Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142414 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Tampubolon, Eva Sari
"ABSTRAK
Kabupaten Dairi merupakan kabupaten penghasil kopi terbesar di Sumatera Utara dimana produksi kopi robusta dan arabika sebagai komoditas utama perkebunan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persebaran tanaman kopi sehubungan dengan karakteristiknya. Luas wilayah kesesuaian lahan kopi robusta sebesar 15,09% dan arabika sebesar 36,36% dari luas total Kabupaten Dairi. Wilayah tanaman kopi diperoleh melalui pengolahan citra Landsat dan peta penggunaan tanah yang diverifikasi dengan survei lapang di sepuluh kecamatan penghasil kopi. Melalui analisis spasial deskriptif diperoleh kesimpulan bahwa persebaran kopi robusta lebih cenderung ke arah utara dan arabika lebih cenderung ke arah selatan dari Kabupaten Dairi.

ABSTRACT
Dairi is the largest coffee producer in North Sumatera where robusta and arabica coffee production as the main of the plantation. The purpose of this research is finding out coffee distribution which is related to characteristics of the coffee region. The total area of land suitability for coffee robusta is 15,09% and arabica is 36,36 % from the total area of Dairi. The area coffee plants obtained through image processing of Landsat and landuse map verified by surveys in ten coffee producer districts. Through descriptive analysis, concluded that the spatial distribution of Robusta coffee is more inclined towards the north and arabica is more inclined towards the south of Dairi."
2014
S53837
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangabean, Rinaldy
"ABSTRAK
Terjadinya pertumbuhan penduduk yang meningkat tajam setiap tahunnya telah menyebabkan munculnya kesenjangan antara kebutuhan tempat hunian dengan ketersediaan tempat hunian termasuk juga penyediaan prasarana dan sarana serta pelayanan umum. Kondisi ini menjadi masalah utama yang umum dialami oleh negara ndash; negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah ndash; masalah yang muncul seperti sulitnya air bersih yang disebabkan oleh drainase yang buruk, dimana drainase sendiri yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. Sanimas atau Sanitasi Berbasis Masyarakat menyediakan prasarana pembuangan air limbah bagi masyarakat di daerah perkotaan untuk menjawab masalah yang muncul. Pembangunan fasilitas Sanimas, menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat agar masyarakat menjadi aktor utama dalam proses perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan fasilitas sanitasi komunal. Konsep tersebut menggunakan prinsip - prinsip pembangunan pembuangan air limbah dan penyehatan lingkungan berbasis-masyarakat seperti: pilihan yang diinformasikan sebagai dasar dalam pendekatan tanggap kebutuhan, air merupakan properti sosial dan ekonomi, pembangunan berwawasan lingkungan, peran aktif masyarakat, serta penerapan prinsip pemulihan biaya. Perilaku masyarakat adalah rangkaian proses yang dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar dalam hidup manusia yang hasilnya terkait dengan pemilihan ataupun perubahan lokasi. Perilaku masyarakat berubah akibat adanya pembangunan teknologi atau bantuan sanitasi yang baru serta menciptakan perilaku yang bersifat sosial dimana kesiapan ndash; kesiapan masyarakat dalam menangani masalah tersebut bisa terlihat dari berfungsinya sanitasi berbasis masyarakat pada tiap lokasinya. Masalah tersebut disebabkan oleh perbedaan kualitas sosial yang berbeda tergantung karakteristik lokasi akibat dampak pembangunan tersebut. Perilaku masyarakat yang timbul dari perbedaan kualitas sosial dan perbedaan kualitas permukiman menghasilkan perilaku pembayaran dalam pembangunan sanimas atau instalasi air limbah. Perilaku masyarakat Kota Tebing Tinggi yang sebelumnya tidak terkena retribusi dalam pembuangan limbah dimana menimbulkan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode spasial dan metode skoring dalam analisis datanya. Metode ini diharapkan dapat menghasilkan penggambaran yang memperlihatkan perilaku pembayaran yang dipengaruhi oleh kualitas permukiman dan kualitas sosial.

