Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5695 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Suyanto
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014
321.859 8 DJO d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : LP3ES, 1990
320.959 8 POL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
320.959 8 POL (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad
"George Wilhelm Friedrich Hegel, seorang filosof yang lahir di Stuttgart pada tanggal 27 Agustus 1770. Dalam perkembangan intelektual Hegel yakni; saat Ia menekuni spirit yang berhubungan dengan jiwa, tahap selanjutnya ketika ia mendalami dialektika yang berkaitan dengan logika, dan tahap terakhir saat ia menekuni konsep tentang negara sebagai puncaknya.
Pemikiran Hegel tentang negara mengundang interpretasi yang berbeda dari berbagai kalangan. Ada kelompok yang menganggap pemikiran Hegel tentang negara inilah yang mengilhami lahirnya negara totaliter, sementara kelompok lain menganggap pemikiran Hegel tentang negara memberi acuan bagi berkembangnya negara liberal dan sosialis yang mewamai konsep negara modern.
Untuk mengungkap pemikiran Hegel tentang negara, penulis mengawalinya dengan mengajukan dua buah pertanyaan penelitian: 1. Apa dan bagaimana pemikiran politik Hegel tentang negara? Dan 2. Apa pendapat para pemikir terhadap pemikiran Hegel tentang negara. Saat mendalami pemikiran Hegel tentang negara, penulis melakukan kajian terhadap tulisan Hegel ?The Philosophy of Right', dengan cara merangkum pemikiran yang menonjol dan menyederhanakannya. Hampir semua pemikir sepakat bahwa dalam karyanya inilah Hegel mengungkap pemikiran politiknya tentang negara.
Para pemikir yang memberikan tafsiran tentang pemikiran Hegel tentang negara ; Fasisme atau Demokrasi adalah: Lorens Bagus, Adef Budiman, William Ebenstein, M. Judd Harmon, Eka Kumiawan, Franz Magnis Suseno, Frederick Mayer, Lee Cameron McDonald, Bertrand Russell, George H. Sabine, Henry J. Schmandt, dan Marsillam Simanjuntak.
Negara bagi Hegel adalah suatu organisme yang mengaktualkan Ide etis dan pikiran objektif diatas bumi. Kesimpulan ini didasari oleh pandangan Hegel yang mengatakan, kedua alam (dari keduniaan dan alam kebenaran) ini berada pada posisi yang berbeda, tetapi keduanya berakar pada satu kesatuan yang tunggal, Ide.
M. Judd Harmon adalah seorang pemikir politik yang paling moderat dalam menafsirkan pemikiran Hegel tentang negara. Bagi Harmon, pemikiran politik Hegel tentang negara tidaklah termasuk kategori fasis ataupun demokratis, tetapi ia berada diantara keduanya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Prihatin
"Salah satu tokoh publik yang memiliki perhatian terhadap ide demokrasi adalah Abdurrahman Wahid. SeIain itu ia juga dikenal sebagai pemimpin organisasi. Tentu menjadi pertanyaan, sebagai pemimpin, apakah dia menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan perilaku politik individual yang dilakukannya? Pertanyaan lain, apakah dia tergolong pemimpin demokratis, atau justru sebaliknya pemimpin yang otoriter? Inilah pertanyaan kunci yang menjadi fokus pembahasan dalam tesis ini.
Untuk menjawab pertanyaan ini dibuatlah kerangka berpikir tertentu. Pertama, yang dimaksud perilaku politik Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi dibatasi pads tindakan politik berupa pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis. Disebut penting dan strategis karena keputusan tersebut dapat mempengaruhi upaya-upaya pencapaian visi dan misi organisasi, platform dan program organisasi, juga mempengaruhi kinerja organisasi.
Pada sisi lain keputusan tersebut mempunyai dampak politis yang cukup besar, baik bagi posisi Abdurrahman Wahid sendiri maupun bagi organisasi yang dipimpinnya. Kedua, untuk menilai kepemimpinan Wahid tersebut dipilih beberapa kasus yang relevan selama dia menjadi pemimpin, baik di NU, PKB maupun pemerintahan. Ada tujuh kasus yang menjadi bahan analisis. Kasus tersebut adalah penetapan khittah NU tahun 1984, pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992, perseteruan dengan Abu Hasan tahun 1994, pengangkatan Matori Abdul Djalil sebagai ketua umum DPP PKB tahun 1998, bongkar pasang kabinet di era pemerintahan Abdurrahman Wahid, pemberhentian Surojo Bimantoro sebagai kapolri tahun 2001 serta keluarnya Dekrit Presiden 22 Juli 2001. Ketiga, untuk menilai perilaku politik Wahid dalam konteks pengambilan keputusan tersebut digunakan sudut pandang nilai-nilai demokrasi. Karena itu, elaborasi kerangka konseptual dan teoritis diambil dari teori-teori dasar tentang demokrasi. Untuk menetapkan parameter perilaku, maka dilakukan elaborasi terhadap pendekatan perilaku politik yang biasa digunakan dalam ilmu politik.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian jenis ini bertujuan menyingkap informasi yang terperinci tentang gejala politik tertentu. Dalam penelitian ini gejala politik dimaksud adalah pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis yang dilakukan oleh tokoh yang diteliti. Unit analisanya adalah individu, yakni Abdurrahman Wahid. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Walau unsur subyektivitas peneliti tak mungkin dihilangkan sepenuhnya, sebuah deskripsi adalah representasi obyektif dari fenomena yang diteliti. Analisa dan interpretasi data menjadi unsur penting dalam penelitian ini. Data dikumpulkan melalui tiga cara, yakni pengamatan tak langsung, wawancara dan studi kepustakaan.
Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode berpikir induktif, yaitu suatu proses penalaran dari khusus ke umum. Tujuannya untuk memperoleh kesimpulan dari beberapa kasus yang diteliti. Generalisasi dilakukan dengan berpedoman pada nilai-nilai demokrasi sebagai instrumen pengukurnya.
Dengan sudut pandang nilai-nilai demokrasi, basil penelitian menunjukkan bahwa Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi cenderung bertindak otoriter dalam mengambil keputusan. Kecenderungan otoriter ini nampak lebih jelas lagi bila berkaitan dengan pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu.
Pada awalnya, dia itu demokratis sebagaimana terlihat dalam kasus penetapan khittah NU tahun 1984 dan ,kasus pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992. Namun dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan menguatnya posisi dan peran dia, kecenderungan otoriter mulai nampak.
Ini berarti Wahid tidak menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan tindakan politik individual yang dilakukannya. Namun demikian, penelitian ini memperlihatkan pula visi lain, bahwa dalam hal kebebasan, Wahid masih konsisten untuk menjaganya. Betapapun dia cenderung otoriter dalam lima kasus yang diteliti, Namun dia tak pernah mengurangi kadar kebebasan pihak lain. Dia tak pernah melarang apalagi membungkam pikiran dan pendapat orang, sekalipun itu berbeda dengan pikirannya.
Begitulah, kesimpulan ini hanya berlaku untuk kasus-kasus pengambilan keputusan yang dimaksud dalam penelitian ini. Namun demikian, satu hal bisa diambil generalisasi, sejauh keputusan itu menyangkut pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu, maka kesimpulan penelitian ini kemungkinan besar tak akan bertentangan bila diterapkan pada kasus lain di luar kasus-kasus yang diteliti di sini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N. P. Basuki Ismael
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi pemikiran demokrasi sosial Hatta. Rekonstruksi itu menunjuk adanya pengaruh pemikiran demokrasi sosialnya Hatta dari tradisi kolektif masyarakat Minangkabau, ajaran Islam, dan sosialisme religius.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptifeksplanatif. Objek studi adalah seluruh gagasan Hatta tentang demokrasi sosial. Sedang titik tolak pembahasan penulis mengacu pada Pidato Hatta pada tanggal 27 November 1958 dimana Hatta menolak konsepsi demokrasi terpimpinnya Sukarno. Pidato Hatta ini kemudian disempurnakan dalam teks kecil yang diterbitkan dengan judul Demokrasi Kita. Dan dokumen resmi inilah ditemukan konsepsi Hatta tentang demokrasi sosial.
Dalam penelitian ini penulis hendak menjelaskan bagaimana Hatta sampai pada paham demokrasi sosial. Hatta berpendapat bahwa demokrasi sosial merupakan jembatan atas kemutlakan demokrasi politik di satu pihak dan demokrasi ekonomi di pihak lain. Pernyataan Hatta sendiri: di sebelah demokrasi politik berlakulah demokrasi ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paham demokrasi sosialnya Hatta merupakan sintesis antara demokrasi ekonomi dan demokrasi politik. Arti sintesis adalah bahwa unsur-unsur demokrasi sosialnya Hatta mengandung nilai demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Hatta antara lain menunjuk perwujudan demokrasi sosial di bidang politik pada asas kedaulatan rakyat dan asas otonomi daerah, sedang perwujudan demokrasi sosial di bidang ekonomi tampak dalam asas koperasi dan asas penyelenggaraan sistem perekonomian negara di mana sektor-sektor kepemilikan yang akan membawa kemakmuran seluruh masyarakat harus dikuasai dan dikontrol oleh negara.
