Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35711 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kar Ferri Novezar
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
TA3055
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kar Ferri Novezar
"Dengan terjadinya kegagalan pada sistim pencatu daya satelit Palapa Cl, maka PT Satelindo dihadapkan pada kenyataan harus melepaskan kepemilikan satelit ini kepada pihak asuransi terhitung sejak 15 Februari 1999. Setelah itu, beberapa masalah muncul seperti terjadinya pengurangan pemakaian transponder yang cukup tajam karena harus dipadatkan dari 2 satelit menjadi 1 satelit yang pada gilirannya menyebabkan occupancy rate satelit Palapa C2 menjadi cukup padat, dan disamping itu berkurangnya kemampuan bisnis satelit PT Satelindo karena tidak lagi mempunyai satelit back-up. Utilisasi transponder yang padat dapat menimbulkan masalah karena disamping banyaknya kemungkinan untuk terjadinya interferensi, juga tidak memberikan kemungkinan bagi direktorat satelit PT Satelindo untuk menambah pelanggan-pelanggan baru dan kecilnya kesempatan untuk melakukan pengembangan usaha.
Dan gambaran situasi satelit saat ini terlihat bahwa kelebihan kapasitas transponder dan pengaruh krisis ekonomi telah menyebabkan penurunan dalam tarif sewa transponder dan meningkatkan persaingan antar sesama operator satelit di kawasan ini. Dan dari kecenderungan bisnis satelit di kawasan ini terlihat bahwa industri satelit sedang mengalami evolusi dari network oriented menjadi user-oriented, dengan memberikan pelayanan langsung ke ujung pemakai (end-user).
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, dan juga dengan lambatnya pertumbuhan bisnis satelit PT Satelindo serta dengan peluang-peluang bisnis yang muncul, beberapa strategi dapat diambil yang secara umum dibagi atas strategi jangka pendek yang harus dicapai dalam waktu dekat dan strategi jangka panjang yang harus dicapai dalam waktu 3-5 tahun kedepan.
Diantara strategi yang harus diambil dalam waktu dekat adalah : dengan menyusun ulang carrier, digitalisasi, mencari altematif satelit backup, usaha promosi yang lebih agresif, penyesuaian tarif, pengembangan usaha dengan investasi minimum, disamping harus memperkuat lingkungan internal secara keseluruhan.
Sedangkan strategi yang akan dicapai dalam jangka panjang adalah : program satelit baru yang perencanaannya harus disesuaikan dengan permintaan akan jasa-jasa baru dan kecenderungannya, sehingga harus dilakukan beberapa modifikasi dari generasi satelit Palapa C sebelumnya. Dalam strategi jangka panjang ini juga dapat dilakukan pengembangan usaha yang salah satunya dapat ditujukan untuk mendukung program satelit barn dengan menciptakan demand yang lebih banyak akan transponder.

Due to the failure occurring in Palapa CI 's battery system, it became an unavoidable fact for PT Satelindo to release its satellite's ownership to insurance party since 15th February 1999. Since then, some problems appeared into surface such as the drastic decreasing amount of transponder usage due to the process of user's compressing from two satellites into one and the bigger occupancy rate of Palapa-C2 satellite while the capability of PT Satelindo's satellite business seemed decreasing towards satellite back-up case. The full utilization of transponder could cause some problems like the possibility of interference, less opportunities for PT Satelindo to increase new number of customers and business development as well.
Seeing the current situation of satellite business, it seems that the exceeding number of transponder capacity and economic crisis influence have made impact on the decreasing transponder lease tariff and the increasing competition among satellite operators in this Asia-Pacific region. From the trend of satellite business in this region has shown that satellite industry is also having evolution from network-oriented to user-oriented by providing services directly to the end user.
In solving those matters as well as the slow business growth of satellite directorate PT Satelindo along with the appearing business opportunities, some strategies must be taken i.e. generally divided on short-term to be implemented in the near time and long-term to be implemented in 3 - 5 years.
Among strategies to be taken in the near time are : re-arrange carriers, channels digitalization, satellite back-up alternative, aggressive promotion, tariff adjustment, business development with minimum investment, while the entire internal environment must also be strengthened.
