Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202440 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Wahyu Anggoro Widagdo
"Didapatkan material superheater yang telah meledak dan pecah dengan karakateristik bukaan pecah knife edge menyerupai mulut ikan. Spesifikasi material adalah jenis SA 213 T22. Uji komposisi kimia menunjukan bahwa material bukan jenis SA 213 T22, tetapi mempunyai kekuatan tarik dan kekerasan di atas minimum spesifikasi. Pengamatan visual menunjukan pipa mempunyai permukaan cokelat kasar yang disebabkan oleh reaksi gas bakar. Makro fraktografi dan pengamatan SEM menunjukan adanya patahan ulet dan garis-garis deformasi pada permukaan daerah pecah. Pengamatan metalografi menunjukan adanya cementite spheroidization dan dekarburisasi permukaan pipa. Keduanya ini telah membuktikan bahwa pipa telah terekspos pada temperatur di atas normal. Analisa kegagalan meledak dan pecahnya pipa superheater adalah disebabkan karena short-term overheating. Rekomendasi terhadap kegagalan ini adalah mencegah terjadinya pembakaran berlebih atau pembakaran yang tidak merata dari burner dan pemilihan material yang tepat didasarkan pada besarnya temperatur operasi.

There is superheater material that had been burst with wide open like fish mouth with edges of the failure drawn to a knife edge. Material specification is SA 213 T22. Chemical composition testing shows that material is not the specification of SA 213 T22, but it has tensile strength and hardness upper the minimum specification. Visual examination shows that the tube has coarse brown characteristic on the surface which was due to the hot gas reactions. Macro Fractography and SEM examination show the ductile fracture and deformation lines on the burst area. Metallography examination shows that there is spheroidization iron carbide and decarburization on the surface of the tube. Both have proved the pipe had been exposed to upper normal temperature. This failure analysis for bursting superheater tube is caused by short term overheating. Recommendation for this failure are avoid of overfiring or uneven firing of boiler fuel burners and choose right material based on the operational temperature."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41797
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S34550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Blessmiyanda
"Wilayah perairan Indonesia yang sangat luas berakibat pada besarnya potensi sumberdaya laut yang ada. Sumberdaya ini perlu diupayakan agar penggunaannya memperhatikan daya dukung dan kelestarian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Kebutuhan energi listrik di Indonesia terutama di Pulau Jawa yang berfluktuasi dan cenderung meningkat, diperkirakan dalam periode 1986 - 2010 diperlukan tambahan pembangkit listrik sebesar 26.500 MW. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, Pemerintah melalui Perusahaan Listrik Negara merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Tawar yang memiliki kapasitas 2400 MW. PLTGU Muara Tawar yang direncanakan dibangun di atas lahan seluas 39,6512 Ha yang termasuk Desa Segara Jaya dan Desa Pantai Makmur Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan studi Analisis Mengenal Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah dilakukan, jenis kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak pada tahap konstruksi meliputi mobilisasi personil, peralatan dan material, pematangan lahan, pemancangan tiang pondasi dan pembangunan kanal pendingin dan demiaga sementara.
Mengingat aktivitas konstruksi PLTGU ini diperkirakan menimbulkan dampak lingkungan di wilayah pesisir tempat proyek dibangun, maka dilakukan pemantauan pada komponen - komponen lingkungan hidup yang berpotensi menimbulkan dampak. Penelitian lapangan yang dilaksanakan pada tahap konstruksi (Mei 1995 - Mei 1996) meliputi pengamatan dalam bidang Sosial Ekonomi, Kualitas Air Laut, dan Kualitas Udara. Pengamatan ini dilakukan terhadap aspek - aspek dan di lokasi yang diperkirakan mendapatkan dampak langsung dari aktivitas proyek. Hipotesis dari Tesis ini adalah : Konstruksi Proyek PLTGU Muara Tawar akan menimbulkan dampak pada lingkungan pesisir.
Dari penelitian diketahui sebanyak 29,25 % dari total pekerja non skilled diserap dari tenaga local/penduduk disekitar tapak proyek. Penyerapan tenaga kerja lokal ini menyebabkan perubahan lapangan pekerjaan beberapa penduduk yang sebelumnya nelayan menjadi buruh proyek PLTGU. Hasil analisis Statistik menunjukkan tingkat pendapatan penduduk yang bekerja sebagai buruh PLTGU ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bekerja sebagai nelayan.
