Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170194 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Viola
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang resiliensi dan tipe nilai serta melihat hubungan antara kedua variabel tersebut pada anak jalanan peserta didik nonformal. Gambaran resiliensi yang dipakai merujuk pada tiga karakteristik resiliensi Grotberg (2005), yaitu I Am, I Have, dan I Can. Skor resiliensi diperoleh dengan menggunakan alat ukur CD-RISC 10 item. Gambaran tipe nilai merujuk pada 10 tipe nilai dasar Schwartz (2012), yaitu universalism value, benevolence value, power value, self direction value, stimulation value, hedonism value, achievement value, security value, tradition value, dan conformity value.Gambaran tipe nilai diperoleh dengan menggunakan alat ukur Portrait Values Questionnaire (PVQ) 40 item. Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Depok, dan Tangerang. Partisipan penelitian berjumlah 111 orang dan 3 orang diantaranya diwawancara secara mendalam. Rentang usia partisipan berkisar mulai dari 12 hingga 18 tahun. Melalui penelitian ini didapatkan tiga hasil penelitian.Pertama, anak jalanan peserta didik nonformal memiliki karakteristik dan kemampuan resiliensi yang baik.Kedua, tipe nilai yang paling penting pada anak jalanan peserta didik nonformal adalah conformity value, sedangkan power value berada di urutan terendah.Ketiga, terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi dengan security value, universalism value, stimulation value dan self direction value.

The major purposes of this studywere to get an overview of resilience and type of values as well as to determine the relationship between the two variables on the street children of nonformal learners. The definition of resilience refered to the three characteristics of resilience from Grotberg (2005), which were: I Am, I Have, and I Can. Resilience score wasmeasured by the Connor Davidson Resilience Scale 10 items measurement. Type of values refered to the typology of Schwartz’s 10 basic values (2012), whichwere: universalism value, benevolence value, power value, self-direction value, stimulation value, hedonism value, achievement value, security value, tradition value, and conformity value. Valueswere measured bythe Portrait Values ​​Questionnaire (PVQ) 40 items measurement. Thisstudy was conducted in North Jakarta, Central Jakarta, East Jakarta, South Jakarta, Depok and Tangerang. In all, 111persons, age 12 to 18 years old participated in the studyand 3 persons were interviewed in depth. Through this study, the three research results. First, street children of nonformal learners had resilience capability and showed the characteristic of resilience. Second, the most important type of values in the street children of nonformal learners was conformity value, while the power value was in the lowest order. Third, there was significant positif relationship between the resilience and the security value, Universalism value, self-direction and stimulation value.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Syarif
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran resiliensi pada anak jalanan, serta ingin menggali faktor-faktor apa saja yang membentuk resiliensi pada anak jalanan. Pengertian resiliensi yang digunakan merujuk pada lima karakteristik resiliensi dari Wagnild (2010) yaitu meaningfulness, perseverance, equanimity, self reliance dan existential aloness. Skala sikap RS-14 (Wagnild & Young, 2009) digunakan untuk memperoleh gambaran resiliensi dan wawancara mendalam dilakukan guna mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat membentuk resiliensi pada. Penelitian ini dilakukan di jalanan ibukota Jakarta. Partisipan penelitian terdiri dari 31 orang dengan rentang usia 12-17 tahun dan untuk wawancara mendalam jumlah partisipan adalah tiga orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata partisipan mendapatkan skor resiliensi tinggi. Faktor yang mempengaruhi adalah faktor internal yaitu terutama keinginan mereka untuk memperoleh masa depan yang lebih baik, dan faktor eksternal yang juga mempunyai pengaruh besar bagi anak jalanan untuk bertahan adalah teman-teman. Sejumlah saran untuk penelitian selanjutnya juga turut disertakan.

