Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214321 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christopher Michael
"Skripsi ini memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai bagaimana suatu sengketa yang timbul akibat interpretasi dan pelaksanaan perjanjian-perjanjian ekonomi ASEAN diselesaikan dengan ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism 2004 dan ASEAN Comprehensive Investment Agreement 2009, berikut dengan penerapan dari kedua instrumen tersebut sejauh ini. Penulis melakukan perbandingan dari kedua instrumen tersebut dengan penyelesaian sengketa yang terdapat dalam World Trade Organization, dan International Centre for Settlement of Investment Disputes, dikarenakan mekanisme penyelesaian sengketa yang terdapat dalam ASEAN Comprehensive Investment Agreement 2009 dan ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism 2004 memiliki kesamaan dengan mekanisme penyelesaian sengketa yang terdapat dalam International Centre for Settlement of Investment Disputes dan World Trade Organization, keempat mekanisme penyelesaian sengketa yang disediakan oleh masing-masing instrumen / organisasi tersebut dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa di bidang investasi.Dalam melakukan penelitian ini, Penulis menemukan bahwa sebenarnya ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism2004 menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa yang terdapat dalam World Trade Organization sebagai model pembentukannya, begitu pula dengan penerapan dari ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism2004 dan mekanisme penyelesaian sengketa ASEAN Comprehensive Investment Agreement 2009 di ASEAN sejauh ini yang belum terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Penulis juga menemukan bahwa ternyata penyelesaian sengketa yang disediakan oleh ASEAN Comprehensive Investment Agreement 2009 lebih variatif dibandingkan dengan yang disediakan dalam International Centre for Settlement of Investment Disputes.
The focus of this mini-thesis is to give a comprehensive explanation on how does a dispute, which arises from ASEAN economic agreements, are settled using ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism 2004 and ASEAN Comprehensive Investment Agreement 2009, as well as the application of both instruments, dispute settlement wise, in ASEAN by far. This study also compares the dispute settlement mechanisms provided in ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism 2004 and ASEAN Comprehensive Investment Agreement 2009, with the dispute settlement mechanisms provided in the World Trade Organization and International Centre for Settlement of Investment Disputes, based on the fact that all of the dispute settlements above are applicable for investment dispute.In working on this research, it was revealed that the ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism 2004 models on the dispute settlement mechanism in World Trade Organization, it was also found that the application of both instruments, dispute settlement wise, is so far, not as expected as it would’ve been. The thesis also reveals that the dispute settlements provided by ASEAN Comprehensive Investment Agreement 2009 are more variative than the dispute settlements provided in International Centre for Settlement of Investment Disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54307
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Febrianti Rachmadani
"Dengan adanya tujuan untuk menegaskan kembali komitmen untuk membentuk rezim perdagangan internasional yang liberal, fasilitatif, kompetitif serta dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi global, negara-negara anggota ASEAN bersama dengan Selandia Baru, Australia, China, Jepang dan Korea Selatan menandatangani perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) pada tanggal 15 November 2019 secara virtual pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-36 yang diselenggarakan di Vietnam. Bersama dengan negara Filipina yang telah resmi bergabung menjadi anggota dan meratifikasi perjanjian RCEP pada tanggal 21 Februari 2023 lalu, perjanjian yang memuat pengaturan mengenai pengurangan pajak tarif kepabeanan ini diharapkan dapat merealisasikan intensi utamanya dalam mengurangi hambatan kegiatan transaksi perdagangan internasional. Keberhasilan eksistensi dari RCEP sangatlah berpangkal pada rincian substansi perjanjian yang ekstensif maupun fasilitatif dan aturan penyelesaian sengketa yang akan ditemui. Sedangkan berbeda dengan perjanjian perdagangan bebas multilateral pada umumnya, RCEP tidak memuat mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dengan negara tujuan investasi (host country). Sebagai perjanjian yang mencakup seperempat dari Foreign Direct Investment (FDI) dunia, pengaturan mengenai investasi asing menjadi penting dan perlu diperhatikan.

