Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134217 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1996
TA3573
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Tanti Adriani
Jakarta: Universitas Indonesia, 1995
TA3443
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Salman Luthan
Jakarta: Universitas Indonesia, 1995
TA3555
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zaneta Rahel Renata
"Pertambahan jumlah penduduk yang dinamis di DKI Jakarta menyebabkan terjadinya peningkatan pola konsumsi yang berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas sampah yang dihasilkan. Dilihat dari sumber penghasilnya, sektor rumah tangga merupakan penghasil sampah terbesar. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menghitung timbulan dan komposisi sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga, mengevaluasi kondisi pengelolaan sampah eksisting, dan memberikan rekomendasi solusi pengelolaan sampah yang dapat diterapkan di kawasan Kelurahan Pulo Gebang, Jakarta Timur. Dilakukan metode penelitian kuantitatif dengan proses sampling dan penelitian deksriptif kualitatif dengan melakukan observasi, penyebaran kuesioner, dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan rata-rata timbulan sampah berdasarkan berat di Kelurahan Pulo Gebang sebesar 0,22 kg/orang/hari, berdasarkan volume sebesar 1,94 liter/orang/hari dan berat jenis sampah sebesar 110 kg/m3. Selain itu, didapatkan data komposisi sampah organik 46,7%, plastik 19%, kertas/karton 14,2%, lainnya 12%, kayu/ranting 2,2%, kaca 2,2%, logam 1,8%, kain 1,5%, dan karet/kulit 0,3%. Berdasarkan hasil evaluasi, terdapat beberapa hal yang dapat ditingkatkan dalam pengelolaan sampah, antara lain dalam aspek pemilahan dan pengolahan sampah. Sehingga, diperlukan sosialisasi kepada masyarakat terkait pemilahan sampah dari sumber dan mengembangkan pembangunan fasilitas pengolahan sampah yang disertai teknologi pengolahan sampah, yaitu TPS 3R dengan model Integrated Sustainability Waste Management.

The dynamic increase in population in DKI Jakarta has led to a rise in consumption patterns, affecting the quality and quantity of generated waste. The household sector emerges as the largest waste producer. Hence, this research aims to calculate the generation and composition of household waste, evaluate the existing waste management conditions, and provide recommendations for waste management solutions applicable in the Pulo Gebang Subdistrict of East Jakarta. The research utilized quantitative methods with sampling processes, as well as qualitative descriptive research through observations, questionnaire distribution, and interviews. The findings indicate that the average waste generation, in terms of weight, in the Pulo Gebang Subdistrict is 0.22 kg/person/day, with a volume of 1.94 liters/person/day and a waste density of 110 kg/m3. Additionally, the composition data shows organic waste at 46.7%, plastic at 19%, paper/cardboard at 14.2%, others at 12%, wood/branches at 2.2%, glass at 2.2%, metal at 1.8%, fabric at 1.5%, and rubber/leather at 0.3%. The evaluation highlights areas for improvement in waste management, particularly in waste sorting and processing. Therefore, public awareness campaigns are needed to educate the community on waste separation at the source, along with the development of waste processing facilities incorporating waste treatment technologies, such as the 3R"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Kardian Pramiati
"The dynamic urban lifestyle changes human behaviour in selecting consumer goods products. Urban communities prefer goods in suitable and economical packaging when carrying out their activities. There are some fundamental issues that are considered in the waste management system in Indonesia, including limited capacity for waste management in the regions, inadequate infrastructure, application of regulations, and lack of public awareness, including in the consumer goods manufacturing industry. This is high time for the implementation of a circular economy, especially among plastics waste. Through the Extended Producer Responsibility (EPR) concept approach, the manufacturing industry is more encouraged to contribute to their post-consumer waste management. This study was conducted in Jakarta and aimed to analyze the perceptions of consumers, producers, and the role of the informal sector in waste management so that alternative producers' responsibility schemes can be formulated in the management of post-consumption plastic waste. In this study, quantitative and qualitative methods were used with data analysis using descriptive statistics. In the next step, an Analytical Hierarchy Process (AHP) has been prepared for identifying the best alternative scheme of EPR for post-consumer plastic waste management. They showed that the highest criteria value (0,27) that was considered in the EPR implementation was the environmental impacts potential criteria. At the stage of selecting alternative EPR schemes, the highest to lowest scores respectively are partnership schemes with waste management organizations (2.83), product design optimization (2.78), post-consumption waste recall (2.11), and development of recycling facility (1,28).
