short stature. Linear catch-up growth is considered to continue beyond the first thousand days of life, at least until school age. It could be relatively (height-age z score) or absolutely (height-age difference) assessed. A cross-sectional study was conducted in 302 school age children in West Jakarta. Body height was measured at 7 years old and at the time of study. Short stature was defined by using WHO/2007, CDC/2000, and height-age persentage as Waterlow/1977 criteria. Height-age z score (HAZ) and height age differences (HAD) was measured in each group to assess catch-up growth. The prevalence of short stature in school children was 8.55%, 13.75%, and 7.80%, according to WHO/2007, CDC/2000, and height-age persentage as Waterlow/1977 criteria, respectively. Kappa values were 0.5, 0.8, and 0.7, between WHO/2007-CDC/2000, WHO/2007-Waterlow/1977, and CDC/2000-Waterlow/1977, respectively. HAZ was -1.78 and -1.44 SD in female and male subjects, respectively. HAD was -10.83 and -8.83 cm in female and male subjects, respectively. WHO/2007 and Waterlow/1977 has the highest agreement, while WHO/2007 and CDC/2007 has the lowest agreement. Linear catch-up growth was observed among our subjects as determined by HAZ and HAD improvement compared to the first measurement."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Mulyono
"Masalah kesehatan akibat makanan yang tidak aman di Indonesia masih sering terjadi, terutama pada kelompok anak usia sekolah untuk itu dikembangkan sebuah model yang melibatkan pihak sekolah, orang tua dan siswa. Penelitian ini merupakan bagian dari sebuah penelitian besar. Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh model kolaborasi guru, siswa, dan keluarga (KOGUSIGA) terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru tentang keamanan makanan pada siswa Sekolah Dasar (SD). Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu dengan pre-post test dengan menggunakan kelompok kontrol. Subjek sampel penelitian menggunakan total sampling sebanyak 28 responden guru. Kelompok intervensi diberi perlakuan berupa proses kelompok yang dilakukan selama 10 minggu sebagai implementasi model KOGUSIGA dengan kelengkapan modul untuk guru. Hasil penelitian menunjukkan model KOGUSIGA berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pengetahuan (p= 0,003) dan keterampilan (p= 0,015) guru tentang keamanan makanan pada anak usia sekolah. Model KOGUSIGA diharapkan dapat menjadi program intervensi dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan disarankan perawat kesehatan sekolah menjadi koordinatornya."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
610 JKI 20:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Ito Leiliana Warnani
"Anak sekolah merupakan golongan yang dipersiapkan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Pada masa ini, Anak mulai memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu serta mulai ada rasa suka atau tidak suka terhadap makanan tertentu. Selain itu, mereka lebih senang untuk menghabiskan waktu bersama dengan teman atau melakukan aktivitas lain yang disukainya, seperti menonton televisi atau bermain video games sehingga sering melupakan waktu makan. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi khususnya vitamin dan mineral. Untuk mengatasi kekurangan zat gizi tersebut, umumnya ibu memberikan suplemen makanan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh iklan-iklan di televisi yang menawarkan berbagai macam produk suplemen makanan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen makanan pada anak sekolah kelas IV dan V di SD Islam Al-Husnah Bekasi Selatan Tahun 2008. Penelitian ini dilakukan dengan desain deskriptif. Sampel adalah siswa/i kelas IV dan V sebanyak 136 anak. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan perangkat lunak computer, kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan 64.7% siswa mengonsumsi suplemen makanan dalam satu bulan terakhir. Pada hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara status gizi siswa, pengetahuan orang tua, pekerjaan ayah dan konsumsi suplemen makanan ibu dengan konsumsi suplemen makanan anak, sedangkan hasil analisis antara umur, jenis kelamin, kebiasaan makan, aktivitas fisik, penyakit infeksi, pedidikan orang tua dan pekerjaan ibu dengan konsumsi suplemen makanan anak adalah tidak berbeda secara bermakna.
Dalam mengatasi kesulitan makan pada anak sebaiknya para ibu tidak menyelesaikan permasalahan tersebut dengan langsung memberikan suplemen penambah nafsu makan atau vitamin mineral. Suplemen tidak perlu diberikan pada anak sehat dengan status gizi baik, gizi lebih dan obesitas. Sebelum mengonsumsi suplemen makanan sebaiknya baca label mengenai kandungan zat gizi, dosis, jangka waktu kadaluarsa, daftar atau nomor registrasi dari Depkes, serta aturan pemakaiannya.

