Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Disriyanti Laila
"Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa suatu peijanjian perkawinan harus dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan dan mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan untuk mengikat pihak-pihak yang membuatnya, yaitu suami istri dalam perkawinan. Undang-undang mengatur bahwa perjanjian perkawinan juga dapat mengikat pihak ketiga dengan persyaratan bahwa peijanjian perkawinan harus disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Permasalahan yang timbul adalah ketika suatu peijanjian perkawinan yang telah dibuat oleh calon pasangan suami istri sebelum perkawinan dilangsungkan tetapi karena alasan-alasan tertentu, peijanjian perkawinan mereka tidak dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan. Ketika perjanjian perkawinan tersebut ditetapkan sah oleh Pengadilan Negeri, bagaimanakah akibat hukum Penetapan Pengadilan Negeri tersebut terhadap perjanjian perkawinan. Persoalan berikutnya adalah mengenai kekuatan hukum atas akta peijanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris, apakah kelalaian tidak dicatatkannya perjanjian perkawinan akan mengakibatkan akta perjanjian perkawinan tersebut kehilangan kekuatannya sebagai akta otentik. Pengertian akta otentik dapat dilihat dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Pada dasarnya suatu akta notaris adalah akta otentik sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata sehingga mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder, sedangkan dalam metode analisis data mempergunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini memberikan hasil sifat deskriptif analitis yang memberikan gambaran secara luas terhadap fakta yang melatarbelakangi permasalahan kemudian dengan cara menganalisis fakta dengan data yang diperoleh untuk dapat memberikan alternatif pemecahan masalah melalui analisis yang telah dilakukan.

Article 29 paragraph (1) and paragraph (3) of Law No. 1 of 1974 states that a nuptial agreement must be made on time or before the marriage took place and come into force since the marriage was held to bind the parties who made it, that is husband and wife in marriage. The law also stipulates that a nuptial agreement can bind a third party with the requirement that nuptial agreement must be approved by the Marriage Registrar. The problem that arises is when a nuptial agreement that has been made by the prospective couples before marriage took place but due to certain reasons, their nuptial agreement is not registered by the Marriage Registrar. When the nuptial agreement is determined valid by the Court, how the legal consequences of the Court Decision on that nuptial agreement. The next issue is about the power of the deed of a nuptial marriage law made before a notary, wether to the unregistered nuptial agreement will result in the deed of nuptial agreement is losing its strength as an authentic deed. Definition of authentic deed can be found in Article 1868 Civil Code, a deed is in the form prescribed by law, made by or before the public officials who have power to it in a place where the deed made. Basically a notarial deed is an authentic as long as they meet the requirements set out in Article 1868 Civil Code that has evidentiary value of perfect strength and binding. The method used in this thesis is a normative legal research methods using secondary data, whereas in the method of data analysis methods use a qualitative approach. This study provides descriptive nature of the analytical results that provide broad overview of the facts underlying the problem then by analyzing the facts with data obtained in order to provide alternative solutions to problems through the analysis conducted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T37689
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Sugeng Fajar
"Perkawinan merupakan suatu peristiwa hukum yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ketentuan mengenai perkawinan yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat, hukum Islam, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Perkawinan mempunyai akibat hukum terhadap harta kekayaan suami isteri yaitu sejak perkawinan dilangsungkan akan terbentuk harta bersama. Terhadap ketentuan mengenai harta bersama, suami isteri dapat melakukan penyimpangan dengan membuat perjanjian perkawinan. Ketentuan mengenai perjanjian perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Agar dapat berlaku bagi pihak ketiga, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mewajibkan perjanjian perkawinan untuk didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mewajibkan perjanjian perkawinan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan di Kantor Catatan Sipil bagi golongan masyarakat yang tunduk kepada Hukum Perdata Barat atau oleh Pegawai Pencatat Nikah di Kantor Urusan Agama bagi golongan Indonesia asli. Tesis ini membahas apakah perjanjian perkawinan yang dibuat setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dapat berlaku terhadap pihak ketiga serta apa akibat perjanjian perkawinan terhadap pihak ketiga? Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, ketentuan hukum mengenai perkawinan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sepanjang telah diatur dalam Undang-Undang dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, perjanjian perkawinan yang didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga. Dengan pendaftaran perjanjian perkawinan sesuai ketentuan yang berlaku, perjanjian perkawinan membawa akibat hukum bagi pihak ketiga yaitu dalam melakukan perbuatan hukum pihak ketiga hanya terkait dengan harta salah satu pihak dari suami isteri tanpa melibatkan harta pasangannya. Pemerintah perlu mensosialisasikan ketentuan mengenai pendaftaran perjanjian perkawinan untuk menghindari kesimpangsiuran yang terjadi di masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ida Harnani
"Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila terutama sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mempunyai hubungan erat antar perkawinan dengan agama hal ini disebabkan bukan saja mempunyai unsur jasmani tetapi juga unsur rohani memegang peranan penting. Dalmn perkawinan akan timbul hak dan kewajiban baik suami maupun isteri, diantaranya harus bertanggung-jawab terhadap harta benda. Harta kekayaan dalam Suatu perkawinan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan rumah tangga yang bahagia. Apabila harta kekayaan tersebut baik yang diperoleh selama perkawinan ataupun sebelum perkawinan tidak dapat dipertanggungjawabkan akan menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Untuk melindungi hak dan kewajiban suami istri khususnya harta benda maka dibuatlah perjanjian Perkawinan. Seringkali pihak ketiga tidak menyadari adanya percampuran harta, dalam pembuatan perjanjian perkawinan juga harus memperhatikan mengenai kecakapan dalam membuatnya yakni pertama akta perjanjian perkawinan mengikat pihak ketiga dalam rangka perjanjian pemberian jaminan kredit perbankan, kedua mengenai syarat-syarat yang dipakai untuk membuat akta perjanjian perkawinan supaya bisa nengikat pahak ketiga, ketiga
batas usia yang dipakai oleh notaries untuk dianggap cakap membuat akta perjanjian perkawinan. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif,tipe penelitian eksplanatoris, data yang digunakan data sekunder, diadakan wawancara dengan notaris di Tangerang, metode analistisnya yaitu metode kualitatif. Perjanjian perkawinan mempunyai bentuk dan isi sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian lain yang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian perkawinan mempunyai syarat pendaftaran yang didaftarkan pada kantor pencatat perkawinan pada saat dilangsungkan perkawinan. Perjanjian perkawinan dapat berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga memiliki hubungan hukum dengan kedua belah pihak yang membuatnya. Batas usia seseorang untuk dapat membuat perjanjian perkawinan adalah 21 tahun atau belum 21 tahun tapi sudah menikah. Pihak ketiga adalah bank maka apabila melakukan pengikatan maka hendaknya memeriksanya terlebih dahulu akta perkawinan dari kedua belah pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marshella Laksana
"Seorang pria dan seorang wanita yang hendak melangsungkan perkawinan dapat membuat perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan harus dibuat dalam bentuk tertulis dan selanjutnya disahkan pada pegawai pencatat perkawinan. Akan tetapi dapat terjadi perjanjian perkawinan yamg dibuat oleh suami isteri tidak didaftarkan pada pegawai pencatat perkawinan. Permasalahan yang dikemukakan pada tesis ini adalah apakah dimungkinkan pengesahan perjanjian perkawinan setelah perkawinan berlangsung serta apakah konsekuensi dari perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan pada pencatat perkawinan. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Pokok hasil dari penelitian dalam tesis ini adalah bahwa perjanjian perkawinan antara suami isteri dimaksudkan untuk menentukan bagian harta kekayaan masing-masing yang dibuat dalam klausula perjanjian dengan tujuan untuk menyelamatkan harta salah satu pihak apabila pihak yang lain dinyatakan pailit. sedangkan akibat hukum perjanjian perkawinan yang tidak dimintakan pengesahan pada pegawai pencatat perkawinan bagi suami isteri dan pihak ketiga, adalah perjanjian perkawinan tersebut tetap sah tetapi tidak berlaku bagi pihak ketiga, sehingga pihak ketiga dapat menganggap dalam perkawinan tersebut tidak terjadi pisah harta.

