Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147801 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andrian Setiabakti
"Insiden terjadinya infeksi dari Necator americanus masih cukup tinggi, khususnya di negara berkembang. Komplikasi tersering dari infeksi geohelminth adalah anemia, dimana apabila terjadi pada anak-anak dalam jangka panjang akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan. Anak-anak adalah kelompok umur yang paling rentan terhadap infeksi parasit ini dikarenakan korelasi antara kebiasaan anak kecil dan metode penularan cacing ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara prevalensi infeksi N.americanus dan anemia pada anak sekolah di Nangapanda.
Penelitian ini dilakukan di desa Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 262 anak berusia 6-17 tahun berpartisipasi pada penelitian ini. Data personal anak dari tingkat SD dan SMP di Nangapanda diperoleh dengan mengisi kuesioner dan dikumpulkan 262 sampel darah dan tinja. Infeksi cacing ditentukan dengan metode RT-PCR dan status anemia ditentukan melalui pemeriksaan darah. Informasi yang didapat lalu diuji dengan metode chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi infeksi N.americanus adalah 40.8% dan prevalensi anemia 9.9%. Uji statistik chi-square menunjukkan bahwa infeksi N.americanus bukan merupakan faktor yang cukup signifikan sebagai penyebab anemia (p =0.155).
Kesimpulan yang di dapat adalah tidak adannya korelasi antara infeksi N.americanus dan anemia pada anak sekolah di desa Nangapanda, kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

The prevalence of Necator americanus is still high, especially in developing country. The most common infection because of geohelminth infection is anemia, which in the long run can cause stunted growth on children. Children age group is the most prone age group towards this parasite infection due to its corelation between children habits with its mode of infection.
This research is done in Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. 262 children with age range between 6-17 years old participate in this research. Children personal data was obtained through questionnaire form and 262 sample of blood and stool are obtained. RT-PCR is use to detect the presence of helminth infection and anemia status is checked with blood test. The result is then analyzed using chi-square method.
Result of this research shows that the prevalence of N.americanus infection is 40.8% and the prevalence of anemia is 9.9%. Data analysis using chi-square shows that N.americanus infection is not a significant factor to cause anemia (p=0.155).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Rossyani Ekindriaty
"Prevalensi dari infeksi cacing tambang termasuk A duodenale di Indonesia khususnya di Nusa Tenggara Timur NTT masih tinggi Umumnya anak anak usia sekolah berIsiko tinggi terkena infeksi cacing tambang karena sering bermain di luar tanpa memakai alas kaki Riset ini bertujuan untuk mencari hubungan antara infeksi A duodenale dengan status anemia pada anak anak di desa Nangapanda kabupaten Ende NTT Riset ini dilakukan berdasarkan data sekunder dari penelitian departemen Parasitologi FKUI yang dilakukan dengan metode cross sectional Data diambil dari sampel berupa darah dan feses dari 262 anak anak berusia 6 sampai 17 tahun Dari sampel feses terbukti bahwa 90 dari 262 anak yang dites terinfeksi A duodenale di mana 53%-nya adalah laki-laki Prevalensi infeksi meningkat dengan bertambahnya umur anak dan prevalensi tertinggi ditemukan pada anak usia 10 tahun sebelum kemudian menurun hingga pada usia 16 dan 17 tahun dengan tidak ditemukan sampel yang terinfeksi Sampel darah menunjukkan bahwa ada 26 dari 262 sampel yang dikategorikan sebagai anemia Dari semua individu yang terinfeksi A duodenale hanya 6,7% yang terkena anemia Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status infeksi A duodenale dan anemia (p=0,150) Namun terdapat perbedaan signifikan pada nilai hemoglobin rata rata antara individu yang sudah terinfeksi dan tidak terinfeksi (p=0,020) Tidak terdapat perbedaan status anemia antara laki laki dan perempuan (p=0,862) atau antara anak anak dan remaja (p=0,184). Disimpulkan bahwa infeksi A duodenale tidak menyebabkan anemia pada anak sekolah di Nangapanda Kata Kunci Infeksi A duodenale anak anak usia sekolah anemia.

