Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92948 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dika Anggoro Novianto
"Kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dunia. Kejahatan atau tindak pidana yang awalnya berkutat di dalam satu wilayah Negara saja semakin berkembang hingga dirasakan hingga di luar wilayah suatu Negara. Jenis kejahatan yang seperti itu disebut sebagai kejahatan transnasional. Dalam rangka menanggulangi kejahatan jenis tersebut semakin merajalela, dilaksanakan suatu mekanisme yang diharapkan akan efektif memfasilitasi kerjasama antar Negara. Kerjasama yang dimaksud adalah Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana. Kerjasama Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana dibuat dalam bentuk perjanjian bilateral internasional hingga perjanjian multilateral internasional. Pengikatan antar Negara dalam bentuk perjanjian bilateral dianggap lebih efektif karena melibatkan dan berlaku hanya dalam yurisdiksi dua Negara.

Crimes are growing along with the development of the world community. Crime which initially taken place just in one state?s territory then growing up to be taken place in more than one state?s territory. This type of the crime called as transnational crime. In order to cope with that increasing crime there is one mechanism that is expected to facilitate effective international cooperation which can be called as Mutual Legal Assistance in Criminal Matters. Mutual Assistance In Criminal Matters were made in the form of international bilateral agreements or in multilateral international treaties. Bilateral agreements are considered to be more effective because it involves and applies only in the jurisdiction of two states.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiyah Tsamara
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi memberikan berbagai kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan, namun juga menempatkan masyarakat dunia untuk menghadapi berbagai tantangan baru khususnya dalam menangani kejahatan lintas negara yang memanfaatkan teknologi pada sektor perbankan. Penelitian ini membahas mengenai pembukaan rahasia bank yang didasarkan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain diatur dan diimplementasikan di Indonesia, serta implementasi terhadap pembukaan rahasia bank sebagai tanggapan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain apabila tidak dilakukan penyidikan atas perkara tersebut di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, namun juga dilengkapi dengan informasi yang diperoleh melalui wawancara. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank yang didasarkan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain diatur dalam Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006. Adapun apabila tidak dilakukan penyidikan atas perkara yang berlangsung di yurisdiksi negara lain, tidak ada perbedaan ketentuan yang berlaku mengenai pelaksanaan pembukaan rahasia bank sebagai tanggapan atas permohonan bantuan untuk perkara tersebut. Saran yang Penulis berikan kepada Pemerintah dan instansi terkait adalah agar dapat dimasukkan ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk perkara-perkara pidana yang penyelesaiannya dilakukan di luar yurisdiksi Indonesia dalam Undang-Undang Perbankan dan penegasan kewenangan OJK untuk memberikan izin tertulis pembukaan rahasia bank berkaitan dengan permintaan bantuan hukum timbal balik dalam penanganan perkara pidana yang berada di yurisdiksi negara lain, serta maksimalisasi kerja sama informal agency to agency communication antara financial intelligence unit (FIU) seperti PPATK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Hendra Andy Satya
"Sistem Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance) atau sering disingkat dengan MLA merupakan sistem kerjasama internasional dalam bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan khususnya terhadap kejahatan lintas negara (transnasional crime). Sistem ini lahir dari kaidah-kaidah hubungan antarnegara yang telah diterapkan oleh Indonesia baik dengan perjanjian maupun tidak. Pada awal tahun 2006, Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Batik dalam Masalah Pidana, yang menjadikan payung hukum dalam penerapan sistem ini di Indonesia. Terkait kasus penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Pemerintah Indonesia sangat serius dalam menerapkan sistem ini dengan tujuan utama adalah dalam mencari, mengejar, dan menyita, serta mengembalikan aset-aset hasil korupsi di Indonesia, Berkenaan dengan penyusunan tesis ini, penulis mencoba melihat pelaksanaan sistem bantuan timbal balik antarnegara di Indonesia dari 4 (empat) aspek yaitu: Pertama, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang mendukung proses penegakan hukum; Kedua, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang lahir dari hubungan antarnegara yang lebih menekankan kepada prinsip kerjasama; Ketiga, Hubungan antar kewenangan penegakan hukum harus lebih sistematis dan terpadu untuk menerapkan sistem bantuan timbal balik sebagai upaya pemberantasan kejahatan yang luar biasa (extraordindry crime); dan Keempat, adalah bentuk sistem bantuan timbal batik yang menekankan pelaksanaannya pada perjanjian dan resiprositas sebagai perwujudan Good Governance. Pelaksanaan sistem bantuan timbal balik mendapat prediksi masalah yang akan muncul, mengingat sistem ini merupakan hal baru dalam mendukung Hukum Acara Pidana di Indonesia maka diperlukan kajian tentang bagaimana pelaksanaan sistem ini dapat menyesuaikan dengan pelaksanaan kewenangan masing-masing lembaga penegak hukum di Indonesia sehingga dapat dicapai suatu kesempurnaan dalam pelaksanaan sistem ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Sukardi
"Tesis ini membahas mekanisme Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance) dalam perampasan aset hasil tindak pidana korupsi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006, Pelaksanaan serta Hambatan Dalam Pelaksanaan Bantuan Timbal Balik tersebut. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perampasan aset hasil tindak pidana korupsi melalui Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana memiliki mekanisme yang sama dengan jenis Bantuan Timbal Balik lainnya. Pelaksanaan Bantuan belum maksimal karena ada hambatan baik internal maupun eksternal. Penelitian menyarankan agar pemerintah semakin aktif mengadakan perjanjian antar negara dan melakukan perbaikan Central Authority.