Sebagian besar responden ( 91 %) menyatakan tidak keberatan terhadap keberadaan proyek, karena dipandang memberikan kesempatan kerja dan juga memajukan kesempatan berusaha bagi masyarakat setempat. Responden yang keberatan, berpendapat proyek ini membuat laut menjadi lebih dangkal dan berkurangnya hasil tangkapan udang dari pinggir pantai.
Berdasarkan pengukuran kedalaman yang telah dilakukan, menunjukkan adanya pendangkalan perairan. Pendangkalan ini disebabkan proses sedimentasi yang tinggi yang telah terjadi sebelum adanya proyek PLTGU. Proses sedimentasi terlihat dari kandungan bahan padatan tersuspensi (TSS) yang telah melampaui baku mutu menurut Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 0211/1988. Kandungan TSS terbesar terjadi saat kegiatan pengerukan pantai dan pemancangan tiang pondasi. Hasil analisis statistik menunjukkan ada pengaruh dari pembangunan proyek PLTGU Muara Tawar pada tingginya kandungan TSS di perairan .
Hasil pemantauan kualitas air laut, dijumpai adanya beberapa parameter logam berat yang kandungannya meningkat sejak adanya proyek PLTGU bila dibandingkan dengan kondisi sebelum adanya proyek. Parameter logam berat yang meningkat ini adalah Cd, Ni, dan Pb. Kandungan logam berat ini meningkat sebanding dengan meningkatnya curah hujan dan menurun seiring dengan menurunnya curah hujan. Logam berat ini bukan berasal dari proyek PLTGU tetapi menunjukkan limbah perkotaan yang terbawa aliran sungai masuk ke perairan pantai. Keadaan ini diduga juga dipengaruhi oleh berkurangnya hutan bakau yang tumbuh di pantai. Diketahui bahwa salah satu fungsi dari hutan bakau adalah sebagai penyerap lumpur karena adanya sistim akar yang padat sehingga partikel yang sangat halus mengendap di sekeliling akar bakau membentuk kumpulan lapisan sedimen yang sekali mengendap biasanya tidak dialirkan keluar lagi. Logam berat yang terbawa aliran sungai akan tersaring oleh lumpur hutan bakau sehingga tidak masuk ke perairan pantai, namun jika hutan bakau ini musnah, maka aliran sungai yang mengandung logam berat akan langsung masuk ke perairan pantai. Berdasarkan studi yang dilakukan saat AMDAL dijumpai hutan bakau sebanyak 1500 pohon/ha , namun saat penelitian pada tahap konstruksi ini hutan bakau yang ada tinggal 1135 pohon/ha.
Kandungan debu dan tingkat kebisingan terbesar terjadi di lokasi tapak proyek, kemudian semakin menurun pada daerah sekitar tapak dan nilainya kecil di daerah pemukiman yang jauh dari tapak proyek. Disini terlihat bahwa besarnya curah hujan juga ikut berperan terhadap kandungan debu. Pada saat curah hujan tinggi, kandungan debu rendah. Sedangkan saat curah hujan rendah, kandungan debu tinggi bahkan melampaui baku mutu yang ditetapkan menurut Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 660.31/SK1694-BKPMD182.
Persepsi penduduk menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di dekat tapak proyek merasa terganggu oleh debu dan kebisingan, sedangkan yang tinggalnya_ jauh dari tapak proyek tidak merasa terganggu. Hasil analisis Statistik menunjukkan adanya pengaruh antara lokasi tempat tinggal penduduk dengan persepsi terhadap gangguan debu, selain itu analisis Statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh antara lokasi tempat tinggal penduduk dengan persepsi terhadap gangguan kebisingan.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa konstruksi prayek PLTGU Muara Tawar menimbulkan dampak terhadap lingkungan pesisir.

Impact of the Contstruction of the Power Plant on the Coastal Environment (A Case Study in the Gas-Generated Power Plant at Muara Tawar-Bekasi, West Java)The vast area of Indonesian waters offers a wide variety of natural resources. It is very critical to conserve the use of these resources. The ecosystem along the coastal area is also sensitive due to its natural changes that shape the coastline. There is a steady concern of new development that will endanger the coastal ecosystem. Increasing awareness of the communities of any new development can prevent coastal destruction.
