Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176287 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Farihah Sulasiah
"ABSTRAK
Informasi tentang kesehatan sebagai usaha preventif dapat diperoleh melalui
jalur pendidikan. Sekolah sebagai sarana pendidikan tidak hanya terbatas memberikan
pengetahuan dan informasi tetapi juga memberikan bimbingan dan konseling kepada
siswa yang diwujudkan dengan keberadaan guru BK. Guru BK memiliki 4 fimgsi dalam
kesehatan reproduksi yaitu fungsi pemahaman, pencegahan, pcrbaikan dan
pengembangan pribadi.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang peran gum
bimbingan konseling dalam kesehatan reproduksi remaja pada dua SMP di Kecamatan
Jagakarsa Jakarta Selatan. Pengumpulan data melalui WM, FGD, observasi dan telaah
dokumen pada bulan Mei 2007 di SMP Negeri X dan SMP swasta Y. Guru BK yang
bermgas scbagai informan utama dan kepala sekolah, guru, siswa dan pejabat diknas
sebagai informan pendukung.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masalah kespro di SMP Ncgeri X lebih
beragam dibandingkan dengan masalah kespro di SMP Swasta Y. Sementara im
persepsi dan sikap guru BK di kedua sekolah terhadap kesehatan reproduksi memiliki
persamaan, sehingga gum BK merasa perlu meiaksanakan perannya sebagai fasilitator
maupun konselor dalam kesehatan reproduksi remaja. Namun karena keterbatasan
pengetahuan tentang hal ini maka guru BK di kedua sekolah melaksanakan perannya
sebatas pengetahuan dan pengalaman yang dimi|iki_
Gum BK di SMP Swasta Y lebih menunjukkan peranannya dibandingkan
dcngan gum BK SMP Ncgeri X. Hal ini ditunjukkan dengan pelaksanaan tugas guru
BK baik sebagai fasilitator dan konseior yang aktif berinteraksi dengan siswa dan
mendapatkan kesan positifdari siswa_ Kenyataan ini didukung oleh keterlibatan kepala
sekolah di SMP Swasta Y dalam mensosialisikan keberadaan layanan BK kepada siswa
dan pelaksanaan bentuk kerjasama clengan instansi lain dalam memberikan pengeiahuan
kespro kcpada siswa. Peran guru BK di SMP Ncgeri X belum dapat berjalan optimal, hal ini lebih
diakibatkan karena kurangnya pendelcatan guru BK terhadap siswa, kesan negatif siswa
terhadap keberadaan guru BK serta kurangnya kcyakinan guru dan siswa terhadap
kemampuan BK dalam memberikan jaminan kcrahasiaan. Gum BK di SMP Negeri X
juga merasakan kurang optimalnya peran guru BK sebagai akibat dari besarnya jumlah
siswa yang ditangani dan tidak adanya insentif yang diberikan jika beban kerja melebihi
ketentuan mengakibatkan menurunnya motivasi gum BK dalam pelaksanaan tugasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan peran guru BK tidal: hanya dipengamhi oleh
faktor individu tetapi juga ada faktor lain dalam hal ini keberadaan dukungan organisasi.
Pada akhirnya agar pelaksanaan peran guru BK dalam kesehatan reproduksi
remaja dapat berjalan optimal, maka perlu dilakukan berbagai usaha yang menjadi
tanggung jawab bersama antara sekolah dan instansi yang terkait dalam hal ini
Depdil-:nas dan Depkes. Pihak sekolah disarankan Iebih mensosialisasikan keberadaan
guru BK seperti yang dilaksanakan di SMP Swasta Y, mempenimbangkan sumberdaya
yang dapat mendukung pelaksanaan peran gum BK, melakulcan monitoring dan evaluasi
terhadap kinerja guru BK dan mempertimbangkan pemberian insentif sesuai ketentuan
yang berlaku sebagai reward atau salahsatu bentuk upaya memotivasi gum BK.
Depdiknas dan Depkes sebaiknya mempenimbangkan strategi dalarn usahanya
menangani masalah kespro remaja melalui keberadaan guru BK di sekolah balk berupa
pelaksanaan pelatihan dan penyediaan buku atau media penunjang yang dapat
dimanfaatkan gum BK dalam melaksanakan perannya.

ABSTRACT
Reproduction health campaign can be considered as a preventive action in
education process. School as education institute shall perform not only in knowledge
transfer, but also in giving guidance to student, which carried out by counselling teacher.