This study was conducted in order to get an overview of resilience in street children, and wanted to explore what are the factors that build up the resilience of street children. Definition of resiliense used refer to the five characteristics of resilience Wagnild (2010), namely meaningfulness, persevarance, equanimity, self reliance, and existential aloness. Resilience scale RS-14 (Wagnild & Young, 2009) is used to obtain a picture of resilience and in depth interviews conducted to obtain information about factors that may build resilience. The research was conducted on the sreets of the capital city of Jakarta. Study participants consisted of 31 persons, and the age range is 12-17 years and for in depth interviews participants consisted three people. The result showed that on average participants get high scores of resiliency. Factors that affect the internal factor is their own desire to get a better future, and external factors which have a major influence for street children to survive are peers. A suggestions for future research were also included.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S53215
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Fitriana Semudi
"Kasus DMT2 pada anak di dunia meningkat 132,6 ribu anak. Ada 1213 kasus DMT2 pada anak di Indonesia. Manajemen perawatan harian yang dilakukan oleh anak-anak dengan DMT2 membuat stres. Stres yang dialami dapat mengganggu pengendalian penyakit dan tingkat kualitas hidup anak dengan DMT2. Salah satu aspek yang dapat meningkatkan manajemen pengasuhan dan kualitas hidup anak dengan DMT2 adalah ketahanan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkat stres, dukungan keluarga dan koping dengan resiliensi pada anak DMT1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel 36 balita di Jawa. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat stres adalah Area Masalah dalam Diabetes (DIBAYAR), Skala Dukungan Keluarga Diabetes Hensarling (HDFSS), Coping with a Disease (CODI) dan Child & Youth Resilience Measure-Revised Person Most Knowledgeable (PMK-CYRM) untuk mengukur ketahanan. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat stres dengan resiliensi pada anak DMT1 dengan p-value 0,021, OR 5,360 dan α 0,05. Peneliti berharap penelitian ini dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pelayanan keperawatan psikologis pada anak DMT1.
T2DM cases in children in the world increased by 132.6 thousand children. There are 1213 cases of T2DM in children in Indonesia. The daily care management performed by children with T2DM is stressful. The stress experienced can interfere with disease control and the level of quality of life for children with T2DM. One aspect that can improve parenting management and quality of life for children with T2DM is psychological resilience. This study aims to see the relationship between stress levels, family support and coping with resilience in children with T2DM. This study used a cross sectional design with a sample of 36 toddlers in Java. The instruments used to measure stress levels are the Problem Area in Diabetes (PAID), the Diabetes Hensarling Family Support Scale (HDFSS), Coping with a Disease (CODI) and the Child & Youth Resilience Measure-Revised Person Most Knowledgeable (PMK-CYRM) to measure endurance. The results of the chi-square test showed that there was a relationship between stress levels and resilience in DMT1 children with p-value 0.021, OR 5.360 and α 0.05. Researchers hope that this research can be developed to improve knowledge and psychological nursing services in children with diabetes mellitus."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Lucyana Margareth
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dan nilai pada pengungsi Halmahera di Bitung. Menurut Connor dan Davidson (2003) resiliensi adalah kualitas personal yang memampukan seseorang untuk berjuang menghadapi kesulitan. Pengertian nilai menurut Schwartz (2006) adalah tujuan abstrak yang ingin dicapai dan memiliki tingkat kepentingan yang bervariasi dan digunakan sebagai prinsip dasar yang menuntun kehidupan seseorang. CD-RISC 10 (Connor Davidson Resilience Scale 10 Items) dipakai untuk mengukur resiliensi sedangkan PVQ (Portrait Value Questionnaire) untuk mengukur nilai. Partisipan dalam penelitian adalah 58 orang pengungsi dari Halmahera yang saat ini tinggal di Bitung, Sulawesi Utara. Hasil penelitian terhadap resiliensi menunjukkan terdapat perbedaan resiliensi yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Untuk nilai, ditemukan perbedaan yang signifikan pada nilai security, hedonism dan power antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, ada hubungan yang signifikan antara resiliensi dengan nilai security, conformity dan tradition. Tiga urutan nilai yang paling penting adalah security, tradition, conformity dan benevolence sedangkan tiga nilai yang kurang penting adalah power, hedonism dan achievement. Nilai security, tradition dan conformity sebagai nilai yang berhubungan secara signifikan dengan resiliensi pengungsi Halmahera di Bitung sebaiknya dijaga dan dikembangkan untuk menjaga dan meningkatkan resiliensi mereka.

