Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23190 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nindya Chairunnisa Zahrariyadi
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana kewenangan dalam pembentukan Peraturan Menteri ditinjau dari teori perundang-undangan dan dari Pasal 8 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 serta bagaimana keberlakuan Peraturan Menteri yang pembentukannya tidak didasarkan pada kewenangan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode studi kepustakaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Peraturan Menteri adalah peraturan delegasi sehingga pembentukan Peraturan Menteri hanya bisa didasarkan pada kewenangan delegasi. Pasal 8 ayat (2) tidak bisa diartikan sebagai bentuk pengatribusian kewenangan mengatur sehingga Menteri dalam membentuk Peraturan Menteri tetap harus berdasarkan pendelegasian kewenanagan mengatur lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Bagi Peraturan Menteri yang dibentuk tidak berdasarkan kewenangan delegasi, maka Peraturan Menteri itu tidak dapat diakui keberadaannya sebagai peraturan perundang-undangan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara umum.

This thesis provides explanation on how the legislation authority works in establishing a Ministerial Regulation, based on the legislation theory and Article 8 paragraph 2 Law No. 12 of 2011. This thesis also provides explanation on how the impact of a Ministerial Regulation establishing if it was not based on the authority. This thesis is a normative legal study with bibliographical method. This thesis concludes that the Ministerial Regulation is a delegated legislation. Therefore, the Minister in terms of making this regulation shall refer to a delegated authority appointed by a higher regulation. The Regulation of The Minister formed without the delegated authority as the basic will make the regulation to be unrecognized as a regulation and not publicly binding."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S58379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aniza Fithriani
"ABSTRAK
Penelitian ini mengenai kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan pada suatu kementerian kemudian dari kewenangan tersebut dicoba dikaji mengenai pembentukan peraturan pelaksana terhadap peraturan menteri dalam kajian perundang-undangan menggunakan studi kasus Keputusan Sekretaris Direktorat Jenderal yang merupakan peraturan pelaksana atas peraturan menteri nomor P.55 tahun 2016 yang merupakan peraturan pengganti atas PErmen LHK Nomor P.28 tahun 2015. Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan menekankan pada penggunaan data sekunder atau studi kepustakaan bersifat eksplanatoris dengan dan menggunakan metode analisis data analisis kualitatis dengan simpulan berupa presiden memberikan sebagian kewenangannya kepada menteri yang telah ditunjuknya dan didalamnya terdapat kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memperlancar pelaksanaan pemerintahan dan terjadi dalam praktek kewenangan yang telah didelegasikan kemudian didelegasikan kembali kepada lembaga yang lebih rendah yang disebut sub delegation legislative power. Berdasarkan hal tersebut dalam pembentukan peraturan perundang-undangan memperhatikan hierarki dan kewenangan yang berlaku dan tidak mengatur hal yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggikata kunci : Pembentukan peraturan pelaksana, kewenangan dan hierarki.

ABSTRACT
This research concerning about the competency of ministry to make ministrial regulation. Further more from those ministrial regulation, it create implementation legislation as an example case study of Secretary Decree of Directorat General with use as an implementation regulation on Regulation of Minister Of Environment and Forestry No. P.55 years of 2016 which is replacing the regulation number P.28 years of 2015. This research uses literatures research by juridicial normative. and by emphasis on the use of secondary data or literature study with type of explanatory and using qualitative analysis data. The conclusion are President give some of his power to the minister he has appointed and in there is the authority of the formulation of legislation in accordance with the hierarchy of legislation which is applicable to facilitate the execution of government and the occurence in the exercise of delegated authority and then delegated back to another lower of legislation to concern about the hierarchy and authority in force and does not regulate things that have been regulated in the higher legislation"
Depok: 2017
T49294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Gabriel Stevent
"ABSTRACT
Penelitian dilakukan untuk dapat menjawab mengenai kewenangan pembentukan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No. 32 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-undangan Melalui Jalur Nonlitigasi berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi berdasarkan konsep pengujian peraturan perundang-undangan maupun penilaian penerapan peraturan perundang-undangan, serta kekuatan hukum mengikat hasil penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi. Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka. Permenkumham No. 32 Tahun 2017 yang memberikan kewenangan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk memeriksa dan menyelenggarakan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi dibentuk dengan tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, karena tidak dibentuk berdasarkan kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas kesesuaian antara jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas subsidiaritas, proporsionalitas, efektivitas, dan efisiensi peraturan. Penyelesaian sengketa non-litigasi hanya dilakukan dalam ranah penilaian penerapan peraturan perundang-undangan, dan hasilnya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