This thesis discusses the mechanism of Mutual Assistance in Criminal Matters (Mutual Legal Assistance) in the recovery of assets as results of corruption in Indonesia based on Law No. 1 of 2006, Implementation and Obstacles in the Implementation of the Mutual Assistance. Research using normative juridical methods. The study concluded that the assets obtained through corruption Mutual Assistance in Criminal Matters has a mechanism similar to other types of Mutual Assistance. Implementation Assistance is not maximized because there are both internal and external barriers. Research suggests that more active government entered into agreement and the Central Authority to make improvements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T28578
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mawar Fitriany
"Korupsi dan tindak pidana ikutannya berupa pencucian uang merupakan tindak pidana yang memberikan dampak negatif secara meluas. Tindak pidana tersebut semakin berkembang karena globalisasi yang menyebabkan batas-batas negara menjadi tidak jelas. Pencucian uang kini dilakukan secara lintas batas sehingga perlu bantuan hukum timbal balik antar negara untuk melawannya. Salah satu kerja sama yang penting adalah untuk membekukan, menyita dan merampas sarana dan hasil tindak pidana. Pelaksaan bantuan hukum timbal balik dapat berdasarkan pada resiprositas, UNTOC, UNCAC atau bahkan berdasarkan perjanjian internasional dalam tingkat bilateral, multilateral atau regional. Otoritas yang memiliki peranan besar dalam pelaksanaan kerja sama pemberian bantuan untuk pembekuan, penyitaan dan perampasan adalah Otoritas Pusat, Unit Intelijen Keuangan dan Penyidik. Namun, dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum masih terdapat banyak rintangan. Yang menjadi penghambat dalam pelaksaannya adalah terdapat perbedaan mengenai pandangan terhadap tindak pidana dan kepentingan nasional masing-masing negara, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Dengan demikian, dirasakan perlu bagi penyidik untuk mempelajari hukum asing. Selain itu Indonesia perlu menaikkan posisi tawar, serta mengatur secara lebih praktis ketentuan yang berkaitan dengan bantuan hukum timbal balik, atau melakukan pendekatan secara kasuistis untuk kepentingan resiprositas dalam permintaan bantuan. Dengan melihat belum banyaknya praktik yang berkaitan dengan bantuan timbal balik untuk pembekuan, penyitaan dan perampasan, maka perlu pula dilakukan studi banding di negara-negara yang sudah sering melakukan praktik tersebut.