ABSTRACT
Population growth that increase sharply every year has resulted in a gap between shelter needs and the availability of shelter as well as the provision of infrastructure and facilities and public services. This condition is a major problem commonly experienced by developing countries including Indonesia. Problems that arise such as the difficulty of clean water caused by poor drainage, where the drainage itself is a way of disposing of undesirable excess water in an area, as well as ways of dealing with the effects caused by the excess water. Sanimas or Community Based Sanitation provides wastewater disposal facilities for people in urban areas to address emerging issues. The construction of the Sanimas facility, using the concept of community empowerment, is the main actor in the planning, development, operation and maintenance of communal sanitation facilities. The concept uses the principles of the development of community based wastewater disposal and sanitation such as informed choices as a basis for responsiveness, water is a social and economic property, environmentally sound development, an active role of the community, and the application of cost recovery principles. Community behavior is a series of processes performed both consciously and unconsciously in human life whose results are related to the selection or location changes. Community behavior is changing as a result of new technological developments or sanitation aids and creating social behavior where community preparedness in handling the problem can be seen from the functioning of community based sanitation at each location. The problem is caused by different social qualities depending on the characteristics of the location due to the impact of the development. Community behavior arising from differences in social quality and differences in the quality of settlements results in payment behavior in the construction of sanimas or wastewater installations. The behavior of the people of Kota Tebing Tinggi who were not previously exposed to retribution in the waste disposal which caused problems to be investigated in this study. This research uses spatial method and scoring method in data analysis. This method is expected to result in portrayals showing payment behavior that is influenced by the quality of settlements and social quality. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Diana TS
"Di Sumatera yang relatif sedikit daerah suburnya, sistem pertanian yang dominan adalah sistem tebas-bakar atau perladangan berpindah yang merupakan penyebab utama berkurangnya hutan. Kepadatan penduduk di pedesaan meningkatkan kepadatan petani, dampak dari kepadatan adalah tekanan penduduk dan reaksi dari tekanan adalah usaha perluasan lahan pertanian yang umumnya terjadi di daerah yang dekat dengan permukiman. Perluasan tersebut awalnya dilakukan pada lahan yang sesuai untuk pertanian. Lama kelamaan terambil juga lahan yang kurang sesuai yaitu yang tidak subur dan berlereng curam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dimana saja terdapat tanah rusak dan penyebabnya berdasarkan golongan tanah rusak Sandy serta mencari tahu ada tidaknya hubungan antara jarak tanah rusak dari jalan dan permukiman dengan ketinggian di Kabupaten Dairi. Dengan menggunakan metode overlay dan analisis deskriptif yang dilengkapi dengan statistik, kesimpulannya adalah tanah rusak terdapat disemua wilayah ketinggian yang terluas secara dominan terdapat di ketinggian 1000 – 1499 m dpl, pada penggunaan tanah tegalan, jarak dari permukiman < 2,1 km dan dari jalan < 0,53 km serta pada kepadatan petani tinggi (124 – 249 jiwa/km2). Penyebab tanah rusak adalah kepadatan petani dan ketinggian. Antara jarak tanah rusak dari permukiman dengan ketinggian terdapat hubungan yang berbanding terbalik, namun untuk jarak tanah rusak dari jalan dengan ketinggian tidak ada hubungan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S34002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simaremare, Marshelino
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daerah rawan tanah longsor di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan metode Spatial Multicriteria Evaluations (SMCE). Sebanyak 100 data inventaris kejadian bencana tanah longsor digunakan dalam penelitian yang berlangsung selama tahun 2018 – 2020. Data ini dibagi menjadi dua bagian yaitu 60 titik digunakan untuk pengolahan dalam menentukan peta rawan longsor dan 40 titik digunakan untuk validasi peta rawan longsor. Untuk menghasilkan peta rawan longsor, digunakan 12 parameter yang memiliki pengaruh terhadap terjadinya longsor yakni kemiringan lereng, arah hadap lereng (aspek), ketinggian (elevasi), bentuk lereng, formasi, jarak dari patahan, jarak dari sungai, topographic wetness index (TWI), stream power index (SPI), sediment transport index (STI), penggunaan lahan, dan jarak dari jalan. Selanjutnya masing-masing peta parameter dianalisis menggunakan metode SMCE melalui pendekatan analytical hierarchy process (AHP). Hasil pembuatan peta kerawanan longsor dibagi menjadi 5 kelas yang terdiri dari kelas sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Penentuan validasi peta kerawanan yang telah dibuat dilakukan dengan menggunakan metode kurva receiver operating characteristic (ROC). Nilai area under curve (AUC) pada kurva ROC hasil penelitian ini menunjukkan nilai akurasi  83,33 %. Berdasarkan nilai tersebut, maka model peta yang dihasilkan dapat digolongkan memiliki akurasi yang tinggi. Peta daerah rawan longsor yang dibuat dapat berguna sebagai upaya mitigasi bencana di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.