ABSTRACT
This research is done to answer some problems, such as the Minister of Law and Human Rights Authority to make Law and Human Right Ministerial Regulation Number 32 of 2017 about Non-Litigation Regulation Dispute Resolution Mechanism based on the basic principle of good regulation, analysis of non-litigation regulation dispute resolution based on regulation-review and the assessment of law-enactment concepts, and about the binding force of the output of non-litigation regulation dispute resolution. This thesis is based on a normative legal study with bibliography method research. This thesis concludes that the enactment of Law and Human Right Ministerial Regulation Number 32 of 2017 that give the authority to General Director of Regulation to inspect and organize the non-litigation regulation dispute resolution is not based on the basic principles of good regulation, such as regulation-making authority principle, the principle of suitability of type and hierarchy, subsidiarity, proportionality, effective and efficient regulation principle. Non-litigation dispute resolution is obtained in regulation-review concept, not in the assessment of law-enactment concept, and the output of non-litigation dispute resolution has no binding force."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhaktiarsa Bagus Syaifullah
"ABSTRACT
Penelitian ini ditulis untuk menjawab beberapa masalah, seperti kewenangan membuat UU dan Peraturan Menteri Hak Asasi Manusia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Harmonisasi The Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Pemerintah Non-Menteri
Institusi, dan Rancangan Peraturan dari Lembaga Non-struktural oleh Legislasi Drafter berdasarkan prinsip dasar regulasi. Tesis ini didasarkan pada normatif studi hukum dengan menerapkan sinkronisasi hukum dengan penelitian metode kepustakaan. Tesis ini menyimpulkan bahwa ditetapkannya Undang-Undang dan Hak Asasi Manusia Menteri Peraturan Nomor 23 Tahun 2018 yang memberikan kewenangan kepada Menteri Hukum dan Manusia Hak untuk Harmonisasi Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Non-Pemerintah Instansi Pemerintah Kementerian, dan Rancangan Peraturan dari Non-struktural Lembaga tidak didasarkan pada prinsip dasar regulasi, seperti prinsip formal dan prinsip-prinsip material. Oleh karena itu, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Harmonisasi Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Rancangan Peraturan dari Lembaga Non-struktural oleh Perencana Legislasi harus dihapus.

ABSTRACT
This research was written to answer several problems, such as the authority to make laws and Regulation of the Minister of Human Rights No. 23 of 2018 concerning The Harmonization Draft Ministerial Regulation, Draft Non-Ministerial Government Regulation
Institutions, and Draft Regulations of Non-structural Institutions by Legislation Drafter is based on the basic principles of regulation. This thesis is based on normative legal studies by applying law synchronization with library research methods. This thesis concludes that the enactment of the Minister's Law and Human Rights Regulation Number 23 of 2018 which gives authority to the Minister of Law and Human Affairs The Right to Harmonize the Draft Ministerial Regulation, Draft Non-Governmental Regulation Ministry of Government Agencies, and Draft Regulations from Non-structural
Institutions are not based on basic principles of regulation, such as formal principles and material principles. Therefore, the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 23 of 2018 concerning Harmonization of Ministerial Draft Regulation, Draft
Non-Departmental Government Institution Regulations, and Draft Regulations from Non-structural institutions by Legislation Planners must be removed."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Pri Handini
"ABSTRAK

