Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10362 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Michael Setiawan
"Sampai Saat ini tatalaksana operatif merupakan pilihan dalam penatalaksanaan pada fistula para-anal. Penelitiian ini bertujuan mengetahui mengenai angka rekurensi, inkontinensia alvi, waktu penyembuhan, dan keluhan pasien setelah tatalaksana operatif. Metode penelitian adalah cross-sectional. Pada hasil rekurensi komplek fistula para-anal 4%, tidak ada yang mengalami inkontinensia alvi dengan waktu rata-rata penyembuhan 13,11 minggu. Rekurensi fistula paraanal sederhana 2,6% dan inkontinensi alvi 2,6%. Dengan waktu rata-rata penyembuhan 5,66 minggu. Tidak ditemukan rekurensi maupun inkontinensia alvi pada Abses anorektal yang ditatalaksana dengan waktu rata-rata penyembuhan 2.5 minggu. Rekurensi abses yang disertai oleh fistula para-anal 50 %, tidak ada yang mengalami inkontinensia alvi dengan waktu rata-rata penyembuhan 6.6 minggu. Keluhan pasien setelah operasi adalah lamannya waktu penyembuhan, rasa nyeri dan tidak nyaman terutama pada tatalaksanan dengan operasi teknik seton. Kesimpulan yang didapat adalah angka rekurensi dan inkontinensia yang sama apabila dibandingkan dengan kepustakaan.

Until now the threatment of choise for Para-anal fistula still surgery. This study aims to identified the recurrence, incontinentia alvi, time to heal and patient complaining after surgery. The method of this study is cross-sectional. Patient with complex para-anal fistula had recurrence of 4%, no incontinentia alvi, time to heal 13,11 weeks. Patient with simple para-anal fistula had recurrence of 2,6%, incontinentia alvi 2,6%, time to heal 5,66 weeks. Patient with abses anorektal had no recurrence and incontinentia alvi, time to heal 2,5 weeks. The patient with abses with para-anal fistula had recurrence of 50 %, no incontinentia alvi, time to heal 6,6 weeks. The patient complaining mostly about long time to heal and paint after surgery. This study had same result that found in the literature.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aryono Djuned Pusponegoro
Jakarta: Sagung Seto, 2020
617.555 ARY a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rosadi Seswandhana
"Bibir dan langit-langit sumbing merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi. Operasi langit-Iangit biasanya merupakan tahap kedua rekonstruksi dan dilakukan pada usia kurang lebih 1 - 2 tahun, dengan rata-rata usia 1,5 tabun. Kejadian fistula pascapalatoplasti primer berkisar antara 10 sampai 23 persen dari semua teknik operasi yang dilakukan. Kejadian fistula sering dihubungkan . dengan lebar celah dan ketegangan yang terjadi pada saat insetting flap palatum setelah . dibebaskan. Fistula dapat dicegah bila ketegangan dapat diatasi dengan baik atau lebar celah kecil. Fistula dapat diamati dalam 3 minggu pertama pascabedah. Tujuan penelitian ini adalah mencari korelasi nilai rasio lebar celah dan lebar palatum dengan kejadian fistula pascapalatoplasti primer. Penelitian kohort prospektif dilakukan pada 16 subjek penelitian (kemaknaan 0,05 dan kekuatan 0,95). Sepuluh subjek laki-laki dan 6 subjek wanita dengan usia rata-rata 22,31 C± 5,86) bulan. Rerata kadar hemoglobin 11,46 C± 1,20) g%, rerata hitung lekosit 9500 C± 2515,55) fmm3
• Rerata berat badan 10,18 C± 1,32) kg, dan nilai z antropometri berat badan berdasarkan usia rata-rata -1,66 C± 1,22). Lebar celah secara keseluruhan paling lebar di bagian junction (13, 50 ± 2,94 mm) palatum molle dan palatum durum dan yang paling sempit di anterior (9,68 ± 2,35 mm). Lebar sisa palatum yang paling lebar pada bagian posterior (26,56 ± 3,17 rnrn) sedangkan yang paling sempit pada daerah anterior (21,53 ± 3,96 mm). Lebar arkus palatum yang terbesar ada pada daerah posterior (39,93 ± 4,40 mm) dengan lebar arkus tersempit pada daerah anterior (31,22 ± 3,17 mm). Pada semua subjek dilakukan palatoplasti dengan menggunakan teknik two flap - three layers suturing. Kejadian fistula adalah 1 dari 16 subjek penelitian (6,25%). Analisis korelasi menggunakan regresi logistik antara kejadian fistula dengan faktor-faktor pra-bedah, nilai rasio lebar celah dengan lebar sisa palatum dan rasio lebar celah dengan lebar arkus palatum tidak berrnakna secara statistik (95% CI melalui angka 1).