In Java the need of electricity is on the rise. It is estimated that from 1986 to 2010 as much as 26.500 MW is needed. Indonesia is building a gas-generated power plant (Perusahaan Listrik Tenaga Gas Uap or PLTGU) in Muara Tawar with a capacity of 2.400 MW. This plant is constructed on a 396,512 ha land in East Java.
Based on the environmental impact assessment (Analysis Mengenai Dampak Lingkungan or AMDAL) the development of this power plant will affect on the coastal ecosystem and environment. This study was conducted to investigate the impacts of PLTGU on water and air quality, and social economy of the coastal community.
The levels of some heavy metals such as Cd, N, and Pb, have increased since the development of the power plant. It was suspected that the heavy metals originated from the city sewage rather than from the PLTGU. Naturally the mangroves filter these heavy metals. However, the density of mangrove has declined from 1,500 trees/ha to 1,135 trees/ha after the PLTGU project was developed. It was noted that the levels of these heavy metals increased with the increasing amount of rainfall.
Project PLTGU also has affected the noise intensity and dust density around the area. It was found that the dust density and amount of rainfall are inversely related. When there was a high amount of rainfall, the dust density was low, and vice versa. Local communities around the project were greatly affected by the amount of dust and noise intensity. Statistics showed the impact of the dust density problem and of the noise intensity on the residential sites.
It was found that 29.25% of the local non-skilled workers who were fishermen have now become power plant workers. Power plant workers tend to have higher income than the fishermen. Individuals (91%) who are in favor of the power plant project consider that the plant will result in a higher employment rate. However, others feel that the plant will cause sedimentation and reduction in the ocean harvest. Sedimentation due to total suspended solids (TSS) has occurred even before the plant started and its rate will continue to increase as the plant developed.
In conclusion, the development of PLTGU Muara Tawar will impact on its coastal environment.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sutan Hamda R
"ABSTRAK
Kebutuhan air bersih untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara
Karang cukup besar, sehingga diperlukan daur ulang untuk membantu mengatasi
kebutuhan air. Debit air yang didaur ulang sebesar 285 m3/hari. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mendapatkan hasil efluen Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) PLTU sehingga didapatkan perencanaan daur ulang yang sesuai. Daur
ulang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan air servis, hidran, dan
cadangan air pada PLTU Muara Karang. Hasil uji laboratorium efluen IPAL
PLTU Muara Karang yang tidak memenuhi baku mutu kelas II PP No. 82 Tahun
2001, yaitu TSS sebesar 67,5 ppm, BOD sebesar 4,76 ppm, dan COD sebesar 82,6
ppm sehingga diperlukan proses daur ulang untuk memenuhi kualitas air yang
sesuai dengan baku mutu. Terdapat tiga unit daur ulang, yaitu reverse osmosis,
ultrafiltrasi, dan mikrofiltrasi . Pemilihan unit daur ulang dari ketiga unit tersebut
ditentukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan kriteria
pemilihan berupa teknologi, ekonomi, dan lingkungan serta subkriteria
kemudahan operasional, keandalan proses, biaya konstruksi, biaya operasional
dan pemeliharaan, serta recovery product. Hasil pemilihan dengan metode AHP
menunjukkan unit daur ulang mikrofiltrasi merupakan unit yang tepat untuk
memenuhi kebutuhan air servis, hidran, dan cadangan dengan total skor tertinggi.

ABSTRACT
Clean water needs of Steam Power Plant Muara Karang is large enough so water
recycle is needed to help fulfill water needs. The discharge is 285 m3/day. The
purpose of the study is to obtain the results of waste water treatment plant effluent
to find the appropriate recycling plan. The recycled water is used to meet the
needs of services, hydrants, and water reserves in Muara Karang power plant.
