Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140846 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ika Annisaa Farista
"Hubungan trilateral antara China, Jepang, dan Korea Selatan memiliki karakteristik berupa hot economics, cold politics. Hubungan ekonomi yang erat ditengah tensi hubungan politik yang tinggi membuat ketiga negara ini tidak dapat duduk dalam satu forum tanpa melibatkan pihak ketiga. Tahun 2002 menjadi momen penting dalam sejarah hubungan trilateral ketika Pemerintah China mengajukan inisiasi pembentukan China-Japan-Republic of Korea Free Trade Agreement (CJK FTA). Jepang menanggapi proposal kerjasama tersebut dengan skeptis. Namun pada tahun 2003, Jepang menerima inisiasi kerja sama tersebut dan dibentuk trilateral joint study. Penelitian ini menganalisis faktor eksternal dan internal yang mendorong Jepang untuk menerima inisiasi pembentukan CJK FTA. Penelitian ini menunjukkan bahwa Jepang tidak dapat dilihat sebagai black box dalam proses pembentukan kebijakan FTA.

Trilateral relationship among China, Japan, and South Korea is known as hot economics, cold politics. Close economic relationship in the midst of political tensions has created a difficulty for these three countries to sit together in one forum. The year of 2002 became a historical moment in their trilateral relationship when China initiated China-Japan-Republic of Korea Free Trade Agreement (CJK FTA). Japan gave a skeptical respond towards the initiation. However, in 2003 Japan agreed to the initiation and established a trilateral joint study. The research aims to analyze the external and internal factors that pushed Japan to accept the initiation. This report demonstrates that Japan cannot be viewed as a block box in its FTA policy making.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: BPPK, 2009
382.72 ASS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Nurul Husna
"Makalah ini membahas dampak penurunan tarif FTA terhadap kualitas produk impor dan ekspor di Industri Otomotif. Kualitas diukur dengan pendekatan unit value. Dengan data ekspor-impor dari dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), makalah ini menangkap dampak penurunan tarif level perusahaan terhadap harga impor dan ekspor menggunakan metode Difference-in-Difference (DiD). Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan tarif tidak berpengaruh terhadap harga impor. Penurunan tarif FTA dengan negara berpendapatan rendah berdampak pada penurunan harga ekspor. Hal ini mengindikasikan terjadinya economies of scale. Sementara itu penurunan tarif FTA dengan negara berpendapatan tinggi belum berdampak pada peningkatan kualitas produk ekspor

This paper discusses the impact of reducing FTA tariffs on the quality of imported and exported products in Automotive Industry. Quality is measured by unit value approach. Using data from Indonesia customs declaration documents, this paper captures the causality of firm level tariffs reduction on import and export prices using the Difference-in-Difference (DiD). The results show that tariffs reduction has no effect on import prices. The reduction in FTA tariffs with low-income countries will lower export prices. It indicates the occurrence of economies of scale. Meanwhile, the reduction in FTA tariffs with high-income countries has no impact on improving the quality of export products."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Angie Wulandari
"Penelitian ini bertujuan untuk menjawab mengapa Korea Selatan bersedia untuk membuka sektor agrikulturnya kepada Amerika Serikat di bawah skema KORUS FTA. Padahal pada perjanjian perdagangan bilateral sebelumnya, Korea Selatan tidak memasukkan sektor agrikultur ke dalam klausul setiap perjanjiannya. Untuk memahami perubahan tersebut, penelitian ini menggunakan kerangka analisis two-level game dari Robert Putnam. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis eksplanatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada Level I, Amerika Serikat memiliki posisi tawar menawar yang lebih tinggi dan menuntut Korea Selatan untuk membuka sektor sensitifnya sebagai bentuk liberalisasi perdagangan dan negosiator Korea Selata yang US-centered menjadikan strategi negosiasi tidak transparan dalam kesepakatan KORUS FTA. Pada Level II determinan I, terdapat upaya dari organisasi bisnis yang berperan dalam politik domestik Korea Selatan dan mendorong pengesahan KORUS FTA. Pada Level II determinan II, semakin besarnya otonomi badan eksekutif Korea Selatan dan badan legislatif diisi oleh politisi-politisi yang memiliki visi sama dengan eksekutif, sehingga preferensi eksekutif mendominasi dalam proses pengesahan kesepakatan. Untuk itu, KORUS FTA merupakan bentuk perjanjian untuk memperdalam keterikatan baik dari segi ekonomi maupun politik bilateral Korea Selatan dan Amerika Serikat agar mampu beradaptasi di kawasan Asia Timur yang dinamis dan beriorientasi dalam perdagangan internasional. Maka dari itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa kesediaan Korea Selatan dalam membuka sektor agrikulturnya terhadap Amerika Serikat di bawah skema FTA merupakan bentuk jaminan dari kompleksitas hubungan Korea Selatan dan Amerika Serikat yang tidak hanya dicapai melalui perekonomian melainkan terdapat unsur keamanan yang saling bergantung dengan negara yang lebih besar.

