Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jusup Endang
"ABSTRAK
Latar Belakang : Pada era sebelum tindakan reperfusi, kadar fibrinogen merupakan faktor
independen terhadap mortalitas pada pasien-pasien dengan infark miokard akut dengan elevasi
segmen-ST (IMA-EST) dibandingkan dengan kadar fibrinogen yang normal. Dan kemudian era
reperfusi dikatakan obstruksi mikrovaskular merupakan salah satu faktor menyebabkan kejadian
mayor kardiovaskular. Dengan kemajuan teknologi dibidang kardiologi kejadian dan besaran
MVO dapat di ketahui secara akurat dan pada fase akut. Dari studi terbaru dikatakan bahwa
indeks resistensi mikrovaskular memiliki hubungan positif terhadap MVO dibandingkan dengan
magnetic resonance imaging. Dan diduga faktor hemostasis terutama kadar fibrinogen diduga
memiliki peran yang penting terhadap kejadian obstruksi mikrovaskuler melalui mekanisme
hiperkoagulasi dan embolisasi distal.
Metode: Sebanyak 55 subjek IMA–EST yang menjalani IKPP dipilih secara konsekutif yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sejak 15 Oktober 2013 – 31 Maret 2014. Fibrinogen
diambil saat masuk UGD, penilaian indeks resisten mikrosirkulasi (IMR) diambil segera pasca
IKPP. Perhitungan statistik menggunakan SPSS 17.
Hasil: Dari lima puluh lima pasien yang masuk dalam penelitian didapatkan proporsi laki-laki
87,3%, dengan rerata umur pasien adalah 53,1+8,9 tahun. Faktor risiko penyakit jantung koroner
yang paling besar adalah merokok yaitu 76,36. Semua pasien menjalani IKPP dengan waktu
perfusi 89.04+37.114 menit dan waktu Iskemia 458,69+170,709. Nilai rerata IMR 55,2 + 47,454
dengan nilai rerata fibrinogen 350,80+103,190. Melalui diagram scattered plot didapatkan kadar
fibrinogen memilliki kecenderungan yang terbalik terhadap IMR, dengan kekuatan hubungan
yang lemah dan secara statistik tidak bermakna. ( r = - 0,137 ; p = 0,319 ).
Kesimpulan: Kadar fibrinogen saat admisi tidak memiliki hubungan terhadap IMR pada pasien
pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.

ABSTRAK
Background: In no coronary reperfusion era, fibrinogen is known as an indepndent risk factor
for cardiac mortality in acute myocard infract patient. And in revascularization era,
microvascular obstruction (MVO) is associated with adverse ventricular remodelling and patient
prognosis. With the advanced technology in cardiology, MVO can be detected accurately in the
acute phase. In recent study index microcirculatory resistance (IMR) show a positive correlation
with magnetic resonance imaging while detecting and counting severity of MVO. It is suspected
that hemostatic factor mainly fibrinogen play an important role in MVO due to hypercoagulable
state and distal embolization.
Methode: 55 STEMI patients undergoing primary PCI were consecutively recruited from
October 15th, 2013 to march 31th, 2014. The fibrinogen was withdraw at admission. We evaluate
the IMR immediately after PCI done. Statistical analysis was done by SPSS 17.
Results: From fifty-five patients included in the study, there were 87,3% men, with mean age
53,1±8.9 years old, and smoker show the biggest proportion compare with risk factor for
coronary artery disease. All the patient undergo primary percutaneus coronary intervention with
mean door to ballon time 89.04+37.114 minute and ischemia time 458,69+170,709 minute.