This research is intended to find out the description of resilience, values and the relationship between resilience and values of IDPs from Halmahera who lives in Bitung, North Sulawesi. Connor and Davidson (2003) theorized that resilience embodies the personal qualities that enable one to thrive in the face of adversity. The Values Theory defines values as desirable, trans-situational goals, varying in importance that serves as guiding principles in people’s lives (Schwartz, 2006). This research used CD-RISC 10 (Connor-Davidson Resilience Scale 10 Items) to measure resilience and PVQ (Portrait Values Questionnaire) to measure values. Participants of this research are 58 IDPs who live in Bitung, North Sulawesi. The results show that there are significant differences between males and females n resilience. There are significant differences of security, hedonism and power values between males and females. There are significant relationships between resilience and security, between resilience and conformity and between resilience and tradition values. Furthermore, the most important values of IDPs from Halmahera in Bitung are security, tradition, benevolence and conformity while the most unimportant values are power, hedonism and achievement. Security, tradition and conformity as some values which have significant relationship with resilience should be kept and developed among IDPs to enhance their resilience. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56798
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Ajiningtyasasih
"Secara umum, angka putus sekolah anak-anak jalanan cukup tinggi. Namun, beberapa dari mereka memiliki persistensi/kegigihan yang tinggi dan dapat menyelesaikan pendidikannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang berperan penting dalam membentuk persistensi/kegigihan siswa serta mendeskripsikan upaya dan tantangan yang dihadapi oleh Sekolah Nonformal Pusat Kegiatan Anak (PKA) Sahabat Anak dalam menjaga dan meningkatkan kegigihan siswanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan studi dokumentasi dengan melibatkan empat alumni yang telah melanjutkan pendidikan ke sekolah formal, dua orang guru, dan dua orang staf pendidikan dan satu voluntir di Sekolah Nonformal PKA Sahabat Anak. Studi ini menemukan bahwa tujuan yang ingin dicapai, keterlibatan siswa (student engagement), dukungan sosial dari orang tua dan orang terdekat, reward dan fasilitas yang diberikan sekolah merupakan faktor yang berperan penting dalam membangun persistensi/kegigihan siswa di Sekolah Nonformal PKA Sahabat Anak. PKA Sahabat Anak berupaya membangun ketekunan siswa binaan dengan terus memberikan dukungan motivasional pada siswa, melakukan evaluasi triwulan, pelatihan orang tua, dan kunjungan rumah. Namun pengaruh dari lingkungan sosial, rendahnya motivasi internal siswa serta kurangnya keterlibatan orang tua menjadi tantangan besar bagi upaya tersebut. Pekerja sosial akan memainkan peran kunci dalam menangani masalah ini.

In general, the dropout rate of street children is quite high. However, some of them have high persistence and can complete their education. This study aims to describe the factors that play an important role in forming student persistence and to describe the efforts and challenges faced by the Sahabat Anak Non-formal School Pusat Kegiatan Anak (PKA) Sahabat Anak in maintaining and increasing student persistence. This research uses a qualitative approach with descriptive research type. Data collection techniques used were in-depth interviews and documentation studies involving four alumni who have continued their education to formal schools, two teachers, and two educational staff and one volunteer at PKA Sahabat Anak Non-formal School. This study found that the student goals, student engagement, social support from parents and the closest person in their life, rewards and facilities provided by the school are factors that play an important role in forming student persistence in PKA Sahabat Anak Non-formal Schools. PKA Sahabat Anak strives to increase the persistence of their students by continuously giving motivational support to students, conducting quarterly learning evaluations, parent’s meetings & trainings, and home visits. However, the influence of the social environment, students' internal motivation and lack of parental involvement are major challenges for this effort. Social workers will play a key role in addressing this issue.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dito Aryo Prabowo
"Mahasiswa merupakan populasi dengan karakteristik perkembangan yang rentan terhadap distres psikologis karena tuntutan sosial dan diri yang berada di sekitarnya. Bentuk tekanan yang dapat menjadi keadaan yang menyulitkan, dapat menghasilkan faktor protektif yang diistilahkan sebagai resiliensi untuk membantu individu menghadapi kesulitan. Penelitian ini merupakan bagian dari payung penelitian psychological distress, dengan menggunakan tipe penelitian kuantiatif dengan desain korelasional, yang bertujuan untuk mencari hubungan antara distres psikologis dan resiliensi. Dua buah kuesioner digunakan untuk pengambilan data, yakni HSCL-25 untuk mengukur distres psikologis dan CD-RISC 10 untuk mengukur resiliensi. Menggunakan teknik convenience sampling dengan metode pengambilan data online dan offline dan uji statistik, dari 1024 respon didapatkan hasil bahwa r = -0,244, n = 1024, p < 0,01, two tailed. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat resiliensi, maka semakin rendah tingkat distres psikologis mahasiswa.