This study aims to determine landslide susceptibility areas in Dairi Regency, North Sumatra Province using the Spatial Multicriteria Evaluations (SMCE) method. A total of 100 pieces of inventory data for landslide events were used in the research that took place during 2018 – 2020. This data was divided into two parts, 60 points were used for processing in determining landslide susceptibility map and 40 points were used for validation of landslide susceptibility map. To produce a landslide susceptibility map, 12 parameters are used that influence the occurrence of landslides, including  slope gradient, slope aspect, elevation, curvature, lithology, distance from faults, distance from rivers, topographic wetness index (TWI), stream power index (SPI), sediment transport index (STI), land use, and distance from roads. Furthermore, each parameter map was analyzed using the SMCE method through the analytical hierarchy process (AHP) approach. The result of making landslide susceptibility map is divided into 5 classes consisting of very low, low, medium, high, and very high classes. Determination of the validation of the susceptibility map that has been made is done using the receiver operating characteristic (ROC) curve method. The area under curve (AUC) value on the ROC curve shows an accuracy value of 83.33%. Based on these values, the resulting map model can be classified as having high accuracy. The map of landslide susceptibility areas that is made is expected to be useful as a disaster mitigation effort in Dairi Regency, North Sumatra Province.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Wahyuni
"Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Pada tahun 2020 terdapat 515 kasus malaria di Kabupaten Batu Bara, dan pada tahun 2021 meningkat menjadi 952 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian malaria di Kabupaten Batu Bara. Penelitian ini menggunakan desain kasus-kontrol dimana seluruh responden berusia 12 tahun ke atasdimana kasus adalah pasien yang berkunjung ke puskesmas dengan gejala demam dengan hasil pemeriksaan positif dan kontrol adalah mereka yang memiliki gejala demam dengan hasil pemeriksaan negatif malaria. Dari hasil analisis multivariat dengan melibatkan semua faktor risiko secara bersamaan, terlihat variabel yang mempengaruhi kejadian malaria secara signifikan adalah faktor usia dan keberadaan kandang ternak. Berdasarkan kategori usia, maka terlihat responden berusia 12-17 tahun terukur memiliki risiko tertular malaria tertinggi (AOR= 3,85; 1,40 – 10,59) dibandingkan kelompok usia 18- 40 tahun (AOR= 1,79; 0,70 – 4,58). Responden yang menyatakan terdapat kandang ternak besar di sekitar tempat tinggal lebih berisiko 3 kali tertular malaria dibandingkan dengan responden yang tidak berdekatan dengan kandang ternak.

Malaria is still one of the leading public-health problems that can cause death primarily in high-risk groups, namely, infants, toddlers, and expectant mothers. In addition, malaria directly causes anemia and can lower labor productivity. In 2010, in Indonesia, 65% of endemic districts were at risk of contracting malaria. By 2020 there are 515 cases of malaria in Batu Bara, and by 2021 rising to 952. The purpose of this study is to know the risk factors in the incidence of malaria in the Batu Bara. It uses a case-control design. The responders are 12 years of age and above where the cases are those who visit the health center with fever symptoms and positive malaria and controls are those with symptoms of a fever with a malaria negative. From multivariat analysis involving all risk factors simultaneously, there is a significant variable affecting the incidence of malaria that is both the age and the existence of a cattle cage. According to the age category, it shows 12-17 year old respondents with the highest risk of contracting malaria (AOR = 3.85; 1.40-10.59) by those ages 18-40 (AOR= 1.79; 070- 4.58). Those who claim that there is a corral in the neighborhood, having a three times greater risk of contracting malaria than those who not."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daiichiro Widodo Abinawanto
"Telah dilakukan penelitian tentang Keanekaragaman parem Etnis Karo di Pasar Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Tujuan penelitian adalah untuk mendokumentasikan pengetahuan lokal pedagang obat tradisional etnis Karo di Pasar Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dalam pemanfaatan parem.
Metode penelitian dilakukan dengan teknik wawancara semistruktural dan terbuka serta pengambilan data tumbuhan untuk dilakukan identifikasi. Wawancara dilakukan pada tujuh pedagang dari tujuh kios yang terdapat di pasar Pancur Batu. Pertanyaan meliputi jenis parem, kegunaan, bahan baku yang digunakan, dan cara pembuatan parem.