While the strategy for long term are : program of new satellite that its implementation must be adjusted with the demand of new services and its trend, therefore, we need some modifications of previous Palapa-C satellite generation. In this long term strategies, we can also expand our businesses which is one of among goals is to support new satellite program by creating more demand on transponder.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Munadi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
TA3032
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
TA3418
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Priantono
"Kecenderungan perkembangan teknologi telekomunikasi mengarah pada komunikasi bergerak dan teknologi yang berbasis kepada Internet Protocol (IP). Sebagai antisipasi perkembangan teknologi dan menghadapi era persaingan global, Indosat sebagai penyelenggara telekomunikasi internasional telah menyiapkan beberapa strategi bisnis. Strategi bisnis tersebut adalah strategi "4 in 1" yaitu sebagai penyedia jaringan backbone, penyelenggara jasa internet dan multimedia, penyelenggara jasa telekomunikasi bergerak, dan sebagai penyelenggara jaringan akses. Ke empat strategi bisnis tersebut berbasis kepada satu teknologi yaitu teknologi internet (IP-based). Untuk mencapai sasaran strategi bisnis tersebut, telah dipersiapkan beberapa rencana antara lain teknologi, infrastruktur, keuangan, pendanaan, pemasaran, SDM, dan organisasi. Tesis ini akan menganalisa strategi bisnis Indosat dengan menggunakan analisa SWOT, yaitu dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan internal, ancaman eksternal serta peluang yang ada. Dari hasil analisa SWOT tampak bahwa dari ke empat strategi bisnis yang ditetapkan, strategi bisnis yang harus mendapatkan prioritas adalah sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi bergerak dengan sistem GSM 1800 Mhz. Hasil analisa ini merupakan suatu usulan yang akan disampaikan kepada Manajemen lndosat.

Trend of telecommunications technology development is going towards mobile communications and Internet Protocol (IP) based technology. To anticipate technology development and facing global competition era, lndosat as an international telecommunications operator has established several business strategy. The business strategy is so called "4 in 1" strategy, being a backbone network provider, internet and multimedia service provider, mobile service provider and access network provider. All four business is based on one technology, internet technology (IP-based). To achieve the objective of the business strategy, lndosat 11as prepared several plans including technology, infrastructure, finance, funding, marketing, human resources, and organisation. This thesis is analyzing lndosat business strategy using SWOT analysis by putting attention internal strength and weakness, external threat, and existing opportunity. The output of the SWOT analysis, is showing that from the four strategy business implemented, the business strategy priority is being a mobile service provider with GSM 1800 MHz technology. This analysis output is a recommendation for lndosat management.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T40693
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B. Yogaswara
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
TA3105
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wibowo
"ABSTRAK
Perkembangan industri komponen otomotif tidak bisa dipisahkan dari industry otomotif secara keseluruhan. Industri ini terkait dalam suatu value chain dengan industry otomotif yang lain. Hal ini berlaku baik untuk skala nasional maupun internasional. Hubungan ini yang pada akhirnya menimbulkan adanya aliansi-aliansi strategis diantara sesama pelaku industri komponen otomotif maupun dengan pelaku industri otomotif yang lainnya Aliansi-aliansi yang terjadi melibatkan para pelaku nasional, para principals dunia dan juga para pelaku di daerah-daerah.
PT.X sebagai pelaku industri komponen nasional mempunyai peran dalam value chain sebagai pelaku industri manufaktur dan juga pemasar dari produk-produk komponen baik untuk pasar di Indonesia maupun pasar mancanegara. Dalam menjalankankan bisnisnya, PT. X melakukan aliansi-aliansi strategis dengan para principals dunia maupun juga para pelaku daerah dalam hal pendistrubusian produk. Aliansi-aliansi ini dibangun pada era 70-an dan 80-an dimana keadaan saat itu sangat mendukung terjadinya aliansi-aliansi seperti ini. Kontribusi-kontribusi antar mitra aliansi pada saat itu sejalan dengan motivasi para pihak yang terlibat dalam aliansi. Sejalan dengan waktu, aliansi-aliansi ini mengalami pergeseran-pergeseran baik dalam hal kontribusi yang dilakukan oleh masing-masing pihak maupun motivasi dari pihak-pihak yang beraliansi.