Students may viewed as population characterized as vulnerable to psychological distress due pressures from self and society. However, the distressful nature of life events can enhance protective factors, named as resilience, to help them overcome the situations. As a part of psychological distress research, this research aims to seeks relationship between psychological distress and resilience among college students, with quantiative method and correlational study design. 1024 responses of two scales measure psychological distress with HSCL 25 and resilience with CD RISC 10, collected in online and offline responses with convenience sampling techniques. From statistical result, obtained r 0,244, n 1024, p 0,01, two tailed, means that as resilience level increased, psychological distress level may decreased.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Arini
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perceived social support dan kesehatan mental pada anak jalanan usia remaja. Perceived social support diukur menggunakan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) yang dikembangkan oleh Zimet, Dahlem, Zimet, dan Farley (1988) sedangkan kesehatan mental diukur menggunakan Mental Health Continuum-Short Form (MHC-SF) yang dikembangkan oleh Keyes (2002). Penelitian ini melibatkan anak jalanan usia remaja sebanyak 60 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perceived social support dan kesehatan mental pada anak jalanan usia remaja (r = 0,377, n = 60, p < 0,01, two tailed).

This study was conducted to investigate correlation between perceived social support and mental health among adolescent street children. Perceived social support was measured by Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) that developed by Zimet, Dahlem, Zimet, and Farley (1988) and mental health was measured by Mental Health Continuum-Short Form (MHCSF) that developed by Keyes (2002). A sample 0f 60 adolescent street childrens participated in this study. The result show positive and significant correlation between perceived social support and mental health (r = 0,377, n = 60, p < 0,01, two tailed).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putrie Kusuma Wardhani
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara peer attachment dan mental health pada anak jalanan usia remaja. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur peer attachment yaitu bagian peer attachment dari Inventory of Parent and Peer Attachmnet Revised (IPPA-R) yang dikembangkan oleh Armsden dan Greenberg (2009), sedangkan mental health diukur dengan Mental Health Continuum Short Form (MHC-SF) yang dikembangkan oleh Keyes (2002). Penelitian ini melibatkan 60 anak jalanan dengan rentang usia 12 hingga 18 tahun yang ditemui peneliti di Jakarta, Depok, dan Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara peer attachment dan mental health pada anak jalanan usia remaja (r = +0,423, n = 60, p < 0,01, one tailed). Dengan demikian, semakin tinggi peer attachment yang dimiliki anak jalanan usia remaja, semakin tinggi pula mental health yang dimilikinya.

This research was conducted to investigate the relationship between peer attachment and mental health of adolescent street children. The instrument that was used to measure peer attachment was peer attachment part of Inventory of Parent and Peer Attachment Revised (IPPA-R) developed by Armsden and Greenberg (2009), while mental health was measured by Mental Health Continuum Short Form (MHC-SF) developed by Keyes (2002). This study involved 60 street children with age of 12 until 18 years old in Jakarta, Depok, and Bogor area. The result showed that peer attachment and mental health has a significant positive correlation (r = +0,423, n = 60, p < 0,01, one tailed). Therefore, the higher peer attachment a street children has, the higher his mental health.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60777
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Qudsiyah
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara self-esteem dan motivasi berprestasi dalam hope of success dan fear of failure pada remaja jalanan. Self-esteem ialah komponen evaluasi diri, penilaian afektif yang berpengaruh pada konsep diri. Motivasi berprestasi adalah kebutuhan untuk menampilkan sesuatu dengan baik atau berjuang untuk sukses dan dibuktikan dengan ketekunan dan usaha dalam menghadapi kesulitan. Motivasi berprestasi dapat dikatakan sebagai kombinasi dari dua variabel kepribadian yaitu kecenderungan untuk mencapai kesuksesan dan kecenderungan menghindari kegagalan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran self-esteem menggunakan Rosenberg’s Self-Esteem Scale (RSES) dan pengukuran motivasi berprestasi menggunakan alat ukur Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R). Partisipan berjumlah 58 remaja jalanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-esteem dan hope of success pada remaja jalanan (r=0,286; p=0,029) dan hubungan negatif yang signifikan antara self-esteem dan fear of failure pada remaja jalanan (r=-0,437; p=0,01). Remaja jalanan yang memiliki self-esteem tinggi akan lebih termotivasi untuk meraih kesuksesan dalam kehidupannya.

