Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158015 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Isya Hanin
"Tujuan : Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan alat ukur kemampuan mastikasi serta menganalisa hubungan antara kemampuan mastikasi dengan kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut pada pra-lansia dan lansia wanita yang hidup di suatu komunitas.
Latar belakang : Kehilangan gigi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pra-lansia dan lansia yang dapat mempengaruhi fungsi mastikasi. Penilaian fungsi mastikasi dapat dilakukan secara subyektif maupun obyektif. Penilaian mastikasi secara subyektif perlu dilakukan untuk menilai persepsi individu terhadap kemampuan mastikasinya. Alat ukur berupa kuesioner merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan mastikasi. Kemampuan mastikasi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam fungsi stomatognatik dan pada kesehatan individu secara umum.
Metode : Subjek penelitian adalah 165 wanita usia 45 tahun ke atas yang berdomisili di kecamatan Bekasi Timur, kotamadya Bekasi, Jawa Barat. Subyek diminta untuk menjawab kuesioner kemampuan mastikasi dan kuesioner dampak kesehatan gigi dan mulut terhadap kualitas hidup. Dilakukan pemeriksaan intraoral untuk melihat jumlah gigi sisa, serta kontak antara gigi-geligi asli.
Hasil: Didapat suatu alat ukur kemampuan mastikasi berupa kuesioner yang valid dan reliabel dengan indeks Eichner sebagai baku emas. Dari analisis ditemukan hubungan signifikan antara kemampuan mastikasi dengan kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut.
Kesimpulan : Alat ukur berupa kuesioner dapat digunakan untuk menilai kemampuan mastikasi. Kemampuan mastikasi merupakan fungsi stomatognatik yang penting dan dapat mempengaruhi kualitas hidup ditinjau dari aspek kesehatan gigi dan mulut.

Objective : The purpose of this study is to obtain masticatory assessment tool and to analyze the relationship between masticatory ability with oral health-related quality of life in preelderly and elderly women in a community.
Background : Tooth loss is a condition frequently found in pre-elderly and elderly which affects masticatory function. Masticatory function can be assessed subjectively or objectively. The assessment of subjective masticatory function is needed to evaluate an individual's perception of his/her masticatory ability. One of the methods to evaluate masticatory ability is by using assessment tool in questionnaire format. Masticatory ability is one of the factors that affect stomathognatic function and health in general.
Method : Subjects consist of 165 women age 45 and beyond, living in Bekasi Timur, West Java. Subjects were interviewed using masticatory ability and oral health-related quality of life questionnaires. Intraoral examination was carried out to see numbers of existing teeth and occlusal contact between the teeth.
Results : A valid and reliable masticatory ability assessment tool with Eichner index as golden standard was acquired. Statistical analysis showed a significant relation between masticatory ability and oral health-related quality of life in pre-elderly and elderly women.
Conclusion : An assessment tool in questionnaire format can be used to evaluate masticatory ability. Masticatory ability is an important aspect of stomathognatic function that affects oral health-related quality of life in pre-elderly and elderly women.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T40823
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Prima Dewi Putri
"Latar Belakang: Perubahan kondisi rongga mulut akibat penuaan dapat menyebabkan penurunan fungsi mastikasi pada lansia. Penurunan kemampuan mastikasi dapat menyebabkan kesulitan menggigit, mengunyah, dan menelan makanan sehingga memengaruhi pemilihan jenis makanan. Hal ini diyakini dapat memengaruhi kecukupan asupan nutrisi sehingga pada akhirnya dapat juga berpengaruh terhadap kelainan status nutrisi.
Tujuan: Menganalisis hubungan kemampuan mastikasi dengan status nutrisi lansia yang dievaluasi menggunakan Mini Nutritional Assessment Short-Form (MNA-SF) dan hubungan keduanya berdasarkan kehilangan gigi (indeks Eichner), pemakaian gigi tiruan, dan faktor sosiodemografi (jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status ekonomi).
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode potong lintang pada 100 pasien berusia ≥ 60 tahun di Puskesmas Kramat Jati, Jakarta Timur. Pada subjek dilakukan pengambilan data diri, pemeriksaan rongga mulut, pengukuran tinggi dan berat badan, serta wawancara untuk mengisi kuesioner Alat Ukur Kemampuan Mastikasi dan MNA-SF.