Untuk itu harus dilakukan analisa terhadap motivasi dari setiap anggota aliansi dan juga kontribusi-kontribusi yang dilakukan. Dari sini dapat dilihat bagaimana kesesuaian antara kontribusi yang ada dengan motivasi dari mitra aliansinya. Analisa juga dikembangkan terhadap gap yang mungkin timbul dari aliansi-aliansi yang sedang berjalan.
Globalisasi di industri otomotif dunia disisi lain juga membawa pengaruh yang besar pada semua industri otomotif dunia termasuk bisnis PT.X. Beberapa kemudahan-kemudahan
yang selama ini diperoleh PT.X mulai hilang, sehingga hal ini sangat mempengaruhi bisnisnya ke depan. Perubahan-perubahan ini tentu saja sangat berpengaruh pada aliansi-aliansi yang dilakukan dengan para principals maupun dengan para pelaku daerah serta bervariasi antar satu dengan aliansi dengan aliansi yang lain.
Para principals yang mempunyai hubungan istimewa dalam hal ini keiretsu dengan para principals pembuat kendaraan dunia mempunyai misi untuk menopang principals yang menjadi keiretsu nya dalam hal mencapai pencapaian efisiensi. Principals jenis ini saat ini mempunyai motivasi aliansi yang paling banyak bergeser dalam aliansinya dengan para rnitra-mitra domestik. Sebaliknya principals diluar kategori tersebut masih memiliki beberapa kepentingan dengan para mitra domestiknya, terutama dalam memasarkan produk-produknya di pasar domestik.
Sedangkan untuk pelaku daerah dalam hal ini dealers, terdapat dealers yang disamping memasarkan produk komponen PT.X juga memasarkan produk lain termasuk menjual unit kendaraan. Akibatnya dealers jenis ini memiliki kekuatan bisnis yang cukup besar sehingga ketergantungan terhadap aliansi dengan PT.X menjadi kecil. Jenis dealers yang lain adalah dealers yang menjual produk komponen lain akan tetapi tidak menjual unit produk. Walau tidak sekuat jenis yang pertama, dealers seperti ini tetap memiliki bargaining yang cukup baik pada aliansi yang dilakukan dengan PT.X. Jenis yang terakhir adalah dealers yang hanya berbisnis dengan PT.X serta umumnya adalah dealers-dealers kecil yang tingkat ketergantungannya dengan PT.X cukup tinggi.
Dari analisa-analisa yang dilakukan pada karya akhir ini terhadap tiap pola aliansi yang ada, terdapat berbagai macam keadaan yang sangat mempengaruhi keadaan aliansi dimasa yang akan datang. Untuk itu pada akhir tulisan karya akhir ini juga dibuatkan analisa untuk rekornendasi solusi yang didasarkan pada score analysis dan juga pertirnbangan kualitatif pendukung lainnya.
Rekomendasi yang diberikan dalam karya akhir ini meliputi empat solusi perrnasalahan, yang didasari oleh analisa-analisa yang dilakukan sepanjang pembahasan karya akhir. Solusi yang direkomendasikan pada prinsipnya adalah melakukan quit scenario pada pola aliansi yang mempunyai effective benefit sangat rendah, kemudian melakukan penguatan aliansi pada aliansi yang masih memiliki effective benefit cukup baik akan tetapi mempunyai dinamika ke depan yang tinggi serta rnelakukan gerakan lebih agresif dalam menguasai channel-channel di daerah untuk mengantisipasi perubahan-perubahan aliansi yang terjadi. Dengan solusi-solusi ini diharapkan PT.X dapat menyongsong tantangan-tantangan ke depan dengan lebih baik lagi.
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Munadi
"Dalam kurun sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan bisnis dan industri satelit menunjukkan perkembangan yang sangat cepat. Peluncuran dan kapasitas satelit terus meningkat sesuai dengan kebutuhan jasa telekomunikasi sateIit. Salah satu operator satelit di Indonesia, PT SATELINDO, memulai mengoperasikan jasa ini dengan menyewa transponder secara temporer pada satelit PALAPA B2P dan kemudian meluncurkan dan mengoperasikan dua satelit sendiri, PALAPA C1 dan C2_ Dalam pengoperasiannya, satelit C1 mengalamigangguan sehingga, PT SATELINDO hanya mengoperasikan satu satelit, PALAPA C2. Jasa telekomunikasi satelit yang dilayani menggunakan C-band dan Ku-band untuk area cakupan pemakaian domestik, regional dan internasional.