Mean IMR was 55,2 + 47,454 and mean fibrinogen level was 350,8+103,19. From the scaterred
plot fibrinogen prone to had a weak negatif correlation with IMR and statistically non significant
(r = - 0,137 ; p = 0,319)
Conclusion: There is no correlation between fibrinogen level and IMR value in STEMI patients
that undergoing PPCI"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Nadia
"Studi mengenai pemberian klopidogrel sebelum angiografi koroner (pretreatment) pada pasien infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) yang akan menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP) terbatas, namun dapat disimpulkan bahwa aman dan dapat penurunan angka major adverse cardiovascular events (MACE). Pada studi yang dilakukan beberapa tahun terakhir, manfaat pemberian klopidogrel pretreatment dipertanyakan. Studi yang telah ada dilakukan di negara lain berbeda dengan kondisi di Indonesia; terdapat perbedaan karakteristik seperti waktu onset nyeri dada hingga pasien sampai ke fasilitas kesehatan primer, loading antiplatelet, serta dilakukan tindakan IKPP yang lebih panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian klopidogrel pretreatment  dengan TIMI-flow pasien IMA EST yang menjalani IKPP. Studi potong lintang retrospektif terhadap 220 pasien IMA EST dilakukan di rumah sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita sejak tanggal 1 Januari - 30 Oktober 2018 dengan membagi subjek dalam kelompok klopidogrel pretreatment (600 mg klopidogrel diberikan > 120 menit sebelum angiografi koroner) dan kelompok yang diberikan < 120 menit.
Analisis multivariat menunjukkan bahwa klopidogrel pretreatment merupakan prediktor utama yang mempengaruhi TIMI flow sebelum tindakan IKPP (OR 0.273, 95% CI 0.104-0.716; p=0.008). Pemberian klopidogrel pretreatment berhubungan dengan TIMI flow sebelum tindakan IKPP, namun tidak berpengaruh terhadap TIMI setelah dilakukan tindakan IKPP. 

Immediate antiplatelet administration is the standard therapy used in acute ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI) undergoing primary percutaneous coronary intervention. Studi on clopidogrel pretreatment are limited, but it can be concluded that was safe, also reduced the number of major adverse cardiovascular events (MACE). Recently, pretreatment with P2Y12 are questioned. There are differences in the background and the conditions between the studies that have been conducted and the condition in Indonesia; such as duration of angina onset until arrive at primary health care, time of loading antiplatelet and longer ischemic time.
This study sought to evaluate the association between clopidogrel pretreatment and TIMI flow of patients with acute STEMI undergoing primary PCI. Single-center retrospective cross sectional study of 220 patients with acute STEMI were conducted in National Centre of Cardiovascular Harapan Kita, Indonesia from 1 January-30 October 2018. Subjects are devided into two groups: clopidogrel pretreatment (≥ 120 minute from coronary angiography conducted) and non pretreatment group (<120 minute). Multivariate analysis revealed that clopidogrel pretreatment is the main predictor of preprocedural TIMI grade flow (OR 0.273, 95% CI 0.104-0.716; p=0.008). Clopidogrel pretreatement was associated with TIMI flow grade pre intervention, but not with TIMI flow grade post intervention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianto
"Latar belakang: PCSK9 telah diketahui sebagai molekul yang berperan dalam regulasi kadar kolesterol LDL darah. Dua dekade ini, PCSK9 diketahui memiliki mekanisme kerja lain yang melibatkan proses inflamasi, peningkatan Lp(a), aktivasi jaras protrombotik dan platelet, metabolisme triglyceride-rich lipoprotein, serta modifikasi plak yang juga dapat berperan dalam patogenesis berbagai spektrum penyakit aterosklerotik, termasuk IMA-EST. Kemajuan dalam strategi penatalaksanaan IMA-EST telah berhasil meningkatkan kesintasan, akan tetapi sekelompok pasien masih mengalami luaran klinis buruk meski telah mendapatkan tatalaksana optimal. Adanya polimorfisme gain of function E670G PCSK9 dipikirkan dapat memiliki peranan dalam risiko residual pasien-pasien tersebut Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara polimorfisme PCSK9 pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dengan luaran kardioserebrovaskular mayor. Metode: Sebanyak 423 pasien dengan IMA-EST yang menjalani IKPP diperiksakan polimorfisme PCSK9 pada saat admisi. Pemeriksaan polimorfisme PCSK9 didapatkan dengan menggunakan Real Time PCR. Data luaran kardioserebrovaskular mayor dan data penunjang lain didapatkan dari rekam medik dan follow-up telepon. Hasil: Terdapat 2,1 % polimorfisme berupa alel mutan (AG). Terdapat 65 (15,4%) subjek penelitian yang mengalami luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 180 hari. Didapatkan analisis kesintasan menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara polimorfisme E670G PCSK9 dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 180 hari (HR 7,486; IK95% 3.57-15.697; P=0,0000). Kesimpulan: Pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP, terdapat hubungan yang bermakna antara polimorfisme E670G PCSK9 dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 180 hari.