Schooling children are group that prepared to be qualified human resources. Nowadays, these children start to have habits; consume certain food and having likeness and dislike feeling at certain food. Moreover, they prefer to spend their time to watch television or playing video games until forget their eating time. This causing their necessity of nutrient are incomplete especially vitamins and minerals. To solve the lack of nutrient, generally the mothers giving their children food supplement. This is affected by some advertising on television which offers various kind of food supplement product.
The aim of the research is to know factors that related with food supplement consumption at elementary school children grade IV and V at Al-Husna Islamic Elementary School South Bekasi in 2008. This research conducted with descriptive design. The samples are the elementary school students` grade IV and V as 136 children. The obtained data are managing trough computer software then analyze with univariate and bivariate analysis.
The result shown 64,7% students consume the food supplement in the last one month. Analysis result shown that there is a significant difference between students nutrient status`, parent`s knowledge, father`s work and mother`s food supplement consumption with children`s food supplements consumption, while the analysis between age, sex, eating habits, physical activity, infectious disease, parent`s knowledge, and mother`s work with children`s food supplements consumption are significantly not different.
To overcome the children problem on food consume its better not to solve it with straightly giving the food supplements or vitamins and minerals. The supplements are not necessary for healthy children with good nutrient status, over nutrient, and obesity children. Before consume the food supplement its better to read the ingredients label, dosage, expired time, list of registration number on Health Department, and the usage rules.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Sarapan pagi merupakan makanan yang setiap hari kita konsumsi pada pagi hari dengan menu dan cara saji yang bervariasi dengan tujuan sebagai cadangan energi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gambaran tingkat pengetahuan orang tua tentang pentingnya pemberian sarapan pagi pada anak usia sekolah di Kelurahan Kemiri Muka, Depok. Desain yang digunakan adalah deskriptif sederhana, dengari sampel berjumlah 30 responden. Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pentingnya pemberian sarapan pagi pada anak usia sekolah adalah baik, karena dari 30 responden 19 (63.3 %) di antaranya mempunyai sikap yang positif sedangkan 11 (36.7 %) dengan sikap yang negatif. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa lebih dari 60 % responden di Kelurahan Kemiri Muka Depok tahun 2005, memiliki sikap, alasan, opini yang baik tentang pentingnya pemberian sarapan pagi bagi anak mereka di usia sekolah. Sedangkan (40 %) memiliki pengetahuan yang kurang. Bagi ibu yang mempunyai anak usia sekolah sebaiknya tidak mengenyampingkan pemberian sarapan pagi karena selain untuk mempertahankan ketahanan tubuh juga untuk meningkatkan prestasi di sekolah, bagi instansi sekolah agar memasukkan ke salah satu sub pokok bahasan program gizi bagi usia sekolah, dan tidak terlupakan bagi petugas kesehatan komunitas untuk program pembangunan non fisik menuju Indonesia sehat 2010."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5494
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengetahuan gizi seimbang sangat diperlukan karena dapat membentuk perilaku dalam pemilihan jajanan agar makanan yang dibutuhkan bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi seimbang dengan pemilihan jajanan pada anak usia sekolah. Penelitian ini menggunakan design korelasi yang dilakukan dengan teknik purposive sampling didapatkan sampel 96 ibu. Hasil penelitian menunjukan 68% responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi dengan perilaku pemilihan jajanan yang balk. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi seimbang dengan pemilihan jajanan dengan pada anak usia sekolah di RW 07, Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan (α = 0,05 ; P value= 0,001).

Knowledge of balanced nutrition is very important because it can shape behavior in the selection of snack foods that needed to be beneficial for your health. This study aims to identify the relationship between the level of maternal knowledge about balanced nutrition with the selection of snacks at school age children. This research was conducted using a correlation design with purposive sampling technique, the sample 96 mothers. The results showed 68% of respondents have a high knowledge level with a good snack selection behavior. Based on this study concluded that there was a correlation between level of maternal knowledge about balanced nutrition with the selection of snacks with school age children in Rw 07, Manggarai Village, Tebet District, South Jakarta (α = 0.05, P value = 0.001)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
TA5931
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>