Bisnis satelit merupakan bisnis yang mempunyai risiko yang tinggi. Dalam semua tahapan bisnis satelit, dari desain hingga pengoperasian mempunyai risiko yang perlu diantisipasi. Kegagalan satelit C1 merupakan kasus yang perlu dianlisipasi bagaimana risiko dapat mempengaruhi bisnis sate|it. Untuk itu, diperlukan upaya dukungan manajemen dalam meminimalisasi kemungkinan yang tidak diharapkan dengan melakukan analisis risiko. Aspek risiko ini dapat dinilai terhadap beberapa indikator, diantaranya clari Sumber Daya Manusia, Teknologi, Lingkungan, Teknis Pengoperasian SateIit.
Dalam makalah ini, analisis dilakukan terhadap aspek teknologi dan aspek Iingkungan, yaitu stabilitas dan regulasi. Analisis kuesioner dengan respondennya karyawan direktorat satelit PT SATELINDO memberikan suatu pola penanganan risiko sesuai clengan kriteria yang telah ditetapkan. Hasil analisis, metode risiko yang dapat digunakan pada bisnis salelit pada kasus PT SATELINDO adalah asuransi dan pengenda|ian.

In last ten year, satellite business and industries growth shows a faster development. Satellite launch and capacity increase as a good demand in satellite telecommunication services. One of satellite operators in Indonesia, PT SATELINDO, starts to operate this services by leasing temporary transponder from PALAPA B2P satellite and soon launch and operate by their own satellite, PALAPA C1 and C2. In its operations, PALAPA C1 had failure to operate until its life time end, thus PT SATELINDO only operate one satellite, PALAPA C2. ln their operation, PT SATELINDO offers satellite telecommunication services using C-band and Ku-band for domestic, regional and international coverage area.
Satellite business is a business with high risk. In all satellite business steps, from design to operational have to anticipate any risk possibilities. Satellite C1 failure is a case how the risk could influence the satellite business. For that reason, supporting management style to minimize any worst possibilities that could influence the business by doing risk analysis. These risk aspect could be assessing toward some indicators such as Human Resources, Technology, Environment, Satellite Operation Engineering.
In this paper, the analysis is done only to environmental aspect, stability and regulation and technology aspect. Questionnaire analysis with respondent from employee of Satellite directorate PT SATELINDO gives a risk exposure pattern by using definite criteria. The result of this analysis, we could use risk method for satellite business in case of PT SATELINDO such as, Insurance, and Prevention.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T4768
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi Fauzan
"PT Tambang Timah, merupakan perusahaan BUMN yang bergerak dalam industry timah di Indonesia. Perusahaan didirikan pada tahun 1976 dan mulai tahun 1995 berubah namanya menjadi PT Timah Tbk setelah go public di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek London. Lebih dari 100 tahun yang lalu logam timah yang berasal dari Indonesia telah dikenal di seluruh dunia sebagai salah satu logam timah yang paling tinggi kadar kemurnian dan kualitasnya.
Memasuki tahun 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sampai lima kali lipat. Kondisi tersebut menimbulkan efek domino dengan menurunnya daya beli masyarakat dan terjadinya instabilitas politik, keamanan nasional serta menimbulkan ketdakpastian dalam berusaha dan hukum.
Pada tahun 1999 melalui keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tahun 1999 menghilangkan pasir / bijih timah sebagai komoditas yang diawasi ekspomya oleh pemerintah, kemudian disusul dengan keluarnya Peraturan Daerah Propinsi Bangka-Belitung No. 6/2001, No. 20/2001 dan No. 21/2001 yang mengatur mengenai tata laksana ekspor bijih timah membuat PT Timah Tbk hampir mendekati kebangkrutan karena harga logam timah dunia terjun bebas pada titik terendah dalam tiga dasawarsa terakhir.