Hasil: Uji Kruskal Wallis menunjukkan kemampuan mastikasi memiliki hubungan yang bermakna dengan status nutrisi (p = 0,009). Hubungan yang bermakna juga terdapat antara kedua variabel tersebut yaitu berdasarkan jenis kelamin perempuan (p = 0,040) dan pada kelompok yang tidak memakai gigi tiruan (p = 0,014).
Kesimpulan: Terdapat hubungan kemampuan mastikasi dengan status nutrisi lansia.

Background: Changes in the condition of the oral cavity due to aging can cause a decrease in the function of mastication in the elderly. Decreased ability of mastication can cause difficulty biting, chewing, and swallowing food, which affects the choice of food. This is believed to affect the adequacy of nutrient intake so that in the end it can also affect abnormalities in nutritional status.
Objective: To analyze the relationship between mastication ability and nutritional status of the elderly evaluated using the Mini Nutritional Assessment Short-Form (MNA-SF) and their relationship based on tooth loss (Eichner index), denture use, and sociodemographic factors (sex, education level, and economic status).
Methods: This study was conducted using a cross-sectional method for 100 patients aged ≥ 60 years at the Kramat Jati Health Center, East Jakarta. Subjects were collected for self data, oral cavity examination, height and weight measurements, and interviews to fill in the Mastery Ability Measurement and MNA-SF questionnaire.
Results: The Kruskal Wallis test showed the ability of mastication to have a significant relationship with nutritional status (p = 0.009). A significant relationship also exists between the two variables based on the female sex (p = 0.040) and in the group that does not use dentures (p = 0.014).
Conclusion: There is a relationship between the ability of mastication with the nutritional status of the elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titus Dermawan
"Latar Belakang: Mastikasi terdiri dari proses penghancuran dan pencampuran makanan menjadi bolus yang siap ditelan. Kemampuan mastikasi dapat dievaluasi secara subjetif dan objektif. Evaluasi kemampuan mastikasi secara objektif dapat dilakukan dengan banyak metode, antara lain dengan color-changeable chewing gum dan gummy jelly. Color-changeable chewing gum dapat mengukur kemampuan mastikasi dalam pencampuran makanan. Gummy jelly dapat mengukur kemampuan mastikasi dalam penghancuran makanan. Color-changeable chewing gum dikatakan cocok mengukur kemampuan mastikasi pada semua golongan pasien, sedangkan gummy jelly dikatakan kurang cocok digunakan pada kelompok pasien dengan kemampuan mastikasi yang terkompromis. Penelitian lain mengatakan terdapat korelasi antara pengukuran kemampuan mastikasi dengan kedua bahan tersebut. Kemampuan mastikasi dapat dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, indeks, massa tubuh, laju alir saliva, pH saliva, waktu pengunyahan , dan ambang batas penelanan.
Tujuan: Menganalisis perbandingan kemampuan mastikasi pada pemakai gigi tiruan lengkap dan pasien bergigi lengkap dengan menggunakan color-changeable chewing gum dan gummy jelly serta faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Subjek penelitian 40 pasien pemakai gigi tiruan lengkap dan 40 pasien bergigi lengkap, dilakukan pengukuran kemampuan mastikasi dengan color-changeable chewing gum sebanyak 30,45, dan 60 stroke pengunyahan, pengukuran menggunakan gummy jelly sebanyak 10,20, 30 stroke, dan ambang batas penelanan, dan pemeriksaan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Hasil: Kemampuan mastikasi pasien bergigi lengkap lebih tinggi dari pasien pemakai gigi tiruan lengkap (p<0,05) pada pengukuran menggunakan color-changeable chewing gum dan gummy jelly. Terdapat korelasi antara pengukuran kemampuan mastikasi menggunakan kedua bahan tersebut. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan mastikasi dengan faktor usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, laju alir saliva, pH saliva, waktu pengunyahan, dan ambang batas penelanan.
Kesimpulan: Kemampuan mastikasi pasien pemakai gigi tiruan lengkap lebih rendah dari pasien bergigi lengkap. Terdapat korelasi pengukuran kemampuan mastikasi menggunakan color changeable chewing gum dan gummy jelly.