Counselling teacher has four functions in reproduction health education; those are
understanding, prevention, upgrading, and personality improvement.
Research was conducted to get description about the role of counselling teacher
in giving guidance for reproduction health. This research conduct on 2 Junior High
School in District Jagakarsa, Jakarta Selatan. Data collection through Indepth Interview,
Focus Group Discussion, observation, and documentation studies were held on May
2007 in Public Junior High School X and Private Junior High School Y. Counselling
teachers provide main infomation source while headmaster and teachers provide
additional information.
Result has shown that reproduction eases in Public Junior High School X are
varied than Private Junior High School Y. Meanwhile, counselling teachers in those
schools have similarity in perception and action. Nevertheless, because of limitation of
knowledge, those counselling teacher only perform as far as their knowledge and
experience.
Counselling teachers in Private Junior High School Y perform their role better
than counselling teachers in Public Junior High School X. This shown in their action as
facilitator and actively interact with student with good responses from student as result.
ln Private Junior High School Y, They also supported by headmaster in socializing
counselling function to student and creating cooperation with other institute in
reproduction education.
The Role of counselling teacher in Public Junior High School X could not
perform optimal, mostly caused by minimum eITort by counselling teacher in
approaching the student, negative opinion of student to their counselling teacher and
confidentially aspect. Counselling teacher in Public Junior High School X already
realize regarding their role but the ratio between students and counselling teachers are wide and no such given incentive. These affect their motivation in perform their role.
This condition can show that results are affected not only by individual manner but also
by organization manner.
ln the end, rolc of counselling teacher in health reproduction could be perform
well as if there is integrated effort between Department of National Education and
Department of Health. School shall be strongly socialized their counselling, Private
Junior High School Y as an example. School shall support to counselling?s role with
monitoring and evaluating to their performance. A reward system shall be applied to
motivate them, Department of Health and Department of National Education can
consider to develop strategy to handle teenager reproduction health matter by utilize
counselling in school and provide training and media to improve counselling teacher to
perform their role.

"
2007
T34584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Besar Tirto Husodo
"Kegiatan penyebaran informasi kesehatan reproduksi remaja diperlukan sebagai salah satu upaya dalam edukasi
kesehatan reproduksi bagi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan konselor SMP/SMA dalam
memberikan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi remaja. Metode penelitian yang digunakan cross sectional
dengan rancangan penelitian pre test-intervensi (penyuluhan/edukasi)-post test. Populasi penelitian ini adalah 30 orang
guru SMP dan SMA di kota Semarang, yang bekerja sebagai konselor dalam kegiatan bimbingan dan konseling di
sekolah. Responden adalah 15 guru BP dari 8 SMP dan 15 guru BP dari 8 SMA di Kota Semarang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengetahuan responden setelah diadakan penyuluhan termasuk kategori baik pada konselor SMP
(80%) dan termasuk kategori baik pada konselor SMA (100%). Sikap responden mendukung penyuluhan pada konselor
SMP (93,3%) dan konselor SMA (100%). Terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap (p = 0,003) yang signifikan
(p = 0,001) sesudah penyuluhan pada konselor SMP. Terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap (p = 0,0095) yang
signifikan (p = 0,0095) sesudah penyuluhan pada konselor SMA.
To provide of in dissemination of information on reproduction health (RH) is important for adolescents.
This research aimed to assess both knowledge and attitude towards RH among counselors of junior as well as senior
high schools in Semarang. Using a cross sectional survey, data was gathered using pre-test before and post test after
intervention that measure knowledge and attitude. Thirty respondents were participated in the study. They consisted of
15 counselor teachers from 8 junior high schools and 8 senior high schools in Semarang City. The results showed that
there were significant increase in knowledge score on RH before and after intervention in both groups. There was also
significant improvement in each group in their supportive attitude toward RH education. The result shows that
respondents? knowledge after the research is good junior high group, (80%) and high school group (100%).