Background: PCSK9 is a molecule that regulates blood LDL cholesterol level. Recent evidences suggest that PCSK9 may also have other mechanisms, such as inflammation, increased Lp(a), triglyceride-rich lipoprotein metabolism, activation of prothrombotic pathways and platelets, and modification of atherosclerotic plaque, which all may play a role in the pathogenesis of atherosclerotic diseases, including STEMI. Previous advances in the management of STEMI had succeed in increasing survival. However, some STEMI patients still experienced adverse outcomes eventhough they already received optimal management in accordance with the guidelines. Polimorphysm gain of function PCSK9 may have a role in the residual risk that those patients have. However, our knowledge regarding this association between polymorphism gain of function E670G PCSK9 and MACCE in STEMI is still unknown. Objective: The aim of this study is to evaluate the association between polymorphism Gain of Function E670G PCSK9 with MACCE in STEMI patients who underwent primary PCI. Methods: In total, 423 patients with STEMI who were treated with primary PCI had their plasma sample drawn during admission and evaluated for Polymorphism PCSK9. PCSK9 Polymophism was measured with PCR RT. MACCE and other supportive data were taken from the medical records and telephone follow-up. Results: The prevalence of Poymorphisme E670G PCSK9 in STEMI patient who underwent PPCI is 2,1 %. There were 65 (15,4%) study participants who experienced MACCE in 180 days. Survival analysis shows a significant association between Polymorphsm Gain of Function E670G PCSK9 and MACCE in 180 days. (HR 7,486; IK95% 3.57-15.697; P=0,0000). Conclusion: There was significant association between Polymorphsm gain of function E670G PCSK9 and 180 days MACCE in STEMI patients treated with primary PCI."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Isra Tuasikal
"Latar Belakang: Angka defisiensi besi di negara berkembang sangat tinggi dibandingkan negara maju dan hubungan antara defisiensi besi dengan myocardial blush kuantitatif pada pasien infark miokard akut disertai elevasi segmen ST (IMA-EST) yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP) belum pernah dilakukan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara defisiensi besi dengan myocardial blush kuantitatif pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.
Metode: Kami mengevaluasi 64 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dan memenuhi kriteria untuk dilakuakan penilaian myocardial blush kuantitatif menggunakan program Quantitative Blush Evaluator (QuBE). Penilaian defisiensi besi diukur menggunakan feritin, serum besi, dan total iron binding capacity (TIBC).
Hasil: Pasien dengan defisiensi besi memiliki nilai QuBE yang 7,48 kali lebih buruk dibandingkan dengan pasien tanpa defisiensi besi. Analisis multivariat menunjukan bahwa defisiensi besi merupakan prediktor terhadap nilai QuBE yang rendah (OR 7,48, 95% interval kepercayaan 1,78-31,49, p 0,006).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara defisiensi besi dengan nilai QuBE yang lebih buruk pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP

Background: Prevalence of iron deficiency in developing countries is higher than developed country, and association between iron deficiency and quantitative myocardial blush in acute ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI) undergoing primary percutaneous coronary intervention (PPCI) has not been investigated.
Objective: This study sought to evaluate the association between iron deficiency and quantitative myocardial blush of patient with acute STEMI undergoing primary PCI.
Methods: We enrolled 64 patients with acute STEMI underwent primary PCI who fulfilled the standard criteria for quantitative myocardial blush evaluation using quantitative blush evaluator (QuBE). Iron deficiency were measure by ferritin, serum iron, and total iron binding capacity (TIBC).
Results: Patients with Iron deficiency 7,48 times risk of poor QuBE index than group without iron deficiency. Multivariate logistic analysis showed that iron deficiency was an predictor of a poor QuBE index (OR 7,48, 95% confidence interval 1,78-31,49, p 0,006).