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi ahli bedah agar tidak terlalu kuatir dengan kondisi lebar celah langit-Iangit pada setiap pasien, dan teknik two flap - three layers suturing dapat dipertimbangkan sebagai teknik operasi yang cukup sederhana narnun dapat memberikan hasil kejadian fistula yang cukup rendah."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T58820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Farhan Fathoni
"Latar Belakang : Arteriovenous fistula telah menjadi akses hemodialisis yang direkomendasikan. Namun tidak semua arteriovenous fistula dapat digunakan dengan baik, National kidney disease outcome quality initiative (NKDOQI) telah merekomendasikan pasien pascaoperasi arteriovenous fistula untuk melakukan latihan tangan, saat ini belum adanya evaluasi serta bentuk program latihan ekstremitas atas terhadap pasien gagal ginjal dengan diabetes melitus yang telah menjalani arteriovenous fistula radiochepalica di RSCM. Metode : Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimental yang membandingkan data yang memiliki karakteristik sama, subjek yang menjalani arteriovenous fistula radiochepalica pada rentang waktu Februari 2020 – Februari 2021 telah diikutsertakan. Hasil : 23 subjek yang menjalani operasi arteriovenous fistula radiochepalica dilakukan pengamatan, program latihan dapat meningkatkan ukuran diameter draining vein secara bermakna dengan nilai p = 0,006 pada minggu keenam setelah operasi. Dan secara bermakna dapat meningkatkan blood flow rate di minggu keenam setelah menjalani operasi arteriovenous fistula sebesar 210% dengan rerata 616,56 ± 88,80 mL/menit dengan p = 0,002. Selanjutnya dapat menurunkan jarak draining vein dengan kulit pada minggu keempat (p = 0,015), namun hasil menjadi tidak bermakna pada minggu keenam setelah operasi. Kesimpulan: Program latihan isotonik, isometrik dan restriksi parsial ekstermitas atas pascaoperasi dapat meningkatan diameter draining vein, mempengaruhi jarak draining vein dengan kulit, dan meningkatan blood flow rate arteriovenous fistula radiochepalica.

Background : Arteriovenous fistulas have become the recommended access for hemodialysis. However, not all arteriovenous fistulas can be functional. National kidney disease outcome quality initiative (NKDOQI) has recommended hand exercises for patients following arteriovenous fistula surgery. To date, there has been no evaluation and exercise program for the upper extremity in diabetic patients with kidney failure who have undergone radiocephalic arteriovenous fistula surgery in RSCM. Methods : This study had a quasi-experimental design, comparing the data which had the same characteristics. Subjects who underwent radiocephalic arteriovenous fistula surgery in February 2020 to February 2021 were included. Results : Twenty-three subjects who underwent radiocephalic arteriovenous fistula surgery were observed. The exercise program could increase the diameter of the draining veins significantly (p = 0.006) in the 6th week following the surgery. There was also a significant increase in the rate of blood flow as much as 210% with an average of 616.56 ± 88.80 mL/minute (p = 0.002), observed in the 6th week after the operation. Subsequently, there was a decrease in the draining vein-to-skin distance in the 4th week (p = 0.015), however the result was not significant in the 6th week following the surgery. Conclusion : The upper extremity isotonic, isometric, and partial restriction exercise program following the surgery could increase the diameter of the draining veins, affect the draining vein-to-skin distance, and increase the rate of blood flow in the radiocephalic arteriovenous fistula."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Charley Dokma Tua
"Latar belakang dan objektif: Keberhasilan hemodialisis ditentukan oleh kesuksesan akses vaskular, baik dicapai melalui arteriovenous fistula AVF , arteriovenous graft AVG , atau central venous catether CVC . Dari berbagai pilihan akses vaskular lainnya, AVF adalah akses vaskular hemodialisis yang paling disarankan untuk jangka panjang karena memiliki patensi yang lebih panjang dan tingkat komplikasi yang rendah. Meskipun demikian, AVF memiliki tingkat kegagalan maturasi tinggi, dengan angka sekitar 43-63 . Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo RSCM , rumah sakit tersier terbesar di Indonesia, tidak memiliki data mengenai tingkat patensi AVF. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat patensi primer AVF di RSCM. Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada seluruh pasien yang menjalani pemasangan AVF di RSCM pada periode Januari 2011 sampai Desember 2013. Hasil: Dari 269 pasien rerata umur 53.1 13.9 , 190 70.6 pasien menjalani pemasangan fistula brakiosefalika, 71 26.4 pasien menjalani pemasangan fistula radiosefalika, dan 7 2.6 pasien menjalani pemasangan fistula jenis lainnya. Tingkat patensi tahun pertama adalah 71.4 . Kesimpulan: Tingkat patensi primer AVF pada pasien end-stage renal disease ESRD memenuhi standar target yang ditentukan oleh pedoman National Kidney Foundation Dialysis Outcomes Quality Initiative NKF/DOQI . Penelitian ini menunjukkan bahwa diameter vena memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat patensi primer AVF. Faktor-faktor lainnya tidak berkaitan dengan patensi primer.