Corruption as a predicate crime and its follow up crime, money laundering, have been giving negative impact significantly. Those crimes grow fast because of the globalization that blurring the idea about the border. Nowadays, money laundering is involving transnational activity, thus, the mutual legal assistance between government is needed. One of the most important mutual legal assistance is the one that related to freezing, seizing, and forfeiting the instrument and the proceed of crime. This mutual legal assistance is held based on reciprocity, UNTOC, UNCAC or based on an international treaty in bilateral, multilateral or regional scope. The authorities which have a big role in this cooperation related to freezing, seizing, and forfeiting are Central Authority, Financial Intelligence Unit, and investigator. However, in fact, there are many problems facing this cooperation. The substantive problems are the dissimilar point of view about crime and the different national interests, especially the one that related to the economy. Based on those facts, it is important for the investigator to understand foreign law. Furthermore, Indonesia should rise up their bargaining power and build more practical regulation, or doing a casuistic approach. By realizing there is not much practice related to this issue in our country, it is important to run a comparative study with the country which already familiar with that practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budijanto Santoso
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S21798
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budijanto Santoso
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S22223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azura Zuhria
"Kemajuan teknologi dan globalisasi mendorong perubahan di berbagai bidang, salah satunya di bidang perekonomian. Namun, perubahan tidak selalu membawa dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang dari perubahan ini adalah timbul kejahatan lintas batas dan kejahatan terorganisir, seperti kejahatan pencucian uang. Sehingga, negara perlu membentuk suatu perjanjian bantuan hukum timbal balik antar negara untuk memberantas dan menanggulangi kejahatan yang terjadi yang disebut MLAT. MLAT mengatur berbagai bantuan hukum, salah satunya menyita, merampas, dan membekukan aset hasil kejahatan. Negara menggunakan asas retroaktif dalam MLAT yang menyebabkan bantuan hukum berlaku secara surut sebagai upaya menanggulangi dan memberantas kejahatan, seperti MLAT Indonesia-Swiss. Sedangkan, Pasal 28 VCLT menyatakan bahwa perjanjian berlaku secara non-retroaktif, kecuali ditentukan lainnya dalam perjanjian. Perjanjian yang berlaku surut juga berpotensi melanggar hak seseorang untuk tidak dihukum oleh hukuman yang berlaku surut. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan mengkaji mengenai kedudukan hukum asas retroaktif dalam MLAT serta melakukan perbandingan dengan MLAT yang telah diratifikasi Indonesia. Kesimpulannya, asas non-retroaktif dalam Pasal 28 VCLT tidak mutlak. Asas retroaktif dalam MLAT Indonesia-Swiss tidak menyimpangi hukum perjanjian internasional. Walupun begitu, akan lebih baik MLAT berlaku secara non-retroaktif. Apabila MLAT bersifat retroaktif, maka penerapan harus dilaksanakan dengan hati-hati.

Advances in technology and globalization have driven changes in various fields, one of which is in the economy. However, change does not always bring positive impacts, but also negative impacts. One of the negative impacts of this change is the emergence of cross-border crime and organized crime, such as money laundering. Thus, States needs to form a mutual legal assistance agreement among them to eradicate and overcome crimes that occur. MLAT regulates various legal assistance, one of which is confiscation, seizure, and freezing of assets resulting from crimes. States includes the retroactive principle in MLAT which causes legal assistance to apply retroactively as an effort to tackle and eradicate crime, such as Indonesia-Swiss MLAT. Meanwhile, Article 28 of the VCLT states that an international agreement applies non-retroactively, unless established otherwise in the treaty. A retroactive treaty also has the potential to violate a person's right not to be punished by a retroactive penalty. This research is normative, by examining the legal position of the retroactive principle in MLAT and compare MLATs which has been ratified by Indonesia. In conclusion, the principle of non-retroactivity in Article 28 of the VCLT is not absolute. The retroactive principle in the Indonesia-Swiss MLAT does not deviate from law of treaties. Even so, it would be better for MLAT to apply non-retroactively. If the MLAT is retroactive, it must be implemented with caution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margie Marina Syam
"ABSTRAK
Pesatnya perkembangan teknologi, terutama teknologi
komunikasi telah membawa kita memasuki era baru yang
disebut sebagai era digital (digital age). Surat
Elektronik, baik dalam bentuk e-mail, layanan pesan
singkat (SMS) ataupun hasil cetak komunikasi yang telah
dilakukan dengan menggunakan alat elektronik telah
memiliki andil yang besar dalam setiap kehidupan manusia.
Perkara pidana yang diatur dalam KUHP dan yang diatur
diluar KUHP yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak
Pidana Korupsi, memerlukan suatu upaya yang maksimal
dalam hal penanganan dan pemberantasan. Beberapa perkara
pidana akhir-akhir ini ditemukan karena adanya surat
elektronik antara para pihak yang terkait. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi pasal 26 A dan Undang-undang No. 25 Tahun 2003
Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah mengatur
tentang alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk, selain
yang diatur dalam KUHAP, juga termasuk alat bukti lain
yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik.