With the sole purpose as to reaffirm their commitment to form a liberal, facilitative, and competitive international trade regime that can furthermore contribute in the interest of global economic growth and development, ASEAN member countries along with New Zealand, Australia, China, Japan and South Korea through its delegates signed the Regional Comprehensive Economic Partnership agreement on November 1th 2019 virtually at the 36th ASEAN Summit hosted by Vietnam. Together with the Philippines which has officially joined as a member and ratified the RCEP agreement that covers provisions concerning the reduction of customs tax rates on February 21st 2023, RCEP is expected to achieve its main objective in reducing barriers to international trade. The default of the existence of RCEP is very much based on the details of the substance of the provisions in terms to provide an extensive and facilitative substance of the agreement, as well as the dispute resolution mechanism that will be encountered in the future. Whereas, in contrast to multilateral free trade agreements in general, RCEP does not include a dispute resolution mechanism between investors and host country. As an agreement that covers a quarter of the world’s Foreign Direct Investment (FDI), regulations regarding foreign investment are essential and need to be paid attention to."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Hapsari Paramitha
"Keinginan untuk meningkatkan perekonomian kawasan menjadi dasar kuat bagi negara-negara ASEAN untuk membuat kerjasama perdagangan regional dengan partner dagang yang potensial dalam perekonomian dunia. Digagasnya ACFTA dengan China merupakan institusionalisasi dari keinginan tersebut sebagai bentuk regionalisme ekonomi, di mana kepentingan negara-negara yang terlibat di dalamnya menjadi elemen yang penting dalam pembentukan ACFTA. Indonesia, sebagai negara ASEAN yang terlibat di dalamnya melihat bahwa keberadaan ACFTA mendatangkan peluang dan keuntungan yang besar terlepas dari defisit yang terjadi di Indonesia. Penelitian ini menganalisis mengapa Indonesia mempertahankan dan terlibat lebih jauh dalam ACFTA sejak tahun 2002 hingga 2012 mengingat defisit yang dialami dan tingginya tekanan domestik untuk melakukan renegosiasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui kerjasama regional, negara dapat memperoleh manfaat yang signifikan baik secara eksternal maupun internal. Walaupun mengalami defisit perdagangan, Indonesia dalam hal ini mendapatkan insentif dari keterlibatannya di ACFTA karena memutuskan untuk tidak terlibat sama sekali justru akan mendatangkan kerugian yang berupa ketertinggalan pertumbuhan ekonomi dibandingkan negara-negara lain yang terlibat di dalamnya.

The desire to grow the regional economy became the main reason for ASEAN states to create regional trade agreement with a potential trading partner in the world economy. The establishment of ACFTA, between ASEAN and China was an institutionalization of that desire as a step striving for economy regionalism, in which the interest of the states involved, being an important element in ACFTA. Indonesia as one of ASEAN states who took part in the agreement, seeing the existence of ACFTA could provide the opportunity and potential gain, though the deficit occured in Indonesia. This research is purposed to analyze why Indonesia decided to stay and expand its involvement in ACFTA since 2002 to 2012 through various agreement, remembering the deficit and the domestic pressure to do the renegotiation. The result of the research shows that through regional agreement with potential partner, states could achieve the benefits, both externally and internally. Despite the deficit, Indonesia still gained incentive from its involvement in ACFTA, as Indonesia believed that being left in regional trade agreement would only cause no gain and greater loss in economic growth than the other parties involved.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Dhinhawati
"Skripsi ini membahas tentang pengaruh keberadaan NAFTA terhadap penanaman modal asing antara Indonesia dan Kanada dengan mengaitkannya dengan penanaman modal asing di negara-negara ASEAN. Berdasarkan penelitian yang diperoleh, dari sisi ekonomi negara-negara ASEAN secara positif dipengaruhi oleh NAFTA dari sisi penanaman modal asing karena terjadi peningkatan arus penanaman modal asing ke negara-negara ASEAN. Demikian pula halnya dengan penanaman modal asing yang terjadi antara Indonesia dan Kanada, di mana Indonesia mendapatkan keuntungan dengan menjalin kerja sama bilateral dengan Kanada. Namun, secara hukum dampak NAFTA terhadap negara-negara ASEAN tidak signifikan.