Background and objectives The success of haemodialysis relies on the success of the vascular access, whether achieved with an arteriovenous fistula AVF , an arteriovenous graft AVG , or a central venous catether CVC . Among other access options, arteriovenous fistula is the preferred long term haeemodialysis vascular access due to longer patency and low complication rate. However, AVF maturation failure rates are high, ranging from 43 to 63 . Cipto Mangunkusumo Hospital, the largest tertiary referral hospital in Indonesia, lacks data on AVF patency rates. This study is aimed to determine the primary patency rates of AVF in Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods A single centre retrospective study was performed in all patients who had primary arteriovenous fistulas created at Cipto Mangunkusumo Hospital during the period between January 2011 and December 2013. Results Of 269 patients mean age 53.1 13.9 , 190 70.6 patients underwent brachiocephalic fistula creation, 71 26.4 patients underwent radiocephalic fistula creation, and 7 2.6 patients underwent other fistula types creation during the two year study period. The first year patency rate was 71.4 . Conclusions In this setting, the rate of AVF creation for end stage renal disease patients meets the standard of the target goals set forward by the National Kidney Foundation published updated Dialysis Outcomes Quality Initiative NKF DOQI Guidelines. Our study suggested that venous diameter was significantly correlated with primary patency rates of AVF. Other factors were not associated with primary patency. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Charley Dokma Tua
"Latar belakang dan objektif: Keberhasilan hemodialisis ditentukan oleh kesuksesan akses vaskular, baik dicapai melalui arteriovenous fistula AVF , arteriovenous graft AVG , atau central venous catether CVC . Dari berbagai pilihan akses vaskular lainnya, AVF adalah akses vaskular hemodialisis yang paling disarankan untuk jangka panjang karena memiliki patensi yang lebih panjang dan tingkat komplikasi yang rendah. Meskipun demikian, AVF memiliki tingkat kegagalan maturasi tinggi, dengan angka sekitar 43-63 . Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo RSCM , rumah sakit tersier terbesar di Indonesia, tidak memiliki data mengenai tingkat patensi AVF. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat patensi primer AVF di RSCM. Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada seluruh pasien yang menjalani pemasangan AVF di RSCM pada periode Januari 2011 sampai Desember 2013. Hasil: Dari 269 pasien rerata umur 53.1 13.9 , 190 70.6 pasien menjalani pemasangan fistula brakiosefalika, 71 26.4 pasien menjalani pemasangan fistula radiosefalika, dan 7 2.6 pasien menjalani pemasangan fistula jenis lainnya. Tingkat patensi tahun pertama adalah 71.4 . Kesimpulan: Tingkat patensi primer AVF pada pasien end-stage renal disease ESRD memenuhi standar target yang ditentukan oleh pedoman National Kidney Foundation Dialysis Outcomes Quality Initiative NKF/DOQI . Penelitian ini menunjukkan bahwa diameter vena memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat patensi primer AVF. Faktor-faktor lainnya tidak berkaitan dengan patensi primer.