The prevalence of Soil Transmitted Helminths STH infection including A duodenale in Indonesia especialy Nusa Tenggara Timur NTT is high and school aged children are at greatest risk for this infection This study aims to provide the link and determine the nature of the relationship between A duodenale infection with anemia status and prove whether the infection alone is causing anemia among children in Nangapanda village Ende district NTT This research is based on cohort study done by Department of Parasitology FKUI Data from stool and blood sample was collected from 262 children aged 6 ndash 17 years old Analysis was done using SPSS 17 0 program Result from stool sample showed that 90 out of 262 samples were infected with A duodenale with 53 of them being male The distribution of infection based on age rise with age and peaked at the age of 10 before declining and finally none of the 16 and 17 years old are infected Blood test reveals there are 26 out of 262 samples that is considered anemia This means only 6 7 of the individual infected with A duodenale has anemia which shows that there is no significant relationship between A duodenale infection status and anemia p 0 150 However Mann Whitney shows that there rsquo s a significant difference in the mean value of Hb between the infected and uninfected individuals p 0 020 There is also no significant difference of anemia status between gender p 0 862 or between children and adolescence p 0 184 In conclusion A duodenale infection does not cause anemia among school aged children in Nangapanda Keywords A duodenale infection school aged children anemia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Rahmadi Ruslie
"Trichuris trichiura adalah soil-transmitted helminths (STH) yang umum ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan sanitasi yang buruk. Banyak anak-anak usia prasekolah dan sekolah tinggal di daerah dimana parasit ini secara intensif ditransmisikan, dan membutuhkan pengobatan dan intervensi pencegahan segera. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi anemia pada anak-anak baik yang terinfeksi T. Trichiura maupun anak-anak yang tidak terinfeksi yang tinggal di daerah endemik desa Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai Juni 2010. Metode analisa feces yang digunakan adalah konsentrasi formol-ethyl asetat and analisa darah dengan menggunakan alat sysmex KX 21 untuk mengukur anemia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional analitik. Data sekunder diperoleh dari Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jumlah peserta bertotal 262 anak.
Penelitian ini menunjukkan bahwa risiko terinfeksi Trichuris pada anak usia 12-14,99 tahun secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dalam kelompok usia 5-11,99. Namun, korelasi antara infeksi T.trichiura dan status anemia ditemukan tidak signifikan bahkan setelah disesuaikan dengan jenis kelamin dan usia anak. Pada kesimpulan, tidak ada hubungan yang signifikan antara infeksi trichiura Trichuris dengan status anemia peserta penelitian. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memperjelas adanya hubungan Trichuris trichiura dan anemia, beserta dengan jenis cacing lainnya.

Trichuris trichiura is a soil-transmitted helminth (STH) which is commonly found throughout the world, especially in tropical areas with poor sanitation. Many preschool-age children and school-age children live in areas where these parasites are intensively transmitted. The objective of this study was to determine the prevalence of anemia in T. trichiura infected children and non-infected children living in endemic area of Nangapanda village, Ende district, East Nusa Tenggara. The research was performed from May to June 2010. Formol-ethyl acetate concentration method was used to analyze the stool sample and blood analysis sysmex KX21 was used to measure anemia. This study used analytical cross sectional design. Secondary data was obtained from the Department of Parasitology, Faculty of Medicine University of Indonesia. Total participants were 262 children.