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, semakin
maraknya perkara pidana dan sesuai dengan yang telah
diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan
Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka surat
elektronik adalah sebagai salah satu alat bukti petunjuk.
Penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
kepustakaan dengan metode penulisan menggunakan
pendekatan kualitatif dengan hasil penelitian yang bersifat
Evaluatif-Deskriptif-Analitis."
2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lathifah Alphiba Dalianti
"Pegawai Negeri Sipil merupakan tulang punggung pemerintahan, reformasi birokrasi yang dihendaki merubah paradigma dan konsep dalam struktur pemerintahan, salah satunya yakni untuk menempatkan orang-orang atau aparatur yang tepat mengisi Jabatan dalam struktur pemerintahan tersebut atau sering disebut dengan istilah the right man on the right position, termasuk dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dengan sistem seleksi terbuka. Pengisian Jabatan dalam UU ASN dapat berasal dari ASN atau dari TNI/Polri Aktif untuk jabatan tertentu di Instansi tertentu. Permasalahannya adalah di Kementerian Ketenagakerjaan terdapat JPT madya yang diisi oleh Polri Aktif, serta adanya wacana Perwira TNI aktif akan mengisi JPT untuk mengatasi surplus perwira, wacana ini menimbulkan banyak pro-kontra.  Melalui metode penelitian dengan tipologi Yuridis Normatif, menggunakan pendekatan Hukum Eksplanatoris. Penulisan ini menggunakan teknik pengumpulan data dalam bentuk studi kepustakaan dan pada penelitian ini data dianalisis secara deksriptif dengan bentuk penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil data yang diperoleh terdapat kesimpulan, legalitas dari polri aktif yang menjabat JPT di kemnaker adalah tidak tepat/ilegal, secara normatif pengaturan tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi oleh TNI/Polri aktif hanya untuk 10 instansi yang disebutkan secara limitatif dalam Pasal 47 UU TNI, seharusnya polri tersebut mengundurkan diri terlebih dahulu. Selain itu ditinjau dari Pengaruh Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi oleh Tentara Nasional Indonesia/Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia aktif dilihat dari aspek sejarah menimbulkan ketidaknetran Aparatur Sipil Negara, terutama pada saat Orde Baru di mana TNI menduduki jabatan pada birokrasi. Ketidaknetralan dari Aparatur Sipil Negara mengakibatkan munculnya adanya Inefisiensi dalam bernegara, banyaknya praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, tidak tercapainya good governance, selain itu juga munculnya resiko konflik kepentingan karena menjabat dalam dua institusi yang berbeda, konflik kepentingan dapat menggerus kepercayaan publik terhadap ASN sehingga wacana mengenai TNI/Polri aktif dapat menduduki jabatan sipil perlu dipertimbangkan kembali.

Civil Servants are the backbone of government, bureaucratic reforms are required to change the paradigm and concepts in the governance structure, one of which is to place the right people or apparatus to fill positions in the government structure or often referred to as the right man on the right position , including in filling in the High Leadership Position (JPT) with an open selection system. Position filling in the ASN Law can come from ASN or from the TNI/National Police Active for certain positions in certain agencies. The problem is that at the Ministry of Manpower there is an intermediate JPT filled by Active Police, and the discourse of active TNI Officers will fill the JPT to overcome the officer surplus, this discourse raises many pros and cons. Through research methods with normative juridical typology, using explanatory legal approaches. This writing uses data collection techniques in the form of library studies and in this study the data were analyzed descriptively in the form of qualitative research. Based on the results of the data obtained there are conclusions, the legality of active police officers serving JPT in the Ministry of Manpower is illegal, normative arrangements regarding the filling in of High Leadership positions by the TNI/Polri are active only for 10 institutions which are stated limitedly in Article 47 of the TNI Law. resign first. In addition, in terms of the influence of the filling of the High Leadership Position by the Indonesian National Army/Members of the Republic of Indonesia National Police, it was seen from the historical aspect that it caused the irregularities of the State Civil Apparatus, especially during the New Order where the TNI occupied the bureaucracy. The neutrality of the State Civil Apparatus resulted in the emergence of Inefficiencies in the state, the many practices of Corruption, Collusion and Nepotism, the failure to achieve good governance, besides the risk of conflict of interest because of serving in two different institutions, conflicts of interest could undermine public trust in the ASN so that discourse regarding active TNI/Polri can occupy civilian positions need to be reconsidered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>