Laboratory test results WWTP effluent Steam Power Plant Muara Karang that
does not meet the quality standard of Grade II PP No. 82 Tahun 2001, which is
amount 67,5 ppm TSS, BOD at 4,76 ppm and at 82,6 ppm COD so recycling is
needed. Selection of three recycling units selected from the reverse osmosis,
ultrafiltration, and microfiltration were conducted with Hierarchy Analytical
Process (AHP) with the selection criteria in the form of technology, economy, and
environment and then with sub-criteria of operational convenience, reliability
process, the cost of construction, operation and maintenance costs, and recovery
product . The results of the election showed AHP recycling microfiltration unit is
the right unit to meet the needs of water services, hydrants, and backup with the
highest total score."
2014
S54595
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S35391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faridha
"PLTU Muara Karang selain mempunyai peranan yang cukup penting sebagai pemasok tenaga listrik di Jakarta juga berpotensi mencemari udara karena menghasilkan emisi. Emisi yang dilepaskan dari cerobong pembangkit akan terdispersi ke udara ambien dan bergabung dengan emisi dari sumber lain. Lokasi PLTU Muara Karang yang berdekatan dengan pemukiman penduduk sering memicu kekhawatiran masyarakat setempat bahwa emisi dari PLTU Muara Karang menyebabkan gangguan kesehatan pernafasan pada masyarakat sekitar.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah pemakaian bahan bakar minyak pada PLTU Muara Karang dapat menyebabkan pencemaran udara. Beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
  1. Bagaimana kondisi emisi 502 dan debu yang dihasilkan PLTU Muara Karang Unit 1, 2, dan 3.
  2. Bagaimana upaya pengendalian pencemaran udara yang dilaksanakan pada PLTU Muara Karang Unit 1, 2, dan 3
  3. Berapa besar kontribusi emisi dari PLTU Muara Karang Unit 1, 2, dan 3 terhadap kualitas udara ambien dan bagaimana kualitas udara ambien disekitar PLTU.
Hipotesis dalam penelitian adalah kontribusi emisi partikulat dan SO2 dari PLTU Muara Karang Unit 1,2, dan 3 terhadap udara udara ambien masih di bawah baku mutu udara ambien.
Tujuan penelitian adalah untuk:
  1. Mengetahui kondisi emisi dari PLTU Muara Karang Unit 1,2 dan 3
  2. Mengetahui upaya pengendalian pencemaran udara pada PLTU Unit 1, 2 dan 3
  3. Mengetahui seberapa besar kontribusi emisi PLTU Muara Karang Unit 1, 2, dan 3 terhadap udara embien dan juga untuk mengetahui kondisi udara ambien.
Penelitian ini bersifat deskriptif melalui survey dan pengumpulan data sekunder yang meliputi data emisi, udara ambien tahun 1998 - 2003, data teknis pembangkit, pengelolaan emisi dan data meteorologi.
Untuk mengendalikan debu telah digunakan malt/cyclone. Apabila alat ini tidak dioperasikan maka emisi debu yang dilepaskan akan berada di atas baku mutu. SO2 yang dihasilkan cenderung berada di atas baku mutu, hal ini disebabkan karena 2 hal:
1. Tidak ada pengendalian emisi SO2 pada PLTU Muara Karang
2. Tingginya kadar sulfur maksimal yang iizinkan pemerintah pada bahan bakar MFO yang disupplay pertamina yaitu 3.5%.
Berdasarkan perhitungan, emisi PLTU Unit 1, 2, dan 3 dapat memenuhi baku mutu apabila kadar sulfur di bawah 0,8%.
Kesimpulan dari penelitian adalah kadar emisi S02 PLTU Unit 1, 2, dan 3 berdasarkan perhitungan berkisar antara 880.08- 3,850.33 mg/m3 (di atas baku mutu emisi S02) dan debu antara 0.59 - 118.81 mg/m3 (di bawah baku mutu emisi debu). Pengelolaan dan pemantauan lingkungan telah dilaksanakan dengan mengacu pada RKL dan RPL. Kontribusi emisi partikulat dan S02 dari PLTU Unit 1, 2, dan 3 masih di bawah baku mutu udara ambien. Untuk bulan Maret 2003 kontribusi terbesar terjadi di lapangan PIK untuk 802 sebesar 23.82% dan debu sebesar 0.21 %. Kondisi udara ambien di tujuh lokasi untuk SO2 masih dibawah baku mutu sedangkan debu di beberapa lokasi telah melewati baku mutu.