The risk of having Trichuris infection in children aged 12-14.99 years was significantly lower compared to those in the 5-11,99 age group. However, the relationship between T. trichiura infection and anemia status was not significant even after adjusted to age and gender. In conclusion, there were no significant relationship between T. trichiura infection with the anemia status of the participants. Further study by using cohort design should made to elucidate the relationship between Trichuris trichiura and anemia, including other types of helminthes as well.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Santoso
"Latar Belakang: Indonesia bagian Timur memiliki beban ganda dalam infeksi parasit di negara tropis yaitu cacing usus dan malaria. Infeksi parasit tersebut secara tunggal maupun bersama-sama dapat menyebabkan kejadian anemia. Di Indonesia, kejadian anemia berhubungan dengan asupan nutrisi zat besi yang kurang dan infeksi parasit Belum diketahui bagaimana hubungan antara infeksi parasit dan anemia pada populasi anak sekolah di Kecamatan Nangapanda yang merupakan daerah ko-endemis malaria dan cacing usus.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara infeksi parasit dengan prevalensi anemia pada anak-anak sekolah dasar di Nangapanda Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh studi potong lintang dari tim peneliti Departemen Parasitologi FKUI. Populasi terjangkau adalah populasi anak sekolah di Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur berusia 6-10 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan total population sampling. Penentuan status gizi menggunakan aplikasi WHO AnthroPlus untuk anak usia 5-18 tahun. Pemeriksaan infeksi cacing usus pada tinja menggunakan pemeriksaan Katokatz. Pemeriksaan malaria menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Data diuji menggunakan uji chisquare dengan alternatifnya uji Fisher. Hubungan bermakna bila nilai p < 0,05.
Hasil: Didapatkan 240 subyek penelitian dengan rerata usia 8,21 tahun, rerata hemoglobin 11,92g/dL dengan proporsi anemia 53,3%. Proporsi infeksi cacing usus sebesar 24,2% dan infeksi malaria sebesar 6,7%. Hasil analisis didapatkan bemakna pada variabel jenis kelamin (p<0,001) sedangkan variabel infeksi cacing usus dan malaria didapatkan hasil tidak bermakna terhadap kadar hemoglobin dengan masing-masin nilai p=0,747 dan p=0,782.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara infeksi cacing usus dan malaria dengan tingkat keparahan anemia pada anak-anak sekolah dasar yang tinggal di daerah Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.

Background: East Region of Indonesia has double burden for parasitic infection endemic in tropical country such as soil transmitted helminths and malaria. These parasitic infections alone or together can cause anemia. In Indonesia, anemia was associated with low nutrition intake of iron and parasitic infection. However, this association was not known in the population of school children in Nangapanda Distric, Nusa Tenggara Timur Province which was ko-endemic between malaria and soil transmitted helminths.
Aim: To find the association between parasitic infection and prevalence of anemia in children who attends primary school in Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Method: This research used secondary data from cross-sectional study conducted by FKUI Parasitology Team. Target population was children 6-10 year who attended primary school in Ende, Nusa Tenggara Timur. The sampling method was using total population sampling. The nutritional status was determined using the application of WHO AnthroPlus for children aged 5-18 years old. Soil-transmitted helminths infection was being detected by Katokatz method and malaria infection is using PCR method. Data was being analyzed with chi-square test and Fisher test as the alternative. Association is significant when p value is<0,05.
Result: Total sample is 240 subjects with mean age 8,21 years old, mean hemoglobin is 11,92 g/dL and anemic proportion is 53,3%. Soil-transmitted helminths infection proportion is 24,2% and malaria infection is 6,7%. The analytical results is significant for gender(p<0,001) and not significant for Soil-transmitted helminths infection and malaria with p=0,747 and p=0,782, respectively versus hemoglobin concentration.
Conclusion: There is no association between Soil-transmitted helmints infection and malaria with the severity of anemia in children who attends primary school and live in Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shandy Stewart Narpati
"Anemia pada anak-anak dapat menghambat pertumbuhan serta menyebabkan prestasi yang berkurang. Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu propinsi yang memiliki paling banyak anak-anak dengan gizi buruk di Indonesia. Survey sebelumnya menemukan bahwa prevalensi STH pada populasi mencapai 30%. Studi ini bertujuan mengetahui prevalensi dan hubungan antara infeksi cacing tambang dan anemia pada anak-anak yang tinggal di Kecamatan Nangapanda, NTT. Desain studi adalah potong lintang dengan menggunakan data sekunder yang diambil dari Departemen Parasitologi, FKUI pada April 2011.