Kita lebih mudah menyatakan paham demokrasi sosialnya Hatta merupakan paham sosialisme religiusnya. Artinya konsepsi sosialismenya Hatta tidak berciri khusus marxis, tetapi marxisme hanya digunakan Hatta sebagai alat analisis untuk melihat sejarah bangsanya yang pernah dijajah ratusan tahun. Sosialisme Hatta menolak kapitalisme dalam arti yang sangat kasar, yakni kapitalisme yang hanya menguntungkan kelas penjajah dan kelas bermodal. Sedang unsur-unsur kolektif dalam masyarakat Indonesia dan ajaran Islam turut serta mempengaruhi gagasan sosialisme religiusnya.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Hatta tidak hanya menggunakan kebiasaan-kebiasaan di dalam masyarakat Minangkabau saja untuk membentuk konsepsi demokrasi sosialnya. Secara implisit dapat dikatakan bahwa kebiasaan gotong-royong dan hak untuk menyatakan protes juga ditemukan di luar Minangkabau, seperti di tanah Jawa sewaktu sistem-sistem kerajaan masih berlaku.
Informasi paling banyak tentang sumber-sumber pemikiran wawancara yang penulis lakukan terbatas kepada hal-hal yang tidak penulis kuasai. Untuk itu nara sumber yang dipilih juga sangat terbatas dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terstruktur.
Konsep-konsep dasar yang merupakan pembatasan studi ini tetap terbuka untuk suatu evaluasi di kemudian hari. Soalnya adalah apa yang dikemukakan tentang tradisi kolektivitas masyarakat Minangkabau, ajaran Islain, sosialisme religius tidak terdeskripsikan secara jelas. Mereka hanya mengatakan bahwa pemikiran Mohammad Hatta mendapat pengaruh dari ketiga unsur tersebut. Tetapi apa isi tradisi kolektif masyarakat Minangkabau, ajaran Islam, dan sosialisme religius tidak disistematisasikan, sehingga penulis perlu mencari dan membangun kerangka kosep itu sendiri.
Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk memberi isi kepada wadah yang sudah disiapkan oleh ilmuwan politik dan ekonomi yang sudah membahas pemikiran Mohammad Hatta, seperti dikemukakan oleh Deliar Noer, Mavis Roes, Sri-Edi Swasono. "
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S5906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Nuhandjati
"Penelitian ini mcngkaji pemikiran politik Partai Rakyat Demokratik (PRD)
mengenai reformasi di Indonesia di dalam terbitan Pembebasan, khususnya di tahun 1998-
2000. Dalam menganalisis permasalahan tcrscbut penulis menggunakan kerangka
pemikiran sosialisme demokratis. Hasil penclitian memperlihatkan pengaruh esensial
sosialisme demokratis terhadap sosial demokrasi keralcyatan PRD.
Pemikiran-pemikifan politik PRD mengenai reformasi di Indonesia berisi beberapa
gagasan dari sosial demokrasi kerakyatan yang dipengaruhi oleh pemikiran sosialisme demokratis. Namun mcngingat bahwa kaum sosial demokrat rnendasarkan ideologinya
pada pemikiran-pemikiran Karl Marx, maka PRD juga mengadopsi pemikiran-pemikiran
Marx serta Engels dan Lenin, bahkan Tan Malaka.
Pemikiran-pemikiran mengenai revolusi untuk dan oleh rakyat, pcntingnya front
persatuan dan partai pelopor, pcmbentukan pemerintahan transisi dan koalisi, serla
penyingkiran sisa-sisa pemerintahan lama mcrupakan Izcbcrapa pcmikiran yang diadopsi
dari Mam-Engels dan Lenin. Sementara pengutamaan aksi massa dalam pemikiran PRD
rnerupakan adopsi dari pemikiran Tan Malaka.
Di lain sisi, PRD mendasarkan pemildran-pemikirannya pada prinsip-prinsip
demokrasi seperti: pengutamaan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan kenegaraan;
rnenjunjung tinggi hak-hak asas manusia, prinsip kebebasan, pcrsamaan dan keadilm
Gagasan-gagasan tersebut mendapat pengamh dari sosialisme demokratis. Sejalan dengan
prinsip demokrasi itu, PRD memilih pula cara peljuangan parlementer dan caxa-cara yang
masih berada. dalam barasan demokrasi (mogok, unjuk rasa, dan sebagainya).
Akhirnya kajian ini memperlihatkan bahwa bagi PRD, asas partai merupakan
landasan berpikir dan bertindak. Sudah semestinyalah asas partai menjadi landasan
berpiiak dalam menentukan pemikiran dan sikap politiknya, dan bukan sekedar tcrtulis
dalam AD/ART panai.
"
2001
T5050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artani Hasbi
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001
297.272 ART m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,
300 DIPO
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>