This study aims to answer why South Korea is willing to open its agricultural sector to the United States under the KORUS FTA scheme. Whereas in the previous bilateral trade, South Korea did not include the agricultural sector in the clause of every agreement. To understand these changes, this study uses a two-level game analysis framework from Robert Putnam. The methodology used is a qualitative approach with explanative analysis. The results of this study indicate that at Level I, the United States has a higher bargaining position and demands South Korea to open its sensitive sector as a form of trade liberalization and the US-centered South Korean negotiators made the negotiation strategy not transparent in the KORUS FTA agreement. At Level II determinant I, there are efforts from business organizations that play a role in South Korean domestic politics and encourage the ratification of the KORUS FTA. At Level II determinant II, the greater autonomy of the South Korean executive and the legislative is filled with by politicians who have the same vision as the executive, therefore the executive preference dominates in the process of ratifying the agreement. For this reason, the KORUS FTA is a form of agreement to deepen ties both from economic and bilateral political aspects of South Korea and the United States, hence both countries are able to adapt to the dynamic of East Asia region oriented towards international trade. Thus, this study concludes that South Korea’s willingness to open its agricultural sector to the United States under the FTA scheme is a form of guarantee of the complexity of the relationship between South Korea and the United States not only achieved through economic relations, but there is a security matters that is interconnected with a larger country."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Tri Joelyartini
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T27357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilim Mario Zega
"Implementasi perjanjian perdagangan dapat mempengaruhi perdagangan melalui dua efek yaitu trade creation dan trade diversion. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek trade creation dan trade diversion dari implementasi ASEAN +1 FTA terhadap perdagangan bilateral Indonesia dengan 25 negara mitra dagangnya pada periode 2000-2019 yang mana perdagangan bilateral ini menggunakan data ekspor dan impor Indonesia. Metode estimasi menggunakan model gravitasi dengan menambahkan dummy anggota dan bukan anggota. Dengan menggunakan fixed effect time, hasil penelitian ini menemukan adanya trade creation, dan tidak ditemukan trade diversion. Pengaruh implementasi ASEAN +1 FTA ternyata sama-sama meningkatkan ekspor dan impor Indonesia dengan negara anggota dan bukan anggota.

Free Trade Agreement implementation can affect trade through two effects: trade creation and trade diversion. This study aims to analyze the effects of trade creation and trade diversion from the implementation of the ASEAN+1 FTA on Indonesia's bilateral trade with 25 of its trading partner countries in the 2000–2019 period, where this bilateral trade uses Indonesian export and import data. The estimation method uses a gravity model by adding dummy members and non-members. By using the fixed effect time, the results of this study found trade creation and no trade diversion. The effect of implementing the ASEAN +1 FTA turned out to be that both member and non-member countries increased Indonesia's exports and imports."
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Hapsari Paramitha
"Keinginan untuk meningkatkan perekonomian kawasan menjadi dasar kuat bagi negara-negara ASEAN untuk membuat kerjasama perdagangan regional dengan partner dagang yang potensial dalam perekonomian dunia. Digagasnya ACFTA dengan China merupakan institusionalisasi dari keinginan tersebut sebagai bentuk regionalisme ekonomi, di mana kepentingan negara-negara yang terlibat di dalamnya menjadi elemen yang penting dalam pembentukan ACFTA. Indonesia, sebagai negara ASEAN yang terlibat di dalamnya melihat bahwa keberadaan ACFTA mendatangkan peluang dan keuntungan yang besar terlepas dari defisit yang terjadi di Indonesia. Penelitian ini menganalisis mengapa Indonesia mempertahankan dan terlibat lebih jauh dalam ACFTA sejak tahun 2002 hingga 2012 mengingat defisit yang dialami dan tingginya tekanan domestik untuk melakukan renegosiasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui kerjasama regional, negara dapat memperoleh manfaat yang signifikan baik secara eksternal maupun internal. Walaupun mengalami defisit perdagangan, Indonesia dalam hal ini mendapatkan insentif dari keterlibatannya di ACFTA karena memutuskan untuk tidak terlibat sama sekali justru akan mendatangkan kerugian yang berupa ketertinggalan pertumbuhan ekonomi dibandingkan negara-negara lain yang terlibat di dalamnya.