Conclusion: There is association between iron deficiency with poor QuBE index in patients STEMI undergoing primary PCI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Indriani
"Latar Belakang: Statin (3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A reductase inhibitors) melalui efek pleiotrofiknya telah terbukti menurunkan angka kejadian kardiovaskular mayor (KKM) setelah intervensi perkutan pada pasien angina pektoris stabil maupun pasien sindroma koroner akut. Namun masih banyak perdebatan mengenai manfaat statin segera sebelum dilakukan intervensi perkutan primer (IKPP) pada pasien IMA-EST. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi akut atorvastatin dosis tinggi (80 mg) dan plasebo sebelum IKPP terhadap perfusi mikrovaskular pada pasien IMA-EST yang dinilai dengan teknik IRM (indeks resistensi mikrovaskular). IRM merupakan pemeriksaan mikrovaskular yang spesifik dan bersifat kuantitatif, dapat memberikan nilai prognostik dan prediktor perbaikan fungsi ventrikel kiri setelah dilakukannya IKPP. Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental acak yang tersamar ganda. Diberikan atorvastatin dosis 80 mg atau plasebo. Sampel diambil secara consecutive dari populasi terjangkau IMA-EST yang menjalani IKPP dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Reperfusi miokardium dinilai dengan parameter IRM dengan menggunakan kawat dengan sensor tekanan dan suhu setelah IKPP selesai dilakukan. Hasil Penelitian: Terdapat 66 sampel yang terbagi dalam 2 kelompok yakni 32 orang mendapatkan atorvastatin 80 mg dan 34 orang mendapatkan plasebo. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada kelompok yang mendapatkan atorvastatin 80 mg dan plasebo dalam hal parameter fractional flow reserve (FFR) (0.94 vs. 0.96, p = 0.39), coronary flow reserve (CFR) (1.1 vs. 1.2, p = 0.09) dan IRM (41.54 [12.8-198.2] vs. 41.60 [10.4 ? 200.3], p = 0.61). Kesimpulan: Pemberian terapi atorvastatin dosis tinggi 80 mg sebelum tindakan IKPP pada pasien IMA-EST tidak memberikan pengaruh terhadap perfusi mikrovaskular yang dinilai dengan parameter IMR.
Background: Statin (3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A reductase inhibitors), given before percutaneous coronary intervention (PCI) was proven to reduce Major Cardiovascular Events (MACE) in patient with stable angina as well as acute coronary syndromes through its pleiotropic effect. Nevertheless, the debate regarding statin administration before primary PCI (PPCI) in STEMI patients is still on the rise. Objective: To establish therapeutic effect of high dose atorvastatin (80 mg) and placebo before primary PCI on microvascular perfusion in STEMI patient using index of microcirculatory resistance (IMR). IMR are specific and quantitative assessment of coronary microvascular dysfunction, reliable on-site predictors of short-term myocardial viability and left ventricle functional recovery of patients undergoing primary PCI for STEMI. Methods: This study is a double blind randomized controlled trial. A high loading dose of atorvastatin (80 mg) or placebo was administered before PPCI. Samples were taken from the population of STEMI patients which underwent PPCI and meet the inclusion and exclusion criteria. The primary end point of this study is IMR. After successful primary percutaneous coronary intervention, IMR was measured using a pressure-temperature sensor-tipped coronary guidewire. Result: Total of 66 patients was divided into 2 groups, atorvastatin group (32 patients) and placebo group (34 patients). There were no significant differences between both groups in regard of fractional flow reserve (FFR) (0.94 vs. 0.96, p = 0.39), coronary flow reserve (CFR) (1.1 vs. 1.2, p = 0.09) and also IMR (41.54 [12.8-198.2] vs. 41.60 [10.4 ? 200.3], p = 0.61). Conclusion: Administration of high loading dose of atorvastatin (80 mg) before primary PCI in STEMI patients didn?t have effect on microvascular perfusion measured by index of microcirculatory resistance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Ahmad Anzali
"Latar Belakang: Perbaikan dalam sistem, teknologi, dan farmakoterapi telah mengubah prognosis secara signifikan pada pasien infark miokard dengan elevasi segmen ST (IMAEST) selama beberapa dekade terakhir. Sekitar sepertiga pasien yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP) berisiko mengalami no-reflow (NR), suatu kondisi yang ditandai dengan perfusi miokard yang buruk meskipun aliran koroner epikardial berhasil dibuka. NR berdampak signifikan pada luaran klinis termasuk luas infark yang lebih besar, gagal jantung, dan kematian. Peningkatan D-Dimer dan Fibrinogen berkaitan dengan meningkatnya risiko NR. Beberapa publikasi telah menyimpulkan rasio D-Dimer dan Fibrinogen (DFR) memiliki spesifisitas yang lebih baik. Belum ada penelitian yang menilai hubungan DFR dengan NR pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara DFR dengan perfusi mikrovakular koroner yang dinilai dengan Quantitative Blush Evaluator (QuBE) pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP. Metode: Kami mengevaluasi 61 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dan memenuhi kriteria untuk dilakukan penilaian myocardial blush menggunakan QuBE. Sampel pemeriksaan D-Dimer dan Fibrinogen diambil saat admisi. DFR dinilai hubungannya dengan nilai QuBE yang dikategorikan menjadi dua kelompok (QuBE <9 dan ≥9 unit arbiter). Hasil: Pasien dengan DFR ≥0,149 berisiko untuk memiliki nilai QuBE <9 unit arbiter sebesar 18,32 kali lebih besar dibandingkan pasien dengan DFR <0,149 (IK 95% 2,49-134,68; p 0.004). Nilai batas DFR 0,149 memiliki sensitivitas 54,5% dan spesifisitas 82% untuk menggambarkan no-reflow pasca-IKPP (AUC= 0,665).

