Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61498 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ari Saadah Az Zahro
"Orang tua merupakan orang terdekat anak yang menjadi pendidik, pelindung, dan penanggung jawab anak. Orang tua yang memiliki anak down syndrome memiliki tingkat stres yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang tua tanpa anak down syndrome. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres orang tua yang memiliki anak down syndrome. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak down syndrome yang tergabung dalam POTADS (Persatuan Orang Tua dengan Anak Down syndrome) sebanyak 64 orang dengan menggunakan teknik total sampling dan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukan 37 responden (57,8%) memiliki tingkat stres yang rendah, sedangkan 27 responden (42,2%) memiliki tingkat stres yang tinggi. Perawat disarankan dapat menjadi konselor dan edukator dalam mengurangi tingkat stres orang tua yang memiliki anak down syndrome.

Stress Level of Parents with Down Syndrome Children. As children?s closest kin, parents are their educators, protectors, and guardians. Parents with children who suffer from Down syndrome thus have a higher rate of stress compared to parents without them. This research aims to understand the stress rate of parents who have children with Down syndrome. The design of this research is descriptive quantitative. Using the total sampling technique, the sample of this research is parents of children with Down syndrome who are 64 members of the Down Syndrome?s Parents Association (POTADS) and use univariat analiyse. The research found that 37 respondents (57.8%) have a low rate of stress, while 27 respondents (42.2%) have a high stress rate. Nurses are advised to be conselors and educators in reducing the stress levels of parents of children with down syndrome."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunda K. Rusman
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
S3526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widayatri S.U.
"Setiap anak, baik anak normal maupun terbelakang mental, semuanya memiliki hak yang sama. Dalam Konvensi Hak-hak Anak (dalam Unicef, 1990) juga disebutkan bahwa setiap negara harus memperhatikan hak-hak setiap anak tanpa diskriminasi. Orang tua sebagai pengasuh utama anak memiliki tanggung jawab utama memberikan pengasuhan yang semaksimal mungkin bagi anak terbelakang mental. Salah satu jenis keterbelakangan mental yang cukup banyak menimbulkan masalah dalam pengasuhan adalah down's syndrome. Menumt Harris & McHale (dalam Atkinson, Chisholm, Dickens,Goldberg, Scott, Blackwell, Tarn, 1995) kehadiran anak down's syndrome dapat memberikan masalah pengasuhan yang cukup besar bagi orang tua. Hall dan Hill (1996) menjelaskan bahwa down's syndrome mempakan salah satu abnormalitas yang sebagian besar disebabkan oleh adanya penambahan jumlah kromosom pada kromosom ke-21. Agar pengasuhan bagi anak down's syndrome dapat diberikan semaksimal mungkin, ibu tentunya tidak dapat melakukan tugas tersebut seorang diri. la memerlukan dukungan untuk menjalankan tugas pengasuhan ini. Tetapi terayata dalam kenyataannya individu-individu yang ada di sekitar ibu tidak hanya menyumbangkan dukungan tetapi juga dapat menimbulkan stres. Belle (dalam Cochran dkk, 1990:9) menyatakan bahwa seseorang tidak hanya akan menerima dukungan tetapi juga akan mempunyai resiko memperoleh stres dari lingkungannya. Cochran (dalam Cochran dkk, 1990) menggunakan istilah jaringan sosial untuk menjelaskan tentang individu-individu yang berperan sebagai sumber dukungan dan sumber stres ini. Dalam penelitian ini ingin digali mengenai jaringan sosial baik sebagai sumber dukungan maupun sebagai sumber stres bagi ibu yang memiliki anak down's syndrome. Mengingat kemungkinan banyaknya anggota jaringan sosial yang dimiliki ibu maka penelitian akan dibatasi pada individu-individu yang mempengaruhi kehidupan ibu dalam 6 bulan terakhir ini, dan minimal berhubungan 1 kali sebulan dengan ibu dari anak down's syndrome. Sumber dukungan dari jaringan sosial yang ingin dilihat dibagi ke dalam dukungan instrumental, emosional, informasi, dan companionship. Sedangkan sumber stres yang ingin dilihat dibagi ke