Respondents support RH education both from junior high group (93.3%) and high school group (100%). There was a
significant knowledge increase (p = 0.001), and significant attitude change (p = 0.003) after RH education for junior
high counselor. In senior high group, there was a significant knowledge increase (p = 0.0095) and significant attitude
change (p= 0, 0095) after RH education for high school counselors. It is recommended that similar RH education is
conducted among both junior and high school counselor"
[Universitas Diponegoro. Fakultas Kesehatan Masyarakat;Universitas Diponegoro. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro. Fakultas Kesehatan Masyarakat], 2008
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anisah
"Mioma uteri merupakan masalah kesehatan reproduksi wanita yang menyebabkan morbiditas cukup serius pada penderitanya. Cara yang dianggap efektif untuk mengatasi mioma uteri adalah miomektomi atau histerektomi. Histerektomi dapat memengaruhi kenyamanan pasien dan dikaitkan dengan resiko masalah kesehatan mental jangka panjang, terutama depresi dan kecemasan, serta masalah sosial dan seksual pasangan. Dibutuhkan proses penerimaan diri yang baik agar dapat menghadapi tindakan histerektomi dengan kesiapan dan penuh dukungan. Metode yang digunakan adalah laporan kasus dengan fokus penerapan teori penerimaan diri Kubler Ross dan teori kenyaman Kolcaba pada pengelolaan mioma uteri. Aplikasi teori penerimaan diri Kubler Ross dan Kenyamanan Kolcaba cocok diterapkan pada kelima kasus yang berfokus pada kemampuan klien untuk bisa menerima dan menyiapkan diri dengan berbagai perubahan fisik, psikoseksual dan meningkatkan kenyamanan sebagai dampak dari tindakan histerektomi, dengan menggunakan intervensi keperawatan yang sesuai.

Uterine myoma is a female reproductive problem that can cause serious morbidity for women of childbearing age and can significantly affect the quality of life of sufferers. The effective way to treat uterine fibroids is myomectomy or hysterectomy. Hysterectomy can affect patient comfort and is associated with a risk of long-term mental health problems, particularly depression and anxiety, as well as social and sexual problems in partners. A good self-acceptance process is needed in order to be able to face a hysterectomy with readiness and full support. The method used is a case study with a focus on applying Kubler Ross' self-acceptance theory and Kolcaba's comfort theory. The application of Kubler Ross's self-acceptance theory and Kolcaba's comfort theory was effectively applied to the five cases which focused on the client's ability to be able to accept and prepare for various physical, psychosexual changes and increase comfort as a result of a hysterectomy, using appropriate nursing interventions."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fifi Julfiati
"Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia, karena pelayanan kesehatan berhubungan langsung dengan kebutuhan dan kualitas hidup seseorang juga masyarakat secara luas. Dengan terpenuhinya kebutuhan pelayanan kesehatan maka akan terpenuhi pula kesejahteraannya.
Namun pelayanan kesehatan yang dilakukan pemerintah dan pihak swasta masih belum melibatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannya. Akibatnya masyarakat merasakan pelayanan yang diberikan belum memenuhi kebutuhan yang mereka rasakan ditambah belum tumbuhnya kesadaran birokrasi pemerintah untuk memberikan cara pelayanan yang benar-benar memihak golongan masyarakat miskin. Kondisi itulah yang menggugah masyarakat di Kelurahan Kemanggisan dan Kelurahan Pasar Minggu untuk mencoba merencanakan suatu kegiatan pelayanan kesehatan primer secara partisipatif dengan menghimpun aspirasi masyarakat kelas menengah kebawah khususnya masyarakat yang tergabung dalam keanggotaan Forum Lingkar Inti Koperasi Warga (Kopaga) dengan dampingan dari YPM Kesuma Multiguna.
Tesis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai proses perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan kesehatan Klinik Mitra Lintas di Kelurahan Kemanggisan dan Klinik Mitra Warga di Kelurahan Pasar Minggu melalui Forum Lingkar Inti Kopaga di kelurahan tersebut , dan faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penghambat dari proses perencanaan dan pelaksanaan partisipatif tersebut.
Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pemilihan informan adalah purposive sesuai dengan tujuan penelitian dengan penyelidikan suatu kasus. Informan-informan puling yang menjadi sampel penelitian ini adalah mereka yang terlibat dalam perencanaan Forum Lingkar Inti yaitu pengurus kopaga, pengurus klinik, anggota kopaga, dan community organizer. Informasi-informasi diperoleh melalui wawancara yang didukung oleh observasi dan dokumentasi.