Beberapa saran yang diberikan antara lain : untuk mengurangi kadar emisi SO2, perusahaan dapat melakukan dua hal yaitu mensubsitusi bahan bakar yang lebih bersih atau dengan menggunakan teknologi pengendalian emisi SO2. Pemerintah dalam pemberlakuan baku mutu emisi, khususnya SO2 pada pembangkit listrik perlu memperhatikan kondisi spesifik dari suatu kegiatan dan pemberlakuannya dilaksanakan secara bertahap per lokasi.

Muara Karang Steam Power Plant is an important power plant that supplies electricity to feed the daily activity of Jakarta. However, it may also create air pollution. Emission released from the stacks will disperse to the ambient air and get mixed with other sources of emission. Muara Karang Power Plant is located near local housing that often raises public's concern. People perceive that emission from power plant cause respiratory problems.
The problem to be discussed in this research is the impact of the use of fuel oil on air emission. Some of the key questions raised in this research are:
1. Now is the condition of SO 2 and particulate emission released by Muara karang power plant Unit 1, 2, dan 3
2. How to control air emission that is conducted at Muara Karang Power Plant Unit 1, 2, dan 3
3. How is the contribution of emission from Muara Karang Power Plant Unit 1, 2, and 3 and how is ambient air quality
The hypothesis developed in this research is that contribution of S02 and particulate emission from Muara Karang power plant Unit 1, 2 and 3 on ambient air is still below ambient air standard.
The objectives of this research are:
1. To understand emission condition of Muara Karang Power Plant Unit 1, 2, and 3
2. To understand measures the air pollution control that should be undertaken at Muara Karang power plant Unit 1, 2, and 3
3. To understand the contribution of power plant's emission on ambient air and to understand the quality of air ambient.
The methodology used in this research is collection of secondary data that consists of Emission and air ambient data year 1998-2003, plant technical data, emission management and meteorology data.
To control particulate, the company has installed multicyclone. If this equipment is not operated, the emission will exceed the standard. S02 emission tends to be above standard. This condition is caused by:
1. There is no S02 emission control measures at Muara Karang Power Plant
2. The high maximum sulphur level that is allowed by the Government on MFO supplied by Pertamina i.e. 3.5%. Based on calculation, emission of Power Plant unit 1, 2 and 3 can meet the standard if sulphur level is below of 0.8%.
The conclusion of this research is based on the calculation of SO2 emission at Muara Karang Power Plant Unit 1, 2, and 3 is in the range of 880.08 - 3,850.33 mglm3 (higher than SO2 emission standard), and particulate is between 0.59 - 118.81 mglm3 (lower than particulate emission standard). Monitoring and Management of environmental have veen done based on RKL and RPL document. Contribution of particulate and S02 emission of Power Plant Unit 1, 2, and 3 is still bellow ambient standard. In March 2003, the highest emission concentration) was recorded at P1K field site in which S02 contribution was 23.82% and particulate contribution was 0.21%. The ambient air quality at seven location for SO2 was below standard whereas for particulate, in some locations, the emission exceeded the standard.
