Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69180 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agustin Dea Prameswari
"Skripsi ini membahas mengenai pengalaman seorang perempuan bernama Maria, berusia 21 tahun, sebagai perempuan yang mengalami dominasi laki-laki sebagai bentuk empiris struktur patriarki yang kemudian menghasilkan isu moral di dalam masyarakat bahwa aborsi merupakan tindakan pembunuhan anak yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan serta mengakibatkan perempuan pelaku aborsi mengalami kriminalisasi. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan perspektif feminis kriminologi (feminis radikal, etika feminis, dan hukum feminis), penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus feminis yang memungkinkan peneliti untuk mengetengahkan pengalaman perempuan di dalam isu aborsi. Pada akhirnya, penelitian ini menemukan bahwa kriminalisasi terhadap Maria (perempuan pelaku aborsi) adalah sebuah kejahatan karena telah memberikan penindasan bagi otonomi tubuh perempuan dimana hak kesehatan reproduksi dan seksual perempuan tidak dihormati.

This minithesis discusses the experienced of a woman named Maria, aged 21 years, as a women who experienced male dominance as a form of empirical patriarchal structure which then generates moral issues in society that abortion is an act of child murder that should not be done by women and lead women criminalizing abortion experience. This study was authored by using feminist perspectives in criminology (radical feminist, feminist ethics, and feminist law), this study used a qualitative approach to the type of feminist case study that allows researchers to present the experience of women in the abortion issue. In the end, this study found that the criminalization of Maria (women abortion) is a crime because it has provided for the suppression of women's autonomy body where sexual and reproductive health rights of women are not respected.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Christina Irma Deani Indi
"Karya akhir ini membahas tentang pengalaman Mary Jane Veloso, seorang perempuan buruh migran yang menjadi korban atas dominasi struktur patriarki yang mengakibatkan ia mengalami kriminalisasi dan viktimisasi berlapis. Dengan menggunakan metode analisis isi dokumen, penulisan ini menganalisis kerentanan Mary Jane Veloso menjadi perempuan korban perdagangan manusia yang dieksploitasi sebagai kurir narkotika lalu dikriminalisasi oleh sistem peradilan pidana Indonesia. Hasil analisis dalam tulisan ini yang menggunakan teori kriminologi feminis dan feminist legal theory mengungkapkan bahwa struktur patriarki memengaruhi subordinasi pada perempuan dan memengaruhi praktik peradilan pidana. Dalam penulisan ini, dominasi patriarki membuat perempuan rentan menjadi sasaran kejahatan perdagangan manusia yang dieksploitasi melakukan tindakan pelanggaran hukum yang kemudian mengalami kriminalisasi akibat praktik hukum yang maskulin meminggirkan pengalaman perempuan korban. Pada akhirnya, penulisan ini menemukan bahwa kriminalisasi dan viktimisasi berlapis yang terjadi pada Mary Jane Veloso adalah sebuah bentuk kekerasan struktural.

This final work discusses about the experience of Mary Jane Veloso, a female migrant worker who became a victim of patriarchal structure domination which resulted in her criminalization and multiple victimization. By using document content analysis method, this writing analyses court decision documents and institutional reports to see Mary Jane Veloso's vulnerabilities as a woman trafficking victim who was exploited as a drug courier and then criminalized by the Indonesian criminal justice system. The analysis result in this writing which uses the radical feminist criminology theory and feminist legal theory reveals that the patriarchal structure influences the subordination of women and affects the practice of criminal justice. In this writing, patriarchal domination makes a woman vulnerable to be a target of human trafficking who is exploited to commit an offense which is then criminalized due to masculine legal practices that marginalize the experiences of a woman victim. In the end, this writing finds that the criminalization and multiple victimization that occurred to Mary Jane Veloso are a form of structural violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Zada Surya Ananda
"Skripsi ini membahas perlindungan hukum bagi whistleblower tindak pidana korupsi dalam perundang-undangan di Indonesia dan praktik perlindungan hukum bagi whistleblower tindak pidana korupsi atas risiko kriminalisasi balik dalam beberapa perkara di Indonesia dengan studi kasus yakni Nurhayati dan Roni Wijaya. Penulisan skripsi ini dengan metode yuridis normative dengan bentuk deskriptif analitis. Dilatarbelakangi dengan permasalahan korupsi yang terus menjadi permasalahan di masyarakat. Dalam melakukan pengungkapan atas tindak pidana korupsi terdapat beberapa cara untuk mengungkapkannya, salah satunya dengan sebagai Whistleblower. Pasal 33 UNCAC mengatur bahwa negara memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan perlindungan bagi whistleblower kedalam sistem hukum nasional negaranya. Indonesia mengatur perlindungan saksi dan korban dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tetapi tidak memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi Whistleblower. Terbitnya SEMA 4/11 yang diharapkan dapat mengatur Whistleblower, ternyata tidak memiliki nilai tambah mengenai perlindungan bagi Whistleblower. Perlindungan bagi Whistleblower disamakan dengan perlindungan bagi pelapor umumnya. Penggunaan istilah Whistleblower pun masih berbeda dalam setiap kasusnya yang mendorong kepada bentuk perlindungan