Background: Mastication consists of comminuting and mixing food into a bolus and finally swallowed. Masticatory performance can be measures either subjectively or objectively.Various objective methods for evaluating masticatory function were introduced. Among them are using gummy jelly and color-changeable chewing gum. Color-changeable chewing gum can measure mastication ability in mixing food, while gummy jelly can measure ability in comminuting food. Mixing ability test using color changeable chewing gum was said to be suitable in all variations of dental status, while comminuting ability test was less suitable in group with compromised masticatory performance. In other research, the result showing correlation between both tests. Masticatory performance can be affected by factors such as age, gender, body mass index, salivary flow rate, saliva pH, chewing time, and swallowing threshold.
Objective: The aim of our study was to analyze masticatory performance as measured with gummy jelly and color-changeable chewing gum between complete denture wearers and dentate patients, and to analyze the correlation between masticatory performance with other factors such as age, gender, bodymass index, salivary flow rate, saliva pH, chewing time,and swallowing threshold.
Methods: 40 complete denture wearers and 40 fully dentate subject participated in this study. Two test food were used to evaluate masticatory performance: gummy jelly and color-changeable chewing gum. Subject was instructed to chew on the color-changeable chewing gum in 30, 45, and 60 strokes, and to chew gummy jelly in 10, 20, and 30 strokes. We also measure subjects swallowing threshold with gummy jelly.
Results: There was significant differences (p<0,05) between masticatory performance as measured with gummy jelly and color-changeable chewing gum in dentate subjects and complete denture wearers, which the first group had a better result. There was correlation between the measurement using both test foods. There was no correlation between masticatory performance with other factors such as age, gender, body mass index, salivary flow rate, saliva pH, chewing time, and swallowing threshold.
Conclusion: Masticatory performance in complete denture wearers is inferior compared to natural dentition subjects. There is correlation between masticatory performance measurement using gummy jelly and color-changeable chewing gum.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Getha Gazela Yuniendra
"Latar Belakang: Komponen terbesar pada indeks DMFT ialah kehilangan gigi dan terjadi paling banyak pada kelompok lansia. Kehilangan gigi dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengunyah makanan sehingga berdampak pada kurangnya asupan nutrisi.
Metode: Metode potong lintang yang dilakukan di 4 Puskesmas di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Jumlah subjek lansia ialah sebanyak 93 subjek dan didapatkan melalui teknik convenience sampling. Pada subjek dilakukan pemeriksaan intraoral, pengukuran antropometri BMI dan diwawancara menggunakan kuesioner Mini Nutritional Assessment MNA.
Hasil: Ditemukan bahwa 53,8 subjek masih memiliki jumlah gigi sebanyak 20 buah atau lebih. Sebanyak 55,9 subjek memiliki risiko terhadap malnutrisi. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah gigi yang tersisa, gigi karies, gigi hilang, gigi yang ditambal dan kemampuan mastikasi p > 0,05 dengan status nutrisi.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut dan kemampuan mastikasi terhadap status nutrisi pada lansia.

Background: The biggest component in DMFT index is tooth loss, and mostly occur in elderly. Tooth loss can affect the ability in chewing food then it may affect the lack of nutrition intake.
Methods: The cross sectional study was performed in 4 community health center in Central Jakarta, South Jakarta and East Jakarta. It was involving 93 elderly age ge 60. The sampling method was convenience sampling. Subjects were submitted to intraoral examination, anthropometric measurement BMI and as well as interview using Mini Nutritional Assessment MNA.
Results: 53,8 subjects have 20 or more sum of natural teeth. 55,9 subjects have risk at malnutrition. The results of correlation test showed that sum of natural teeth, decay teeth, missing teeth, filling teeth, and masticatory performance p 0,05 were not significantly correlated with nutritional status BMI and MNA.
Conclusion: There is no relationship between oral health status and masticatory performance with nutritional status in elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheynna Azka Afifah
"Latar belakang: Kehilangan gigi dapat menyebabkan terganggunya kemampuan mastikasi sehingga dapat mempengaruhi kesehatan umum dan kualitas hidup individu. Pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan akrilik yang sesuai dengan klasifikasi kehilangan gigi dapat membantu mengembalikan fungsi gigi yang hilang, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kemampuan mastikasi. Namun, tidak semua pengguna gigi tiruan memiliki kemampuan mastikasi yang lebih baik setelah menggunakan gigi tiruan.