Data untuk analisis diperoleh dengan mengambil sampel tinja dan darah dari anak-anak sekolah berusia dibawah 18 tahun pada Mei 2010. Infeksi cacing tambang ditentukan dengan metode konsentrasi formol-ethyl asetat. Pemeriksaan kadar haemoglobin menggunakan mesin Sysmex KX21. Jumlah partisipan adalah 262 anak, dan 10.3% termasuk dalam kategori anemia. Dari 94.7% yang mengumpulkan sampel tinja, 10.0% anak terinfeksi oleh cacing tambang, dan dari anak-anak yang terinfeksi, 20.0% persen tergolong anemia, dibandingkan dengan 9.0% dari yang tidak terinfeksi oleh cacing tambang.
Hasil analisa multivariat yang disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada kasus anemia antara anak-anak yang terinfeksi cacing tambang dibanding dengan yang tidak terinfeksi cacing tambang (OR= 0.387, 95% CI= 0.131-1.149). Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara infeksi cacing tambang dan status anemia pada anak-anak yang tinggal di Kecamatan Nangapanda, NTT. Pengobatan cacing dan anemia harus diberikan untuk semua anak yang menderita. Edukasi perlu diberikan kepada semua orang mengenai infeksi cacing dan anemia.

Anemia in children could lead to stunted growth and intellectual retardation. East Nusa Tenggara is one of the provinces with the highest percentage of ‘very thin’ children in Indonesia, and the hygienic behavior was also very low. A preliminary survey showed that the prevalence of STH was as high as 30%. This study aimed to explore the prevalence of hookworm infection and anemia in Nangapanda Subdistrict, East Nusa Tenggara, and to investigate the relationship between those two variables. This was a cross sectional study using secondary data provided from the Department of Parasitology, FKUI on April 2011.
Blood and stool samples were collected from children aged below 18 years old living in Nangapanda Subdistrict on May 2010. Hookworm eggs examination in the stool was performed using the formol-ethyl acetate concentration method. Haemoglobin levels were measured using the blood analyzer Sysmex KX21.There were 262 children participated in this study. 10.3% were anemic. 94.7% of the participants collected their stool samples, and 10.0% of them were infected with hookworms. 20.0% of those infected with hookworms were also anemic, compared to 9.0% of those with no hookworm infection.
Multivariate analysis showed that (OR= 0.387, 95% CI= 0.131-1.149). No significant association was found between hookworm infection and anemia in the children living in Nangapanda Subdistrict, East Nusa Tenggara. Treatment of hookworm infection and anemia should be done for those who are infected. Health promotion regarding hookworm infection and anemia should be given to everyone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Tanojo
"Kebanyakan dari infeksi Ascaris lumbricoides sebagai bagian dari infeksi geohelminthes terjadi di Negara berkembang Seringkali hal ini menjadi penyebab terjadinya anemia kurang nutrisi dan terhambat pertumbuhan pada manusia Anak anak yang tinggal di daerah endemik menjadi rentan terhadap kondisi tersebut sebagai target utama dari infeksi geohelminthes Riset ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara infeksi A lumbricoides dan anemia pada anak anak sekolah di Nangapanda.
Penelitian ini dilakukan di desa Nangapanda Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur Sebanyak 262 anak berusia di bawah 18 tahun berpartisipasi pada penelitian ini Data personal anak dari tingkat SD dan SMP di Nangapanda diperoleh dengan mengisi kuesioner Sebanyak 262 sampel darah dan tinja dikumpulkan Adanya infeksi cacing ditentukan dengan metoda RT PCR dan status anemia diperiksa melalui darah Informasi yang didapat lalu dievaluasi dengan metode Chi square Fisher rsquo s exact test dan Logistic regression.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi infeksi A lumbricoides adalah 4 2 dan prevalensi anemia 9 9 Uji statistik chi square menunjukkan bahwa infeksi A lumbricoides tidak cukup signifikan untuk menyebabkan anemia p 0 084.
Kesimpulannya Tidak ada korelasi antara infeksi A lumbricoides dan anemia pada anak sekolah di desa Nangapanda kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur.

Most Ascaris lumbricoides infections, as part of geohelminth infections, happen in the developing country. Frequently, this infection becomes the source of anemia, under-nutrition, and halted growth in human. Schood-aged children, as the main host of geohelminth infections, becomes vulnerable to the infection, especially those living in endemic area of geohelminth infections. This research describes the correlation between anemia and A. lumbricoides infection in school-aged children of Nangapanda.