Tumbuhan obat yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan parem mencapai 145 spesies dari 49 famili. Parem dengan jumlah bahan tumbuhan tertinggi terdapat pada parem dingin yang berjumlah rata-rata 43 spesies tumbuhan. Zingiberaceae merupakan famili yang memiliki spesies bahan penyusun parem terbanyak yaitu berjumlah 20 spesies tumbuhan. Sebanyak 40 famili tumbuhan obat dimanfaatkan pada bagian daun. Sebanyak 69% dari 145 spesies tumbuhan obat bahan pembuatan parem berhabitus herba.
Parem dingin merupakan parem yang memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut karena memiliki bahan tumbuhan yang bermanfaat dalam merawat kulit. Hal tersebut terlihat dari rata-rata jumlah spesies penyusun parem dingin yang terdapat di Pasar Pancur Batu. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai metabolit sekunder yang terdapat pada bahan tumbuhan penyusun parem tersebut.

Research has been carried out on the diversity of ethnic Karo parem in Pancur Batu Market, Deli Serdang Regency, North Sumatera. The aim of the study was to document the local knowledge of traders of traditional Karo ethnic medicine at Pancur Batu Market, Deli Serdang Regency, North Sumatera in the utilization of the parem.
The research method was carried out by semi-structural and open interview techniques and plant data collection for identification. Interviews were conducted at seven traders from seven kiosks located in Pancur Batu market. Questions include the type of parem, uses, raw materials used, and the way of making parem.
Medicinal plants that are used as raw material for making parem reach 145 species from 49 families. the parem with the highest amount of plant material is found in the cold parem, which amounts to an average of 43 species of plants. Zingiberaceae is the family that has the most species of parem making material, amounting to 20 species of plants. As many as 40 families of medicinal plants are used in the leaves. As many as 69% of the 145 species of medicinal plants which produce herbaceous herbal medicine.
Parem dingin is a parem that has the potential to be developed further because it has plant ingredients that are beneficial in caring for the skin. This can be seen from the average number of parem dingin component species found in Pancur Batu Market. Further research is needed regarding secondary metabolites found in the plant material that composes the parem."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berutu, Lister
"ABSTRAK
Sejak Repelita pertama hingga kelima dalam pola umum pembangunan jangka panjang pertama, pembangunan bidang ekonomi dititik beratkan pada sektor pertanian. Untuk itu berbagai jenis program pembangunan telah dan akan dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia, mulai dan program intensifikasi, diferensiasi dan ekstensifikasi pertanian serta berbagai program penunjang lainnya. Hal ini semua secara ideal bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat Indonesia sesuai dengan tujuan Pembangunan Nasional, yakni mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata berdasarkan Pancasila (GBHN, 1988).
Berbicara tentang masyarakat petani di Indonesia, tidak terlepas dari masyarakat petani menetap dan masyarakat peladang berpindah karena kedua fenomena tersebut nyata keberadaannya. Khususnya petani lading berpindah banyak dijumpai di luar pulau Jawa, Bali dan Madura (Koentjaraningrat, 1984: 1; Dephut, 1988-1993). Clifford Geertz (1976: 13-16) mengkategorikannya sebagai ekosistem Indonesia luar yang mencakup Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi, Flores, Maluku.
Data tentang jumlah peladang menurut Departemen Kehutanan ada sekitar 1. 200.000 kepala keluarga atau 6.000.000 jiwa (Dephut, 1988 - 1993). Biro Pusat Statistik memperkirakan sekitar 5.553.935 jiwa. Sedangkan menurut Food and Agricultural Organization (FAO) menyatakan sekitar 12.000.000 jiwa (Mering Ngo, 1990; Santoso, 1991; Mubyarto; 1991). Michael Dove (1981; 63-64) memperkirakan sekitar 3.800.000 kepala keluarga. Departemen Sosial (1991) menyatakan jumlah peladang sekitar 224.000 kepala keluarga atau 1.200.000 jiwa yang tersebar di 93 kabupaten dari 20 propinsi di seluruh Indonesia.