The given conclusions are to reduce S02 emission, it is suggest that the company substitute less polluted fuel or use technology to control SO2 emission, In enacting emission standard, especially SO2 on the Steam Power Plant, the specific condition of activity should be taken into consideration, and the application should be done gradually per location.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarsih
"Kebijaksanaan di bidang energi merupakan bagian integral dari kebijaksanaan nasional yang secara menyeluruh berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi, pertambahan penduduk dan penyediaan energi. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, kebutuhan listrik terus meningkat dari tahun ke tahun. Khususnya untuk sistem kelistrikan Jawa-Bali konsumsinya 80% dari konsumsi listrik seluruh Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan skenario tingginya pertumbuhan kebutuhan listrik rata-rata dalam Repelita V menjadi 15,5% per tahun, kemudian meningkat lagi menjadi 17,7% per tahun pada Repelita VI dan kemudian baru menurun sampai 14,1% pada Repelita VU. Dalam rangka untuk memenuhi laju pertumbuhan permintaan akan listrik dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah Republik Indonesia membangun beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), salah satu diantaranya adalah PLTU Tambak Lorok Semarang. PLTU Tambak Lorok adalah suatu pusat pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas terpasang 300 MW yang menggunakan uap sebagai penggerak utama turbin guna menghasilkan tenaga listrik. Sistem ini bekerja dengan menggunakan air laut sebagai cairan kerja. Air laut diubah menjadi uap di boiler (ketel uap) dan keluar dari turbin, kemudian uap dimasukkan ke kondensor (mesin pengembun) dengan pendingin berasal dari air laut sehingga mencair kembali. Buangan air pendingin berupa air panas ini dikeluarkan melalui outlet menuju kolam pelabuhan Tanjung Emas. Buangan air ini disebut "limbah air panas" yang akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu pada suatu perairan. Dalam penelitian ini masalah ditekankan pada simulasi model dinamika sistem pencemaran limbah air panas terhadap sifat fisikkimia air dan biota perairan di saluran pembuangan (outlet). Apabila limbah air panas tersebut dibuang ke dalam suatu perairan yang berlebihan hingga melampaui kemampuan dayadukung lingkungan perairan itu, maka limbah air panas akan berbahaya bagi lingkungan perairan. Hal ini akan berdampak pada menurunnya kualitas perairan terhadap sifat fisik-kimia air dan indeks keanekaragaman biota perairan (plankton). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran atau merumuskan model pengaruh limbah air panas terhadap sifat fisikkimia air dan biota perairan secara sederhana. Untuk selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan masukan kebijaksanaan pengelolaan yang baik terhadap pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), sehingga akibat sampingannya dapat ditekan serendah-rendahnya. Hubungan antara setiap faktor yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk setiap faktor yang berpengaruh adalah berbeda. Hal ini menunjukkan kompleksitas model pencemaran limbah air panas. Untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap faktor dan bentuk hubungan antar faktor dengan simulasi model dipilih pendekatan dengan metode analisis dinamika sistem yang menggunakan program "Powersim Version 2.01" copyright tahun 1993-1995 ModellData AS. Untuk uji validasi model digunakan analisis satuan, simulasi model dalam bentuk grafik dan tabel serta verifkasi. Simulasi model terhadap parameter BOD dan COD sebagai nilai awal digunakan nilai baku mutu menurut Kepmen KLH No. Kep.O2/Men.KLH/1/1988 tentang Pencemaran Air Laut Untuk Budidaya Perikanan. Verifikasi model dilakukan dengan melakukan pengukuran di lapangan sebanyak 2 (dua) kali sampling pada 6 stasiun pengamatan di perairan kolam pelabuhan Tanjung Emas. Selain itu untuk keperluan verifikasi juga digunakan data hasil survai hidro-oceanologi Tambak Lorok (1993), studi ANDAL PLTU Tambak