dalam tekanan, fhistasi, konflik, dan kecemasan. Tetapi karena dalam hidup sehari-hari sangat sulit memisahkan antara masing-masing pembagian ini (Atwater, 1983) maka dalam interpretasi peneliti cenderung tidak secara pasti membagi sumber stres ke dalam empat bagian tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam (in depth interview) dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap empat ibu yang memiliki anak down's syndrome Pemilihan subyek dilakukan dengan pendekatan purposif dimana sampel diambil berdasarkan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Dari penelitian ditemukan bahwa dukungan instrumental yang diberikan kepada keempat subyek dalam penelitian ini lebih banyak diberikan oleh anggota keluarga. Bantuan yang diberikan meliputi bantuan dalam mengeijakan tugas rumah tangga; mengurus anak down's syndrome, mengantar, menunggu atau menjemput anak down's syndrome di sekolah; menjaga anak down's syndrome bila subyek tidak ada di rumah; dan bantuan keuangan. Walaupun demikian jenis bantuan yang diberikan pada masing-masing subyek berbeda-beda. Dukungan emosional diberikan oleh suami, teman-teman yang juga memiliki anak tuna grahita. Tetangga yang mengerti kondisi anak down's syndrome menjadi dukungan emosional pula bagi subyek. Dukungan informasi diperoleh dari guru, dokter, teman, dan suami. Dukungan companionship diperoleh dari suami dan anak. Sedangkan sumber stres dari jaringan sosial subyek meliputi dua subyek merasakan kurangnya dukungan dalam mengawasi anak down's syndromenydi. Kurangnya dukungan sangat dirasakan oleh satu subyek yang kebetulan juga bekerja, ketika secara bersamaan subyek harus melakukan tugas rumah tangga, bersiap-siap untuk mengajar, sekaligus harus mengawasi anaknya yang juga hiperaktif. Satu subyek merasa kesal karena anak-anaknya kurang membantunya dalam mengawasi anaknya yang down's syndrome. Sering subyek merasa kelelahan harus menjaga dan mengawasi anaknya supaya tidak keluar rumah. Selain itu subyek juga mengatakan bahwa aktifitas mengajar ngaji juga terhambat karena harus menunggu salah satu anaknya pulang supaya ada yang menjaga anaknya yang down's syndrome. Rasa fhistasi akibat tidak menemukan orang yang dapat diajak bercerita dan berkeluh kesah karena suami yang sibuk bekerja dan anak-anak yang sibuk bekerja dan kuliah kadang-kadang dirasakan oleh satu subyek. Omongan saudara dan anggota keluarga yang menyakitkan juga menjadi sumber stres bagi tiga subyek. Selain itu dua subyek kadang-kadang juga merasa sedih dan prustasi atas ucapan teman-teman yang berhubungan dengan anaknya yang down's syndrome. Dua subyek yang sudah memasuki akhir usia middle adulthood juga merasakan kecemasan yang berhubungan dengan siapa yang akan mengasuh anak down's syndrome bila subyek sudah tidak ada."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2672
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiendas, Olivia K.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3260
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisya Putri Nibenia
"Anak down syndrome dengan keterbatasanya mendapatkan perhatian yang lebih banyak dari orang tua dibandingkan sibling. Perbedaan perlakuan antar anak oleh orang tua dapat mempengaruhi hubungan antar saudara dan pola asuh yang dilakukan orang tua juga dapat mempengaruhi dimensi hubungan yang berkaitan dengan kualitas sibling relationships. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pola asuh orang tua dengan sibling relationship pada anak down syndrome. Penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional pada 60 responden orang tua yang dipilih melalui teknik cluster sampling menggunakan instrumen Parenting Style and Dimensions Questionnaire (PSDQ) dan Sibling Relationship Questionnaire (SRQ). Hasil penelitian menunjukan 73.9% responden menerapkan pola asuh autoritatif dan 61.67% terbentuk sibling relationship positif antara anak down syndrome dan sibling. Hasil analisis bivariat uji fisher exact memperoleh hasil p value <0.001 (<0.05). Hasil ini menunjukan adanya hubungan pola asuh orang tua dengan sibling relationship pada anak down syndrome. Peneliti merekomendasikan mengikutsertakan sibling dalam penelitian selanjutnya untuk melengkapi data dari sisi sibling.