Mengingat jumlah peladang yang masih begitu besar, sejak lama pemerintah sudah berusaha mencari berbagai alternatif dan solusi dalam hal penanganan pembangunan, karena selain dianggap tidak standar dalam tingkat kehidupan ekonomi juga mempunyai andil yang besar dalam kerusakan ekosistem hutan. Perhatian tersebut telah ada sejak jaman pemerintah kolonial walaupun secara lebih sungguhsungguh diperhatikan sejak terbentuknya pemerintahan Republik Indonesia (Wirakusumah, 1980: 33).
Beberapa departemen pemerintah diikutsertakan dalam berbagai program pembangunan dalam mengantisipasi peladang. Misalnya Departemen Sosial yang dikordinir oleh Direktoral Jenderal Bina Sosial, Departemen Pertanian yang dikordinir oleh Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Dalam Negeri yang dikoordinir oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Desa, dan Departemen PUTL yang dikordinir oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya (Departemen Dalam Negeri, 1978:18-20).
Direktorat Jendral Kehutanan sejak tahun 1971 melaksanakan program pembangunan dalam usaha penanggulangan perladangan berpindah dengan penekanan pada reboisasi dan resetlemen penduduk. Inti pengendaliannya dilakukan dengan tiga pokok usaha, yakni: pembentukan usaha tani menetap, rehabilitasi areal bekas perladangan dan pembinaan serta pengembangan usaha tani (Departemen Pertanian, 1981).
Kemudian tahun 1986 dilahirkan program Social Forestry atas bantuan Ford Foundation yang secara khusus menggarap petani ladang yang hidup di sekitar hutan lindung. Kemudian dikenal juga adanya program Desa Bina Hutan yang bertujuan mengikut sertakan konsesi pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan) untuk mengembangkan masyarakat di sekitar dan dalam area konsesi serta program alokasi penempatan penduduk sekitar daerah transmigrasi. Departemen Dalam Negri dengan program pernerataan desa masyarakat peladang dan Departemen Sosial dengan program Resetlemen) desa (Santoso, 1991)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Beauty Fedora
"Endapan sediment exhalative merupakan endapan sulfida masif Pb-Zn-Ag yang terbentuk pada zona ekstensional passive continental margin di rentang umur Karbon Akhir hingga Permian Awal. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memastikan bahwa sampel penelitian merupakan sampel endapan SEDEX sehingga dapat memberikan teori baru bahwa endapan SEDEX tidak hanya terdapat pada Formasi Kluet namun juga Formasi Alas. Kegiatan penelitian berlokasi di Kecamatan Siempatnempu, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara dengan total 13 sampel penelitian yang terbagi atas 7 sampel dianalisis menggunakan metode petrografi, 6 sampel dianalisis menggunakan metode mineragrafi dan 3 sampel menggunakan metode XRF. Hasil analisis menunjukkan bahwa sampel penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut, sampel penelitian tersusun atas 8 sampel wallrock dan 5 sampel bijih. Sampel wallrock ini merupakan batugamping kristalin dan batupasir sedangkan sampel bijihnya merupakan batulanau berwarna kehitaman selain itu pada sampel wallrock ditemukan adanya dua alterasi yaitu alterasi silisifikasi dan alterasi serisitik. Pada batuan dengan alterasi serisitik ditemukan cukup banyak mineral serisit (penambahan mineral serisit) sedangkan pada alterasi silisifikasi ditemukan banyak mineral kuarsa dan berubah jadi lebih keras akibat penambahan silika. Sedangkan sampel bijih memiliki karakteristik berbau besi, berwarna kehitaman dan memiliki mineral bijih yang melimpah seperti pirit, kalkopirit, sfalerit, galena dan bornit. Pada sampel bijih ditemukan juga adanya perlapisan mineral sulfida (sulfide banded) berulang yang menandakan sampel ini terbentuk secara syngenetic atau secara bersamaan dengan pengendapan sedimennya. Sampel penelitian diinterpretasikan sebagai endapan SEDEX yang telah mengalami proses pelapukan intens, hal ini terlihat dari kenampakan batuan secara makroskopis sehingga menurut Emsbo (2016) sampel ini dapat disebut sebagai endapan SEDEX tipe gossan. Berdasarkan analisis data XRF, sampel bijih memiliki kandungan unsur Pb dan Zn rendah (<1% wt), memiliki trace element seperti As, Mn dan Tl dan memiliki kandungan mineral hematit. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel bijih pada daerah penelitian merupakan sampel endapan SEDEX yang termasuk ke dalam fasies distal.

