Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137728 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Whitehead, Alfred North, 1861-1947
"Process and Reality, Whitehead's magnum opus, is one of the major philosophical works of the modern world, and an extensive body of secondary literature has developed around it. Yet surely no significant philosophical book has appeared in the last two centuries in nearly so deplorable a condition as has this one, with its many hundreds of errors and with over three hundred discrepancies between the American (Macmillan) and the English (Cambridge) editions, which appeared in different formats with divergent paginations. The work itself is highly technical and far from easy to understand, and in many passages the errors in those editions were such as to compound the difficulties. The need for a corrected edition has been keenly felt for many decades"
Bantul: Kreasi Wacana, 2009
113 WHI f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Karlina Leksono Supelli
"Revolusi Copernicus pada pertengahan abad ke-16 menyingkapkan kenyataan bahwa Bumi bukan merupakan pusat alam semesta sebagaimana diyakini selama berabad-abad. Bumi adalah sebuah planet di antara planet-planet lain yang beredar megelilingi sebuah bintang normal, yaitu Matahari. Penemuan hukum--hukum gerak planet di dalam tata surya oleh Johannes Kepler {1571--1630) serta pengungkapan hukum universal gravitasi oleh Isaac Newton (1643-1727) memperkuat keyakinan baru bahwa tidak ada kekhususan pada Bumi, begitu pula pada planet-planet yang mengembara di langit. Baik Bumi maupun planet-planet merupakan bendabenda material yang dapat dipahami berdasarkan hukumhukum alam. Langit bukan lagi wilayah benda-benda spiritual yang tidak terjangkau akal budi manusia sebagaimana diyakini sejak Aristoteles, dan kosmos menjelma menjadi sebuah model matematika yang memperoleh keabsahannya melalui pengukuran dan pengamatan.
Betapapun revolusionernya pemikiran Copernicus, ia belum sepenuhnya meninggalkan alam pemikiran skolastik. Hal ini dapat dilihat dari komentarnya terhadap posisi Matahari. Ia juga berpendapat bahwa Matahari bukan hanya pusat tata surya, tetapi pusat kosmos yang berhingga. Namun pandangan yang menyingkirkan Bumi sebagai pusat kegiatan Semesta berkembang dan mendasari hampir semua penyelidikan alam. Galileo Galilei (1564-1642) menolak sepenuhnya rancangan kosmos antroposentrik dengan alasan bahwa manusia terlalu arogan bila beranggapan bahwa semesta tidak diciptakan untuk sesuatu yang lain di luar manusia.
Ditinjau dari sudut pandang yang sempit, revolusi Copernicus dapat dipahami sebagai semata-mata sebuah pergeseran paradigma di dalam perkembangan astronomi dan kosmologi. Namun dari sudut pandang yang lebih luas revolusi ini membawa serta dasar yang paling penting untuk pemikiran modern, yaitu pengenalan kritis bahwa kondisi semu dunia obyektif secara tidak sadar ditentukan oleh kondisi subyek."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bakker, Anton
Yogyakarta: Kanisus, 1995
113 BAK k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Matutu, Mustamin Daeng
Ujung Pandang: Yayasan Mustamin Daeng Matutu, 1997
297.2 MUS s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Novelia
"Media dewasa ini berada dalam tahap perkembangan yang paling krusial, dimana media massa tidak lagi menjadi penyebar realitas, tetapi sudah menjadi penyebar hiperrealitas. Hiperrealitas adalah era yang dituntun oleh model-model realitas tanpa asal-usul dan referensi. Dunia yang nampak lebih real daripada realitas itu sendiri. Media sangat menentukan bagaimana masyarakat memandang dunia dan menyikapi kehidupan berkat kemampuannya memanipulasi realitas menjadi hiperrealitas. Realitas sosial direkayasa sedemikian rupa oleh sejumlah besar pesan dan tanda yang torus menerus ditampaikan oleh media. Seperti yang dikatakan oleh Marshall McLuhan, seorang teoritikus media sekaligus pakar komunikasi yang juga menjadi acuan hagi sosiolog sekaligus ahli tilsafat posmodern Jean Baudrillard, bahwa media massa adalah suatu kekuasaan. la berkuasa menciptakan pesan yang tidak lain menurut Baudrilllard adalah tanda. Menurut McLuhan media adalah pesan dan juga perluasan tubuh manusia (Medium is a message : L:rteniion_s q/ Man). Kalau radio adalah perpanjangan telinga manusia, koran adalah perpanjangan mata manusia, mobil adalah perpanjangan kaki manusia, maka televisi adalah perpanjangan otak manusia. Media sebagai sebuah pesan dapat dilihat dari bentuk atau format tampilannya. Sebuah tayangan sinetron misalnya, yang menarik bukan hanya isi pesannya tetapi juga bagaimana pesan itu dikemas. Sinetron sebagai media kekuatannya terletak pada kemampuan untuk merekayasa