The research was conducted in Nangapanda, Ende, Nusatenggara Timur. Approximately 262 children under 18 years old participated. Personal data was collected through questionnaire to students of elementary school and junior high school. Around 185 blood and stool sample were then collected to be further analyzed by using 262 analysis and RT PCR to find the helminth infection and anemia status, respectively. The whole information was then evaluated by using Chi-square method, Fisher?s exact test, and Logistic regression.
Result shows that A. lumbricoides infected around 4.2% and anemia prevalence is about 9.9%. Neverhteless, chi square study analysis shows that the result of A. lumbricoides infections can not significantly result in anemia (p=0.084).
In conclusion, there is no correlation between A. lumbricoides infection and school children in Nangapanda, Ende district, Nusa Tenggara Timur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitohang, Agrianti
"Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau kemampuannya untuk mengangkut oksigen tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Anemia pada anak dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, serta menyebabkan anak menjadi lemas dan pucat. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan anemia di negara-negara berkembang adalah infeksi soil-transmitted helminths. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara infeksi soil-transmitted helminths dengan kejadian anemia pada balita di Kecamatan Nangapanda, Ende, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menggunakan desain potong-lintang yang meneliti status infeksi soil-transmited helminths melalui pemeriksaan telur pada feses dan hubungannya dengan anemia yang diukur dari kadar hemoglobin darah kapiler. Selain itu juga diteliti hubungan antara anemia dengan faktor perancu berupa usia, jenis kelamin, dan nutrisi. Penelitian ini dilakukan pada Juli 2015 hinga Oktober 2015 di Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 20.0 for windows dengan Uji Chi Square dan Fisher untuk analisis univariat serta Regresi Logistik untuk analisis mutivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi infeksi soil-transmitted helminths pada 100 balita di Kecamatan Nangapanda, Ende, Nusa Tenggara Timur adalah 59%, dengan infeksi terbanyak disebabkan oleh infeksi majemuk antara Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura sebanyak 23%. Prevalensi anemia pada balita di Kecamatan Nangapanda, Ende, Nusa Tenggara Timur adalah 63%. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi soil-transmitted helminths dengan kejadian anemia pada balita di Kecamatan Nangapanda, Ende, Nusa Tenggara Timur. Dari berbagai faktor yang diteliti, usia yang kurang dari 2 tahun merupakan faktor yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian anemia pada populasi ini.

Anemia is a condition where the red blood cell count or its ability to carry oxygen is not adequate to fulfill physiological needs. Anemia in children can affected growth and development and cause fatigue, paleness. One of the factors that can cause anemia in developing countries is soil-transmitted helminths infection. This research aimed to analyze the correlation between soil-transmitted helminths infection and the prevalence of anemia in under-five children in Nangapanda Subdistrict, Ende district, East Nusa Tenggara. This research used cross-sectional design by investigating soil-transmitted helminths infection status through detection of helminth eggs in stool examination and its correlation with status of anemia based on hemoglobin measured from finger-prick blood. The link between anemia and confounding factors such as age, gender, and nutriotinal status was also analyzed. This research was conducted from July 2015 to October 2015 at Parasitology Departement of Faculty of Medicine of University of Indonesia. The data are analyzed using SPSS 20.0 software for Windows with Chi-Square and Fisher Test for univariate analysis and Logistic Regression for multivariate analysis. The results showed that the prevalence of soil-transmitted helminths infection in the 100 under-five children in Nangapanda Subdistrict, Ende district, East Nusa Tenggara was 59%, with majority of children (23%) co infected with Ascaris lumbricoides and Trichuris trichiura. The prevalence of anemia in the under-five children in Nangapanda Subdistrict, Ende district, East Nusa Tenggara 63%. There was no significant correlation between soil-transmitted helminths infection and anemia status in under-five children in Nangapanda Subdistrict, Ende District, East Nusa Tenggara. However, among other confounding factors analyzed, children under 2 years old were significantly associated with the prevalence of anemia in this population."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deon Raditya Hibbattino
"Anemia merupakan salah satu sindrom yang menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling umum di dunia. Anemia dapat terjadi pada setiap orang termasuk remaja usia 13-18 tahun. Salah satu kelompok masyarakat yang rentan terhadap anemia adalah santri pondok pesantren. Masalah pola makan sering dijumpai sehingga dapat mempengaruhi status gizi santri tersebut. Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan menggunakan pengukuran indeks massa tubuh dan kadar hemoglobin dalam darah dari santri Pesantren Tapak Sunan tahun 2011. Pengukuran indeks massa tubuh dikonversi menjadi status gizi berdasar acuan standar antropometri penilaian status gizi anak Kementerian Kesehatan Indonesia, sedangkan kadar hemoglobin akan dikonversi menjadi status anemia menggunakan batasan anemia dari WHO. Dari penelitian didapatkan prevalensi anemia sebesar 25,5% dengan tingkat prevalensi pada status gizi baik sebesar 16% dan prevalensi anemia pada gizi lebih sebesar 9,5%. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan nilai kemaknaan p=0,397. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara status gizi dengan terjadinya anemia pada santri pesantren tersebut.