Keywords: Extended Producer Responsibility (EPR); circular economy; plastic waste management; Analytical Hierarchy Process (AHP)

Gaya hidup masyarakat perkotaan yang dinamis mengubah perilaku konsumsi sehingga masyarakat lebih memilih produk-produk praktis dan ekonomis. Terdapat hal-hal fundamental yang muncul dalam sistem pengelolaan sampah di Indonesia, diantaranya keterbatasan kapasitas pengelolaan sampah di daerah, infrastruktur yang belum memadai, penerapan regulasi, serta kurangnya kepedulian masyarakat termasuk industri manufaktur barang konsumsi terhadap persoalan pengelolaan sampah pasca konsumsi. Pendekatan ekonomi sirkular pada pengelolaan sampah plasik pasca konsumsi menjadi hal yang penting. Melalui konsep Extended Producer Responsibility (EPR), industri manufaktur didorong untuk berkontribusi dalam pengelolaan sampah plastik kemasan yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis persepsi konsumen, produsen, dan peran sektor informal pengelola sampah, sehingga dapat dirumuskan alternatif skema tanggung jawab produsen dalam pengelolaan sampah plastik pasca konsumsi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan analisis data menggunakan statistik deskriptif dan pemilihan multikriteria melalui struktur Analytical Hierarcy Process (AHP). Hasil penelitian menyatakan bahwa nilai kriteria tertinggi yang menjadi pertimbangan dalam strategi penerapan EPR adalah pada kriteria potensi dampak lingkungan (0,27). Pada pemilihan alternatif skema EPR, bobot tertinggi sampai terendah adalah skema kemitraan dengan organisasi pengelola sampah (2,83), optimalisasi desain produk (2,78), penarikan kembali sampah pasca konsumsi (2,11), dan pengembangan fasilitas daur ulang (1,28).
Kata kunci: tanggung jawab produsen; ekonomi sirkular; pengelolaan sampah plastik; Analytical Hierarchy Process (AHP)
"
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amiluddin Rabbi
"Berdasarkan dokumentasi yang ada, Kota Jakarta dilanda banjir pada tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976,1996, 2002 dan terakhir di tahun 2007 ini. Banjir di DKI Jakarta yang terjadi pada tahun 1996, 2002 dan 2007 selain menggenangi hampir seluruh penjuru kota juga menjadi tragedi nasional dan perhatian dunia. Banjir besar ini dipercaya sebagai banjir lima tahunan yang akan berulang setiap lima tahun.
Mencermati persoalan banjir di DKI Jakarta, paling tidak harus meliputi aspek teknis dan non teknis seperti, aspek kelembagaan, pendanaan penegakan hukum dan sosial (kesadaran masyarakat) yang harus dirumuskan bersama-sama stakeholders. Terjadinya banjir yang disertai dengan peningkatan dampak secara berulang kali mengisyaratkan pengelolaan lingkungan hidup di DKi Jakarta belum berjaian secara baik. Salah satu indikasinya ditunjukkan dengan kelembagaan yang terkait dengan pengendalian banjir belum mampu menyelesaikan permasalahan banjir yang sudah menjadi rutinitas di DKI Jakarta. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah menyusun konsep koordinasi antara institusi/lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir melalui pemahaman tentang: (1) Peran lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKI Jakarta; (2) Pelaksanaan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKi Jakarta; (3) Unsur-unsur yang berpengaruh terhadap pelaksanaan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKl Jakarta.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Ada tiga instrumen yang digunakan dalam penelltian ini, yaitu: (1) pengamatan melalui visualisasi; (2) pencocokan data dan wawancara; dan (3) telaah pustaka. Data yang diperoleh lalu dianalisis dengan menggunakan pendekatan arialisis interaktif dan strength, weaknesses, opportunities, dan threats (SWOT).
