Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133281 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Penny, D.H.
Jakarta: UI-Press , 1990
339.46 PEN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Malina Vrahma
"Rendahnya pemberdayaan perempuan di negara-negara muslim sering dikaitkan dengan faktor agama yang membatasi hak dan ruang partisipasi perempuan. Data dari World Economic Forum menjelaskan bahwa negara-negara muslim memiliki indeks pemberdayaan perempuan yang rendah, bahkan mendominasi 10 negara dengan nilai indeks terendah di Women’s Empowerment Index. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberdayaan perempuan terhadap kemiskinan multidimensi di negara muslim serta perbandingannya dengan negara non-muslim tahun 2016 – 2021. Penelitian ini menggunakan regresi balanced panel data dengan Fixed Effect Model terhadap 37 negara yang terdiri dari 6 negara muslim dan 31 negara non-muslim. Variabel pemberdayaan perempuan diukur dengan empat indikator Global Gender Gap Index (GGGI), yaitu partisipasi tenaga kerja perempuan, rata-rata perempuan bersekolah, tingkat fertilitas, dan partisipasi perempuan di parlemen. Hasil regresi menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan melalui partisipasi tenaga kerja dan pendidikan perempuan berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan multidimensi, di mana pengaruhnya lebih besar ditemui pada sub-sample negara muslim menurut koefisien hasil regresi. Maka dari itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur mengenai pentingnya pengoptimalan pemberdayaan perempuan untuk mengentaskan kemiskinan multidimensi tanpa memandang latar belakang agama.

The low level of women's empowerment in Muslim countries is often associated with religious factors that limit women's rights and spatial participation. Data from the World Economic Forum explains that Muslim countries have the lowest women's empowerment index, even dominating the 10 countries with the lowest index scores on the Women's Empowerment Index. Therefore, this research aimed to analyze the effect of women's empowerment on multidimensional poverty in Muslim countries and its comparison with non-Muslim countries in 2016 - 2021. This research used balanced panel data regression with a Fixed Effect Model for 37 countries consisting of 6 Muslim countries and 31 non-Muslim countries. The variable of women's empowerment is measured by four indicators of the Global Gender Gap Index (GGGI), namely women's labor force participation, average women's education, fertility rate, and women's participation in parliament. The regression results showed that women's empowerment through labor force participation and women's education have a significant negative effect on multidimensional poverty, where the effect is greater in the sub-sample of Muslim countries according to the coefficient of the regression results. Therefore, it is hoped that this research can add to the literature regarding the importance of empowering women to reveal multidimensional poverty regardless of religious background.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan regional di Kota Bengkulu.Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat kemiskinan berdasarkan Headcount Index (HI) tahun 2004 pada 57 kelurahan dalam Kota Bengkulu yang diperoleh dari Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Keluarga Bengkulu,data profil kelurahan dan data data lain yang berkaitan...."
JUILABI
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Henrek Lokra
"Studi-studi tentang kemiskinan sudah banyak dilakukan di Indonesia. Berbagai model dan pendekatan untuk merumuskan dan mencari solusi untuk mengatasi persoalan ini tidak terhitung lagi. Namun satu hal yang patut dipertanyakan dan merupakan bagian inti pertanyaan penelitian dalam studi ini adalah: apa yang dipahami oleh masyarakat miskin sendiri tentang dirinya? Jika mereka diberi ruang untuk berbicara, apa yang akan mereka katakan tentang diri dan eksistensinya? Secara sadar maupun tidak, sebetulnya melalui studi-studi tersebut, kita telah banyak terlibat dalam mendefinisikan dan mengkonstruksikan realitas sebuah masyarakat yang kita sebut masyarakat miskin. Berbagai indikator di pakai untuk mengkategorikan masyarakat berdasarkan kepentingan sang peneliti. Di sini terjadi distorsi terhadap eksistensi masyarakat secara substansial. Pada sisi ini, dengan menggunakan logika Spivak 'can the subaltern speak',' maka jelas sekali terlihat kesenjangan dalam konstruksi berpikir kalangan peneliti dan objek yang ditelitinya yakni masyarakat miskin itu sendiri. Dengan memasukan variabel agama dalam memotret