Background : Improvements in systems, technology, and pharmacotherapy have
significantly changed the prognosis of STEMI patient over the past few decades.
Approximately one third of patients undergoing primary percutaneous coronary intervention
(PPCI) are at risk for no-reflow (NR), a condition characterized by poor myocardial perfusion
despite successful opening of epicardial blood flow. NR has significant impact on clinical
outcomes including greater infarct size, heart failure, and death. Increased D-Dimer and
Fibrinogen are associated with an increased risk of NR events. Several publications have
concluded that the D-Dimer and Fibrinogen ratio (DFR) has better specificity. There are no
studies that have assessed the relationship between DFR and NR in STEMI patients
undergoing PPCI.
Objective: This study aims to determine the association between DFR and coronary
microvascular perfusion using the Quantitative Blush Evaluator (QuBE) in STEMI patients
undergoing PPCI.
Methods: We evaluated 61 STEMI patients who underwent PPCI and met the criteria for
myocardial blush assessment using the QuBE program. D-Dimer and Fibrinogen examination
samples were taken at admission. DFR was assessed for its association with the QuBE score
results which were divided into two groups (QuBE <9 arbitrary units and ≥9 arbitrary units).
Results: Patients with DFR ≥0.149 had a 11.26 times greater risk of having QuBE <9 arbitrary
units than patients with DFR <0.149 (CI 95% 2,49-134,68; p 0.004). The DFR cut point of
0.149 had a sensitivity of 54.5% and a specificity of 82% for predicting NR (AUC= 0.665; p
0.019).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Defina
"Latar belakang: Polimorfisme genetik dari reseptor P2Y12 dikatakan dapat
mempengaruhi aktivasi reseptor P2Y12 atau menghambat aktivasi trombosit. Beberapa
polimorfisme nukleotida tunggal dalam gen P2Y12 ditemukan dapat menyebabkan
variabilitas antarindividu dalam agregasi platelet. Telah diidentifikasi lima
polimorfisme dari gen P2Y12 yaitu T744C, C34T, G52T, ins801A, dan C139T. Salah
satunya, polimorfisme C34T adalah salah satu dari polimorfisme yang dikatakan ada
kaitannya dengan peningkatan agregasi platelet yang dapat menunjukkan kemungkinan
untuk terjadinya modifikasi respon terapi clopidogrel. Namun hingga saat ini belum
ada penelitian yang menilai hubungan langsung antara polimorfisme reseptor P2Y12
dengan TIMI-flow beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, termasuk fungsi
penghambatan platelet pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme
nukleotida tunggal pada reseptor P2Y12 dengan TIMI flow beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya, termasuk penghambatan fungsi platelet.
Metode: Studi potong lintang pada 167 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.
dilakukan pemeriksaan polimorfisme C34T reseptor P2Y12 dengan metode Taqman
dan pemeriksaan fungsi penghambatan platelet yang diukur dengan VerifyNow P2Y12.