Dari hasil penelitian ini ditarik suatu kesimpulan:
1. Peran lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKI Jakarta dapat dibedakan menjadi 2 (duo), yaitu: pertama, peran yang bersifat struktural (teknis), dengan menekankan pada pendekatan pembangunan secara fisik dan berkenaan langsung dengan sistem tata air seperti: mencegah meluapnya banjir sampai ketinggian tertentu dengan tanggul; merendahkan elevasi muka air banjir dengan normalisasi, sudetan, banjir kanal dan interkoneksi; memperkecil debit banjir dengan waduk, waduk retensi banjir, banjir kanal dan interkoneksi; mengurangi genangan dengan polder, pampa dan sistem drainase. Kedua, pengendalian banjir yang bersifat non struktural (non teknis), seperti peringatan banjir lebih dini; resettlement penduduk di dataran banjir dan sempadan sungai; restorasi (penataan ruang), reboisasi dan penghijauan kawasan penyangga; penyuluhan anti pentingnya potensi sumberdaya air (situ, sungai, dan mata air); pengentasan kemiskinan; manajemen pengendalian limbah (domestiklindustri); dan penegakkan hukum. Kedua bentuk peran tersebut saling terkait dan mendukung, namun kenyataanya peran yang bersifat struktural lebih dominan. Berbagai upaya pemerintah DKI Jakarta yang masih bersifat struktural (structural approach) ternyata belum sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir yang terjadi. Dengan demikian, maka penanggulangan banjir yang biasa dilakukan dengan pembangunan fisik semata (structural approach) harus disinergikan dengan pembangunan non fisik (non-structural approach) yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya partisipasi masyarakat sehingga tercapai hasil yang lebih optimal.
2. Pelaksanaan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKI Jakarta belum efektif, karena berangkat dari tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda, selain itu juga disebabkan karena sifat koordinasinya interrelated, artinya koordinasi antar lembaga yang tingkatannya sama, tetapi secara fungsional berbeda namun satu dengan yang lain bergantungan atau mempunyai kaitan baik ekstem maupun ekstem.
3. Unsur-unsur yang berpengaruh secara internal, adalah (a) eksistensi organisasi perangkat daerah DKI Jakarta; (b) adanya kegiatan pengendalian banjir; (c) tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas; (d) dukungan sarana dan prasarana pengendalian banjir; (e) anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta; (f) tidak adanya forum yang menjembatani koordinasi antar lembaga yang terkait; (g) koordinasi antar lembaga belum berjaian efektif; (h) peran kepemimpinan tidak berjalan dengan baik; (i) lemahnya penegakan hukum; (j) budaya kerja aparatur. Secara eksternal, yaitu (a) berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah; (b) keterlibatan sektor publiklswasta; (c) adanya program tahunan kali bersih (Prokasih); (d) terjadinya siklus tahunan banjir; (e) perubahan tata guna lahan dan tata ruang; (f) meningkatnya populasi penduduk DKI Jakarta; (g) minimnya kesadaran masyarakat; (i) permasalah banjir di DKI Jakarta bersifat lintas wilayah.
Saran-saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) perlunya kesamaan persepsi antar stakeholder, terutama mengenai defenisi banjir; periode ulang banjir; dataran banjir; babas banjir; bantaran sungai; dan sempadan sungai; (2) lmplementasi kebijakan tata ruang secara konsisten dan pemberlakuan peraturan secara ketat; (3) perlunya pengendalian banjir secara terpadu dalam satu kesatuan daerah aliran sungai (restorasi ekologi); (4) pengendalian banjir yang meliputi aspek teknis, kelembagaan, pendanaan, penegakan hukum, dan aspek sosial perlu dirumuskan secara bersama-sama; (5) mengefektifkan situ-situ, sumur resapan dan drainase kota; (6) mengefektifkan program kali bersih (Prokasih); (7) resetllernent penduduk pengokupasi bantaran sungai; (8) koordinasi antar lembaga perlu diwadahi dalam suatu forum; dan (9) hasil penelitian ini perlu ditindak-lanjuti melalui penelitian secara komprehensif.

Based on the existing documents, Jakarta have had several floods in 1621, 1654 and 1918, and then in 1976, 1996, 2002 and the last of 2007. Floods in Jakarta occurred in 1996, 2002 and 2007 were not only stroke the city entirely; they were also national tragedy catching the eyes of the world. The big flood is believed to be relapsed once every five years.