kepada Whistleblower yang belum jelas. Padahal Whistleblower menghadapi banyak risiko yang dikenakan terhadap dirinya. Risiko yang terbesar adalah adanya kriminalisasi balik berupa dilaporkannya kembali atas tindak pidana lainnya terhadap dirinya. Ketiadaan perlindungan hukum yang khusus terhadap whistleblower dari risiko terhadap kriminalisasi balik akan mengurangi potensi publik untuk menjadi whistleblower. Perlindungan paling minim dari risiko kriminalisasi balik yang dapat terjadi bagi whistleblower yang tertera di Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 serta pada poin 8b SEMA Nomor 4 Tahun 2011 dalam praktiknya tidak dilaksanakan sesuai dengan rumusan. Padahal peran Whistleblower merupakan peran penting untuk mengawali pengungkapan atas kasus korupsi yang membawa pada kerugian negara. Diperlukannya perlindungan yang lebih bagi seorang whistleblower dengan diatur lebih lanjut dalam penguatan ketentuan mengenai perlindungan khusus bagi whistleblower terutama terhadap risiko kriminalisasi balik dalam bentuk ketentuan perundang-undangan.

This thesis will examine legal protection towards whistleblowers on corruption in Indonesia domestic law and the application of legal protection towards whistleblowers in corruption in the risks of reverse-criminalization in several cases in Indonesia with a case study of Nurhayati and Roni Wijaya. The method used in this thesis is a normative juridical approach with a specification in the form of descriptive analysis. Corruption, which has become an endless issue, happens to be one of the backgrounds of this thesis. There are numerous kinds of effective endeavours in order to disclose the corruption and one of those is to become a whistleblower. Article 33 of UNCAC regulates that each state party shall contemplate the protection of whistleblowers in their domestic law. In Indonesia, witness and victim protection is regulated in Act No. 13 of 2006 yet it is not powerful enough to give a legal protection towards the whistleblower. The publication of Supreme Court Circular of The Republic of Indonesia number 4 of 2011 which expected to be able to regulate whistleblowers, failed to give more value in protecting the whistleblower. It turns out that the protection of the whistleblower is being generalized with the protection of the regular informant. The use of the word “whistleblower” is still not consistent in each case. Thus, the protection of whistleblowers remains unclear. Moreover, the risks faced by the whistleblower are countless. The massive risk that could occur is reverse-criminalization such as being reported for another criminal offense towards the whistleblower. The absence of special legal protection towards whistleblowers and moreover about the protection from the risks of reverse-criminalization, with no hesitation will reduce the public potency to become the whistleblower. The slight protection from the risks of reverse-criminalization that could occur to the whistleblower is regulated in Article 10 Section (1) Act No.13 of 2006 and written in 8b point of Supreme Court Circular of The Republic of Indonesia number 4 of 2011. But it has not applied yet as it’s expected to be. Whereas, the role of whistleblower is essential to begin the disclosure of the corruption which is causing disservice to the country. An advance protection towards whistleblower is needed to be regulated any further in the regulation reinforcement in the form of statutory provisions as a special protection towards whistleblower especially in the risk of reverse criminalization."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trissa Diva Rusniko
"Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana kriminalisasi terhadap pembelian layanan seksual sebagai suatu kebijakan kriminal dapat menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghapuskan prostitusi. Penulis menggunakan perspektif feminisme radikal dan radical feminist legal theory untuk menganalisis data sekunder yang berhasil penulis kumpulkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kriminalisasi terhadap pembelian layanan seksual merupakan upaya paling logis yang dapat dilakukan untuk memangkas permintaan laki-laki akan layanan seksual dari perempuan sebagai salah satu penyebab utama berkembangnya prostitusi di masyarakat. Dari segi kemanusiaan, kriminalisasi tersebut juga layak dilakukan karena para pembeli layanan seksual merupakan pihak yang secara jelas telah melakukan kekerasan terhadap perempuan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Insi Syahruddin
"Kajian ini membahas batasan kriminalisasi terhadap wartawan dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik. Terdapat dua prinsip dasar jurnalistik yang harus diperhatikan, yaitu menyediakan informasi yang diperlukan oleh publik dan memberikan publik informasi yang sebenar-benarnya, sehingga wartawan harus diberikan jaminan atas independensinya. Namun, permasalahan yang terjadi saat ini adalah banyak oknum yang menyalahgunakan profesi wartawan, sehingga berdampak pada wartawan yang sebenarnya. Permasalahan lainnya, kepatuhan wartawan terhadap Kode Etik Jurnalistik masih rendah, yang berdampak pada rentannya wartawan untuk dikriminalisasi. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji sistem pers yang dianut oleh Indonesia saat ini; batasan kriminalisasi terhadap wartawan dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik; dan penegakan hukum pidana dalam penyelesaian kasus pers. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode doktrinal dengan mengkaji secara sistematis mengenai aturan hukum, putusan kasus, prinsip, konsep, teori, doktrin, institusi hukum, masalah hukum, dan isu mengenai pers. Hasil kajian menemukan bahwa sistem pers yang berlaku di Indonesia saat ini adalah pers bertanggungjawab bebas yang berarti hanya pers yang bertanggungjawab (dalam hal perizinan) yang dapat diberikan kebebasan. Batasan kriminalisasi wartawan dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik di Indonesia saat ini, diantaranya apabila terdapat laporan mengenai kegiatan jurnalistik atau produk jurnalistik dari wartawan yang tergabung dalam perusahaan pers berbentuk badan hukum atau terdapat laporan terhadap perusahaan pers berbadan hukum, maka penyelesaiannya menggunakan UU Pers. Laporan yang masuk akan dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan Dewan Pers sesuai Nota Kesepahaman antara Kepolisian dan Dewan Pers; apabila wartawan yang tergabung di perusahaan pers berbentuk badan hukum tanpa sadar lalai dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik kemudian melanggar kepentingan seseorang sehingga menimbulkan kebahayaan, maka diselesaikan dengan UU Pers; semakin suatu produk jurnalistik atau kegiatan jurnalistik mengakibatkan kebahayaan langsung secara fisik dan individual, maka semakin kuat alasan untuk mengkriminalisasi wartawan; semakin jelas niat jahat/buruknya perbuatan wartawan, maka semakin kuat alasan untuk mengkriminalisasi; dan apabila menimbulkan public wrong, maka semakin kuat alasan untuk mengkriminalisasi. Hasil penelitian juga menunjukkan terjadi disparitas dari keempat putusan tersebut dan perbedaan pandangan mengenai penyelesaian kasus pers antara kepolisian, kejaksaan, dan berbagai instansi yang bersangkutan.

This paper discusses the limits of criminalization against journalists in journalistic activities. Two fundamental principles of journalism must be considered, namely, providing information required by the public and providing the public with truthful information, so journalists must be guaranteed their independence. However, the current problem is that many people abuse journalism, which affects the journalists. Another issue is that journalists' compliance with the Journalistic Code of Ethics is still low, which impacts journalists' vulnerability to criminalization. Therefore, this study examines the press system adopted by Indonesia today; the limits of criminalization against journalists in journalistic activities; and criminal law enforcement in resolving press cases. The method used in this research is the doctrinal method, which systematically examines legal rules, case decisions, principles, concepts, theories, doctrines, legal institutions, legal problems, and issues regarding the press. The study found that the current press system in Indonesia is a free, responsible press, which means that only an accountable press (in terms of licensing) can be given freedom. The limitations on the criminalization of journalists in carrying out journalistic activities in Indonesia currently include reports on journalistic activities or journalistic products from journalists who are members of press companies in the form of legal entities or reports on press companies in the form of legal entities; then the resolution uses the Press Law. The incoming report will be communicated and coordinated with the Press Council through the Memorandum of Understanding between the Police and the Press Council; If journalists who are members of a press company in the form of a legal entity are unknowingly negligent in carrying out journalistic activities and then violate someone's interests, causing harm, then it is resolved by the Press Law; the more a journalistic product or journalistic activity causes direct physical and individual harm, the stronger the reason to criminalize journalists; the more precise the evil/bad intent of the journalist's actions, the stronger the reason to criminalize; and if it causes public wrong, the stronger the reason to criminalize. The results also show disparities between the four verdicts and different views on the resolution of press cases between the Police, the prosecutor's office, and various agencies concerned."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erik A. Rahman
"Latar belakang: Setiap tahunnya sekitar 13 78.000 dari kematian ibu terjadi akibat tindakan aborsi yang tidak aman. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN memprediksikan dari 2.5 juta kasus aborsi per tahun, 1.5 juta diantaranya dilakukan oleh remaja. Masalah kesehatan reproduksi remaja dari tahun ke tahun semakin mengkhawatirkan. Perilaku seksual yang cenderung permisif dan berani disertai keterbatasan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi telah meningkatkan risiko aborsi. Metode: Penelitian ini bertujuan untuk menilai gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap aborsi pada dewasa muda. Desain penelitian berupa deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Sampel yakni perempuan dewasa muda berusia 18-24 tahun, pemilihan sampel berdasarkan metode konsekutif sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel minimal pada penelitian ini adalah 41. Pengetahuan, sikap dan perilaku dinilai dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program stastistik dan disajikan dalam bentuk tabel univariat dan tabel tabulasi silang. Hasil: Pada penelitian ini, total responden adalah 55. Tingkat pengetahuan baik didapatkan pada 28 50.9 responden dan pengetahuan sedang pada 27 49.1 responden. Sikap sedang pada 29 52.7 responden, sikap baik pada 20 36.4 responden dan sikap kurang pada 6 10.9 responden. Perilaku baik didapatkan pada 30 54.5 responden dan perilaku sedang pada 25 45.5 responden. Kesimpulan: Responden pada penelitian ini dominan memiliki tingkat pengetahuan baik, sikap sedang dan perilaku baik terhadap aborsi.