Hasil: Dari 167 subjek penelitian, studi polimorfisme mengungkapkan proporsi pasien
dengan heterozygous mutan sebanyak 34.1%, dan 1.8% pasien merupakan homozygous
mutan. Sisanya adalah homozygous wildtype ditemukan sebanyak 64.1%. 25.7% pasien
tergolong non-responder terhadap clopidogrel. Secara keseluruhan tidak terdapat
hubungan secara langsung antara polimorfisme C34T dengan TIMI flow < 3, namun
terdapat hubungan antara polimorfisme C34T dengan penurunan fungsi penghambatan
platelet (OR 2.17, p = 0.046).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan secara langsung antara polimorfisme C34T
dengan TIMI flow, namun pasien dengan polimorfisme C34T pada reseptor P2Y12
memiliki risiko untuk mengalami penurunan penghambatan fungsi platelet.

Background: Genetic polymorphism of P2Y12 receptors is said to have affect of
P2Y12 receptor activation or inhibit platelet activation. Several single nucleotide
polymorphisms in the P2Y12 gene were found to cause variability between individuals
in platelet aggregation. Five polymorphisms have been identified from the P2Y12 gene,
namely T744C, C34T, G52T, ins801A, and C139T. One of them, C34T is one of the
polymorphisms that is said to be related to increased platelet aggregation which can
indicate the possibility for modification of the response of clopidogrel therapy. But until
now there has been no research that assesses the direct relationship between P2Y12
receptor polymorphisms and TIMI-flow along with the factors that influence it,
including the function of platelet inhibition in STEMI patients undergoing PPCI
Objective: This study aims to determine the relationship between single nucleotide
polymorphisms at P2Y12 receptors with TIMI flow along with the faktors that
influenced it, including inhibition of platelet function.
Methods: A cross-sectional study of 167 STEMI patients who underwent PPCI. C34T
polymorphism of P2Y12 receptor was evaluated by the Taqman method and the
inhibition of platelet function was measured by VerifyNow P2Y12.
Results: Among 167 subjects, the heterozygous mutants group were 34.1%, and 1.8%
of patients were homozygous mutants. The rest 64.1% was homozygous wildtype.
25.7% of patients were classified as non-responders to clopidogrel. Overall there was
no direct relationship between C34T polymorphisms and TIMI flow <3, but there was
a relationship between C34T polymorphisms and decreased platelet inhibitory function
(OR 2.17, p = 0.046).
Conclusion: There is no direct relationship between C34T polymorphisms and TIMI
flow, but patients with C34T polymorphisms of P2Y12 receptors have a risk of
decreasing platelet function inhibition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adelin Dhivi Kemalasari
"Polimorfisme CYP2C19 menurunkan metabolisme klopidogrel dan telah diketahui meningkatkan mortalitas serta kejadian kardiovaskular mayor. VerifyNow P2Y12 merupakan salah satu pemeriksaan yang secara spesifik menggambarkan fungsi platelet terhadap agen penghambat P2Y12 yang dikonsumsi. Hubungan antara polimorfisme CYP2C19 dengan TIMI flow pada populasi Asia, khususnya Indonesia, belum pernah dilakukan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme CYP2C19 terhadap fungsi penghambatan platelet dan TIMI flow, serta hubungan antara fungsi penghambatan platelet dan TIMI flow.
Dilakukan pemeriksaan polimorfisme CYP2C19 dengan menggunakan metode Taqman dan pemeriksaan fungsi penghambatan platelet yang diukur dengan VerifyNow P2Y12 pada 90 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP yang memenuhi kriteria penelitian.
Dari 90 subyek penelitian, studi polimorfisme genetik mengungkapkan 23,3% pasien dengan alel * 2, 11,2% dari * 3 alel pembawa, dan 1,1% membawa kedua alel. 24,4% pasien tergolong non-responder terhadap klopidogrel. Secara keseluruhan tidak terdapat hubungan secara langsung antara polimorfisme CYP2C19 dengan TIMI flow 3, namun terdapat hubungan antara polimorfisme CYP2C19 dengan penurunan fungsi penghambatan platelet (OR 4.7, p = 0.030). Indeks reaktivitas platelet >208 PRU meningkatkan risiko TIMI flow < 3 (OR 3.3, p= 0.046).
Tidak terdapat hubungan secara langsung antara polimorfisme CYP2C19 dengan TIMI flow, namun pasien dengan polimorfisme CYP2C19*2 dan/atau *3 memiliki risiko untuk mengalami penurunan penghambatan fungsi platelet. Pasien yang tergolong non-responder terhadap klopidogrel ini juga berisiko untuk mendapatkan reperfusi miokard yang suboptimal.