Studying the problems of flood in Jakarta, shall also includes technical and non-technical aspects, as well as institutional aspect, law enforcement funding, and social aspect (the community awareness) which shall collectively formulate by stakeholders. The flood occurrence which concurrent with the increase of impact indicates so many times that life environmental management in DKi Jakarta has not performed well yet. One of the indications is shown by flood management-related institutions that have not been able yet to settle the flood problem which has already been routine occurrence in Jakarta. Therefore, the aim of this research is to arrange the concept of coordination between flood management-related institutions by comprehending on: (1) The role of institutions associated with flood control in Jakarta; (2) The implementation of institutions coordination associated with flood control in Jakarta (3) The elements which is effecting the implementation of institutions coordination associated with flood control in Jakarta
This research is using analytical descriptive method. There are three instruments used in this research; i.e.: (1) Observation through visualization; (2) The matching of data and interview; and (3) Library Research. The data obtained then was analyzed using interactive and strength, weaknesses, opportunities, and threats analysis.
There is conclusion withdrawn from the research.
first, the role of institutions associated with flood control in Jakarta can be differentiated into 2 (two), i.e.: first, structural (technical) role, by emphasizing on physical development approach and is directly concerned to water management system as well as: avoiding flood up to certain .height to the embankment, lowering the elevation of flood water surface by normalization, waterway diversions, flood channeling and interconnection; decreasing water dimension with dam, flood retention dam, channel flood and interconnection; decreasing inundation with polder, pump, and drainage system. Second, non-structural (non-technical) flood management, as well as flood early warning system; resettlement of the inhabitant dwelling on flood area and riverbank, restoration (spatial
arrangement); reforestation of sustaining area; counseling on the importance of water resources (lake, river, and water spring); poverty annihilation; domestic/industrial waste management; and law enforcement. The both roles are inter-connected and inter-sustained, however the fact is that the structural role is dominating. various structural approaches of KI Jakarta Government are still not entirely able to overcome re-occurring flood problem. Therefore, the flood management which usually conducted solely by physical development (structural approach) shall be synergized by non-physical development (non-structural approach) which is providing wider space for community participation to reach more optimum results.
Second, the implementation of coordination among institutions associated with flood control in Jakarta has not been effective yet, since it come from the main duty and different function, in addition, it is also caused by interrelated coordination, which means that coordination of inter-institutions in the same level, but functionally different with interdependent nature or having both intern and extern relation.
Third, the elements which internally affected, i.e. (a) the existence of DKI Jakarta regional apparatus organization; (b) the presence of-flood-management activities; (c) availability of quality human resources; (d) support of flood management facilities and infrastructure; (e) DKI Jakarta regional budget and expense; (f) the absence of forum relating inter-related institution coordination; (g) ineffectiveness of inter-institutional coordination; (h) leadership role which is not funning well; (i) the weakness of law enforcement; (j) apparatus work behavior. Externally, i.e. (a) the effective of Act Number 32 of 2004 regarding Regional Government and Act Number 33 of 2004 regarding Financial Balance between Central and Regional Government; (b) involvement of private/public sector, (c) existence of annual clean river program (Prokasih); (d) occurrence of annual flood cycle; (e) alteration of land use and spatial arrangement; (f) increase of DKI Jakarta inhabitant; (g) low level of community awareness; (i) the flood problems in DKI Jakarta which still have cross-area in nature.
The suggestions proposed in this research are: (1) the needs of similar perception between stakeholders, especially on flood definition, flood periodic occurrence, flood area; flood free area, riverbanks, and riverside; (2) implementation of spatial arrangement policy consistently and effecting tight regulation; (3) the needs of integrated flood management in a unity of river stream area (ecologic restoration); (4) flood management covering technical, institutional, funding, law enforcement aspects, and social aspect shall be collectively formulated; (5) make effective of lakes, absorbent wells and urban drainage; (6) make effective of clean river program (Prokasih); (7) resettlement of inhabitant occupying riverbanks; (8) inter-institutional coordination shall be accommodated in a forum; and (9) the result of this research shall be followed up through comprehensive research."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hariadi
"Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang merupakan suatu studi kelayakan dari aspek lingkungan, dalam prakteknya disusun setelah suatu kegiatan berjalan, sehingga tidak sesuai dengan maksud dari penetapan kebijakan tentang AMDAL tersebut. George C. Edward III mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan prosedur operasi standar.