Background and objectives The success of haemodialysis relies on the success of the vascular access, whether achieved with an arteriovenous fistula AVF , an arteriovenous graft AVG , or a central venous catether CVC . Among other access options, arteriovenous fistula is the preferred long term haeemodialysis vascular access due to longer patency and low complication rate. However, AVF maturation failure rates are high, ranging from 43 to 63 . Cipto Mangunkusumo Hospital, the largest tertiary referral hospital in Indonesia, lacks data on AVF patency rates. This study is aimed to determine the primary patency rates of AVF in Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods A single centre retrospective study was performed in all patients who had primary arteriovenous fistulas created at Cipto Mangunkusumo Hospital during the period between January 2011 and December 2013. Results Of 269 patients mean age 53.1 13.9 , 190 70.6 patients underwent brachiocephalic fistula creation, 71 26.4 patients underwent radiocephalic fistula creation, and 7 2.6 patients underwent other fistula types creation during the two year study period. The first year patency rate was 71.4 . Conclusions In this setting, the rate of AVF creation for end stage renal disease patients meets the standard of the target goals set forward by the National Kidney Foundation published updated Dialysis Outcomes Quality Initiative NKF DOQI Guidelines. Our study suggested that venous diameter was significantly correlated with primary patency rates of AVF. Other factors were not associated with primary patency. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zwageri Argo Pitoyo
"ABSTRAK
Penatalaksanaan Fistel Enterokutan masih sangat beragam dan sulit dengan tingkat kekambuhan dan kematian pasca pembedahan yang masih tinggi. Tujuan dari penatalaksanaan pasien dengan fistel enterokutan adalah koreksi defisit metabolik dan nutrisi, penutupan fistel dan mengembalikan kesinambungan saluran cerna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi penatalaksanaan bedah pada fistel enterokutan yang dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo selama tahun 2014-2015. Penelitian ini dirancang secara retrospektif analitik dengan mengambil data rekam medik penderita di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada periode 2014-2015. Ditemukan 27 kasus fistel enterokutan, dimana 21 kasus yang di evaluasi, rentang umur 27-65 tahun, terbanyak pada kelompok 40-60 tahun (52,38%), letak fistel terbanyak di ileum (57,14%), high output (71,43%), gizi buruk (52,38%), dilakukan tindakan operatif (85,71%), lama rawat <20 hari (66,67%), rekurensi fistel (19,05%) dan angka kematian (14,29%).ABSTRACT
Management of enterocutaneous fistula still varies and frustrating with high recurrence and mortality rate. The goal of management for patient with enterocutaneous fistula are correct metabolic and nutritional deficits, close the fistula and reestablish continuity of the gastrointestinal tract. The purpose of this study was to evaluate the surgical management of the enterocutaneous fistula treated at Cipto Mangunkusumo Hospital during 2014-2015. This study designed analytic retrospectively by taking the patient medical record data at Cipto Mangunkusumo Hospital ini the period 2014-2015. Found 27 cases of enterocutaneous fistula which 21 cases were evaluated, age range 40-60 years (52,38%), the location of the fistula largest in the ileum (57,14%), high output (71,43%), malnutrition (52,38%), operative management (85,71%), length of stay in hospital <20 days (66,67%), fistula recurrence (19,05%) and mortality rate (14,29%).;Management of enterocutaneous fistula still varies and frustrating with high recurrence and mortality rate. The goal of management for patient with enterocutaneous fistula are correct metabolic and nutritional deficits, close the fistula and reestablish continuity of the gastrointestinal tract. The purpose of this study was to evaluate the surgical management of the enterocutaneous fistula treated at Cipto Mangunkusumo Hospital during 2014-2015. This study designed analytic retrospectively by taking the patient medical record data at Cipto Mangunkusumo Hospital ini the period 2014-2015. Found 27 cases of enterocutaneous fistula which 21 cases were evaluated, age range 40-60 years (52,38%), the location of the fistula largest in the ileum (57,14%), high output (71,43%), malnutrition (52,38%), operative management (85,71%), length of stay in hospital <20 days (66,67%), fistula recurrence (19,05%) and mortality rate (14,29%).;Management of enterocutaneous fistula still varies and frustrating with high recurrence and mortality rate. The goal of management for patient with enterocutaneous fistula are correct metabolic and nutritional deficits, close the fistula and reestablish continuity of the gastrointestinal tract. The purpose of this study was to evaluate the surgical management of the enterocutaneous fistula treated at Cipto Mangunkusumo Hospital during 2014-2015. This study designed analytic retrospectively by taking the patient medical record data at Cipto Mangunkusumo Hospital ini the period 2014-2015. Found 27 cases of enterocutaneous fistula which 21 cases were evaluated, age range 40-60 years (52,38%), the location of the fistula largest in the ileum (57,14%), high output (71,43%), malnutrition (52,38%), operative management (85,71%), length of stay in hospital <20 days (66,67%), fistula recurrence (19,05%) and mortality rate (14,29%)."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