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam tesis ini adalah proses perencanaan yang mengacu pada teori pelayanan kesehatan primer (PHC) yang dikembangkan WHO yang dikutip oleh Mann. Proses perencanaan dan pelaksanaan mengacu pada gabungan konsep Blum, Mahon dan Robert Chambers yang dikutip oleh Djohani dalam kaitannya dengan perencanaan partisipatif. Dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan tidak terlepas dan faktor pendorong dan penghambat yang mengacu pada teori Ife, Oakley, yang didukung oleh Sjaifudin dan Abe.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses/tahapan yang dilalui dalam Forum Lingkar Inti yaitu assessment/pengenalan kebutuhan yang dilakukan kepada masyarakat dan anggota Forum Lingkar Inti, penyepakatan kegiatan, perencanaan lanjutan, pengorganisasian kegiatan, implementasi yang terdiri dari tahapan persiapan dan pelaksanaan kegiatan, dan monitoring evaluasi.
Analisa hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan Klinik Mitra Lintas dan Klinik Mitra Warga telah sesuai dengan standar pelayanan kesehatan primer. Sedangkan perencanaan dan pelaksanaan partisipatif dalam Forum Lingkar Inti belum berjalan secara maksimal karena tidak semua tahapan dalam perencanaan dan pelaksanaan tersebut dilakukan bersama-sama oleh semua anggota Forum Lingkar Inti sehingga perencanaan partisipatif tersebut masih bersifat pasif yaitu hanya menyetujui apa yang ditawarkan oleh pengurus kopaga yang disebabkan oleh faktor penghambat, yaitu anggota yang tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal yang memadai, kurang adanya kesadaran dari anggota yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada pengembangkan organisasinya sehingga terjadi hambatan social (social obstacle) yang mengakibatkan ketergantungan anggota kepada pengurus. Sementara kegiatan ini dapat berjalan karena dirasa sebagai suatu kebutuhan dan adanya dukungan dana dari luar dan dari anggota Forum Lingkar Inti.
Untuk itu disarankan dalam perencanaan menggunakan metode partisipatori secara lebih nyata, melibatkan semua stakeholder yang ada di masyarakat adanya kegiatan studi banding dan penempatan lokasi praktek yang mudah dijangkau. Disamping itu kepada anggota disarankan aktif mengikuti kegiatan organisasi kemasyarakatan lainnya dan lebih memprioritaskan kepentingan organisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Banjar municipality's in given public health service still depend on to the balance financial policy, this is because of the limitation of the resource belong to to the city regency it can be seen through the implementation of the balance financial policy hasn't been optimally with the indication of the limitation of the human resources capability,according to the policy. The limitation of the ability in organizing of the natural resources and also human resources depend on the capability of financial statement of the regency it self in carrying out of the local autonomy. The methods of the research used the eksplanation method with the sample selection use the cluster sampling, the sample taken step by step lies on the administration district we can find the public health centre with the simple random sampling. The data is tasted by the Structure Equation Model (SEM) based on the procedure in the methods of successive interval. The proceeds of the research shows that the implementation of the balance financial policy in execution of the dimension local autonomy depend on communication, resource, attitude of the executor and the bureaucracy structure hand by hand or individually can be influence toward the development of public health service followed by the structure of bureaucracy, resource and communication."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rani Miftah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan perbedaan tingkat kepuasan pasien di Puskesmas terakreditasi dan belum terakreditasi, mengetahui perbedaan kualitas pelayanan kesehatan berdasarkan lima dimensi mutu wujud, kehandalan, keresponsifan, jaminan dan empati, mengetahui hubungan kualitas pelayanan kesehatan dengan kepuasan pasien, mengetahui hubungan karakteristik pasien dengan kepuasan, mengetahui faktor yang paling berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Responden berjumlah 212 orang yaitu pasien yang berobatke Puskesmas. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan selama bulan April 2017 di Puskesmas terakreditasi dan belum terakreditasi Kota Tangerang. Data terkumpul dianalisis dengan metode analisis univariat, bivariatuji Chi Square dan analisis multivariat uji regresi logistik.
Terdapat perbedaan tingkat kepuasan pasien di Puskesmas terakreditasi 51,9 dan belum terakreditasi 17. Terdapat perbedaan persepsi kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas terakreditasi dan belum terakreditasi, pada Puskesmas terakreditasi sebagian besar responden memiliki persepsi baik sedangkan pada Puskesmas belum akreditasi sebagian besar responden memiliki persepsi yang tidak baik terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna pada semua variabel kualitas pelayanan kesehatan dengan kepuasan pasien, dan hanya variabel pendidikan pada karakteristik responden yang mempunyai hubungan bermakna dengan kepuasan. Hasil analisis multivariat tidak didapatkan variabel yang paling berhubungandengan kepuasan pasien.