Sediment exhalative deposits are Pb-Zn-Ag massive sulfide deposits which formed in the extensional zone, passive continental margin during Late Carboniferous to Early Permian period. This study aims to ensure that the research samples are sample of SEDEX deposits so that it can provide a new theory that SEDEX deposits are not only found in the Kluet Formation but also in the Alas Formation. The research activity is located in Siempatnempu District, Dairi Regency, North Sumatra with a total of 13 research samples divided into 7 samples analyzed using the petrographic method, 6 samples using the mineragraphy method and 3 samples using the XRF method. The results of the analysis show that the research sample has the following characteristics: the research sample is composed of 8 wallrock samples and 5 ore samples. The wallrock sample consisted of crystalline limestone and sandstone, while the ore sample is blackish siltstone. In addition, the wallrock sample has undergo two different alterations, namely silicification and sericitic alteration. In rocks with sericitic alteration found a lot of sericite minerals (addition of sericite minerals) while in silicified alteration found a lot of quartz minerals and turns harder due to the addition of silica materials. The ore samples have some characteristics such smell of iron, blackish color and have abundant ore minerals such as pyrite, chalcopyrite, sphalerite, galena and bornite. In the ore sample, repeated sulfide banded were also found which indicating that this sample was formed syngenetically or simultaneously with the deposition of the sediment. The research sample is interpreted as a SEDEX deposit that has undergone an intense weathering process, this can be seen from the macroscopic appearance of the rock, so that according to Emsbo (2016) this sample can be called a gossan type SEDEX deposit. Based on XRF data analysis, the ore samples contain low Pb and Zn elements (<1% wt), have trace elements such as As, Mn and Tl and contain the hematite mineral. From these data, it can be concluded that the ore sample in the study area is a sample of SEDEX deposits belonging to the distal facies."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandiangan, Paiyan
"Pit Purnama merupakan salah satu prospek Tambang Emas Martabe yang berlokasi di Desa Aek Pining, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara dengan jenis endapan epitermal sulfidasi tinggi dan merupakan wilayah kerja PT. Agincourt Resources. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran litologi, alterasi dan mineralisasi emas yang selanjutnya akan dikelompokkan menjadi zona litologi, alterasi dan mineralisasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah logging core, analisis petrografi irisan tipis, mineragrafi sayatan poles serta didukung data sekunder berupa data ASD (analitycal spectral device) dan data assay. Core logging terdiri dari 6 lubang bor yang terdiri dari 3 bagian XY, PQ, dan AB. Hasil penelitian ini menunjukkan litologi kawasan Pit Purnama terbagi menjadi 7 litologi, yaitu batuan andesit hornblend, dacite feldspar, breksi polimik kemasan terbuka, breksi polimik kemasan tertutup, andesit, dan batupasir dengan zonasi alterasi klorit ± kalsit, ilit ± smektit, silika ± sedikit ± alunite. ± kaolinit, dan silika dengan karakteristik kuarsa masif hingga tekstur vuggy. Zona mineralisasi emas dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu sangat rendah (0 - 0,12 ppm), rendah (0,12 - 0,26 ppm), sedang (0,26 - 0,585 ppm), tinggi (> 0,585 ppm).

Pit Purnama is one of the prospects for the Martabe Gold Mine located in Aek Pining Village, Batangtoru District, South Tapanuli Regency, North Sumatra with high sulfidation epithermal deposits and is the working area of ​​PT. Agincourt Resources. This research was conducted to determine the distribution of lithology, alteration and mineralization of gold, which will then be grouped into lithology, alteration and mineralization zones. The method used in this research is the logging core, thin slice petrographic analysis, polishing cut mineragraphy and supported by secondary data in the form of ASD data (analitycal spectral device) and assay data. Core logging consists of 6 drill holes consisting of 3 sections XY, PQ, and AB. The results of this study indicate that the lithology of the Pit Purnama area is divided into 7 lithologies, namely hornblend andesite, dacite feldspar, open-pack polymic breccias, closed-pack polymic breccias, andesite, and sandstones with alteration zoning chlorite ± calcite, illite ± smectite, silica ± slightly ± alunite. ± kaolinite, and silica with the characteristics of massive quartz to vuggy texture. Gold mineralization zones are divided into 4 groups, namely very low (0 - 0.12 ppm), low (0.12 - 0.26 ppm), moderate (0.26 - 0.585 ppm), high (> 0.585 ppm)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>