Konsekuensi dianutnya Negara hukum oleh Indonesia menyebabkan penyelenggaraan administrasi pemerintahan terikat pada asas legalitas yang menghendaki setiap keputusan/tindakan yang diambil oleh pemerintah mengedepankan adanya dasar hukum. Akibatnya ketika Peraturan Perundang-undangan bermasalah, maka menghambat jalannya penyelenggaraan pemerintahan. Peraturan Menteri pada tahun 2015 menyumbang 8.311 peraturan bermasalah karena substansinya bertentangan dan melampaui kewenangan. Bermasalahnya Peraturan Menteri salah satunya disebabkan rumusan ketentuan Pasal 8 yang tidak memberi kejelasan perihal materi yang dapat diatur oleh Peraturan Menteri dan tafsir kewenangan yang dimaknai Menteri dapat mengatur tanpa dasar Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh karenanya, penelitian ini ditujukan untuk menjelaskan ruang lingkup materi muatan dalam 18 (delapan belas) Peraturan Menteri Hukum dan HAM, batasan materi muatan dalam putusan Mahkamah Agung, dan konsep ruang lingkup materi muatan Peraturan Menteri kedepannya yang diperlukan untuk mewujudkan tertib Peraturan Perundang-undangan. Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan bahan dasar studi pustaka atau data sekunder yang berupa peraturan - peraturan dan literatur - literatur yang berkaitan dengan Peraturan Menteri secara umum dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM secara khusus. Hasil penelitian menunjukkan 18 Peraturan Menteri tersebut dikategorikan dalam 2 jenis, yakni: 1) Peraturan Menteri sebagai peraturan kebijakan yang isinya adalah mengisi kekosongan hukum dan melancarkan penyelenggaraan pemerintahan dan 2) Peraturan Menteri sebagai Peraturan Perundang-undangan yang isinya menjalankan perintah Undang-Undang secara tegas, menjalankan perintah Peraturan Pemerintah (PP) secara tegas, menjalankan ketentuan PP yang tidak diperintahkan, mengatur lebih lanjut ketentuan Perpres dan menjalankan perintah pengaturan oleh peraturan sejenis.  Ruang lingkup Peraturan Menteri mencerminkan fungsi masing-masing peraturan dan kedudukannya dalam hierarki

Kata kunci: materi muatan, Peraturan Menteri, fungsi, hirarki



ABSTRACT
The consequence of adopting a rule of law by Indonesia is that the administration of government is bound by the principle of legality that requires every decision/ action taken by the government to advance the legal basis. As a result, when laws and regulations are problematic, it will hamper the running of government. Ministerial regulations in 2015 accounted for 8,311 problematic regulations because their substance conflicted, exceeding authority. The problem with ministerial regulations is partly due to the formulation of Article 8 provisions that do not provide clarity regarding material that can be regulated by ministerial regulations and interpretations of authority interpreted by the minister as being able to regulate without a higher legal basis. Therefore, this research is aimed at explaining the scope of the material content in 18 (eighteen) Minister of Law and Human Rights Regulations, the material content limitations in the Supreme Court's decision, and the concept of the scope of material content of Ministerial Regulations in the future needed to realize the order of the laws and regulations. The research used is normative juridical with the basic material of library materials or secondary data in the form of regulations and literature relating to ministerial regulations in general and Minister of Law and Human Rights Regulations specifically. The results showed 18 (eighteen) ministerial regulations were categorized in 2 types namely 1) ministerial regulations as policy regulations whose contents were to fill the legal vacuum and smooth governmental administration and 2) ministerial regulations as statutory regulations whose contents carried out strict law orders, carry out the PP orders expressly, carry out the PP provisions that were not ordered, further regulate the provisions of the Perpres and carry out the regulation orders by similar regulations. The material runs the provisions of PP that are not ordered and similar regulations should not be regulated in ministerial regulation