Background Approximately 13 78,000 of maternal deaths every year caused by unsafe abortion. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN predicts 2.5 million abortions per year, 1.5 million of them committed by teenagers. Adolescent reproductive health problems is more alarming year by year. Sexual behavior tends to be permissive and bold with limited knowledge of reproductive health has increased the risk of abortion. Methods The aims of this study was to assess the knowledge, attitudes and practice regarding abortion in young adults. This is a descriptive cross sectional study. Samples were young female aged 18 24 years that taken by consecutive methods and selected by inclusion and exclusion criteria. The minimum sample in this study was 41. The knowledge, attitudes and practice was assessed using questionnaires. The results were analyzed using statistical program and presented in tables and cross tabulation table.Results In this study, a total sample was 55. Twenty eight 50.9 of respondents had a good knowledge and 27 49.1 of respondents had a moderate knowledge. Twenty nine 52.7 of respondents had a moderate attitude, 20 36.4 of respondents had a good attitude and 6 10.9 respondents lack of attitude. Thirty 54.5 of respondents had a good practice and 25 45.5 respondent had a moderate practice. Conclusions Dominantly, respondents in this study had a good level of knowledge and moderate attitude toward abortion. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Santi Wardani
"Fenomena aborsi yang tidak aman dan kriminalisasi terhadap perempuan yang melakukannya bukanlah hal baru di Indonesia. Angka aborsi tidak aman merupakan akibat dari regulasi yang mengkriminalisasi perempuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengambilan keputusan bagi perempuan untuk melakukan aborsi. Selain itu, penelitian ini juga memberikan penjelasan mengenai dampak aborsi terhadap perempuan. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara satu informan dan dua narasumber yang berhubungan dengan fenomena aborsi di Indonesia. Pengalaman dan informasi perempuan menjadi dasar analisis untuk memperoleh data yang komprehensif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksploitasi, manipulasi dan kekerasan seksual merupakan penyebab terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan pada perempuan. Keputusan perempuan untuk melakukan aborsi juga ditemukan berkaitan dengan ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dan dinamika kekuasaan. Dengan demikian, perempuan dianggap sebagai pelaku, bukan korban penyalahgunaan kekuasaan oleh struktur sosial yang ada. Crime by omission yang dilakukan negara adalah bukti bahwa perempuan adalah korban struktural. Hasil data menunjukkan bahwa perempuan menghadapi viktimisasi ganda berdasarkan keterlibatan mereka dalam sistem peradilan pidana pasca-aborsi. Dalam kondisi sistem peradilan pidana yang standar laki-laki dan bias gender, perempuan mengalami diskriminasi, seksisme, penindasan dan menjadi tidak adil di depan hukum. Pada akhirnya, perempuan akan teralienasi melalui pola viktimisasi dan viktimisasi berganda.