Children with Down syndrome with their limitations get more attention from their parents than their siblings. Differences in treatment between children by parents can affect the relationship between siblings and parenting style by parents can also affect the dimensions of the relationship related to the quality of sibling relationships. This study aims to identify the relationship between parenting style and sibling relationship in children with Down syndrome. The study used a cross-sectional approach to 60 parent respondents who were selected through a cluster sampling technique using the Parenting Style and Dimensions Questionnaire (PSDQ) and Sibling Relationship Questionnaire (SRQ) instruments. The results showed that 73.9% of respondents adopted authoritative parenting and 61.67% formed a positive sibling relationship between children with Down syndrome and siblings. The results of the bivariate analysis of the Fisher's exact test obtained a p value <0.001 (<0.05). These results indicate that there is a relationship between parenting style and sibling relationship in children with Down syndrome. Researchers recommend including sibling in future research to complete data from sibling side."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fina Devy Aryanti
"Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikarakteristikkan dengan keterlambatan perkembangan yang dapat mempengaruhi kemandirian anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemandirian dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari pada anak dengan sindrom Down usia sekolah dan remaja dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif non-eksperimen. Responden penelitian berjumlah 43 orang tua/ pengasuh anak dengan sindrom Down di Kota Depok.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas anak berada dalam kategori mandiri sebagian: 31 anak (72,1%); selebihnya mandiri total: 7 anak (16,3%) dan ketergantungan total: 5 anak (11,6%). Untuk itu, diperlukan pendidikan kesehatan dan dukungan emosional bagi keluarga, untuk mencapai kemandirian yang optimal pada anak dengan sindrom Down.

Down syndrome is a genetic disorder which characterized by lack of developmental that may affect the child's independence. This study aims to determine the level of independence of child with Down syndrome in school age and adolescents. This study used descriptive quantitative non-experimental approach with 43 parents or caregivers of child with Down syndrome in Depok.
The result showed that the majority of respondents belongs to modified independence: 31 children (72,1%), while respondents who belongs to total independence: 7 children (16,3%) and total dependence: 5 children (16,3%). For the reason, health education and emotional support for families is needed to achieve optimum independence in children with Down syndrome.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S52891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pariury, Dea Shanta
"Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk-bentuk tanggapan anak penyandang down syndrome terhadap pertanyaan, Berita faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tanggapan-tanggapan tersebut. Tujuan penelitian ini bertolak dari anggapan bahwa anak down syndrome memiliki berbagai keterbatasan, khususnya dalam bidang Bahasa, walau demikian mereka tetap dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Penelitian ini merupakan studi kasus seorang anak perempuan berusia 6 tahun penyandang kelainan down .syndrome berbahasa Indonesia yang tergolong ringan. Berdasarkan data, ditemukan bahwa ada senibilan bentuk tanggapan ketika informan menanggapi berbagai pertanyaan, yaitu tanggapan yang sesuai dan berhubungan dengan pertanyaan, tanggapan berupa perintah, tanggapan berupa dramatisasi, tanggapan berupa tindakan nonverbal, tanggapan tidak sesuai, tanggapan tidak berbubungan, tanggapan berupa pengaIihan perhatian, tanggapan berupa ketidakacuhan, dan tanggapan berbentuk sikap diam. Tanggapan-tanggapan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perkembangan kognitif, pengetahuan dan kosakata, perhatian terhadap objek pembicaraan, dan partisipan yang diajak bicara. Aspek-aspek lain kemudian muncul dalam penelitian ini dan memerlukan penelitian lanjutan. Penelitian yang perlu dilakukan lebih lanjut adalah penelitian mengenai: 1) Pengaruh jenis pertanyaan terhadap bentuk tanggapan yang diujarkan oleh penyandang kelainan keterbelakangan mental; 2) Perbandingan kemampuan percakapan anak penyandang DS dengan anak normal yang memiliki urnur mental yang lama; dan 3) Pemahaman konsep yang berhubungan dengan asosiasi semantis pada anak penyandang DS"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S10816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Chrisnatalia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3279
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frascilly Grasia
"Down syndrome merupakan suatu kondisi yang berkaitan dengan keterbatasan perkembangan. Adanya keterbatasan ini membuat anak down syndrome membutuhkan caregiver untuk membantu mereka melaksanakan aktivitas seharihari. Caregiver dapat mengalami dampak negatif akibat merawat anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu dampak negatifnya adalah caregiver strain. Caregiver strain dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah dukungan sosial. Caregiver strain dapat berkurang jika caregiver mendapatkan dukungan sosial, khususnya perceived social support.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara caregiver strain dan perceived social support. Metode pengambilan data yang dilakukan adalah pengisian kuesioner dan melakukan probing terhadap item dalam kuesioner caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Kemudian partisipan diminta untuk mengisi kuesioner perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif antara caregiver strain dan perceived social support dengan r=-.174, namun tidak signifikan dengan p>0,05. Pada penelitian ini, partisipan ditemukan memiliki caregiver strain yang relatif rendah dan perceived social support yang relatif tinggi.