Sp-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andrio Wishnu Prabowo
"Latar belakang: Selama ini akses outflow vena dikenal sebagai akses yang umum digunakan dalam tindakan endovascular fistula salvage pada disfungsi FAV, hal ini didasari karena secara teknikal lebih mudah dan angka komplikasi yang rendah. Akan tetapi, pada kondisi tertentu masih dibutuhkan penggunaan akses inflow arteri untuk dapat melakukan angioplasty secara lebih optimal, misal pada kasus stenosis yang multipel atau melibatkan segmen yang panjang dari FAV. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai apakah pemilihan akses inflow arteri pada terapi endovascular fistula salvage memiliki keluaran angka keberhasilan, angka patensi, dan angka komplikasi yang sama dengan akses outflow vena. Sehingga dapat membuktikan bahwa akses inflow arteri merupakan pilihan alternatif akses tindakan endovascular fistula salvage yang efektif dan aman. Metode penelitian: Studi analitik komparatif antar dua kelompok tidak berpasangan dengan mengambil total sampel 222 pasien disfungsi FAV di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Fatmawati, RSUD Tangerang, RS Hermina Bekasi pada tahun 2018-2020. Analisis statistik dilakukan untuk menilai perbandingan angka keberhasilan, angka patensi dan angka komplikasi antara kelompok inflow arteri dan outflow vena Hasil penelitian: Angka keberhasilan tindakan endovascular fistula salvage untuk letak stenosis selain vena sentral adalah sebesar 87,61% pada kelompok inflow arteri dan sebesar 83,01% pada kelompok outflow vena. Angka patensi 1 tahun kelompok inflow arteri dibandingkan dengan kelompok outflow vena adalah 13,10% berbanding 8,20%. Angka komplikasi pada kelompok inflow arteri dibandingkan dengan kelompok outflow vena adalah 7,70% berbanding 6,60%. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan angka keberhasilan, angka patensi dan angka komplikasi antara kelompok akses inflow arteri dengan akses outflow vena pada tindakan endovascular fistula salvage.

Background: Vein outflow access has been well-known as the most common access used in endovascular fistula salvage procedure dor AVF dysfunction. This is due to easier technique and low complication rate. However, in some cases, artery inflow access is still necessary to obtain an optimal angioplasty, e.g in multiple stenosis case or case involving long AVF segment. This study aims to assess whether opting for artery inflow access is comparable to vein outflow access in terms of success rate, patency rate, and complication rate. Thus, proving that artery inflow is in fact an effective and safe alternative in choosing access for endovascular fistula salvage procedure. Method: This is a comparative-analytic study between two unmatched groups with a total of 222 subjects having AVF dysfunction in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Fatmawati, RSUD Tangerang, and RS Hermina Bekasi in 2018-2020. Statistical analysis is performed to compare success rate, patency rate, and complication rate between artery inflow group and vein outflow group. Result: Success rate of endovascular fistula salvage procedure for stenosis location other than central vein is 87,61% in artery inflow group and 83,01% in vein outflow group. One year patency rate in artery inflow group is 13,10% while in vein outflow group, it is 8,20%. Complication rates in artery inflow and vein outflow groups are 7,70% and 6,60%, respectively. Conclusion: There is no difference in terms of success rate, patency rate, and complication rate between artery inflow access and vein outflow access groups on endovascular fistula salvage procedure."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Wibowo
"Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan kelainan struktur atau fungsi ginjal yang mengalami penurunan selama 3 bulan yang mengalami peningkatan prevalensi kasus. Peningkatan prevalensi kejadian PGK juga akan meningkatkan kebutuhan hemodialisis dan penggunaan arteriovenous fistula (AVF). Maturasi dan keberhasilan AVF dipengaruhi oleh faktor pasien dan struktur vaskular. Latihan isometrik dilaporkan dapat meningkatkan diameter vena, arteri, dan peak systolic velocity (PSV). Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh latihan isometrik pre operatif terhadap diameter vena cephalica, diameter arteri radialis, PSV, intimal medial thickening (IMT), dan volume flow arteri radialis. Desain penelitian adalah eksperimental pre and post-test study, dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Penelitian dilaksanakan follow up pasien selama 8 minggu latihan isometri. Total subjek penelitian sebanyak 38 orang. Usia median subjek penelitian yaitu 56 tahun dengan rentang usia 20 sampai 71 tahun. Terdapat perbedaan yang signifikan antara diameter vena (p=0,003), PSV (p=0,032), dan volume flow (p=0,030) subjek penelitian pre dan post latihan isometrik. Terdapat perbedaan signifikan antara perubahan diameter vena terhadap komorbid diabetes melitus. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara perubahan diameter vena, PSV, dan volume flow paska latihan ismoetrik terhadap kelompok usia, komorbid, dan jenis kelamin (p>0,005). Penggunaan latihan isometrik dapat meningkatkan perubahan diameter vena, PSV dan volume flow pada pasien sebelum pembuatan AVF radiocephalica. Tidak terdapat perubahan signifikan diameter vena pasca latihan isometrik pada penderita diabetes melitus.