Man and a woman who wanted to establish a marriage can make a marriage aggrement. Marriage aggrement must be made in writing and subsequently passed in marriage registrar officer. But can occur marriage aggrement made by the husband and wife are not registered with the civil registrar of marriage. Issues raised in this thesis is whether the possible ratification of a treaty of marriage after the marriage took place and whether the consequences of the marriage aggrement is not registered with the registrar of marriage. Research used in this thesis are the type of normative research, namely a study of primary legal materials and secondary legal materials.
Principal results of the research in this thesis is that the marriage aggrement between husband and wife are meant to determine the assets of each clause in the agreement made with the goal to save one party property if the other party is declared bankrupt. while the legal consequences of marriage aggrement don't have approval from the marriage registrar officer the marriage aggrement is still valid but it does not apply to any third party, that third parties can assume the marriage aggrement is doesn't exist.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31594
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Julia
"Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara tegas mengenai kemungkinan penyimpangan terhadap harta benda suami dan istri di dalam peijanjian perkawinan. Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan kemungkinan kepada calon suami dan calon istri untuk melakukan penyimpangan terhadap ketentuan mengenai pembentukkan harta bersama, penyimpangan tersebut dilakukan dengan membuat suatu peijanjian perkawinan sebelum perkawinan dilangsungkan. Peijanjian perkawinan merupakan persetujuan bersama antara calon suami dan calon istri yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta benda mereka yang menyimpang dari persatuan harta kekayaaan. Dalam hal teijadi perkawinan di luar wilayah Indonesia, yang mana sebelum perkawinan calon suami dan calon istri telah membuat peijanjian perkawinan, maka peijanjian perkawinan tersebut tidak mendapat pengesahan dari Pegawai Pencatat Perkawinan di Indonesia, dengan demikian status peijanjian perkawinan yang demikian tetap berlaku tidak menjadi batal, kecuali dalam proses pembuatannya menyalahi hukum, ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian perkawinan tersebut berlaku sebagai akta otentik bagi para pihak yang membuatnya, akan tetapi akta peijanjian perkawinan tersebut hanya mengikat kedua belah pihak yang membuatnya. Dengan status perjanjian perkawinan tersebut, maka Perlindungan hukum terhadap harta kekayaan suami dan istri adalah apabila terdapat permasalahan atau sengketa yang menyangkut harta kekayaan suami dan istri maka perjanjian perkawinan tersebut hanya berlaku terhadap mereka saja sedangkan terhadap pihak ketiga tetap menganggap mereka melangsungkan perkawinan dengan percampuran harta. Agar peijanjian perkawinan tersebut dapat disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, maka suami dan istri dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin dari Pengadilan Negeri dalam bentuk Surat Penetapan Pengadilan Negeri yang memerintahkan agar Kantor Catatan Sipil bersedia untuk mengesahkan peijanjian perkawinan tersebut.