 

"
2019
T54835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Badru Zaman
"Pembentukan Lembaga Pemerintahan Non Struktural di Indonesia tidak diikuti dengan adanya cetak biru dalam pelembagaan lembaga pemerintahan non struktural dan beragamnya model peraturan yang membentuknya serta kewenangannya dalam membentuk peraturan perundangan-undangan. Skripsi ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, lembaga non struktural yang memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Kedua, dasar pembentukan lembaga lembaga pemerintahan non struktural dan kewenangannya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ketiga, jenis kewenangan yang dimiliki oleh lembaga pemerintahan non struktural dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Penulis menggunakan lembaga KPU, KPK, KPPU dan BSSN sebagai bahan untuk dikaji dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang seharusnya diinklusikan hanya sebagai kewenangan pemerintahan. Selanjutnya, penulis menganalisis ada 4 (empat) dasar pembentukan lembaga pemerintahan non struktural dan kewenangannya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu dibentuk dengan undang-undang dan memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, dibentuk atas perintah undang-undang dengan undang-undang dan memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, dibentuk atas perintah undang-undang dengan Keputusan Presiden namun tidak memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dan dibentuk melalui Peraturan Presiden namun tidak atas perintah Undang-Undang dan tidak memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan. Hasil dari lembaga yang dikaji menunjukan bahwa KPU, KPK, KPPU dan BSSN adalah lembaga non struktural yang berada di bawah kekuasaan eksekutif, namun tidak semua memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan. KPU dan KPK memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, sementara KPPU dan BSSN tidak memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan.

The establishment of Non Structural Government Institutions in Indonesia is not followed by a blueprint for institutionalizing Non Structural Government Institutions and the variety of laws that forming it and so its authority of forming laws and regulations. This thesis discusses three main problems. First, non-structural institutions that have the authority to form legislation under the law. Second, the basis for the formation of non-structural government institutions and their authority to forming laws and regulations. third, under the context of duties and functions to run the government, what kind of authority that held by non-structural government institutions in forming laws and regulations. The author uses KPU, KPK, KPPU and BSSN institutions as material to be studied through normative juridical approach method. The results of this study indicate that with the authority being possessed by the government to carry out executive functions and implement laws, the forming of law and regulations under the law shall be included limitedly as governmental authority. Furthermore, the author analyzes there are 4 (four) bases/models to establish Non Structual Government Institutions and its authority to form law and regulations, which is formed by law and has the authority to form legislation, formed by the order of the law and has the authority to form legislation, is formed at the order of the law with a Presidential Decree but does not have the authority to form legislation and is formed through a Presidential Regulation but is not ordered by the Law and does not have the authority to form legislation. The results of this research on the Institutions show that KPU, KPK, KPPU and BSSN are considered as executive authority non-structural institutions, but not all of these institutions have the authority to form legislation. KPU and KPK have the authority to form legislation, while KPPU and BSSN do not have the authority to form legislation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rika Yuristia Mardhiyah
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pembedaan kewenangan lembaga
pemerintah non kementerian (LPNK) yang dibentuk Pemerintah atas perintah
undang-undang dengan LPNK yang dibentuk Pemerintah tidak atas perintah
undang-undang dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Dalam
penelitian ini akan didalami atas dasar apa LPNK yang dibentuk Pemerintah tidak
atas perintah undang-undang tidak memiliki kewenangan untuk membentuk
peraturan perundang-undangan atas nama LPNK tersebut. Selanjutnya, bagaimana
kedudukan produk hukum yang ditetapkan oleh LPNK tersebut dalam sistem
perundang-undangan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian
hukum yuridis normatif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pembedaan
kewenangan LPNK yang dibentuk Pemerintah atas perintah undang-undang
dengan kewenangan LPNK yang dibentuk Pemerintah tidak atas perintah undangundang
dalam membentuk peraturan perundang-undangan adalah karena atribusi
kewenangan, sebagai dasar konstitusional yang bersifat formal, hanya dapat
dimiliki oleh badan, lembaga, atau komisi yang diberi kewenangan oleh UUD
1945 atau undang-undang. Dengan demikian, hanya LPNK yang dibentuk
berdasarkan perintah UUD 1945 atau undang-undang lah yang memiliki
kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan atas nama LPNK
tersebut. Sedangkan LPNK yang dibentuk Pemerintah tidak atas perintah undangundang
bukan merupakan lembaga yang berwenang untuk membentuk peraturan
perundang-undangan. Dengan demikian, produk hukum yang dihasilkan bukan
merupakan jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011, melainkan merupakan peraturan
kebijakan (beleidsregel) yang mengikat umum secara tidak langsung. Untuk itu,
perlu dilakukan pencerahan kembali bagi kementerian dan LPNK mengenai
sistem perundang-undangan Indonesia yang membatasi badan-badan apa saja
yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan. Penelitian ini juga
menyarakankan agar UU Nomor 12 Tahun 2011 mengatur dengan tegas materi
muatan jenis peraturan perundang-undangan yang termasuk ke dalam Pasal 8 ayat
(1) agar tidak semua materi muatan pengaturan dituangkan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan dan diundangkan ke dalam Berita Negara
Republik Indonesia