CYP2C19 polymorphism plays an important role in clopidogrel metabolism. The genetic factor is VerifyNow P2Y12 is an examination that specifically describes platelet function against P2Y12 inhibitors. It is unknown whether platelet reactivity measured by P2Y12 reaction unit (PRU) is affected by CYP2C19 polymorphism or predictive of TIMI flow in Asian populations, particularly in Indonesia. We sought to define whether polymorphisms on CYP2C19 genes and platelet reactivity may affect the myocardial perfusion.
STEMI patients who underwent primary PCI and has received 600 mg loading dose of clopidogrel were recruited for the study. We measured platelet reactivity by VerifyNow P2Y12, high platelet reactivity was defined as > 208 PRU. Genetic polymorphisms analysis to assess the presence of CYP2C19*2 and *3 alleles on each patient were performed by Taqman method.
There were 90 patients recruited for study. Genetic polymorphisms studies revealed 23.3% of patients with *2 allele, 11.2% of *3 allele carriers, and 1.1% carried both allele. 23.4% of patients were clopidogrel non-responders. Overall, there was no correlation between CYP2C19 polymorphism and TIMI flow < 3, but there was a relationship between CYP2C19 polymorphism and decreased function of platelet inhibition (OR 4.7, p = 0.030). Platelet reactivity index > 208 increased the risk of suboptimal reperfusion (OR 3.3, p = 0.046).
There is no direct relationship between CYP2C19 polymorphism and TIMI flow, but patients with CYP2C19*2 and/or CYP2C19*3 had increased risk of being clopidogrel non responders. After adjusted to confounding factors, VerifyNow > 208 PRU is associated with suboptimal myocardial reperfusion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bakhtiar Rahmat Jati
"Latar Belakang: Disfungsi mikrovaskular merupakan salah satu manifestasi cedera reperfusi letal. Ticagrelor diketahui memiliki efek kardioprotektif terhadap cedera reperfusi pada hewan coba. Efeknya pada manusia masih harus dibuktikan terutama terhadap perfusi mikrovaskular koroner.
Tujuan: Mengetahui efek ticagrelor terhadap perfusi mikrovaskular koroner pada pasien infark miokard akut dengan elevasi segmen ST IMA-EST yang menjalani intervensi koroner perkutan primer IKPP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental acak tersamar ganda yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada bulan Agustus 2016 sampai November 2016. Pasien IMA-EST yang akan dilakukan IKPP dirandomisasi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok yang mendapatkan ticagrelor dan yang mendapatkan clopidogrel sebelum IKPP. Dilakukan pemeriksaan myocardial blush kuantitatif dengan menggunakan program Quantitative Blush Evaluator QuBE.
Hasil Penelitian: Terdapat total 40 subyek, 20 subyek kelompok ticagrelor dan 20 subyek kelompok clopidogrel. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kelompok ticagrelor dengan clopidogrel terhadap nilai myocardial blush kuantitatif dengan QuBE 18,8 6,6-33,6 vs 18,1 12,4-32,3 , nilai p 0,978.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan nilai myocardial blush kuantitatif pada pemberian ticagrelor sebelum IKPP pada pasien IMA-EST yang menjalani revaskularisasi bila dibandingkan dengan pemberian clopidogrel sebelum IKPP.

Background: Microvascular dysfunction become one of lethal reperfusion injury manifestation. Ticagrelor known having cardioprotective effect against reperfusion injury in animal trial. It effects in human need further investigation and evidence.
Objective: To determine the effect of ticagrelor on coronary microvascular perfusion in acute ST elevation myocardial infarction STEMI patients underwent primary percutaneous coronary intervention PPCI.
Method: This was a double blind randomized clinical trial conducted in National Cardiovascular Center Harapan Kita from August to November 2016. Acute ST elevation myocardial infarction patients underwent PPCI were randomized into two groups, ticagrelor or clopidogrel loading dose before PPCI. Quantitative myocardial blush score was assessed after PPCI using Quantitative Blush Evaluator QuBE program.
Result: There were 40 subjects included in this trial, 20 subjects in ticagrelor group and 20 subjects in clopidogrel group. There was no significant difference between two groups regarding the QuBE score 18,8 6,6 33,6 vs 18,1 12,4 32,3 , nilai p 0,978.