This research was conducted to find the relationship between self-esteem and achievement motivation in hope of success and fear of failure among street youth. Self-Esteem is self-evaluation components, affective appraisal which affects the self-concept. Achievement motivation is the need to perform well or the striving for success, evidenced by persistence and effort in the face of difficulties.
This study used quantitative method. Self-esteem was measured by Rosenberg’s Self-esteem Scale (RSES) and achievement motivation was measured by Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R). Data was analyzed using Pearson Product-Moment Correlation technique. The participants were 58 street youth.
The result of this study showed that there is a positive significant correlation between self-esteem and hope of success (r=0,286; p=0,029) and a negative significant correlation between self-esteem and fear of failure (r=-0,437; p=0,01). Street youth with high self-esteem will be more motivated to achieve success in life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S61989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agita Novi Sulistiawati
"Perkembangan teknologi dalam konteks Revolusi Industri 4.0 semakin mengalami peningkatan dan berdampak pada kinerja organisasi yang semakin kompleks. Hal ini mendorong mahasiswa sebagai calon karyawan untuk mempersiapkan kemampuan yang dapat memberikannya keterampilan untuk mengaplikasikan gagasan baru dalam penyelesaian masalah dan bertahan di dalam lingkungan kerja yang penuh dengan tantangan, yaitu perilaku kerja inovatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara resiliensi dengan perilaku kerja inovatif. Data diperoleh dari populasi mahasiswa dengan sampel mahasiswa Universitas Indonesia program sarjana (S1). Teknik sampling yang digunakan adalah convenience sampling berdasarkan kedekatan dan kemudahan peneliti dengan populasi. Setiap variabel yang ada dalam penelitian ini diukur dengan skala Innovative Work Behavior (IWB) dari Janssen (2000) dan Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) dari Connor & Davidson (2003) yang telah diadaptasi terhadap konteks perkuliahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa resiliensi memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku kerja inovatif. Berdasarkan hasil tersebut, resiliensi terbukti berhubungan dengan perilaku kerja inovatif, saat mahasiswa memiliki tingkat resiliensi yang tinggi maka akan cenderung memperlihatkan perilaku kerja inovatif yang juga tinggi. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk merancang program pelatihan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa lebih awal, mempersiapkan mereka untuk sebelum masuk ke lingkungan kerja dalam organisasi.

The rapidly increasing technology in the context of Industrial Revolution 4.0 affects all the aspects of organizational performance as it gets more complex. This condition challenges college students as future employees to prepare the skill that can give them the ability to apply new strategies for problem solving and be resilient in the dynamic working environment of an organization, that is innovative work behavior. The intention of this research paper is to analyze the correlation between resilience and innovative work behavior in college students. The data is collected from the population of college students with the sample college students of Universitas Indonesia. Sampling technique that is applied is convenience sampling based on the proximity and convenience of the researcher. Both variables in this study are measured using Innovative Work Behavior (IWB) Scale from Janssen (2000) and Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) from Connor & Davidson (2003) that has been reviewed and adapted with college contexts. The result of this study shows that resilience has a significant correlation with innovative work behavior. Based on that result, resilience is proven to be correlated with innovative work behavior, when a college student has a high score on resilience that means they tend to show innovative work behavior that is also high. This result can be used as a reference for training programs to build the competence of college students early before they get into an organization working environment.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>