Anaemia is a syndrome which occur wideworld and become one of the common health problem around the world. Everyone can suffer anaemia include adolescent aged at 13-18 years old. One of the society member whose at risk to develop anaemia is students of pesantren, they tend to ignore their needs include the needs to eat healthy food. This problem can influence their nutritional status. This study is a cross-sectional study using measurement of body mass index and the concentration of haemoglobin in blood from student of Pesantren Tapak Sunan in 2011. The measurement of body mass index will be converted to nutritional status based on anthropometric assessment of child nutrition standards of Indonesian Ministry of Health, while the concentration of haemoglobin in blood will be converted to anaemic status according to WHO cut-off point. Result show that 25.5% subjects with anaemia and 16% subjects with anaemia have good nutritional status while 9.5% subjects with anaemia have excess nutritional status. Data is analyzed with chi-square and obtained p=0.397 which means that the relationship between nutritional status and anaemia prevalence in the student of pesantren doesnt have a significant means.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rama Sulaiman
"Stunting merupakan kegagalan pertumbuah liner yang dilihat dari indikator tinggi badan terhadap usia jatuh dibawah persentil 5 (WHO). Prevalensi stunting di Indonesia (30,7%) tergolong dalam kategori High Severity (WHO). Stunting sebagai masalah gizi kronis dan multifaktorial memiliki banyak dampak antara lain peningkatan morbiditas, peningkatan mortalitas, gangguan fungsi metabolisme, komplikasi obstetrik saat hamil, gangguan perkembangan, dan penurunan produktivitas sosioekonomi. Salah satu yang menjadi faktor risiko adalah asupan nutrisi. Zat besi merupakan mikronutrien yang memiliki banyak fungsi bagi tubuh manusia termasuk dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Asupan zat besi yang tidak adekuat dapat menyebabkan anemia defisiensi zaat besi, peningkatan risiko infeksi, gangguan perkembangan kognitif, dan gangguan perilaku. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional dengan tujuan untuk mencari korelasi antara asupan zat besi dan indikator tinggi badan terhadap usia (TB/U). Penelitian ini menggunakan data sekunder (usia, tinggi badan dan asupan zat besi) dari penelitian primer pada anak usia 5-6 tahun yang tinggal di Jl. Kimia, Jakarta. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah tidak ada korelasi bermakna antara asupan zat besi dan indikator TB/U (p=0,964). Namun tidak ada hubungan bermakna antara kecukupan asupan zat besi harian (AKG 2012) dan angka kejadian stunting (p=0,719).