The concern of this thesis is the impact of NAFTA on foreign direct investment between the Republic of Indonesia and the Government of Canada, in association with foreign direct investment in ASEAN countries post-NAFTA. The outcome of this research indicates that ASEAN countries are afftected positively in term of economics based on the increase of FDI flows into these countries. That result is also applied for FDI between the Republic of Indonesia and the Government of Canada, in which both countries benefit from NAFTA?s Inception for further bilateral cooperation. Although there is an impact from economic sector, there is no significant impact post-NAFTA in ASEAN countries legally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Luar Negeri. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, 2009
382.911 IND i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Mahendra
"This thesis is aimed to discuss the arrangement of investment dispute settlement through the investor-state dispute settlement ("ISDS") mechanism in international investment agreements.The agreements are the Bilateral Investment Treaty ("BIT") and the Investment Chapter Comprehensive Economic Partnership Agreement (" IC-CEPA ”) which involves the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Australia as parties to both agreements. This research is a normative legal research and uses secondary data which are analyzed descriptively by a method of systematic and comparative interpretation. The results of the study revealed that the ISDS mechanism settlement at BIT was not much different when compared to the mechanism settlement at the IC-CEPA even though both of them appointed ICSID and UNCITRAL as international arbitration institutions for ISDS. However, with the enactment of IC-CEPA which replaced BIT, it will guarantee legal certainty for both partiesespecially related to avoiding claims that are filed separately but contain the same substance.

Tesis ini akan membahas pengaturan penyelesaian sengketa penanaman modal melalui mekanisme investor-state dispute settlement (“ISDS”) dalam perjanjian investasi internasional, dalam hal ini the Bilateral Investment Treaty (“BIT”) serta Investment Chapter Comprehensive Economic Partnership Agreement(“IC-CEPA”) yang melibatkan Republik Indonesia dan Australia sebagai para pihak dalam kedua perjanjian tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif dengan metode penafsiran sistematis dan komparatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengaturan mekanisme penyelesaian sengketa ISDS pada BIT tidak banyak perbedaan jika dibandingkan dengan pengaturan mekanismenya pada IC-CEPA meskipun keduanya sama-sama menunjuk ICSID dan UNCITRAL sebagai institusi arbitrase internasional bagi ISDS. Namun demikian, dengan diberlakukannya IC-CEPA yang menggantikan BIT, akan memberikan jaminan kepastian hukum bagi kedua pihak terutama terkait menghindari gugatan yang diajukan secara terpisah namun berisi substansi yang sama."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Hasanah
"Tesis ini membahas mengenai beberapa klausul spesifik dalam Perjanjian Kemitraan Inti-Plasma dengan menggunakan asas proporsionalitas sebagai landasan utama untuk menilai apakah perjanjian tersebut telah mengakomodir kepentingan para pihak secara fair. Penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris dengan menggunakan metode yuridis-normatif, dimana dari data sekunder yang ada dilakukan analisa secara kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam hubungan kemitraan inti-plasma ini para pihak berada dalam 'posisi tawar' yang tidak seimbang, sehingga pada tahap pra kontrak asas proporsional tidak terpenuhi, sedangkan pada tahap pembentukan kontrak terdapat klausul yang memenuhi asas proporsionalitas, namun ada pula yang tidak memenuhi asas proporsionalitas. Pada akhirnya penulis menyarankan bahwa, diperlukan intervensi pemerintah untuk mengefektifkan program kemitraan inti-plasma ini, selain itu perlu adanya pembekalan wawasan akan aspek-aspek hukum kontrak serta konsekueansinya bagi para peternak/petani plasma, serta perlu dibentuk suatu organisasi peternak/petani plasma sebagai wadah advokasi/pendampingan para anggotanya.

This thesis discusses about some specific clause in the 'Inti-Plasma' Partnership Agreement using 'the proportionality principle in commercial contract' as the primary basis for asessing whether the agreement has accommadate the interests of the parties fairly. This research is an explanatory research which use 'juridical-normative' format were collected the data from the seccondary data which analysed by qualitative methods. The conclusion from this study is, in the 'inti-plasma' relationship the parties are in a unbalance bargaining position,so that in the stage of 'pre-contract' , that principle are not met, while at the stage of 'formation of contracts' there are some clauses that met and does not met with that principle. In the end, the researcher suggest that government intervention is needed to streamline the 'inti-plasma partnership program' eficienly, in addition to the need for debriefing the ranchers/farmers about any aspects of contract law and its consequences for their bussiness relation, beside that it's need to set up an organization of ranchers/farmers as a forum to accommodate the inspirations and the interests of its member, so that through these forum can provide safeguards provisions for a fair contract although the contract was made in the standard agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29636;T29636
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wilim Mario Zega
"Implementasi perjanjian perdagangan dapat mempengaruhi perdagangan melalui dua efek yaitu trade creation dan trade diversion. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek trade creation dan trade diversion dari implementasi ASEAN +1 FTA terhadap perdagangan bilateral Indonesia dengan 25 negara mitra dagangnya pada periode 2000-2019 yang mana perdagangan bilateral ini menggunakan data ekspor dan impor Indonesia. Metode estimasi menggunakan model gravitasi dengan menambahkan dummy anggota dan bukan anggota. Dengan menggunakan fixed effect time, hasil penelitian ini menemukan adanya trade creation, dan tidak ditemukan trade diversion. Pengaruh implementasi ASEAN +1 FTA ternyata sama-sama meningkatkan ekspor dan impor Indonesia dengan negara anggota dan bukan anggota.