Lorok Blok II (1995) dan hasil pemantauan (1995-1996). Untuk melihat gambaran sebab-akibat antar faktor tersebut dilakukan dengan mengembangkan sub-sistem model dan membangunnya dari sub-sistem-sub-sistem model tersebut sehingga menjadi sistem yang besar. Dengan melalui asumsi-asumsi yang diambil dari beberapa simulasi, maka simulasi model dapat mendukung konsep siklus pencemaran limbah air panas yang berpengaruh terhadap berbagai faktor yang membentuk suatu sistem pencemaran. Hasil analisis menunjukkan bahwa limbah air panas yang dibuang ke perairan dapat merubah kondisi perairan yang berakibat naiknya suhu lebih tinggi dari suhu ambien level-nya (30°C ) dengan Δt sebesar 7°C. Naiknya suhu perairan berpengaruh terhadap kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu air, maka kelarutan oksigen makin rendah sehingga kandungan oksigen terlarut akan kecil. Dalam simulasi model dinamika sistem yang dihasilkan berdasarkan waktu, pada suhu di pelimbahan (outlet) sama dengan 37°C dan oksigen terlarut (DO) sama dengan 7 mg/l, maka indeks keanekaragaman yang diperoleh dari simulasi sebesar 2,63. Hal ini menunjukkan kondisi perairan yang tercemar dengan tingkat pencemaran sedang. Kenaikan suhu di perairan menyebabkan oksigen terlarut menurun, kebutuhan oksigen bialogi (BOD) meningkat dan kebutuhan oksigen kimia (COD) meningkat. Dalam simulasi model dinamika sistem terhadap waktu menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman yang dipengaruhi oleh aliran informasi dari DO, BOD dan COD serta adanya proses pendinginan adalah sangat kecil, mendekati nilai 0 (nol). Hal ini menunjukkan bahwa biota air yang berada di pelimbahan (outlet) mati semua, walaupun pada waktu dilakukan sampling masih dapat tertangkap beberapa jenis plankton. Mengingat bahwa plankton bersifat melayang-layang, maka tertangkapnya jenis ini diduga karena mendapat limpahan dari saluran pembuangan. Dengan adanya peningkatan suhu di perairan kolam Pelabuhan Tanjung Emas sebagai akibat limbah air panas PLTU diduga merupakan penyebab utama terjadinya penurunan jumlah dan jenis plankton di perairan tersebut. Indeks keanekaragaman terukur di pelimbahan (outlet) sebesar 1,43 dan 1,44. Ada dua jenis plankton yang dapat ditemukan di semua stasiun pengamatan yaitu Skeletonema dan Nitzchia yang mampu bertahan hidup pada suhu yang 37°C. Dalam simulasi model sistem dinamika menunjukkan bahwa adanya pengaruh suhu terhadap DO, BCD, COD, CL2, C02, nitrogen dan pH akan memperbaiki kondisi perairan dengan indeks keanekaragaman sama dengan 1,57 dan akan menurun sesuai dengan keadaan suhu terhadap waktu. Dengan meningkatkan kapasitas terpasang menjadi 500 MW menyebabkan debit air panas menjadi 250%, yang dapat mempercepat panasnya perairan, sehingga perairan menjadi cepat panas. Kenaikan panas ini akan menaikkan suhu dengan Δt 2°C, sehingga suhu menjadi 39°C. Kondisi ini menyebabkan menurunnya nilai indeks keanekaragaman. Meningkatnya kalor panas limbah air panas tersebut dapat menyebabkan terjadi resirkulasi panas ke intake. Dari simulasi model dinamika sistem menunjukkan bahwa peningkatan panas dari limbah air panas lebih cepat dari sebelumnya kapasitas terpasang ditingkatkan. Sedangkan aliran air panas menunjukkan kestabilan atau adanya "goal seeking" dalam waktu yang relatif lama. Untuk menjaga kondisi perairan yang baik, maka kebijaksanaan yang diambil adalah dengan memutuskan aliran limbah air panas (aliran materi) dalam model yang berarti limbah air panas tidak dibuang di pelimbahan (outlet) seperti keadaan pada saat sekarang ini. Karena dengan memutus aliran ini berarti memindahkan tempat pelimbahan (outlet) atau saluran pembuangan. Bahkan menurut hasil studi yang pernah dilakukan oleh PLN bekerja sama dengan UGM, menyarankan agar tidak ada resirkulasi ke intake safuran pembuangan air panas dipindahkan di sebelah timur kolam pelabuhan. Dari segi lingkungan hidup hal ini sangat menguntungkan, karena limbah air panas segera mengalami pengenceran oleh atmosir, sehingga nilai indeks keanekaragaman menunjukkan keadaan perairan yang tidak tercemar.