Chronic Kidney Disease (CKD) is a disorder of kidney structure or function that has decreased over 3 months and has an increased prevalence of cases. The increasing prevalence of CKD will also increase the need for hemodialysis and the use of arteriovenous fistula (AVF). AVF maturation and success are influenced by patient factors and vascular structure. Isometric exercise is reported to increase the diameter of veins, arteries, and peak systolic velocity (PSV). Objective: Analyzing the effect of preoperative isometric exercise on the diameter of veins, arteries, PSV, intimal medial thickening (IMT), and volume flow. The research design was an experimental pre and post-test study, conducted at Cipto Mangunkusumo Center National Hospital. The study was conducted to follow up patients for 8 weeks of isometric exercise. The total study subjects were 38 people, with the highest prevalence being men, and comorbid hypertension. The median age of the research subjects was 56 years with an age range of 20 to 71 years. There were significant differences between venous diameter (p=0.003), PSV (p=0.032), and volume flow (p=0.030) in pre and post isometric training subjects. There was significant difference between cephalic vein diameter to diabetes mellitus group. There was no significant difference between changes in radial artery diameter, PSV, IMT, and post-isometric exercise volume flow for the age, comorbid, and sex groups (p>0.005). The use of isometric exercises can increase changes in venous diameter, PSV and volume flow in patients before the making of radiocephalic AVF. There was no significant change in venous diameter after isometric exercise in patient with diabetes mellitus.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Pratama
"Dewasa ini akses vaskular hemodialisis dan segala permasalahannya masih menjadi penyebab perawatan di rumah sakit dan morbiditas pada pasien gagal ginjal kronik. Dibalik keutamaan dan superioritas penggunaan fistula arteriovenous (AVF) sebagai akses vaskular hemodialisis, kegagalan maturasi merupakan hambatan utama penggunaannya. Penelitian ini bertujuan mengkaji dapatkah bloodflow rate (BFR) yang diukur intraoperatif menggunakan ultrasonografi Doppler memprediksi maturasi AVF. Metode penelitian adalah potong lintang. Hasil didapatkan BFR intraoperatif menggunakan ultrasonografi Doppler sesaat setelah kreasi AVF brakiosefalika dapat memprediksi maturasi dengan nilai titik potong sebesar 245,5 mL/menit, didapatkan nilai sensitifitas sebesar 76,7% , spesifisitas 92,9%, nilai duga positif 95,8% dan nilai duga negatif 65% sehingga dapat menjadi acuan menentukan perlu tidaknya tindakan revisi saat intraoperatif yang pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan angka kegagalan maturasi AVF.

Currently, vaskular access for haemodialysis and its assocoiated problems is the leading cause for hospital admission and morbidity in patients with chronic kidney failure. Arteriovenous fistula (AVF) is the preferred vaskular access for haemodialysis, however its use is impeded by issues of maturation. This cross sectional study aims to evaluate whether bloodflow rate (BFR), measured intraoperatively using Doppler ultrasonography, can predict AVF maturation. The result from this study showed that intraoperative BFR measured using Doppler ultrasonography right after the creation of the brachiocephalic fistula can predict the fistula’s maturation. The intraoperative BFR cut-off value was 245,5 mL/min, with sensititivity of 76,7%, specificity 92,9%, positive predictive value of 95,8% and negative predictive value 65%. Therefore, the intraoperative BFR may be used as a guide to decide whether or not a corrective procedure was needed to repair the brachiocephalic AVF, and consequently, help in reducing the rate of AVF maturation failure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>