Tujuan: Menganalisis pengaruh pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan akrilik berdasarkan klasifikasi Kennedy terhadap kemampuan mastikasi, menganalisis hubungan antar kelas pada klasifikasi Kennedy terhadap kemampuan mastikasi, menganalisis pengaruh faktor sosiodemografi usia,jenis kelamin, tingkat pendidikan terhadap kehilangan gigi dan kemampuan mastikasi.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional pada 30 pasien RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia berusia 20 tahun ke atas yang baru menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan akrilik. Dilakukan pencatatan diri subjek serta wawancara pengisian kuesioner kemampuan mastikasi.
Hasil penelitian: Pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan akrilik pada kehilangan gigi berdasarkan klasifikasi Kennedy diketahui memiliki pengaruh p=0,00 terhadap kemampuan mastikasi. Gigi tiruan sebagian lepasan akrilik kelas 1 dan kelas 2 Kennedy, kelas 2 dan kelas 3 Kennedy, kelas 2 dan kelas 4 Kennedy memiliki pengaruh dengan kemampuan mastikasi. Tidak terdapat pengaruh antara faktor sosiodemografi usia,jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan terhadap kemampuan mastikasi.
Kesimpulan: Terdapat pengaruh pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan akrilik berdasarkan klasifikasi Kennedy terhadap kemampuan mastikasi.

Background: Tooth loss can cause disruption of masticatory ability and may affect patient's general health and quality of life. The use of acrylic removable partial denture based on the classification of tooth loss may restore the oral function, which is expected to increase patient's masticatory ability. However, not all denture wearers have better masticatory ability after using the removable partial denture.
Objectives: To analyze the effect of removable partial denture wearing based on Kennedys classification towards masticatory ability, correlation between each class on Kennedy's classification towards masticatory ability, and the effect of sociodemographic factors age, gender, educational level toward tooth loss and masticatory ability.
Methods: Cross Sectional Study was conducted on 30 patients of RSKGM Faculty of Dentistry University of Indonesia aged 20 years and over who just used removable partial denture. Subjects personal data were obtained, and interview for masticatory ability was conducted.
Results: There was significant difference p 0,00 between removable partial denture wearing on tooth loss based on kennedys classification towards masticatory ability. Kennedy class 1 and 2, class 2 and 3, class 2 and class 4 removable partial denture have significant difference with masticatory ability. There was no significant difference between sociodemographic factors age, gender, educational level, income level toward tooth loss and masticatory ability.
Conclusion: The use of removable partial denture based on Kennedys classification may increase patients masticatory ability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ajri Karima
"Tujuan: Mengetahui hubungan status kesehatan gigi dan mulut serta kemampuan mastikasi self-assessed terhadap kualitas hidup lansia independen di beberapa wilayah DKI Jakarta. Metode: Desain studi cross-sectional dilakukan pada 177 subjek yang berusia 60 tahun atau lebih. Standar pemeriksaan klinis WHO, kemampuan mastikasi self-assessed, dan wawancara kuesioner GOHAI versi Bahasa Indonesia dilakukan pada seluruh subjek. Hasil: Dari 177 subjek, 89,3 subjek perempuan dan 10,7 subjek laki-laki dengan rata-rata usia 66,3 tahun. Rata-rata skor kuesioner GOHAI adalah 48,5. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut serta kemampuan mastikasi self-assessed dengan kuesioner GOHAI. Kemampuan mastikasi self-assessed dan jumlah gigi asli memiliki hubungan yang bermakna dengan total skor GOHAI r=0,63; r=0,37. Jumlah gigi sehat memiliki hubungan yang bermakna dengan total skor GOHAI r=0,36. Gigi berlubang DT memiliki hubungan yang bermakna dengan penggunaan obat untuk pereda nyeri r=0,18. Gigi yang ditambal FT memiliki hubungan yang bermakna dengan kenyamanan saat makan r=0,18. Status gigi tiruan memiliki hubungan yang bermakna dengan total skor GOHAI r=0,36. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara status kesehatan gigi dan mulut serta kemampuan mastikasi self-assessed terhadap kualitas hidup lansia di beberapa wilayah DKI Jakarta.