realitas kebudayaan kemiskinan pada suatu komunitas masyarkat, studi ini sebetulnya mencoba menjawab pertanyaan, pengaruh ide protestantisme Weber dalam konteks Maluku yang notabene menganut paham Calvinisme dalam ajaran kegerejaannya. Kebudayaan kemiskinan sebagai pendekatan teori akan juga dikaji dengan menperhatikan secara khusus konteks geografis masyarkat kepulauan di Tanimbar Utara yang menjadi fokus atau lokasi penelitian ini. Pendekatan teori kebudayaan kemiskinan tidak dimaksudkan untuk memperdebatkan secara sejajar teori atau pendekatan lainnya terhadap kemikinan (strukturl). Kebudayaan kemiskinan sebagaimana yang dimaksudkan Lewis adalah sebuah upaya yang lebih dari pada sekedar memperbaiki status sosial kalangan miskin. Menurut Lewis, dalam kebudayaan kemikinan justru lebih mudah membuat orang miskin menjadi tidak miskin, daripada menghapuskan kebudayaan kemiskinan dari realitas orang kaya sekalipun. Kebudayaan kemiskinan merupakan penerusan nilai yang diturunkan dari generasi ke generasi di kalangan masyarkat miskin tersebut. Jika kebudayaan kemiskinan sebagai sebuah problematika sosial mesti mendapat penanganan secara serius dan sistematis, maka studi ini menganggap pentingnya posisi dan peran agama dalam mentrasformasikan sistem nilai tersebut dalam masyarakat berkebudayaan kemiskinan. Agama memiliki peran yang strategis dan fundamental dalam sebuah sistem masyarakat. Di kepulauan Tanimbar Utara, peran agama sangat menentukan berbagai hal dalam peradaban masyarakat setempat. Agama yang dimaksudkan dalam studi ini adalah Protestantisme di Maluku, yang dalam catatan sejarah masuknya bersamaan dengan misi dagang Belanda (VOC). Masuknya protestantisme di Maluku, telah merubah secara signifikan kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat. Sumbangan yang paling nyata dari protestantisme di Maluku adalah ekspansi keagamaan yang menyebar secara merata di seluruh negeri di Maluku tanpa terkecuali. Selain itu di bidang pendidikan, sumbangan paling besar juga diberikan oleh Belanda selama masa pendudukannya di bumi Cengkih dan Pala ini. Namun tidak dapat disangkal bahwa, dengan terbukannya fasilitas yang disediakan oleh kolonialisme Belanda, juga terjadi pergeseran yang substansial dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Maluku. Di Ambon-Lease misalnya, rasionalisme dan filsafat Barat telah mereduksi hakekat kebudayaan masyarakat setempat dengan struktur institusi 'tiga batu tungkunya' (selanjutnya disingkat TBT). Artevak-artevak kebudayaan asli masyarakat Ambon-Lease (seperti bahasa daerahnya) telah hilang tanpa bekas. Segala sesuatu yang berkaitan dengan adat kepercayaan masyarkat setempat (termasuk cara penyembahannya kepada Tuhan/Upu) yang diyakini sebagai Penguasa Langit dan Bumi, diganti dan dianggap sebagai penyembahan berhala oleh logika dan rasionalitas Barat tersebut. Di Tanimbar Utara, meskipun tidak terjadi pereduksian terhadap artevak kebudayaan masyarakat setempat, namun pemaknaan struktur TBT yang diganti dengan peran strategis dari gereja untuk kepentingan misi dagang Belanda telah mendominasi konstruk masyarakat. Kondisi ini semakin diperparah lagi jika dilihat dari fakta keterisolasian dan marginalisasi yang sudah lama menjadi realitas sosial masyarakat di kepulauan Tanimbar Utara tersebut. Konteks geografis yang lebih luas wilayah laut daripada wilayah daratnya ini, telah menjadi kondisi di mana stigma masyarakat tertinggal, menjadi fakta kehidupan mereka. Pada level kebijakan pembangunan oleh pemerintah pusat sampai pemerintah daerah, sangat terasa dampak diskriminasi yang sangat kuat. Namun masyarakat itu hidup terus dan mengalami kondisi keterpurukan ini sebagai bagian dari sejarah panjang mereka. Muncul sikap apatis dan pasrah terhadap nasib, dengan sendirinya melegitimasi fakta bahwa masyarakat ini 'mapan dalam keterpurukan'. Pemaknaan kontekstual terhadap pendekatan teori kebudayaan kemiskinan (Lewis) dan The Protestant Ethic (Weber) dalam konteks dan sejarah perkembangannya tentu akan berbeda dengan konteks di mana studi ini dilakukan. Namun fakta di lapangan menunjukan bahwa kebudayaan kemiskinan justru menjadi persoalan yang serius di masyarakat. Persoalan kontekstual adalah gereja dan stakeholders lainnya dalam masyarakat tidak memiliki pengetahuan cukup tentang fenomena kebudayaan kemiskinan. Ini berakibat pada model intervensi yang sering keliru dan salah sasaran. Etika protestan sebagai 'baju hangat' dalam konteks masyarakat materialisme ini cenderung dilepaskan, dan karena itu etika protestantisme kemudian menjadi apa yang disebut Weber sebagai 'sangkar besi' peradaban masyarakat agama-agama dewasa ini.