The desire to grow the regional economy became the main reason for ASEAN states to create regional trade agreement with a potential trading partner in the world economy. The establishment of ACFTA, between ASEAN and China was an institutionalization of that desire as a step striving for economy regionalism, in which the interest of the states involved, being an important element in ACFTA. Indonesia as one of ASEAN states who took part in the agreement, seeing the existence of ACFTA could provide the opportunity and potential gain, though the deficit occured in Indonesia. This research is purposed to analyze why Indonesia decided to stay and expand its involvement in ACFTA since 2002 to 2012 through various agreement, remembering the deficit and the domestic pressure to do the renegotiation. The result of the research shows that through regional agreement with potential partner, states could achieve the benefits, both externally and internally. Despite the deficit, Indonesia still gained incentive from its involvement in ACFTA, as Indonesia believed that being left in regional trade agreement would only cause no gain and greater loss in economic growth than the other parties involved.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Junaidi
"

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak ACFTA terhadap neraca perdagangan dari negara ASEAN dan China serta Indonesia. Dengan mengacu pada model gravitasi, penelitian ini membuktikan bahwa penurunan tarif sebagai konsekuensi dari ACFTA berpengaruh signifikan pada peningkatan ekspor dan impor pada negara ASEAN dan China. Namun, ACFTA tidak mempengaruhi keseimbangan neraca perdagangan pada negara ASEAN dan China secara agregat karena dampak ACFTA pada ekspor dan dampak ACFTA pada impor dapat saling meniadakan. Studi ini juga menunjukkan bahwa penurunan tarif bukan merupakan faktor penting dalam peningkatan ekspor dan impor di Indonesia. Sehingga, dampak ACFTA terhadap keseimbangan neraca perdagangan tidak dapat diukur secara akurat.


This study estimates the impact of ACFTA on ASEAN countries and China`s trade balance in general, and also Indonesia`s trade balance in specific. Using the gravity model, this paper finds that the impact of tariffs elimination due to the implementation of ACFTA increased exports and imports for ASEAN countries and China. However, the aggregate trade balances of ASEAN member countries and China is zero since the impact of ACFTA on imports offset the impact of ACFTA on exports. Tariffs have not played significant role on increasing Indonesia`s exports and imports. As a result, the impact of ACFTA on Indonesia`s trade balance cannot be quantified clearly.

"
2019
T54041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Litania
"Kehadiran CJK FTA sebagai satu-satunya institusi formal di kawasan Asia Timur Laut menjadikan pembahasan akademik mengenai regionalisme ekonomi di Asia Timur Laut terpusat pada perkembangan institusi tersebut. TKA ini bertujuan untuk memetakan persebaran pandangan mengenai dinamika perkembangan CJK FTA melalui tiga klasifikasi taksonomi sebagai metode pengelompokkan literatur yakni (1) pengaruh aktor ekstra-regional; (2) pengaruh relasi CJK; (3) pengaruh aktor domestik. Tema pertama mencakup perdebatan akademisi mengenai peran AS dan ASEAN terhadap rivalitas CJK di kawasan Asia-Pasifik khususnya pengaruh TPP dan RCEP terhadap agenda CJK FTA. Tema kedua berfokus pada perdebatan untung-rugi CJK FTA melalui pembahasan karakter FTA ketiga negara, hubungan perdagangan intra-kawasan, hambatan sektor tarif dan hambatan aspek keamanan serta sentimen historis dalam proses negosiasi.
Tema ketiga membahas perdebatan akademisi mengenai peran institusi pemerintah dan kelompok kepentingan bisnis dalam agenda setting dan sosialisasi CJK FTA. Selain itu, tulisan ini mengidentifikasi empat perspektif teoritis dominan dan pengaruh pemikiran dalam perkembangan CJK FTA yakni realisme, liberalisme, neo-merkantilisme dan realisme neo-klasik. Berdasarkan hasil tinjauan pustaka ini, ditemukan adanya eskplorasi strategi kebijakan untuk mempercepat CJK FTA dan perlunya ragam penelitian yang mengkaji dampak regionalisme ekonomi CJK FTA terhadap kawasan diluar Asia Timur Laut.