In the Law Number 1/1974 on Marriage, it doesn?t explicitly provide the possible aberration on a married couple?s property in a marriage contract. Article 29 of Law Number 1/ 1974 on Marriage gives possibility to the prospective husband and prospective wife to commit violation of the provisions on the formation of joint property, such violation is committed by entering into a marriage contract before a marriage takes place. A Marriage Contract forms a joint agreement between prospective husband and prospective wife that is legalized by Marriage Registrar to govern the marriage consequences against their properties that aberrate from the unity of property. If a marriage takes place outside the territory of Indonesia, in which prior to a marriage the prospective husband and wife have entered into a marriage contract, the said marriage contract doesn?t obtain an approval from a Marriage Registrar in Indonesia, thereby such marriage contract status remains in effect and not invalid except, its drafting process violating the law, public order and morality. Such marriage contract shall become effective as an authentic deed for the parties who entered into it; however such marriage contract deed shall only bind on both parties who entered into it. With such marriage contract status, the Legal Protection against a married couple?s property is, in case of any problem or dispute in respect of a married couple?s property then such marriage contract shall be effective for them only while against the third party remains considering them to have solemnized a marriage with the confusion of property. In order that the said marriage contract can be legalized by a Marriage Registrar then a married couple may file an application for obtaining an approval from the District Court in the form of a Stipulation of the District Court instructing the Civil Registration Office is willing to legalize the said marriage contract.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T37368
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jeannette Lesmana
"ABSTRAK
Pasal 29 (1) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 mewajibkan penyampaian laporan adanya perjanjian perkawinan kepada Pegawai Pencatat Perkawinan sebagai syarat mengikat dan berlakunya perjanjian perkawinan bagi pihak ketiga, pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, namun dalam kenyataannya ditemukan akta Perjanjian Perkawinan yang terlambat disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Disamping itu ditemukan pula Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang menyatakan terdapat pengoperan hak-hak atas saham suami dan isteri dalam keadaan Akta Perjanjian Perkawinan mereka belum disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Dengan adanya penyimpangan tersebut, maka terdapat ancaman kebatalan atas akta Perjanjian Perkawinan dan pengoperan hak-hak atas saham tersebut.

ABSTRACT
Article 29 (1), Law of Republic of Indonesia No 1 of 1974, obliges the delivery report to the Officer of the Civil Registry Office as binding conditions and the occurrence of Prenuptial Agreement for the third parties, at the time of or before the marriage take place, but in fact there is a Prenuptial Agreement that late to be reported and verified by the Officer of the Civil Registry Office. Beside that, there is a Deed of Resolutions of Extraordinary General Meeting of Shareholders which stated there was transfer of rights of the shares between husband and wife in the condition that their Prenuptial Agreement has not been verified by the Officer of the Civil Registry Office. With deviation described above mention, then there is threat of nullification on the Prenuptial Agreement and transfer the rights of the shares.

"
2013
T32999
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Muhammad Aryadi
"Perkawinan lahir dari kesepakatan untuk terikat dalam suatu perjanjian suci antara calon suami-istri yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita dan akan menimbulkan ikatan lahir batin, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga  yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Antara suami-istri memiliki hubungan hukum yang terjadi, tidak hanya mengatur mengenai hak dan kewajiban suami-istri, tetapi juga mengatur mengenai hubungan hukum antara orang tua dan anak, hibah, pewarisan, perceraian dan juga perjanjian kawin yang mengatur mengenai harta benda dalam perkawinan. Perjanjian kawin merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap perundangan yang berlaku dan pada umumnya dimaksudkan untuk mengatur hak-hak suami istri serta mengenai harta kekayaan suami dan istri, baik terhadap harta yang dibawa sebelum perkawinan maupun harta yang diperoleh selama perkawinan, lazimnya perjanjian perkawinan mengatur mengenai pemisahan harta, menjadi pertanyaan ketika adanya ambiguitas mengenai suatu ketentuan mengenai pembagian harta di dalamnya. Penelitian ini mengkaji mengenai hal apa yang dapat atau tidak dapat dibuat dalam pembuatan perjanjian perkawinan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam kaitannya dengan penelitian yuridis normatif, di sini digunakan tipologi penelitian berdasarkan sifatnya yaitu penelitian deskriptif, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data sekunder dengan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian diharapkan mampu meningkatkan pemahaman mengenai unsur-unsur yang terdapat di dalam perjanjian perkawinan dan juga mengenai isi yang dapat dibuat di dalamnya menurut ketentuan perundang-undangan yang ada.