ABSTRACT
This research aims to analyze about any difference of the non-ministerial
government institutions (LPNK) constructed by the government under command
of act with the non-ministerial government institutions under non-mandatory
decree by act to formulate legislation. Questions of this research are what is the
reasons of the under non-mandatory LPNK which has not the authority to make
regulations, and what is the status of the law products made by such LPNK in the
Indonesian legislation system? This research is a normative juridical law method
The results of this research show that reasons of differences between mandatory
LPNK and non-mandatory LPNK to formulate legislation are regard to the
problem of required attribution of authority as constitutional consideration for
making regulations is formally conferred by the Constitution of 1945 or an act to
any board, institution, or commission. This means that only the mandatory LPNK
has exclusively authorized to make legislation, while the non-mandatory LPNK
established by the government without order of the act is non-authorized
institutions. By this reason, the legal status of legislative products of the nonmandatory
LPNK are not kind of legislations referred to Article 8 paragraph 1 of
the Act Number 12 of 2011, but only should be deemed as any kind of policy rules
(beleidsregels), which has indirectly legally binding force. It is needed, therefore,
to support legal awareness activities for the ministries and LPNK with regard to
the doctrine of Indonesian legislative system concerning to what institutions can
be conferred the attribution of authority of making regulations. Result of this
research also recommend for the Act Number 12 of 2011 to describe in details
what the legal substance can be included according to the Article 8 paragraph 1,
in order to understand that not all legal substances can be drafted as regulations
and published in the State Bulletin of the Republic of Indonesia"
2016
T45624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Kurniawan
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai pengharmonisasian rancangan peraturan menteri, analisis Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Atau Rancangan Peraturan Dari Lembaga Nonstruktural Oleh Perancang Peraturan Perundang-Undangan. Berlakunya Permenkumham No. 23 Tahun 2018 ini kemudian memunculkan permasalahan terkait dengan kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam melakukan pengharmonisasian rancangan peraturan menteri dan akibat hukum yang ditimbulkan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, sejarah, dan konseptual. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak memiliki kewenangan mengeluarkan peraturan menteri dalam melakukan pengharmonisasian rancangan peraturan menteri karena tidak ada pendelegasian wewenang dari peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,kemudian dalam hal mekanisme proses pengharmonisasian peraturan menteri bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundangan. Permasalahan baru yang timbul yaitu masih kurangnya kualitas dan kuantitas perancang peraturan perundang-undangan yang bertugas di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melakukan pengharmonisasian seluruh rancangan peraturan menteri.

