Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95740 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Anto Dwiastoro Slamet
"Aksi-aksi gerilya dan anti-gerilya dari dua kekuatan yang bertarung merebut dominasi tidak bisa dilepaskan dari sebuah perang revolusioner. Fenomena demikian turut mewar_nai perjalanan sejarah Perang Kemerdekaan RI (1945-1949). Aksi-aksi gerilya RI, bagaimanapun, menampilkan suatu kecenderungan unik, yakni aspek pertempuran yang merupakan sisi yang tidak terlalu menonjol ketimbang aspek psikologis yang diwujudkan sebagai sebuah senjata nasional. Perbenturan senjata-senjata psikologis antara RI dan Belanda tampaknya menjadi dampak sampingan dari kegagalan--kegagalan di bidang strategi militer dan diplomasi. Perang urat-syaraf lantas menggeser dan menempatkan dirinya sebagai medium alternatif yang membelah perbedaan-perbedaan kepentingan antara penomorsatuan diplomasi atau, sebalik_nya, mengutamakan konflik bersenjata."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nefo Budi Handoko
"ABSTRAK
Pada saat terjadinya Aksi Militer Belanda II, TNI melaksanakan perang gerilya atau perang rakyat semesta. Perang gerilya tersebut merupakan perang yang mengandalkan rakyat sebagai basis kekuatannya, terutama basis kekuatan sosial dan ekonominya. Rakyat yang pada umumnya berada di daerah pedesaan menjadi tumpuan bagi terlaksananya perang tersebut, sehingga desa menjadi suatu unsur terpenting bagi terlaksananya perang gerilya. Salah satu desa yang menjadi basis kekuatan sosial dan perekonomian pada masa perang gerilya tersebut adalah Desa Brunosari, Kecamatan Bruno Kabupaten Purworejo. Desa tersebut memiliki potensi yang sangat .baik untuk menunjang perang gerilya, yaitu kekuatan sosialnya (rakyatnya) dan juga potensi ekonominya (kekayaan alamnya). Dengan kekuatan sosial dan ekonominya tersebut, maka Desa Brunosari menjadi suatu basis yang dapat diandalkan bagi perjuangan gerilya yang dilakukan oleh pasukan TNI (Pasukan Sub Werkhreise/SWK Purworejo).
Sebagai suatu basis kekuatan sosial, desa ini mempunyai partisipasi yang sangat kompleks, diantaranya adalah sebagai penjaga keamanan desa, sebagai pasukan gerilya desa (pager desa), sebagai kurir, sebagai mata-mata dan sebagainya, yang kesemuanya dilakukan oleh rakyat desa tersebut. Sedangkan sebagai basis kekuatan ekonomi, partisipasi yang dilakukan cukup kompleks pula, yaitu sebagai dapur umum, penyetor bahan makanan ke kecamatan, sebagai lumbung persediaan beras dan sebagainya, Dengan partisipasi yang dilakukan oleh Desa Brunosari sebagai salah satu basis kekuatan sosial dan ekonomi itulah, maka sedikit banyak telah mampu mendukung dan menunjang perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang dilakukan oleh TNI.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode oral history (sejarah lisan), yaitu dengan menggunakan sumber wawancara sebagai sumber utama, sebab sumber-sumber tertulis mengenai daerah pedesaan di Kabupaten Purworejo tidak ada, sehingga dengan metode wawancara inilah penulis dapat melakukan penulisan skripsi ini.