Objectives: To assess the relationship between oral health status and self assessed masticatory ability with quality of life in elderly living independently in some areas of Jakarta. Methods: the study design was cross sectional. The participants n 177 age 60 years old and above were clinically examined using WHO form, self assessed their masticatory ability, and intervewed using Indonesian version of GOHAI questionnaire. Results: Among 177 participants, 89,3 were female and 10,7 were male. The mean age of the participants was 66,3 years old. The mean score of GOHAI was 48,5. Spearman correlation test was used to assess the relationship between oral health status and self assessed masticatory ability with GOHAI questionnaire. Self assessed masticatory ability and the amount of natural teeth are significantly associated with the total score of GOHAI r 0,63 r 0,37. The amount of sound teeth was also significantly associated with the total score of GOHAI r 0,36. Decay teeth was significantly associated with the consumption of analgesic r 0,18. Restored teeth was significantly associated with the comfort while eating r 0,18. Denture status was associated with the total score of GOHAI r 0,36. Conclusion: Oral health status and self assessed masticatory ability are associated with quality of life in elderly in some areas of Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kehilangan gigi dan kemampuan mastikasi subjektif pada perempuan pasca menopause. Perempuan menopause mengalami perubahan hormon yang dapat mengakibatkan penurunan densitas tulang yang mempengaruhi hilangnya gigi, sehingga berpengaruh terhadap fungsi mastikasi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kehilangan gigi dengan kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause secara subjektif. Metode: Penelitian potong lintang dengan subjek 95 perempuan pasca menopause di Posbindu Lansia Pergeri Depok, Jawa Barat. Subjek menjawab kuesioner dan dilakukan pemeriksaan intra oral. Analisis Chi Square digunakan untuk menghubungkan usia, lama menopause, tingkat pendidikan, kehilangan gigi dan pemakaian gigi tiruan dengan kemampuan mastikasi. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 47% subjek
mengalami kehilangan >10 gigi, 27% subjek kehilangan 6-10 gigi dan 26% subjek kehilangan <6 gigi. 76% subjek tidak memakai gigi tiruan. Kemampuan mastikasi memiliki hubungan bermakna dengan kehilangan gigi, lama menopause dan usia (p<0,05). Simpulan: Dapat disimpulkan, jumlah gigi hilang, lama menopause, dan usia mempengaruhi kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause secara signifikan (p<0,05).

Post-menopausal women experience physiological hormonal changes that reduce bone density which leads to tooth loss and presumably affect masticatory function. Objective: This study aims to determine association between tooth loss and masticatory ability in post-menopausal women. Methods: Cross sectional study of 95 post-menopausal women at Posbindu Lansia Pergeri Depok, West Java was performed. Subjects answered questionnaires and intra oral examination was performed. Chi square analysis was conducted to relate age, menopausal period, education level, tooth loss and denture use with masticatory ability. Results: 47% subjects lost >10 teeth, 27% subjects lost 6-10 teeth and 26% subjects lost <6 teeth. Seventy-six percent of subjects did not wear dentures. Menopausal period, tooth loss, and age had significant correlation with masticatory ability (p<0.05). Conclusions: This study concludes that masticatory ability in post-menopausal women is significantly affected by length of menopausal period, tooth loss and age (p<0.05)."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Anggriani
"Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi jumlah dan bentuk akar serta konfigurasi saluran akar pada gigi molar satu atas dan bawah di Jawa Barat, Indonesia. 100 molar satu atas dan 100 molar satu bawah bawah dikumpulkan dari praktek dokter gigi. Dilakukan perhitungan jumlah akar dan derajat kelengkungangnya. Setelah preparasi akses kamar pulpa dengan bur highspeed, dilakukan pembersihan debris dengan K-file no 15, dan gigi direndam di dalam larutan sodium hipoklorit selama 48 jam. Spesimen dibilas air dan dikeringkan, setelah itu diinjeksikan barium sulfat ke dalam saluran akar dengan menggunakan jarum irigasi sampai bahan kontras tersebut keluar melalui foramen apical. Kemudian dilakukan evaluasi konfigurasi saluran akar dari aspek buko-lingual dan mesiodistal dengan radiograf digital, dan dibandingkan dengan klasifikasi Weine.