ABSTRACT
This research discusses harmonizing the draft ministerial regulation, analysis of Law and Human Right MinistryRegulation No. 23/2018 about Harmonizing The Draft Ministerial Regulation, Draft Regulation of Non-Ministerial Governmen Institutions, or Draft Regulations From Non- Structural Institutions by Legislative Drafter. The validity of Justice and Human Rights Ministry Regulation No. 23/2018 brings some problems up which related to authority of Ministry of Justice and Human Right on harmonizing the draft ministerial regulation. This study is normative which used statute, historical, and conceptual approach. The result showed Ministry of Law and Human Rights did not has any authority harmonizing the draft ministerial regulation because there is no delegation of authority from a higher regulation, that is The Law No.12/2011 Concerning The Establishment Of Legislation, then in the case of the mechanism of the harmonization of ministerial regulations contrary to the principles of the establishment of legislation. A new problem that arises is that there is still a lack of quality and quantity of the legislative drafter in charge of The Ministry Of Law and Human Right to harmonize the entire draft ministerial regulation."
2019
T54426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Ancelina K. Wimbit
"Peraturan Menteri menjadi salah satu peraturan perundang-undangan yang memiliki jumlah peraturan terbanyak dibandingkan peraturan perundang-undangan lainnya. Terhadap banyaknya Peraturan Menteri yang dibentuk, Presiden Jokowi dalam salah satu program kebijakannya menekankan reformasi regulasi di Indonesia. Pembentukan Peraturan Menteri hanya dapat dilakukan berdasarkan pendelegasian oleh peraturan perundang-undangan diatasnya dan selaras dengan visi misi dan kebijakan yang diberikan Presiden. Skripsi ini akan membahas mengenai dinamika pembentukan Peraturan Menteri pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, masih banyak Peraturan Menteri ditetapkan dengan keweangan atribusi dan bukan berasal dari kewenangan delegasi sehingga terdapat Kebijakan Presiden yang dikeluarkan guna membatasi kewenangan Menteri membentuk Peraturan Menteri. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Melihat pada keberadaan Peraturan Menteri dalam peraturan perundang-undangan sebelum dan sesudah perubahan UUD NRI Tahun 1945, serta pengaturan akan kedudukannya dan kewenangan pembentukannya menurut sistem ketatanegaraan Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pehamanan lebih terkait kejelasan posisi Peraturan Menteri sebagaimana seharusnya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, memberikan rekomendasi penyelesaian atas disharmoni Peraturan Menteri serta rekomendasi pengaturan idealnya pembentukan Peraturan Menteri menurut peraturan perundang-undangan agar mengurangi hiper regulasi yang terjadi di Indonesia.

Ministerial Regulation is one of the regulations in Indonesia that has the most quantity regulation than others. Many Ministerial Regulations were formed, President Jokowi’s policy program required the regulatory reform, one against the formation is Ministerial Regulation. In principle, Ministerial Regulation is implementing regulations that only formed based on delegation authority which is can be formed if there is a delegation from the above laws and regulations in line with the vision, mission and policies of President. This thesis will explain about the dynamic of Ministerial Regulation establishment in Joko Widodo’s reign, there are still many Ministerial Regulations that are made by attribution and not from the authority of the delegation so there is policy of President to limiting the authority of minister to make Ministerial Regulation. The research method used is normative juridical, that is research using secondary data. The existence of Ministerial Regulations in Indonesian laws and regulations before and after amendment UUD NRI Tahun 1945, position in the hierarchy of Indonesian laws and regulations, the authority to form according to Indonesian constitutional system, and applicable laws and regulations. This research is expected to resolve the unclear position of the Ministerial Regulation, to provide recommendations resolving the disharmony of the Ministerial Regulations, ideal arrangement for the formation of Ministerial Regulation according to Indonesian laws and regulations in order to reduce hyper regulations that is currently happening in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>