Marriage is born from an agreement to be bound in a sacred agreement between a prospective husband and wife that occurs between a man and a woman and will lead to an inner and outer bond, as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Between husband and wife has a legal relationship that occurs, not only regulates the rights and obligations of husband and wife, but also regulates the legal relationship between parents and children, grants, inheritance, divorce and also  marriage agreements governing property in marriage. Marriage agreements are a form of deviation from applicable legislation and are generally intended to regulate the rights of husband and wife as well as regarding the property of husband and wife, both the assets brought before marriage and the assets acquired during marriage, the marriage agreement usually regulates the separation of assets , becomes a question when there is an ambiguity regarding a provision regarding the distribution of assets in it. This study examines what can or cannot be made in making marriage agreements. The author uses a normative juridical research method. In relation to normative juridical research, here used a research typology based on its nature, namely descriptive research, this study aims to obtain secondary data using qualitative analysis. The results of the study are expected to be able to increase understanding of the elements contained in the marriage agreement and also about the content that can be made in it according to the existing statutory provisions."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Julia
"Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara tegas mengenai kemungkinan penyimpangan terhadap harta benda suami dan istri di dalam perjanjian perkawinan. Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan kemungkinan kepada calon suami dan calon istri untuk melakukan penyimpangan terhadap ketentuan mengenai pembentukkan harta bersama, penyimpangan tersebut dilakukan dengan membuat suatu perjanjian perkawinan sebelum perkawinan dilangsungkan. Perjanjian perkawinan merupakan persetujuan bersama antara calon suami dan calon istri yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta benda mereka yang menyimpang dari persatuan harta kekayaaan. Dalam hal terjadi perkawinan di luar wilayah Indonesia, yang mana sebelum perkawinan calon suami dan calon istri telah membuat perjanjian perkawinan, maka perjanjian perkawinan tersebut tidak mendapat pengesahan dari Pegawai Pencatat Perkawinan di Indonesia, dengan demikian status perjanjian perkawinan yang demikian tetap berlaku tidak menjadi batal, kecuali dalam proses pembuatannya menyalahi hukum, ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian perkawinan tersebut berlaku sebagai akta otentik bagi para pihak yang membuatnya, akan tetapi akta perjanjian perkawinan tersebut hanya mengikat kedua belah pihak yang membuatnya. Dengan status perjanjian perkawinan tersebut, maka Perlindungan hukum terhadap harta kekayaan suami dan istri adalah apabila terdapat permasalahan atau sengketa yang menyangkut harta kekayaan suami dan istri maka perjanjian perkawinan tersebut hanya berlaku terhadap mereka saja sedangkan terhadap pihak ketiga tetap menganggap mereka melangsungkan perkawinan dengan percampuran harta. Agar perjanjian perkawinan tersebut dapat disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, maka suami dan istri dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin dari Pengadilan Negeri dalam bentuk Surat Penetapan Pengadilan Negeri yang memerintahkan agar Kantor Catatan Sipil bersedia untuk mengesahkan perjanjian perkawinan tersebut.

