Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186875 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Listia Hesti Yuana
"Kebijakan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus telah mengubah tata kelola kawasan hutan di Pulau Jawa. Pemerintah mengambil alih pengelolaan kawasan hutan seluas ± 1,1 juta hektare yang sebelumnya diamanatkan pengelolaan kepada Perum Perhutani. Perubahan leading sector ini berdampak kepada perubahan aliran distribusi manfaat pengelolaan kawasan hutan di Pulau Jawa. Tesis ini mengargumentasikan bahwa kebijakan KHDPK, yang menempatkan masyarakat sekitar hutan sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan, ternyata juga berpotensi mengeksklusi masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini menggunakan metode patchwork etnografi, serta pengumpulan data melalui observasi berpartisipasi, wawancara mendalam, dan analisa data sekunder. Fakta lapangan menunjukkan bahwa respon Perhutani terhadap kebijakan ini beragam. Di tingkat tapak, Perhutani melakukan berbagai cara untuk mempertahankan akses terhadap sumberdaya hutan meskipun secara regulasi tereksklusi. Hambatan dialami oleh masyarakat sekitar hutan pada masa transisi karena ketidakjelasan pendampingan. Cabang Dinas Kehutanan sebagai aktor baru dalam pengelolaan hutan Jawa tidak mampu berbuat banyak pada masa transisi karena masyarakat belum mendapatkan legalitas sesuai kebijakan terbaru. Meskipun tereksklusi, Perhutani tetap mendapatkan distribusi manfaat secara personal karena hubungan sosial yang masih terjalin meskipun secara regulasi sudah tidak ada kepentingan dalam kegiatan pengelolaan hutan. Perhutani sebagai pihak yang tereksklusi bahkan masih mampu mengesklusi masyarakat sekitar hutan dengan kuasa pasar. Hal ini menunjukkan bahwa keberpihakan terhadap masyarakat yang terpinggirkan di dalam regulasi, perlu dipastikan implementasinya di tingkat tapak melalui pendampingan yang intensif sehingga kebijakan tidak hanya sekedar retorika.

The Special Management Forest Area Policy has changed Java's forest management. The government took over the forest area management of ± 1.1 million hectares which was previously mandated to be managed by Perum Perhutani. The change of leading sector has an impact on changes in the flow of distribution benefits from forest area management in the Java Island. This thesis argues that this policy, which places communities around forests as the main actors in forest management, has the potential to exclude forest people. This research uses an patchwork ethnographic method, as well as data collection through participant observation, in-depth interviews, and secondary data analysis. Field facts show that Perhutani's response to this policy has varied. At the site level, Perhutani takes various measures to maintain access of forest resources even though they are excluded by regulation. Obstacles experienced by communities around the forest during the transition period were due to unclear assistance. The Forestry Service branch as a new actor in Javanese forest management was unable to do much during the transition period because the community had not received legality according to the latest policy. Even though it is excluded, Perhutani still receives personal distribution of benefits because of the social relationships that still exist even though according to regulations there is no longer any interest in forest management activities. Perhutani as an excluded party is still able to exclude communities around the forest with market power. This shows that it is necessary to ensure that regulations take sides towards marginalized communities in regulations at the site level through intensive assistance so that policies are not just rhetoric."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2009
910SINP014
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Asnawati Safitri
"Kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia dianggap bertanggungjawab pada munculnya dampak ekologis, ekonomis dan sosial pada kehidupan masyarakat lokal. Kajian-kajian yang membahas kebijakan umumnya hanya menganalisis substansi kebijakan, tetapi tidak mempertanyakan mengapa substansi semacam itu muncul. Kajian semacam ini dikatakan sebagai kajian isi kebijakan, sedangkan kajian yang membahas mengenai bagaimana kebijakan sebenarnya dibuat dan diterapkan disebut sebagai kajian proses kebijakan. Dalam kajian proses kebijakan ada dua pendekatan yang biasa digunakan yaitu pendekatan struktural dan kultural. Dalam konteks Indonesia kedua pendekatan itu lebih banyak digunakan untuk membahas kebijakan nasional daripada kebijakan daerah. Kajian ini menjelaskan hubungan antara substansi kebijakan yang ada di daerah dengan kebudayaan birokrasi dan lingkungan dimana birokrasi itu berada. Substansi kebijakan dipengaruhi oleh hasil interaksi antara kebudayaan birokrasi dan lingkungannya. Kebudayaan birokrasi adalah cara birokrasi mempersepsikan hutan, bentuk pengelolaan dan kepada siapa pengelolaan itu diberikan sedangkan lingkungan mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial dan politik.