Stunting is linear growth failure that defined by WHO with low height for age indicator (percentile 5). Stunting prevalence in Indonesia (30,7%) categorized as High Severity (WHO). Stunting as chronic multifactorial nutritional problem has many effect such as increase the risk of morbidity, increase the risk of mortality, impaired metabolism function, obstetric complication in pregnant women, developmental disorder, and decrease in socioeconomic productivity. Stunting has many risk factor, and one of them is nutrional intake. Iron is micronutrient that has many function in human body such as in child growth and development. Inadequte iron intake can cause iron deficiency anemia, increase in risk of infection, cognitive development disorder, and behavioural disorder. This research use cross-sectional design with purpose to find correlation between iron intake and high for age indictator. This research use secondary data (age, height, iron intake) from primary research on child age 5-6 years that live in Kimia St., Jakarta. Result of this research is there is no significant correlation between iron intake and height for age indicator (p=0,964). This research also found out that there is no significant correlation between inadequate iron intake (AKG 2012) and stunting incidence (p= 0,719).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Ferly
"Pengantar: Anemia pada anak adalah masalah nutrisi yang sering dihadap di Indonesia. Stunting adalah salah satu perlambatan tumbuh-kembang anak yang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan kognitif, penurunan tinggi badan, penurunan tingkat produktivitas dan kesulitan bersekolah. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa kadar hemoglobin berkaitan erat dengan GH-IGF-1 yang sangat penting dalam proses pertumbuhan anak. Studi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara gagal tumbuh dan kadar hemoglobin pada anak berumur 6 sampai 8 bulan.
Bahan dan Metode: Sebuah studi cross sectional dilakukan pada 55 anak berusia antara 6 sampai 8 bulan di Kampung Melayu, Jakarta Timur, Indonesia. Pemeriksaan antrophometric berupa pengukuran tinggi badan dan berat badan dilakukan menggunakan WHO-Anthro 2005 untuk mendeteksi gagal tumbuh. Kadar hemoglobin diukur menggunakan metode HemoCue. Analisa statistik menggunakan spearman correlation test.
Hasil: Korelasi antara tinggi/umur Z-score sebagai indikator dari tumbuh dapat dilihat di penelitian ini (r:0.394, P<0.05). Selain itu, kita juga melihat korelasi antara berat/umur Z-score dengan kadar hemoglobin (r: 0.332, P<0.05). Tidak ada korelasi yang dapat kita lihat antara tinggi badan/berat badan Z-score dengan kadar hemoglobin (r:0.113, P>0.05).
Kesimpulan: Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kadar hemoglobin berkorelasi dengan tinggi badan/umur sebagai indikator pertumbuhan kronik yang ada pada anak. Hal ini dimungkinkan dengan kerja IGF-I yang menghambat apoptosis dari sel hematopoetik. Perhatian yang lebih tinggi pada nutrisi anak sangatlah penting. Skrinning terhadap tingkat kadar hemoglobin dan juga menyusui harus dilakukan untuk mencegah anemia.

Introduction: Anemia in infant is a common nutritional problem in Indonesia. Stunting as a form of growth and development retardation that is associated with delayed cognitive development, decreased adult stature, decreased productivity and fewer years of schooling is important to be prevented in early age. Previous study found out that hemoglobin level has association with GH-IGF-I level which is important in growth process. This study aims to find out correlation between stunting and hemoglobin level among infants aged 6 to 8 months old.
Materials and Methods: A cross-sectional study was done on a total of 55 infants aged between six to eight months old at several clinics in Kampung Melayu, East jakarta-Indonesia. Anthropometric measurements of weight and height were done and analyzed using WHO-Anthro 2005 to detect stunting. Hemoglobin level was measured using hemoCue method. Statistical analysis was done using spearman correlation test.
Results: Correlation between height/age Z-score as an indicator of growth with hemoglobin level was observed in this study (r: 0.394, P<0.05). In addition, we also observed the correlation between weight/age Z-score with hemoglobin level (r: 0.332, P<0.05). No correlation was observed between weight/height Z-score with hemoglobin level. (r: 0.113, P>0.05).
Conclusion: The result of this study shows that hemoglobin level correlates with height/age Z-score which is a chronic growth indicator of infants. This is possible due to action of IGF-I which inhibits apoptosis of hematopoietic cells. Therefore, greater concern regarding nutrition, especially in infants is imperative. Steps such as hemoglobin level screening and breastfeeding must be done in order to prevent anemia which correlates with stunting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>