In Indonesia, it is not uncommon for women to be prosecuted for having an unsafe abortion. Regulations that penalize women contribute to the high rate of unsafe abortions. The goal of this study was to look into how women make decisions regarding abortion. This research also includes a summary of the effects of abortion on women. The research technique employs a qualitative approach, with one informant and two resource persons interviewed about the abortion phenomenon in Indonesia. The analysis is based on the experiences and information of women in order to collect thorough data. The findings of this study show that exploitation, manipulation, and sexual violence are the leading causes of unintended pregnancies among women. Women's decisions to have abortions were also shown to be linked to gender inequality and power dynamics between men and women, with women being viewed as offenders rather than victims of power abuse by the current social framework. Women are structural victims, as evidenced by the state's crime by omission. Women are double victims, according to the data, because of their engagement in the post-abortion criminal court system. Women are ultimately alienated from the state as a result of a pattern of victimization and double victimization. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Tongam Gilbert Leonardo
"ABSTRAK
Praktik makelar merupakan fenomena umum di Indonesia. Dampak negatifnya terhadap masyarakat juga dihadapi dengan masih adanya kebutuhan masyarakat akan praktik percaloan. Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis-normatif dan bersifat eksploratif, penelitian ini mencoba menggali dampak-dampak yang ditimbulkan oleh praktik percaloan terhadap masyarakat dan apakah dampak tersebut cukup urgen untuk menjadikan percaloan sebagai tindak pidana. Hukum yang relevan dengan topik ini adalah KUHP dan KUHP. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik percaloan belum memiliki urgensi untuk dijadikan sebagai tindak pidana di Indonesia sehingga penanganannya sedapat mungkin dilakukan dengan upaya non penal yang melibatkan pemerintah dan masyarakat, namun dilakukan tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan upaya penal sebagai bentuk pencegahan.

ABSTRACT
The practice of brokering is a common phenomenon in Indonesia. The negative impact on the community is also faced by the community's need for brokering practices. By using research methods that are juridical-normative and exploratory, this study tries to explore the impacts of brokering practices on society and whether these impacts are urgent enough to make brokering a criminal act. The laws relevant to this topic are the Criminal Code and the Criminal Code. The results of this study conclude that the practice of brokering does not yet have urgency to be used as a criminal act in Indonesia so that its handling is carried out as far as possible with non-penal efforts involving the government and the community, but it is possible to use penal efforts as a form of prevention."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Callahan, Daniel
London: Collier-Macmillan, 1970
363.46 CAL a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hertati
"Dengan analisis deskriptif, studi ini ingin mencoba melihat bagaimana perilaku aborsi di kalangan perempuan menikah. Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder dari SDKI 1997 diperoleh gambaran bahwa ternyata aborsi induksi lebih banyak dilakukan oleh perempuan menikah yang tinggal di perkotaan dibandingkan di perdesaan. Tingkat pendidikan dari perempuan menikah yang melakukan aborsi induksi juga relatif tinggi, yaitu dengan tingkat pendidikan lanjutan ke atas. Temuan lain yang menarik adalah bahwa ternyata para perempuan menikah dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi lebih banyak yang melakukan aborsi sendiri, misalnya dengan minum jamu, atau lainnya.
Untuk data kualitatif yang digali dari hasil wawancara mendalam dengan 6 perempuan menikah yang melakukan aborsi, yang ditarik dengan cara purposive, memperlihatkan bahwa ke 6 informan tersebut banyak yang mempergunakan metode aborsi tradisional. Meminta pertolongan dokter merupakan langkah terakhir mereka, terutama setelah mereka mengalami masalah kesehatan akibat tindakan aborsi yang mereka lakukan, misalnya pendarahan yang terus menerus, infeksi dan lain-lain. Alasan para informan juga bermacam-macam, mulai dari masalah kesulitan ekonomi, jumlah anak yang banyak, sampai masalah karir hingga trauma pada kelahiran anak sebelumnya. Selain itu, para informan mengakui bahwa tindakan aborsi induksi yang mereka lakukan terus membuat merasa menyesal dan berdosa bahkan mengganggu kehidupan sosial mereka, baik dengan suami, teman maupun tetangga.
Temuan studi ini menarik, terutama bagi pembaca yang tertarik mengamati masalah kesehatan reproduksi perempuan. Bahkan dengan mengamati karakteristik perempuan menikah yang melakukan aborsi dapat diperoleh gambaran tentang kelompok perempuan menikah yang mana dari karakteristik tertentu (baik karakteristik sosial, demografi, ekonomi dan budaya) yang memiliki persentase melakukan aborsi lebih tinggi. Dengan kata lain, pola dan perbedaannya dapat diamati.
Walaupun studi ini tidak cukup dapat digeneralisasi untuk perempuan menikah di Indonesia, karena keterbatasan data yang tersedia dalam SDKI 1997, tetapi temuan studi ini sedikit banyak dapat memberikan masukan bagi kita semua, terutama para pembuat kebijakan, untuk lebih memperhatikan kebutuhan para perempuan, khususnya perempuan menikah, dalam hal menangani masalah kehamilan yang tidak diinginkan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T10991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>