Conclusion: There is no difference on quantitative myocardial blush score in STEMI patient given ticagrelor before PPCI compare to clopidogrel.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Aji Subakti
"Latar belakang : Intervensi koroner perkutan primer (IKPP) telah berhasil menurunkan mortalitas dan morbiditas pada pasien Infark Miokard Akut Dengan Elevasi Segmen ST (IMA EST), namun masih tingginya kejadian gagal jantung pada pasien yang berhasil bertahan hidup menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Pencegahan remodeling melalui jalur inhibisi metalloproteinase (MMPs) merupakan target terapi dari doksisiklin. Biomarker fibrosis miokard pada proses remodeling adalah Soluble suppression of tumorigenicity-2 (sST2). Efek doksisiklin terhadap kadar ST2 pada pasien IMA EST yang dilakukan IKPP belum diketahui.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek doksisiklin terhadap penurunan kadar ST2 sebagai biomarker pasca IKPP.
Metode: Pada pasien IMA-EST sesuai dengan kriteria inklusi yang menjalani IKPP dimasukkan kedalam populasi penelitian dengan metode acak ganda tersamar. Dilakukan pemeriksaan laboratorium ST2 sebelum tindakan IKPP dan 24 jam paska tindakan IKPP.Subyek penelitian akan mengkonsumsi kapsul penelitian A atau B, sebanyak dua kali sehari selama 7 hari. Parameter ekokardiografi diukur pada 24 jam pertama setelah tindakan IKPP dan pada hari kelima atau sebelum pulang dari rumah sakit dan dilakukan pencatatan kejadian kematian, lama rawat, dan gagal jantung selama perawatan.
Hasil: Terdapat 94 subyek yang dianalisa pada studi ini. Pemberian doksisiklin dibanding placebo tidak terbukti bermakna dalam menurunkan ST2 pada jam ke 24. Terdapat perbedaan bermakna yang baik pada insiden gagal jantung kelompok kontrol dengan ST2 > 35 ng/ml dan ST2 < 35 ng/ml dengan nilai p = 0,007. Terdapat peningkatan nilai ejeksi fraksi bermakna dibandingkan kelompok kontrol (4,5±10,4 vs 0,3±10,3 %, p = 0,05) dengan rerata peningkatan sebesar 4,2 (95% IK 0,04-8,46) %.
Kesimpulan : Doksisiklin sebagai agen anti remodeling tidak terbukti menurunkan kadar ST2 secara bermakna pada pasien IMA EST yang dilakukan IKPP

Background : Primary percutaneous coronary intervention (PPCI) has succeeded in reducing mortality and morbidity in patients with Acute Myocardial Infarction With the new ST Segment Elevation (STEMI), but the high incidence of heart failure in patients who have survived causes increased morbidity and mortality. Prevention of remodeling through the metalloproteinase inhibition pathway (MMPs) is the therapeutic target of doxycycline. Biomarker of myocardial fibrosis in the remodeling process are soluble suppression of tumorigenicity-2 (sST2). The effect of doxycycline on ST2 levels in STEMI patients performed by PPCI is unknown.
Objective : To determine the effect of doxycycline on decreasing ST2 levels as a biomarker after PPCI.
Methods: STEMI patients according to the inclusion criteria who underwent PPCI were included by double randomized control trial method. ST2 laboratory is carried out before PPCI and 24 hours after PPCI. The subject will consume capsules A or B,twice a day for 7 days. Echocardiographic parameters were measured in the first 24 hours after PPCI and on the fifth day or before discharge from the hospital. The incidence of death, length of stay, and heart failure during hospitalization were recorded.
Results: There were 94 subjects analyzed in this study. The Doxycycline compared to the placebo was not proven in decreasing ST2 at 24 hours. There was higher incidence of heart failure related to ST2 > 35 ng / ml than ST2 <35 ng / ml with p = 0.007. There wasimprovementejection fraction among control group (4.5 ± 10.4 vs 0.3 ± 10.3%, p = 0.05) with an increase in the mean of 4.2 (95% CI 0.04-8 , 46)%.
Conclusion : Doxycycline as an anti-remodeling agent was not proven to reduce ST2 levels in STEMI patients after PPCI
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>