The purpose of this research is to know the description and the difference ofpatient 39 s satisfaction level in accredited and unaccredited community healthcenter, to know the difference of health service quality based on the fivedimensions of quality tangible, reliability, responsiveness, assurance andempathy, to know the relation of health service quality with patient satisfaction, characteristics of patients with satisfaction, knowing the factors most related tothe level of patient satisfaction.
This research is a quantitative research with crosssectional study design. Respondents amounted to 212 people ie patients who wentto the community health center. Data collection using questionnaires conducted during April 2017 at accredited community health center and unaccredited community health center in Tangerang City. Data collected were analyzed by univariate analysis method, bivariate of Chi Square test and multivariate analysis of logistic regression test.
There is a difference of patient 39 s satisfaction level inaccredited community health center 51.9 and unaccredited 17. There is a difference of perception of health service quality in accredited and unaccredited community health center, at accredited community health center most of respondent have good perception whereas at unaccredited community health center most of respondent have bad perception toward health service quality.
Based on the results of bivariate analysis found that there is a significant relationship on all variables of health service quality with patient satisfaction, and only variable education on the characteristics of respondents who have a significant relationship with satisfaction. The result of multivariate analysis was not found the most correlated variable with patient satisfaction.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma S.
"Remaja merupakan generasi penerus bangsa sejak dini harus disiapkan secara utuh baik( fisik maupun psikologisnya. Kesehatan reproduksi remaja merupakan salah satu program yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan dibidang usaha kesehatan sekolah dan remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dwiprahasto (1993) diketahui 3,6% kelompok umur 13-15 tahun dan (5,4%) kelompok umur 16-20 tahun telah melakukan hubungan seksual, begitu juga beberapa peneliti lain, yang melakukan penelitian tentang remaja diberbagai kota di Indonesia menemukan tingginya angka perilaku berisiko bagi remaja. Sedangkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam khususnya kota Banda Aceh belum ada dilakukan penelitian tentang perilaku remaja.
Penelitian ini dilaksanakan di kota Banda Aceh, bertujuan untuk mendapatkan informasi faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan reproduksi remaja diantara siswa SMUN di kota Banda Aceh, dengan menggunakan desain cross sectional, populasi terdiri dari siswa SMUN dengan status marital belum menikah, serta jumlah sampel 180 responden. Analisis yang digunakan adalah univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan uji regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 180 responden ditemukan 12,8% responden termasuk kategori perilaku berisiko ringan seperti berciuman pipi 1,1% dan berpelukan, 0,5% dengan lawan jenisnya, meskipun tahapan ini bila ditinjau dari teori (Kinsey) belum tergolong perilaku berisiko. Namun karena kondisi dan budaya daerah/lokasi penelitian yang berpenduduk mayoritas beragama Islam, dan juga mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan kehidupan adat, sehingga segala aktifitas sehari hari juga dijiwai dan sesuai dengan syariat Islam. Maka dengan alasan tersebut, perilaku demikian tergolong pada kategori berisiko ringan, dan perlu diwaspadai agar tidak berlanjut ketahap perilaku berisiko berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengetahuan, pendidikan tambahan, dan pendidikan ayah, berhubungan dan bermakna secara statistik. Adapun faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku siswa SMUN tentang kesehatan reproduksi adalah pendidikan ayah, dimana ayah dengan pendidikan tinggi (minimal SMU) cenderung anak berperilaku 9,4 kali lebih baik, jika dibanding ayah berpendidikan rendah.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku siswa SMUN di kota Banda Aceh tentang kesehatan reproduksi termasuk kategori perilaku berisiko ringan. Untuk mencegah perilaku ini meningkat menjadi perilaku berisiko berat disarankan, penambahan materi kesehatan reproduksi disekolah, agar meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi khususnya. Pada orang tua juga diharapkan dapat memberikan bimbingan kesehatan reproduksi sedini mungkin. Bagi remaja sendiri agar selalu berperilaku positif sesuai ajaran agama, menjaga budaya dan adat serta mencari informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi.

Teenagers are the future generation of the Nations since they have to be prepared early physically and psychologically. Teenage health reproduction is one of The Health Department Program that held for teenagers and school health. Based on pwiprahasto (1993), research known that 3,6% of 13 -15 age group and 5,4% of 16-20 age group have done sexual relationship so did by other researchers who studied about teenagers on every kind of city in Indonesia which found risk value of teenage behavior. While in Province of Nanggroe Aceh Darussalam especially on Banda Aceh City there haven't been studied about Health Reproduction behavior teenagers.