Hasil menunjukkan 100% molar satu atas dengan 3 akar, 96% molar satu bawah dengan 2 akar, dan 4% molar satu bawah dengan satu akar tambahan. Pada evaluasi kelengkungan akar ditemukan 47 akar palatal pada molar satu atas melengkung ke distal, 57 akar mesiobukal melengkung ke distal, dan 48 akar distobukal lurus. Sedangkan pada molar satu bawah 76 akar mesial melengkung ke distal, dan 65 akar distal melengkung ke mesial, dan 3 akar tambahan melengkung ke bukal. Evaluasi radiograf konfigurasi saluran akar, dari 95 molar satu bawah, ditemukan keempat tipe konfigurasi Weine. akan tetapi tidak terlalu banyak variasi konfigurasi dari 95 molar satu atas.
Kesimpulan: Walaupun kecil terdapatnya insiden akar tambahan dan variasi kelengkungan, serta tipe konfigurasi saluran akar, akan tetapi hal ini penting untuk dipertimbangkan dalam perawatan endodontic.

The purpose of this study is to investigate variations of the root canal anatomy of maxillary and mandibular first molar in West Java, Indonesia. One hundred extracted maxillary first molar and one hundred extracted mandibular first molar were collected from several general dental practices. After Standardized endodontic access cavities were prepared using a high-speed handpiece with a diamond bur and water coolant, and gross pulpal debris was removed using K-file size 15. Each tooth was placed in a solution of 5% sodium hypochlorite for 48 hours. The specimen were washed in water and dried, after that Barium Sulphate was introduced into the root canal using 27 gauge and 3 ml irrigating needles syringe under hand pressure, until a jet of contrast medium was seen to emerge from the apical foramina. Each tooth was then radiographed in bucco-lingual and mesiodistal planes using digital Radiographic technique. Weine classification is take as reference during the evaluation.
The result revealed 100% of maxillary first molar with three roots, whereas in mandibular first molar 96% with two roots and 4% with two roots and one additional root in distolingual side. In the evaluation of root curvature, 47% of palatal roots in maxillary first molar are going to buccal side, whereas in mandibular first molar 76% of mesial roots are going to distal side. In evaluation of root canal configuration, its found the four type of root canal configuration according to Weine classification among the lower first molar, but not among the upper first molar.
Conclusion : even in the low incidence of root and root canal variation, the possibility of it has to be considered in clinical and radiographic examinations and also in endodontic treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31256
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meiwany Wijaya
"Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh makanan keras terhadap pola, derajat atrisi gigi. Penelitian dilaksanakan di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) selama tiga bulan. Target populasi 400 orang dewasa usia 16-55 tahun yang dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu 16-25 tahun,.26-35 tahun, 36-45 tahun, dan 46-55 tahun. Besar sampel tiap kelompok usia adalah 25 orang/lokasi.
Pemeriksaan klinis dilakukan oleh peneliti utama dibantu seorang pengatur rawat gigi dan 2 orang pembantu umum. Penilaian klinis keadaan gigi geligi dicatat pada blanko isian yang dimodifikasi dari blanko isian WHO 1987. Kriteria keausan gigi molar dari Martin dimodifikasi oleh peneliti, sedang untuk gigi-gigi lain dibuat oleh peneliti dan Joelimar dipergunakan pada penelitian ini. Analisis data menggunakan analisis tabulasi silang dan analisa varians dengan tingkat signifikansinya 0,05.
Hasilnya, ada perbedaan pola dan derajat atrisi gigi pada kelompok desa dan kota, kelompok umur, kelompok yang mengkonsumsi makan keras dan makanan lunak, mengunyah sirih dan tidak mengunyah sirih. Pada kelompok sampel yang mengunyah, kiri, kanan, dan dua sisi, juga kelompok sampel laki-laki dan wanita, pola dan derajat atrisinya tidak berbeda. Hasil analisis antara derajat atrisi gigi menurut tempat tinggal dan umur, kebiasaan makan dan umur, kebiasaan menyirih dan umur, kebiasaan makan dan kebiasaan menyirih memperlihatkan adanya interaksi. Hasil lain menunjukan tidak ada interaksi antara derajat atrisi menurut umur dan jenis kelamin, umur dan kebiasaan mengunyah, derajat atrisi sisi kanan menurut umur dan kebiasaan mengunyah, derajat atrisi sisi kiri menurut umur dan kebiasaan mengunyah.