Free Trade Agreement implementation can affect trade through two effects: trade creation and trade diversion. This study aims to analyze the effects of trade creation and trade diversion from the implementation of the ASEAN+1 FTA on Indonesia's bilateral trade with 25 of its trading partner countries in the 2000–2019 period, where this bilateral trade uses Indonesian export and import data. The estimation method uses a gravity model by adding dummy members and non-members. By using the fixed effect time, the results of this study found trade creation and no trade diversion. The effect of implementing the ASEAN +1 FTA turned out to be that both member and non-member countries increased Indonesia's exports and imports."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mutia Rahmah
"Penafsiran suatu perjanjian atau kontrak yang didalam KUHPerdata diatur melalui Pasal 1342 sampai dengan Pasal 1351 masih diperlukan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, mengingat perbedaan penafsiran dalam menjalankan isi perjanjian atau kontrak dapat berakibat pemenuhan prestasi sebagaimana telah dirumuskan dalam perjanjian atau kontrak tersebut menjadi berjalan tidak lancar atau terhambat. Dengan adanya penafsiran perjanjian atau kontrak diharapkan maksud para pihak yang terlibat dalam perjanjian atau kontrak tersebut dapat dipertemukan, sehingga tidak ada lagi perbedaan dalam pemenuhan isi perjanjian. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif.
Hasil penelitian menyarankan agar dalam merumuskan perjanjian atau kontrak hendaknya para pihak yang terlibat harus memperhatikan kata-kata dan maksud yang tersirat didalam perjanjian atau kontrak tersebut sehingga perjanjian atau kontrak yang dibuat isinya jelas, mudah dipahami serta tidak menimbulkan perbedaan penafsiran. Akan tetapi, apabila masih terdapat perbedaan penafsiran diantara para pihak yang terlibat didalam perjanjian atau kontrak hendaknya penafsiran terhadap isi perjanjian atau kontrak tersebut tetap dilakukan secara adil dan berpedoman pada peraturan yang ada sehingga pelaksaan isi perjanjian atau kontrak tersebut dapat terlaksana dengan baik.

The interpretation of agreement or contract in Civil Code which have been set in Article 1342 until Article 1351 still be needed for parties involved. In view of the differences in interpretation of the contents in the contract or agreement this can cause misunderstandings and obstructing the fulfillment of achievements which have been formulated in that agreement or contract. The agreement or contract interpretation can give a good meaning for the parties in that agreement or contract so there will be a clear understanding to fulfill the agreement. This research is using literature study of juridical-normative.
The result of this research needs to be that the parties has to know carefully the meaning of the words or content of the agreement or contract in order to be clearly or easily understood and could not have any different interpretation. But, if there still are different interpretations between parties involved in that agreement or contract, it should be fair and guided by the existing rules in the interpretation of the agreement or contract content so the implementation of the agreement or contract content can be concluded properly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014;2014
T42704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frisca Cristi
"Tesis ini khusus membahas pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 dan akibatnya terhadap PSC. Dengan menggunakan metode interpretasi gramatikal, historis, antisipatif dan komparatif maka kita dapat memahami makna dari pasal 31 ini. Penelitian ini adalah penelitian perskriptif deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa ketentuan dalam pasal ini sudah jelas bahwa perjanjian wajib dalam bahasa Indonesia dengan batasan khusus terhadap perjanjian dengan tujuan tertentu di Indonesia. Pasal 31 ini sebagai alasan yuridis terhadap PSC yang dilaksanakan di Indonesia diwajibkan dibuat juga dalam bahasa Indonesia.

This thesis specifically discusses article 31 of Law Number 24 of 2009 and its implication on the PSC. To understand the meaning of Article 31 the author uses the method of gramatikal, historis, antisipatif and komparatif interpretation. This study uses a prescriptive-descriptive design. The results stated that the meaning of the article is clear that the agreement shall be made in the Indonesian language which is only for the agreement with certain purposes in Indonesia. Article 31 is the juridical reason why a PSC in Indonesia must be made in the Indonesian language."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27892
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>