Lampung dan Kalimantan Timur dipilih untuk menunjukkan bahwa di dua daerah yang berbeda lingkungannya menghasilkan kebudayaan birokrasi yang sama dengan beberapa perbedaan nuansa dalam substansi kebijakan. Dalam konteks eksploitasi, birokrasi mempersepsikan hutan sebagai harta kekayaan yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam waktu secepatnya. Dalam hal perlindungan dan pelestarian hutan birokrasi menganggap bahwa hutan harus segera dilindungi dari segala bentuk kegiatan eksploitasi dan untuk itu birokrasilah yang menjadi aktor tunggal yang berperan dalam perlindungan dan pelestarian hutan karena masyarakat tidak dapat dipercaya mampu menjalankan peran itu. Persepsi yang muncul dalam konteks perlindungan dan pelestarian hutan adalah reaksi dari kegagalan kebijakan eksploitasi. Persepsi itu mempengaruhi kebijakan yang dihasilkan, namun dalam beberapa kasus terjadi perubahan tekanan dan jenis kebijakan dari kebijakan eksploitasi menjadi kebijakan perlindungan dan pelestarian tetapi kebudayaan birokrasi masih menganggap bahwa hutan masih perlu dieksploitasi secepatnya. Kesamaan kebudayaan birokrasi ini disebabkan kuatnya pengaruh pemerintah pusat dalam menentukan gagasan dan tindakan birokrasi di daerah. Perbedaan nuansa kebijakan disebabkan berbedanya lingkungan fisik, ekonomi dan sosial. Karena perbedaan itulah maka Lampung lebih mengutamakan eksploitasi dan perlindungan pada lahan sedangkan Kalimantan Timur memilih kayu, gaharu dan sarang burung."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denpasar: Institut Hindu Dharma, 1982
392.598 UPA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rd. Kaleh Putro Setio Kusumo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai implementasi kebijakan peraturan Pemerintah No 18 Tahun 2016 Tentang perangkat daerah di dua Kabupaten yakni Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis bagaimana implementasi penataan kelembangaan yang didasarkan melalui amanat PP No 18 Tahun 2016 dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penataan perangkat daerah. Adapun pendekatan penelitian menggunakan kualitatif dengan menggunakan paradigma Post Positivism. Hasil temuan penulis menunjukan bahwa implementasi kebijakan PP No 18 Tahun 2016 pada dua kabupaten yakni Kabupaten Banyuwangi dan Hulu Sungai Utara telah berhasil dilakukan namun masih bersifat prosedural. Hal ini terlihat dari adanya tipologi perangkat daerah berdasarkan beban kerja. Namun PP tersebut belum bisa menghasilkan perangkat daerah yang tepat fungsi dan ukuran secara objektif yang dapat meningakatkan kinerja pemerintah daerah. Kemudian faktor yang mempengaruhi implementasi penataan perangkat daerah di dua Kabupaten ini adalah dari isi kebijakan adalah faktor kepentingan yang dipengaruhi kebijakan dan derajat perubahan yang diharapkan. Sedangkan untuk faktor konteks kebijakan yang mempengaruhi adalah kekuasan, kepentingan dan aktor yakni jabatan kepala daerah yang bersifat jabatan administratif dan jabatan politik serta karakteristik lembaga dan penguasa yang dipengaruhi oleh kepemimpinan. Kemudian kontribusi sisi akademis, penelitian ini menguatkan teori Grindle bahwa isi dan konteks kebijakan mempengaruhi implementasi kebijakan namun penelitian ini penulis menyarankan untuk menambahkan faktor standar kebijakan dalam faktor yang mempengaruhi isi kebijakan

ABSTRACT
This thesis discusses  the implementation of regional government agency on 18/2016 in Banyuwangi regency in east java and Hulu Sungai regency in south borneo. The purpose of this study is to analyze how the implementation of institutional arrangements is based on the mandate of Government Regulation No. 18 of 2016 and to know the factors that influence the implementation of regional device arrangement policies. The research approach uses qualitative by using the Post Positivism paradigm. The findings of the authors indicate that the implementation of the PP No 18 of 2016 policy in two districts namely Banyuwangi and Hulu Sungai Utara Districts has been successfully carried out but is still procedural. This can be seen from the typology of regional devices based on workload. However, the PP has not been able to produce objective regional functions and measures objectively which can improve local government performance. Then the factors that influence the implementation of regional government agency in the two districts are the contents of the policy are the factors of interest that are influenced by policy and the degree of change expected. As for the policy context factors that influence are power, interests and actors, namely the position of regional head in the form of administrative positions and political positions and the characteristics of institutions and authorities influenced by leadership. Then the contribution of the academic side, this study corroborates Grindle's theory that content and policy context influence policy implementation, but this study suggests that the authors add standard policy factors to factors that influence policy content."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I., 1994/1995