"
1995
S12522
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tb Dony Nurpatria
"Sewaktu agresi militernya yang pertama pasukan Belanda tidak menyerang Banten namun pada tanggal 23 Desember 1948 Banten tidak luput dan serangan pasukan Belanda. Hanya dalam waktu kurang dan seminggu semua kota-kota besar di Karesidenan Banten telah dikuasai pasukan Belanda. Dikuasainya kota-kota itu memaksa para pamong praja dan tentara yang anti Belanda untuk pergi dari kota dan pergi mengungsi kepedalaman. Tempat yang telah disepakati antara pihak militer dengan sipil adalah suatu daerah di Pandeglang Selatan yaitu di Kawedanaan Cibaliung dan Munjul. Dari tempat itulah semua strategi diatur dan disusun baik oleh pihak sipil maupun pihak militer. Kerjasama antara kedua belah pihak berjalan sangat erat, pihak militer beserta seluruh unsur perjuangan melakukan pertempuran digaris depan dengan cara bergerilya sedangkan pihak sipil atau pamong praja yang banyak terdiri dari ulama berusaha untuk menenangkan hati rakyat dan menumbuhkan semangat juang rakyat dan tentara dan juga menyediakan perbekalan bagi kelangsungan perjuangan. Selama kurang lebih satu tahun pertempuran berkecamuk diseluruh Banten dengan Pandeglang Selatan sebagai pusat komando gerilyanya. Pada akhirnya gencatan dilakukan antara pihak RI dengan Belanda sesuai dengan persetujuan Konfrensi Meja Bundar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
PATRA 5(3-4) 2004
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Syamsudin
"ABSTRAK
Perbedaan pendapat dan prinsip dalam masalah politik dan strategi perjuangan menghadapi Belanda, telah menimbulkan krisis hubungan dikalangan pimpinan puncak RI pada masa revolusi kemerdekaan. Bahkan persoalan intern para pimpinan itu hamper menggoyahkan keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia. Data penulisannya di ambil melalui penelitian perpustakaan, dengan sumber yang berasal dari Arsip Nasional, buku-buku, surat kabar dan majalah. Hasilnya memperlihatkan bahwa pihak politisi sipil yang dipimpin sukarno-Hatta berpendapat bahwa untuk mendapatkan untuk mendapatkan dukungan internasional, maka diplomasi merupakan cara yang tepat dalam menghadapi Belanda. Sedangkan pihak militer (TNI) yang dipimpin Soedirman memilih perlawanan senjata. Perbedaan pendapat dan prinsip ini mencapai puncaknya pada saat disetujuinya persetujuan Roem-Roijen oleh Soekarno-Hatta yang statusnya pada waktu itu adalah tawanan Belanda. Akibatnya pihak militer atau TNI harus menghentikan peperangan atau melaksanakan genjatan senjata, sebagaimana yang telah disepakati dalam persetujuan Roem-Roijen. Sehingga akhirnya karena kecewa atas segala keputusan yang ditempuh, panglima besar Soedirman memilih mengundurkan diri dari ketentaraan. Namun karena keputusan sikap itu justru akan mnimbulkan perpecahan dikalangan pemimpin nasional, yang berarti akan mengancam persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia, maka Jendral Soedirman menarik kembali keputusannya.

"
1996
S12293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnain Lutfih
"ABSTRAK
Propaganda, merupakan salah satu alat penting dalam perang atau yang di sebut dengan propaganda perang (militer). Perang propaganda ini juga digunakann sebagai. salah satu strategi perang tentara Belanda dengan Indonesia dalam perang kemerdekaan.
Perang tersebut menggunakan sarana propaganda sebagai psikologis dengan harapan untuk rnenurunkan mental lawan dalam bertempur. Aksi propaganda dalam perang kernerdekaan menggunakan juga sarana-sarana baik yang berasal dari media cetak maupun media elektronik dalam hal ini yang sering digunakan adalah radio, penggunaan ini agar propaganda efektif dalam mempengaruhi lawan. Belanda lebih terorganisasi dalam penyelenggaraan perang propaganda dibandingkan dengan pihak. Indonesia. Hal ini dapat di1ihat dengan banyaknya badan-badan propaganda baik yang dilaksanakan oleh rniliter .itu sendiri atau pihak si p i 1 , sedangkan Indonesia lebih banyak dilakukkan oleh perseorangan atau kelompok.
Belanda dan Indonesia sebagai pihak yang bertempur menggunakan propaganda sebagai salah satu a1at perang mempunyai beberapa alasan terutarna dengan melihat kondisi dari. Kedua belah pihak Belanda mel i hat bahwa kurangnya personil militer untuk dapat menguasai seluruh wilayah. Indonesia. Dan juga kurangnya sarana militer lain yang dibutuhkan untuk menjaga daerah-daerah yang telah berhasil dikuasai. Sedangkan Indonesia menggunakan sarana propaganda terutama dengan melihat bahwa kwalitas militer Belanda jauh lehih baik dari yang dimi1ikinya dalam hal ini masalah pesenjataan yang sangat kurang. Perang propaganda ini menjadi menarik karena masing-masing pihak berupaya untuk memperoleh simpati rakyat untuk menutupi kekurangan-kekurangannya.

"
1995
S12256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 7:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>