In the Law Number 1/1974 on Marriage, it doesn’t explicitly provide the possible aberration on a married couple’s property in a marriage contract. Article 29 of Law Number 1/ 1974 on Marriage gives possibility to the prospective husband and prospective wife to commit violation of the provisions on the formation of joint property, such violation is committed by entering into a marriage contract before a marriage takes place. A Marriage Contract forms a joint agreement between prospective husband and prospective wife that is legalized by Marriage Registrar to govem the marriage consequences against their properties that aberrate from the unity of property. If a marriage takes place outside the territory of Indonesia, in which prior to a marriage the prospective husband and wife have entered into a marriage contract, the said mairiage contract doesn’t obtain an approval from a Marriage Registrar in Indonesia, there by such marriage contract status remains in effect and not invalid except, its drafling process violating the law, public order and morality. Such marriage contract shall become effective as an authentic deed for the parties who entered into it; however such marriage contract deed shall only bind on both parties who entered into it. With such marriage contract status, the Legal Protection against a married. couple’s property is, in case of any problem or dispute in respect of a married couple’s property then such marriage contract shall be effective for them only while against the third party remains considering them to have solemnized a marriage with the confusion of property. In order that the said marriage contract can be legalized by a Marriage Registrar then a married couple may file an application for obtaining an approval from the District Court in the form of a Stipulation of the District Court instructing the Civil Registration Office is willing to legalize the said marriage contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26389
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nazla
"Perkawinan merupakan suatu ikatan antara dua orang yang berlainan jenis dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga. Akibat hukum dari perkawinan yang sah adalah timbulnya hubungan hukum antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak, antara wall dan anak, dan harta benda perkawinan. sari perkawinan yang sah akan lahir anak sah. Tanggung jawab orang tua terutama bapak adalah wajib membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak. Jika anak dalam perkawinan tersebut merupakan anak luar kawin maka bapak tidak wajib memberi nafkah dan biaya pemeliharaan serta pendidikan anak.
Permasalahan yang dibahas, mengenai akta perjanjian perkawinan, khususnya dapat atau tidak anak luar kawin menjadi tanggungjawab suami seluruhnya yang dimuat dalam perjanjian perkawinan terlebih dahulu, serta menentukan hak anak luar kawin dalam akta perjanjian perkawinan berdasarkan hukum Islam. Metode pendekatan bersifat yuridis normatif menggunakan sumber-sumber perundang-undangan yang berlaku khususnya hukum Islam, pendapat para ulama, dan Kompilasi Hukum Islam. Akta perjanjian perkawinan dapat memuat tanggungjawab suami terhadap anak luar kawin terbatas pada biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Menurut hukum Islam anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya, namun apabila bapak ingin bertanggungjawab terhadap anak luar kawin, hal demikian dapat diperjanjikan dalam akta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Eko Sulistio
"ABSTRAK
Pencatatan perkawinan adalah merupakan syarat yang
harus dipenuhi dalam setiap pelaksanaan perkawinan.
Perkawinan yang tidak dicatat, tidak diakui oleh negara.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (UU Perkawinan) menentukan bahwa perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayannya itu. Pasal 2 ayat (2) UU
Perkawinan menentukan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya
ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan, yang menjadi,
persoalan adalah apakah dengan tidak dilakukannya
pencatatan mengakibatkan perkawinan tidak sah ? Dengan
menggunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian
lapangan, penulis mencoba melakukan penelitian mengenai
perkawinan yang tidak dicatat berkaitan dengan praktek
pembuatan akta notaris. Dari hasil penelitian penulis
ternyata terdapat perbedaan pandangan di kalangan notaris
yang berpraktek di Jakarta, ada yang menyatakan bahwa
perkawinan yang tidak dicatat dianggap tidak sah, dan ada
pula yang menyatakan bahwa perkawinan yang tidak dicatat
tetap dianggap ada dan sah. Adanya perbedaan pendapat di
kalangan notaris membawa akibat di dalam menentukan kewenangan para pihak dalam pembuatan akta notaris, yang
akhirnya membawa akibat tidak terdapatnya kepastian hukum
bagi para pihak, hal mana akan menimbulkan permasalahanpermasalahan
hukum berkaitan dengan praktek notaris di
dalam pembuatan akta. Sehubungan dengan apa yang diuraikan
diatas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan
pembahasan lebih lanjut mengenai permasalahan hukum
berkaitan dengan perkawinan yang tidak dicatat, khususnya
berkaitan dengan praktek pembuatan akta notaris."
2004
T36637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>