Penelitian terhadap pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, yang memberikan gambaran pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL (PP No. 51 Tahun 1993) di Komisi AMDAL Daerah DKI Jakarta dan pembahasan atas pelaksanaan kebijakan tersebut secara kualitatif dengan mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan di atas.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa komunikasi tentang isi kebijakan telah dilaksanakan dengan baik melalui kegiatan periodik berupa penyegaran kepada para instansi terkait dan konsultasi regional pelaksanaan AMDAL se-Jawa yang dikoorfinir oleh Pemerintah Pusat. Dari faktor sumber daya diperoleh bahwa sumber daya manusia pelaksana kebijakan ini tidak mencukupi baik dari mutu maupun jumlahnya. Sebagian besar anggota Komisi yang aktif secara formal belum memiliki dasar-dasar tentang AMDAL, dan minimnya jumlah tenaga pelaksana di lapangan dalam melakukan pengawasan. Sedangkan dari sumber daya kewenangan diketahui bahwa kewenangan yang dimiliki oleh Komisi maupun oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah tidak memadai untuk dapat melaksanakan kebijakan ini dengan baik. Kewenangan tersebut berada pada instansi pembina dan pemberi izin.
Dari faktor disposisi/sikap aparat diketahui bahwa sikap aparat yang bertugas pada instansi pembina dan pemberi izin kurang mendukung dengan tidak mewajibkan penyusunan AMDAL sebagai salah satu syarat perizinan. Dari faktor prosedur operasi standar, telah dikeluarkan lnstruksi Gubernur Nomor 84 Tahun 1997 yang mewajibkan penyusunan AMDAL sebagai persyaratan perizinan daerah. Instruksi ini juga kurang membantu pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL selain karena dikeluarkan setelah kebijakan tentang AMDAL berjalan selama empat tahun, juga karena sikap kurang mendukung dari aparat pelaksana pada mstansi-instansi terkait."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liliansari Loedin
"Pengelolaan lingkungan hidup di DKI Jakarta merupakan tanggung jawab Gubernur dan dalam rangka pelaksanaannya di DKI Jakarta dibentuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) yang tugasnya melaksanakan pembinaan serta koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di propinsi DKI Jakarta. Untuk menunjang kegiatan pengelolaan lingkungan hidup ini , BPLHD Propinsi DKI Jakarta dibantu oleh Laboratorium Lingkungan sebagai Unit Pelaksana Tehnis Badan yang melaksanakan pelayanan publik dalam pengujian dan analisa laboratorium terhadap komponen lingkungan.
Dengan adanya perubahan paradigma pada pelayanan publik yaitu ditekannya pelayanan prima ,maka Laboratorium BPLHD DKI Jakarta sebagai unit layanan publik untuk menyelenggarakan pelayanan prima yaitu layanan yang memberikan kepuasan pada pelanggan.
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan Laboratorium BPLHD DKI Jakarta maka dilakukan penelitian dengan jenis studi kasus yang bersifat deskriptif. Dalam mengukur tingkat kepuasan pelanggan digunakan Metoda SERQUAL (Service quality) yang terdiri atas 5 dimensi yaitu tampilan fisik (tangibles) , kemampuan mewujudkan janji (reliability), ketanggapan dalam memberi layanan (responsiveness), kemampuan memberi jaminan layanan (assurance) dan kemampuan memahami kebutuhan pelanggan (emphaty).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harapan pelanggan terhadap pelayanan Laboratorium BPLHD DKI Jakarta dirasakan sangat penting dan persepsi pelanggan menunjukkan keadaan cukup puas.
Selanjutnya untuk tingkat kepuasan pelanggan secara umum pada semua dimensi hasilnya adalah pelanggan puas , dan keadaan ini mendorong Laboratorium Lingkungan BPLHD DKI Jakarta untuk mempertahankannya di samping tetap berusaha untuk meningkatkan pelayanan agar dapat mencapai klasifikasi sangat memuaskan.
Pelayanan yang dirasakan masih sangat perlu ditingkatkan terutama pada aspek reliability yaitu kemampuan Laboratorium BPLHD DKI Jakarta memenuhi janji waktu pelayanan yang sesuai dengan harapan pelanggan dan untuk meningkatkan kualitas layanan Laboratorium BPLHD DKI Jakarta harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia , prosedur kerja dan fasilitas penunjang lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairwati Zabariah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
TA3951
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>