Down syndrome is condition related with developmental impairment. These impairments make the child with Down syndrome needs caregiver to help them carry out their daily activities. Caregiver may be negatively impacted due to caring for family members with special needs. One of the negative impacts is caregiver strain. Caregiver strain is influenced by several factors. One factor that influence caregiver strain is social support. Caregiver strain can be reduced if the caregiver get social support, especially perceived social support.
This study aimed to examine the correlation between caregiver strain and perceived social support. Method of data collection was questionnaires and do some probing to the items in the questionnaire caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Then participants were asked to complete a questionnaire perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
The results showed a negative relationship between caregiver strain and perceived social support with r = - .174, but not significant with p> 0.05. In this study, participants were found to have relatively low caregiver strain and perceived social support were relatively high.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sienni Sanchia Santoso
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara keterlibatan orang tua dan kompetensi sosial remaja down syndrome. Kompetensi sosial diukur berdasarkan keterampilan sosial dan perilaku adaptif, yang tergambarkan dari ada tidaknya perilaku maladaptif. Pengukuran keterlibatan orang tua menggunakan alat ukur Alabama Parenting Questionnaire (APQ) (Frick, 1990) dan pengukuran kompetensi sosial menggunakan alat ukur Social Skills Rating System (SSRS) (Gresham & Elliott, 1990). Partisipan berjumlah 31 orang tua dan pengasuh utama dari remaja down syndrome berusia antara 11 hingga 24 tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara keterlibatan orang tua dan keterampilan sosial remaja down syndrome (r = 0.422; p = 0.018, signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya semakin tinggi keterlibatan orang tua, semakin tinggi keterampilan sosial remaja down syndrome. Akan tetapi, terdapat hubungan yang tidak signifikan antara keterlibatan orang tua dan perilaku maladaptif (r = 0.063; p = 0.737, tidak signifikan pada L.o.S 0.05). Berdasarkan hasil tersebut, orang tua disarankan untuk terlibat dalam kehidupan anaknya yang menyandang down syndrome dengan mengajarkan keterampilan sosial dan perilaku adaptif sesuai norma sosial.

This research was conducted to find the correlation between parental involvement and social competence behavior in adolescent with down syndrome. Social competence is measured based on social skills and adaptive behavior, which is illustrated from the absence of maladaptive behaviors. Parental involvement was measured using an instrument called Alabama Parenting Questionnaire (APQ) (Frick, 1990), and social competence was measured using Social Skills Rating System (SSRS) (Gresham & Elliott, 1990). The participants of this research are 31 parents and primary caregiver of adolescent with down syndrome at the age of 11 to 24 years old. The result of this research show that parental involvement positively correlated significantly with social skills (r = 0.422; p = 0.018, significant at L.o.S 0.05). This means that the higher the parental involvement, the higher the social skills of adolescent with down syndrome. However, there is no significant correlation between parental involvement and maladaptive behavior (r = 0.062; p = 0.737, not significant at L.o.S 0.05). Based on these results, it is advisable for parents to become involved in their child?s life to teach appropriate social skills and adaptive behavior according to social norms."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>