fakta dan fiksi, realitas dan ilusi, kebenaran dan kepalsuan dalam rangkaian tanda. Yang cukup merisaukan pada perkembangan tayangan sinetron dewasa ini adalah pada sistem yang melekat didalamnya yaitu keharusan untuk setiap saat menghibur nasyarakat. Bahayanya bukan terletak pada keterhiburan masyarakat, melainkan bahaya lanjutannya yakni masyarakat menjadi lupa akan realitas real sehari-hari. Padahal realitas yang ditampilkan sinetron bukanlah realitas real, melainkan citraan abstrak hasil rckayasa. Kekuatan yang lain yang juga rnerupakan kunci kekuatan sinetron sebagai media adalah 'bentuk'-nya. Bentuk suatu media mempengaruhi bagaimana massa menerima informasinya. Dengan bentuknya yang ideal, sinetron sebagai media mampu memanipulasi segala sesuatu yang sesuai dengan kepentingan kapitalisme global yang menghidupinya. Sinetron mampu merekayasa konteks waktu dari suatu peristiwa atau hal dan membuat segalanya masuk dalam konteks 'kekinian' yang semu. Sinetron sebagai media mereproduksi segala kenangan masa lampau dan ilusi masa depan menjadi fakta semu yang sedang berlangsung. Sinetron telah menciptakan tanda-tanda semu. Seperti yang diungkapkan Baudrillard, media menciptakan realitas simulasi, suatu rangkaian tanda yang tak lagi diketahui mana yang otentik dan mana yang tiruan, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang real dan mana yang palsu. Realitas simulasi yang diciptakan media, menjadikan kode sebagai prinsip utama dalam kehidupan sosial ini. Simulasi dan kode menarik seluruh realitas menuju hiperrealitas..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S16178
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septi Dhanik Prastiwi
Yogyakarta: Kepel Pess, 2017
551.483 SEP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Herlly Primadewi
"Keadaan perempuan selalu dipandang sebelah mata, rendah, dan dianggap buruk di dalam tata nilai masyarakat, kebudayaan, hukum dan politik. Sehingga memunculkan pergerakan-pergerakan perempuan, khususnya feminis liberal yang menginginkan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dengan memberikan perempuan hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki, terutama kesempatan perempuan untuk berada di lingkungan publik. Film Desperate Housewives adalah bentuk real bagaimana hitam putih perempuan rumah tangga di dalam kehidupan perkawinan dan motherhood.
Feminis liberal ingin menyampaikan beberapa hal yang menyangkut tema kebebasan di dalam menganalisa film Desperate Housewives ini, dengan tujuan agar masyarakat mampu melihat bagaimana seharusnya mengkondisikan perempuan dengan adil tanpa harus selalu memposisikannya sebagai the other. Filsafat feminis memperjuangkan agar permasalahan perempuan bisa dimasukkan juga ke dalam pembahasan filsafat, Selama ini filsafat tidak pernah memasukkan perempuan ke dalam wilayah pembahasannya.
Karya-karya filsafat cenderung misoginis dan sentimen terhadap suara perempuan. Tema filsafat feminis tersebut dibahas melalui teori keadilan John Rawls di dalam bukunya Theory of Justice dengan mengambil pilihan pada affirmative action agar laki-laki dan perempuan dapat berkompetisi secara adil. Affirmative action terhadap perempuan meskipun tidak equal terhadap keberadaan laki-laki, tetap diterima karena ia menguntungkan pihak yang marjinal (perempuan).
Ketertindasan dan kelemahan perempuan bukan hanya karena ketidakmapuan mereka atas apa yang mereka lakukan. Namun, lebih pada identitas kultural yang mereka miliki di dalam lingkup patriarki. Keadaan tersebut di atas menyebabkan bekerjanya teori difference principle dimana keadilan sekurang-kurangnya harus dirasakan oleh kaum yang paling tidak beruntung, dalam hal ini perempuan. Rawls menyikapi keinginan dan cita-cita feminis liberal agar perempuan sebagai kaum marginal juga memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk dapat keluar ke dalam lingkungan publik. Hak-hak tersebut dimaksudkan agar perempuan terbebas dari tindak pelecehan, penindasan, dan diskriminasi.
Kemudian filsuf feminis meneruskan teori difference principle menjadi politik perbedaan, dimana pada keadaan tersebut perempuan menjadi bangga akan dirinya sebagai perempuan, sebagai seorang ibu rumah tangga, sebagai seorang istri. Dan rasa bangga ini akan tumbuh ketika perempuan sudah mencapai kesetaraan dan memperoleh kebebasan yang sebelumnya didapat dari teori difference principle."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S16033
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Mumfangati
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999
899.222 TIT s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah
050 REF 9:1 (2007)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>