This study was conducted in Banda Aceh City, aims to get the information about some factors which related with teenager health reproduction among High School students which used cross sectional design, population consist of High School students whom unmarried status, and take 180 respondent, The analysis use univarite, bivariate with chi-square, and multivariate analysis with logistic regression test.
The result of this study shows that of 180 respondent, there are 12,8% of them found low risk of behavior category i.e. kissing 1,1% and holding each other 0,5%, although this stage has not been the criteria of risk behavior based on Kinsey theory. Because of the whole activities of Nanggroe Aceh Darussalam people was based on Islamic rules. Ttherefore teenagers behavior was classified as low risk category and it should be awared to anticipate them becoming the severe risker. Because of the whole activities of Nanggroe Aceh Darussalam people was based on Islamic rules. Therefore teenagers behavior was classifified as low risk catergory and it should be awared to anticipate them becoming the severe risker.
This study shows that statistically, knowledge, additional education, and father's education variables were related significantly. The most dominant factor was High School student behavior about health reproduction which were father's education, father with high education prefer to have good behavior children 9,4 times than father with low education.
It is concluded that High School students behavior about health reproduction on Banda Aceh City was low risk behavior category. To prevent this behavior increase to high risk it is recommended to add health reproduction mater at school especially to increase the student's knowledge. To the parents it is hoped that they could teach health reproduction as early as possible. To the teenagers itself, it is hoped to keep culture and religion based on religion line.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T1860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Tri Kurniawati
"Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok, dalam hal ini adalah keluarga miskin yang memiliki kartu JPK Gakin. Pemanfaatan Kartu JPK Gakin oleh keluarga miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kelurahan Srengseng Sawah relatif masih rendah. Hal ini terlihat dari jumlah kunjungan pemegang kartu JPK Gakin di Puskesmas pada tahun 2007 rata-rata pemanfaatan sebesar 6,99% per bulannya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pemegang kartu JPK Gakin di wilayah Puskesmas Kelurahan Srengseng Sawah. Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari karakteristik keluarga miskin (pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan), Faktor Predisposing (pengetahuan tentang manfaat kartu JPK Gakin, pengetahuan tentang cara mengakses pelayanan, persepsi terhadap pelayanan), Faktor Enabling (keterjangkauan jarak dan biaya), dan Faktor Reinforcing (pengambilan keputusan).
Penelitian dilakukan terhadap keluarga miskin di RW 06 Kelurahan Srengseng Sawah, karena merupakan RW dengan jumlah pemegang kartu JPK Gakin terbanyak. Pengumpulan data primer melalui FGD (Focus Group Discussion) terhadap kelurga miskin pemegang kartu JPK Gakin yang pernah memanfaatkan kartu dan yang belum pernah memanfaatkan kartu, dan wawancara mendalam (Indepth Interview) kepada Kepala Puskesmas, Petugas Gakin Puskesmas dan Ketua RW.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak dimanfaatkannya kartu JPK Gakin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas disebabkan karena kurang lengkapnya informasi yang diperoleh mengenai manfaat dan cara mengakses pelayanan dengan menggunakan kartu JPK Gakin sehingga berpengaruh terhadap kurangnya pengetahuan mengenai manfaat dan cara mengakses pelayanan tersebut. Selain itu faktor pengalaman yang buruk ketika berobat menggunakan Kartu Sehat menimbulkan persepsi yang kurang baik terhadap pelayanan puskesmas menyebabkan tidak dimanfaatkannya kartu JPK Gakin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Faktor jarak dan biaya yang tidak menjadi masalah dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sedangkan pada kelompok yang pernah memanfaatkan kartu JPK Gakin memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding informan yang belum pernah memanfaatkan, dan persepsi yang baik terhadap pelayanan kesehatan (puskesmas), sehingga cenderung mendorong mereka untuk terus memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan menggunakan kartu JPK Gakin. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan secara berkesinambungan kepada puskesmas dalam meningkatkan pelayanan. Memberdayakan gakin untuk dapat menyampaikan pendapatnya mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan, serta peningkatan pengetahuan gakin melalui sosialisasi dengan memberdayakan pihakpihak yang terkait termasuk kader dan aparat desa (Lurah, RW, RT), yang kemudian mensosialisasikan kepada Gakin dengan tepat dan benar."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>