The policies in the energy sector are an integral parts of national policies as a whole, and are closely related to the growth of the economy and population and the supply of energy. The growth of economic, the demand for electricity continuously grows from year to year, especially in Java and Bali areas which consumes 80% of Indonesian electricity. The growth is in accordance to the forecast of electricity growth in the average of 15.5% per year during the fifth Repelita (National five year development planning) and the increase to 17.7% during the sixth Repelita before it decreases to 14.1% in the seventh Repelita. To fulfill the growing demand for electricity and to improve the service to users, the government of Indonesia had build several steam generated electrical power plant (PLTU), one of which is PLTU Tambak Lorok Semarang. PLTU Tambak Lorok is a power plant which uses steam as the main force to move the turbine to create electricity. This system is functioning by using sea water as the working liquid. The sea water is turned into steam in the boiler and out from turbine, the steam then being put in to a condenser with the chillier from sea water and to turn its thermal water discharged effluent back to sea water. The residual chillier which is now become hot water is discarded using an outlet to Tanjung Emas harbor pond. The discarded water is called "thermal effluent" and it will cause changes in sea temperature in the surrounding areas. In this research, the problem is emphasized on simulation of the dynamic model of thermal effluent system on the physical and chemical characteristics of sea water and aquatic biota in the waste outlet. If the water effluent is discarded excessively so that it exceeds the tolerance of surrounding sea water body, the waste will poisonous. This brings the declines in quality of the water in teems of the physical-chemical characteristics of water, and diversity index of aquatic biota (plankton). This research intents to capture the idea or to formulate the model of water effluent effect on the physical-chemical characteristic of the water and aquatic biota in a simple way. Furthermore, this research can be used as an inputs for the policy of good management to the Steam Power Plant, so that its environmental impact can be minimized. The relationship among each interacting and affecting factor behaves differently. This shows the complexity of the water effluent model. To know the immensity of the effects of each factor and relationship with the simulation of the model, one chooses an approach with the analytical method of system dynamic which uses the program "Powersim version 2.01" copyright 1993-1995 by ModellData, U.S.A. To validate the model, one uses unit analysis, model simulation in graphics and tables and verifications. in the model simulation on parameters BOD and COD, as the starting value one choose the standard quality value according to Kepmen KLH No. Kep.02/Men.KLH/1/1988 about the sea pollution for fishery. Model verification is done by measuring on the field with 2 samplings at 6 stations in the water at harbor Tanjung Emas. For observations, one also uses data from hydro-oceanology survey Tambak Lorok (1993), ANDAL study PLTU Tambak Lorok Blok II (1995) and observation result (1995-1996). Figuring the causal relationship among those factors is carried out by developing a subsystem model and build it from the model's sub-systems to make a big system. From the assumptions taken from several simulations, the model can support the concept of water effluent pollution cycle which affects various factors forming some kind of pollution system. Analysis results show that water effluent discarded into the water can change the water condition which make the temperature rises higher than the ambient level (30°C) with Δt as much as 7°C. The water temperature increase affects the oxygen solvability. The higher the temperature, the oxygen solvability is lower, so that the oxygen in the water is little. In the system dynamics model simulation produced with repeat to time, at waste temperature equal to 37°C and solved oxygen (DO) equal to 7 mg/l, the diversity index acquired from the simulation is 2.63. It shows the polluted water condition at the middle level. The increase of water temperature cause solved oxygen to decrease, biology oxygen demanded (BOD) increase, and chemical oxygen demanded (COD) to increase. The system dynamics model simulation with respect to time shows that diversity index affected by information flow from DO, BOD, and COD with the existence of the cooling system is very small, close to 0 (zero). This shows that the water biota which were in the outlet all died, although when sampled several kinds of plankton were still found. Recalling that plankton's float, the capture of these plankton's may originate from the outlet. With the increase of increase of temperature in the pond of Tanjung Emas Harbor because of water effluent, PLTU was thought the main culprit of the decrease of numbers and kinds of planks in the water. The diversity index measured in the outlet are 1.43 and 1.44. There were two kinds of plankton found in all the observation stations, namely Skeletonema and Nifzchia which survive at 37°C. The dynamics system model simulation showed that the temperature effect on DO, BOD, COD, C12, C02, nitrogen and pH will remedy the water condition with diversity index equal to 1.57, and will decrease according to the temperature condition with respect to time. Increasing the installed capacity to 500 MW causes the water effluent debit to increase 250%, which accelerate the increase of water temperature. This increases temperature by 2°C, so the temperature will be 39°C. This condition causes a re-circulation to the intake. The system dynamics simulation model shows that the heat increase from the water effluent was faster than before the installed capacity had been increased. In the mean time, the hot water flow shows the stability or there was "goal seeking° for a relatively long time. To maintain a good water condition, the policy taken is by disconnecting the heat flow (material flow) in the model, which means the water effluent is not discarded in the outlet as the current situation. The flow disconnection means moving the outlet or the waste channel. Even, according to the result of study conducted together by PLN and AGM, to stop the re-circulation to the intake, the water effluent channel to be moved to east of the harbor pond. From the natural environment, this is very beneficial because the water effluent will immediately be thinned out by the atmosphere, so that the value of diversity index shows an unpolluted water situation."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>