Pada awal Juni 2002, setelah perusahaan mengajukan protes terhadap keputusan untuk mengijinkan ekspor timah dalam bentuk bijih, maka pemerintah pusat melalui Departemen Perdagangan dan Perindustrian memutuskan untuk melarang ekspor bijih timah ke luar negeri untuk memberikan kepastian usaha kepada PT Timah Tbk dan Kobatin sebagai produsen logam timah dalam industri ini. Akan tetapi ancaman kemudian datang dari munculnya Global Bangka Mandiri (GBM) sebagai pesaing langsung baru, yang dahulu berfungsi sebagai eksportir kedalam industri ini sebagai Badan Usaha Milik Daerah.
Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian kemudian diarahkan kepada bagaimana cara perusahaan dalam memenuhi tuntutan untuk menyerap produksi bijih timah dari mitra dan Tl, kemudian bagaimana cara untuk menurunkan harga beli bijih timah serta menghadapi persaingan dalam harga pembelian bijih timah dengan Global Bangka Mandiri. Produk logam timah yang tidak memiliki substitusi dan bersifat standar serta harga logam yang diatur berdasarkan bursa logam dunia, meyebabkan perusahaan hanya berfungsi sebagai price taker. Sehingga menyebabkan perusahaan harus berkompetisi dalam industri ini berdasarkan strategi cost leadership (biaya terendah).
Strategi bersaing yang dapat diterapkan oleh perusahaan (PT Timah Tbk) dalam menghadapi persaingan di industri timah melalui analisis TOWS adalah diversiflkasi usaha yang berhubungan (related business), akan tetapi strategi tersebut dapat diterapkan setelah terlebih dahulu perusahaan mengatasi masalah yang dihadapi mengenai persaingan dengan Global Bangka Mandiri (GBM), tuntutan untuk menyerap produksi bijih timah oleh mitra dan TI dan kenaikan harga pembelian bijih timah.
Dalam upaya menyerap produksi bijih timah, perusahaan dapat memberikan pilihan kepada mitra/TI yang menghasilkan bijih timah dengan kadar rendah (<56%) untuk menyewa fasilitas Pusat Pencucian Bijih timah (PPBT) milik perusahaan yang biaya pencuciannya ditanggung oleh penyewa atau menjualnya langsung kepada perusahaan dengan harga murah. Sedangkan bagi kadar bijih >56% akan dibeli dengan harga yang bersaing sesuai dengan tingkat persaingan dan pembelian GBM.
Keuntungan dari penyewaan PPBT bagi mitra I TI adalah dapat menaikkan kadar bijih timah sampai pada tingkat yang menguntungkan (>56%) tanpa harus memiliki aset dan peralatan pencucian. Bagi perusahaan keuntungan yang diperoleh antara lain adalah dapat menyerap seluruh produksi timah bijih berkadar rendah, mineral ikutan akan menjadi milik bersama penyewa dan perusahaan serta perusahaan dapat membeli hasil olahan PPBT sesuai dengan harga pembelian bijih yang telah ditetapkan.
Dalam upaya menurunkan harga pembelian bijih timah perusahaan melakukan inovasi pembelian dan pembayaran bijih timah, yang ditujukan untuk menghilangkan fungsi intermediaries (pengumpul) yang terbukti menimbulkan kenaikan harga pembelian bijih timah. Disamping itu, langkah selanjutnya adalah dengan mengembalikan area Kuasa Penambangan (KP) perusahaan yang sudah tidak lagi produktif termasuk area reklamasi untuk mencegah pembelian kembali bijih timah yang berasal dari area KP milik perusahaan. Langkah terakhir yang dapat diterapkan oleh perusahaan adalah dengan merelokasi pusat usaha dan produksi perusahaan ke lokasi yang lebih strategis sesuai dengan fungsi dan manfaatnya bagi perusahaan.
Kemudian untuk jangka waktu menengah strategi tingkat korporat yang disarankan adalah untuk memfokuskan pada pengembangan usaha yang berhubungan dan menguntungkan bagi perusahaan sesuai dengan core competency yang dimiliki oleh perusahaan sebagai perusahaan yang bergerak dalam industri pertambangan. Diharapkan dengan diterapkannya strategi diatas, perusahaan dalam hal ini PT Timah Tbk dapat mencapai tingkat margin keuntungan dan laba yang dapat diterima oleh manajemen dan para pemegang saham perusahaan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>