The presence of the CJK FTA as the only formal institution in Northeast Asia has centred the academic discussion about economic regionalism on the development of this institution. This paper seeks to organize academics perspective regarding the development of CJK FTA based on taxonomic classification method, resulting three main concerns from scholars: (1) the influence of extra-regional actors; (2) relations between CJK; (3) influence of domestic actors. The first theme included academic debates about the role US and ASEAN in the rivalry of CJK in the Asia-Pacific region, particularly by the influence of TPP and RCEP upon CJK FTA agenda. The second theme focuses on CJK FTA profit and loss through comparison of FTA character, intra-regional trade relations, tariff sector, security and historical sentiments in the negotiation process.
The third theme focuses on the role of government institutions and the business sector in agenda setting and socialization of CJK FTA. Based on literature review, this paper identifies four dominant theoretical perspectives namely realism, liberalism, neo-mercantilism and neo-classical realism which are used to explain the economic regionalism in Northeast Asia. Furthermore, this paper showed an exploration of policy strategies by academics to accelerate the use of CJK FTA and further needs of studies to examine the impact of CJK FTA outside Northeast Asia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ariawan
"Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan ekonomi dunia saat ini khususnya perdagangan internasional telah memasuki rezim perdagangan bebas (free trade) dimana sebagian negara dan kalangan menganggap perdagangan bebas sebagai bentuk penjajahan model baru. Dalam perdagangan internasional, perdagangan negara yang tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesialisasi produk komoditas yang diunggulkan oleh masing-masing negara, namun dalam kenyataan dengan semakin terbukanya suatu perekonomian hal tersebut tidak serta merta menciptakan kemakmuran bagi semua negara-negara yang terlibat di dalamnya.
Perjanjian internasional seperti perjanjian perdagangan bebas kerap digunakan oleh negara-negara sebagai instrumen politik untuk kepentingan nasional. Belum lagi perjanjian internasional kerap dimanfaatkan untuk mengintervensi kedaulatan hukum suatu negara sesudah era kolonialisme berakhir. Melalui perjanjian internasional dapat dipastikan bahwa hukum suatu negara seragam dalam derajat tertentu dengan hukum negara lain. Perjanjian internasional di bidang perdagangan pada dasarnya dimanfaatkan oleh negara yang memiliki produsen untuk menghilangkan atau mengecilkan hambatan yang terdapat dalam negara yang memiliki konsumen dan pasar.
Dalam kecenderungan ini pun peran perjanjian internasional menjadi semakin penting, contohnya adalah Perjanjian Perdagangan Bebas atau Free Trade Agreement (FTA). Hingga saat ini sangat banyak jumlah FTA yang telah ditandatangani dan berlaku serta telah dinotifikasi dengan subyek baik regional, bilateral dan multilateral. Salah satu perjanjian perdagangan bebas yang penting dan melibatkan Indonesia yang tergabung dalam ASEAN sebagai pihak, yaitu Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA). ACFTA dalam perkembangannya banyak memberikan dampak yang cukup berarti bagi sektor-sektor strategis di Indonesia Sebagai contoh, harga tekstil dan produk tekstik (TPT) Cina lebih murah antara 15% hingga 25%, bahkan produk seperti jarum harus diimpor.
Jika banyak sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sektor-sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing, maka akan berat kekuatan ekonomi Indonesia sehingga butuh kesiapan dan persiapan yang sangat matang. Untuk itu kajian ini membahas mengenai ACFTA baik perkembangan, peranan dan implikasi serta rekomendasi untuk mengoptimalkan perjanjian ini sebelum tahun 2018 dengan berlakunya highly sensitive list ACFTA. Selain itu penting bagi Indonesia untuk menyiapkan segala sesuatu sebelum mengikuti Perjanjian Perdagangan Bebas ke depan. Pemerintah perlu menyiapkan peran dan langkah kebijakan untuk ke depannya berkaitan dengan perdagangan bebas. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
D1352
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>