302 D 33
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endro Yuwanto
"Nisan-nisan di Komplek Makam Setono Gedong Kediri, Jawa Timur berjumlah sekitar 61 buah dan dibagi atas beberapa bagian, serta terdapat beberapa bagian yang memiliki cungkup Komplek Makam Setono Gedong, dengan jumlah yang berbeda pada masing-masing tipe. Selanjutnya dari 15 tipe dong menurut tradisi nsan merupakan makam para 'auliya' (penyebar Agama Islam) di Kediri. Dan hasil penelitian terhadap nisan-nisan di lokasi tersebut, memunculkan 13 jenis tipe nisan di Komplek Makam tersebut, 3 di antaranya memiliki persamaan dengan tipe nisan Demak.. Jika dihitung nilai frekuensinya adalah sebanyak 11 buah atau sekitar 20 persen dari seluruh obyek yang menjadi sampel penelitian. Hasil perbandingan variabel-variabel bentuk dasar, bentuk badan, bentuk kepala, bentuk kaki, dan hiasan juga memperlihatkan frekuensi persamaan yang cukup besar dengan nisan tipe Demak. Sehingga bisa diperkirakan, hasil penelitian ini menyatakan kesesuaian atau mendukung dan dapat memperkuat pernyataan dalam disertasi Hasan Muarif Ambary. bahwa nisan-nisan tipe Demak-Troloyo banyak ditemukan di daerah Pantai Utara Jawa, daerah pedalaman Jawa Timur dan Tengah, Palembang, Banjarmasin, dan Lombok, Selain itu hal yang menarik adalah ditemukannya motif hias tumpal, ikal, dan sinar Majapahit yang dominan pada beberapa nisan di komplek makam tersebut, selain motif polos (tanpa hiasan) yang juga dominan. Motif-motif tumpal, ikal. dan sinar Majapahit telah dikenal sejak masa sebelum Islam masuk ke Indonesia. Hal ini menunjukkan pembuat nisan di Komplek Makam Setono Gedong, ternyata masih terus mempertahankan tradisi yang telah ada pada masa sebelumnya."
2000
S11809
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviani Retna Budiarti
"ABSTRAK
Penelitian tentang bangunan suci dan tempat suci pada abad 13-15 M dilakukan berdasarkan data relief candi dari abad 13-15 M, dengan tujuan melakukan identifikasi bangunan suci dan tempat suci pada masa itu melalui tinggalan relief candi yang masih dapat dilihat hingga sekarang. Kajian itu dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap bentuk arsitektur dari bangunan suci dan tempat suci yang terdapat dalam relief. Dalam hal ini pengamatan terhadap arsitektur tempat suci diwakili oleh komponen tempat suci tersebut, yang dalam relief digambarkan dengan meja sesaji, miniatur candi dan arca. Bangunan suci dalam relief tersebut dapat dibagi menjadi dua berdasarkan konstruksinya, yaitu bangunan, konstruksi kayu dan bangunan konstruksi batu. Bangunan dan komponen dalam relief tersebut kemudian dibandingkan dengan bangunan suci dan komponen tempat suci dari masa 13-15 M pula, yang masih dapat diamati hingga saat ini. Untuk bangunan suci konstruksi kayu diupayakan mencari keterangan lain pada bangunan kayu dari mesa sekarang, yaitu bangunan yang terdapat di Jawa dan Bali. Hasil penelitian menunjukken bahwa bangunan dan komponen dalam relief yang diperkirakan sebagai bangunan dan komponen tempat suci pada umumnya memiliki kemiripan dengan bangunan dan komponen tempat suci dari masa Hindu-Buddha yang masih dapat dilihat sampai sekarang. Bentuk bangunan suci konstruk_si kayu dari abad 13-15 M itu tidak berbeda dengan bentuk bangunan profannya. Hal itu karena tidak adanya ketentuan tentang bentuk bangunan suci, kayu, sehingga masyarakat me_ngambil bentuk arsitektur yang telah mereka kenal pada saat itu. Meskipun tidak terdapat ketentuan, tetapi terdapat keteraturan penggunaan bentuk arsitektur tertentu sebagai bangunan sakral. Keteraturan tersebut tampaknya masih berlangsung hingga masa Islam dan pada masyarakat tradisional saat ini. Adapula bentuk bangunan kayu yang tidak terda_pat pada masyarakat Jawa saat ini, karena bangunan tersebut sudah tidak berfungsi di masyarakat. Janis bangunan itu masih dapat ditemui di Bali, berfungsi sebagai pelinggih. Bangunan konstruksi batu dalam relief mempunyai persa-maan bentuk dengan bangunan candi di :lawn Timur yang masih ada saat ini. Bentuk arsitektur bangunan-bangunan konstruksi batu dalam relief pada umumnya dapat digolongkan dalam klasi_fikasi yang telah diajukan oleh Hariani Santiko. Komponen tempat suci dalam relief yang berupa meja sesaji mempunyai persamaan dengan altar, sedangkan miniatur candi, serupa dengan pedupaen atau menara teras dan tugu. Komponen-komponen tersebut biasa dijumpai pada tempat suci yang berupa pertapaan. Tempat suci pada abad 13-15 M, berda_sarkan karya sastra, terdiri dari beberapa macam. Dalam tempat suci tersebut biasa dijumpai bangunan suci atau kompo_nen suci, atau pun keduanya.

"
1996
S11963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>