Kesimpulan, atrisi gigi pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan keras, lebih parah dibandingkan masyarakat yang mengkonsumsi makanan lunak. Atrisi gigi pada masyarakat desa lebih parah dibandingkan masyarakat kota, derajat atrisi akan bertambah parah pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengunyah sirih. Kebiasaan mengkonsumsi makanan keras pada atu sisi tidak terbukti menyebabkan keparahan atrisi terjadi pada sisi tersebut. Pola dan derajat atrisi gigi akan bertambah parah dengan bertambahnya usia. Sedangkan pola dan derajat atrisi gigi pada laki-laki dan wanita tidak menunjukkan adanya perbedaan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Wirahadikusumah
"Introduksi: Pengukuran dimensi vertikal fisiologis yang akurat merupakan tahap penting pada perawatan gigi tiruan lepas agar gigi tiruan lepas dapat digunakan dan memberi kenyamanan bagi pemakainya. Pengukuran dimensi vertikal fisiologis dapat dilakukan secara langsung (pengukuran wajah, penelanan, fonetik, biting forces, taktil dan rumus Hayakawa) dan secara tidak langsung (foto wajah, pencatatan sebelum pencabutan). Foto dapat berupa foto sefalo, foto wajah lama atau foto digital wajah. Gomes, dkk menemukan bahwa pengukuran secara tidak langsung pada foto digital wajah dan dianalisis dengan program HL Image ++97 dapat digunakan untuk memprediksi dimensi vertikal fisiologis.
Tujuan: Mengetahui pengukuran secara tidak langsung pada foto digital wajah dapat digunakan untuk menetapkan dimensi vertikal fisiologis sebenarnya dan mengetahui korelasi pengukuran dimensi vertikal fisiologis secara langsung pada wajah dan secara tidak langsung pada foto digital wajah.
Material dan Metode: Data pengukuran secara langsung pada wajah dan secara tidak langsung pada foto digital wajah ( 64 mahasiswa ). Pengukuran pada foto digital dianalisis dengan program Adobe Photoshop.
Hasil: Uji One way Anova menghasilkan bahwa pengukuran jarak sudut mata ? sudut bibir dan jarak dasar hidung - ujung dagu secara langsung pada wajah (p=0,448; p>0,05) dan secara tidak langsung pada foto digital wajah (p=0,28; p>0,05), didapatkan bahwa jarak pada kedua pengukuran adalah sama satu sama lain. Uji Korelasi Pearson menghasilkan p=0,000 dan r=0,425, berarti terdapat korelasi yang bermakna dengan kekuatan korelasi sedang.
Kesimpulan: Pengukuran dimensi vertikal fisiologis secara tidak langsung pada foto digital wajah dapat digunakan untuk menetapkan dimensi vertikal fisiologis sebenarnya dan terdapat korelasi antara pengukuran dimensi vertikal fisiologis secara langsung pada wajah dan secara tidak langsung pada foto digital wajah dengan kekuatan korelasi sedang.

Introduction: A correct physiological vertical dimension measurement at the early stage of treatment has an important role to the success of treatment with denture, which result in comfort for the patient. This measurement can be done either direct such as facial measurement, swallowing, phonetic, biting force tactile sense and Hayakawa formula. It also can be done indirectly like by photographs of the patient?s face, or by pre extraction record. Photographic methods include cephalometric radiograph, patient?s old photographs, or digital photographs of patient's face. Gomes et al found that indirect measurement of the face using digital photographs and analyzed by Image HL ++97 can be used to predict the physiological vertical dimension.
Purpose: To find out if the indirect measurement of the face by digital photograph can be use to determine the physiological vertical dimension, and to find out any correlation between the direct method and indirect method by digital photograph to determine the physiological vertical dimension.
Material and method: Data of the direct facial measurement and indirect method by digital photograph was done, including 64 students. Measurement on digital photographs was analyzed by Adobe Photoshop software.
Result: One way Anova test result for measurement of the distance between the outer canthus of the eye to the commisure of the lip and the distance between the base of the nose to the lower border of the chin for direct measurement (p=0,448; p>0,05) and for indirect measurement on photograph produced by digital photographic (p=0,28; p>0,05), which concluded no significant differences distance on both measurement. Pearson Correlation test result p=0,000 and r=0,425, which concluded a significant correlation with moderate correlation power.
Conclusion: Indirect measurements method of the face by digital photograph can be use to determine the physiological vertical dimension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31947
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>