The studies of poverty have been done by many scholars in Indonesia. Diverse theoretical perspectives and schemes to formulate and to find solutions to overcome this problem are unaccountable. Be that as it may, the intriguing questions remains: what are the perceptions of poor people about themselves? If they have been given space to speak, what are they going to say about themselves and their existence? Consciously or unconsciously, actually through these studies, we have been involved in defining and constructing realities about society of the poor. Various indicators have been used to categorize society according to the interests of researchers. On one hand, distortions of the existence of society has taken place substantially. On the other hand, by using Spivak's terms, 'can the subaltern speak', it is obvious that there are gaps in the structure of mind between researchers and the object of their study which is society of the poor themselves. By inserting religion as variable in potraying the reality of the culture of poverty in one society, this study actually addresses a specific research problem as to how Weber's Protestant Ethic's influence in the context of Moluccans who are the follower of Calvinism. The culture of poverty as a theoretical perspective will be examined by focusing specifically the context of insular society in North Tanimbar which is the focus of this study.The theoretical model of the culture of poverty in this study is not meant to discuss equally another theoretical perspectives to poverty (structural). The culture of poverty as proposed by Lewis is more than an attempt improve the social status of the poor. According to Lewis, it is easier for one to use the culture of poverty to make the poor less poor, than to eliminate the culture of poverty from the rich. The culture of poverty is the reproduction of values from one generation to another among the poor. If the culture of poverty as a social problem has to be considered seriously and sistematically, this study emphasizes the importance of the position and the role of religion in transforming these values among the poor. Religion has strategic and fundamental role in society. In North Tanimbar, the role of religion is very decisive. The religion discussed in this study is Protestantism, which came to Maluku along with the Dutch colonialism. The arrival of Protestantism in Maluku has changed significantly the social and cultural life of its people. The most important contribution of Protestantism in Maluku is the religious propagation across the region. However, it can not be denied that with the various facilities provided by the Dutch colonialism, substantial changes in the social and cultural life of Moluccans has taken place. In Ambon-Lease for example, rationalism and western philosophy have been reducing the essence of culture in local society with its 'tiga batu tungku' sructural institutions. The artefacts of the original culture of Ambon-Lease (local language, for instance) has dissapeared. All the things related to local beliefs (including the God worship/Upu) has been replaced because it is considered as idoltry by the logic and western rationality. In North tanimbar, although the reduction to the local cultural artefacts has not been occurred, the structure of 'tiga batu tungku' has been replaced by the strategic role played by the church, and it has come to dominate the structure of the people's mind. This condition actually has been worsened by the geographical situation of North Tanimbar which is structurally marginalized by the central government. The geographical context of this area has becoming their stigma as underdeveloped society. Above all, North Tanimbar has been discriminated for years in trems of central government's policy. Be that as it may, the people has been living in this situation and consider it as a part of their long history as the poor.Contextual meaning of the theoretical perspective of the culture of poverty by Lewis and the Protestant Ethic by Weber in their context and developmental history will be different with the context discussed in this study. Be that as it may, the empirical data show that the culture of poverty has become the major social problem in society. Above all, the church and the other stakeholders do not have adequate knowledge about this phenomenon. As a consequences, the mode of interventions made by government or non government organizations have often been wrong. The Protestant Ethic as 'warm cloth' in the context of materialism society tends to ignore, and because of that, the Protestant Ethic has become what Weber called 'iron cage' to the civilization of the society of religion in contemporary era."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 22750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miyan Andi Irawan
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh realisasi laju penurunan kemiskinan di Indonesia yang berjalan lambat. Konsentrasi analisis dalam penelitian ini, membahas komposisi pertumbuhan ekonomi sektoral dan migrasi terhadap pengurangan kemiskinan di Indonesia, mengingat kedua hal tersebut merupakan determinan dalam pengurangan kemiskinan. Ruang lingkup sektoral yang dicakup di sini, meliputi wilayah pedesaan dan perkotaan serta lapangan usaha. Tujuan penelitian ini, untuk menganalisis dampak pertumbuhan ekonomi sektoral dan migrasi terhadap laju pengurangan tingkat kemiskinan, baik untuk wilayah pedesaan, perkotaan dan nasional.
Model penelitian ini ada dua. Model I (konsumsi perkapita riil masyarakat pedesaan dan perkotaan). Model II (PDB riil perkapita sektoral). Pada model II, sektor ekonomi dibagi menjadi 4 sektor berdasarkan keterkaitan sektor (berdasarkan Tabel Input Output Indonesia 2008). Hasilnya menunjukkan bahwa, (1) Sektor kunci mencakup sektor manufaktur. (2) Sektor forward oriented mencakup sektor pertanian. (3) Sektor backward oriented mencakup sektor listrik, gas, air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel, restoran; sektor transportasi, komunikasi; sektor jasa. (4) Sektor independent mencakup sektor keuangan, bank; sektor pertambangan, penggalian. Model I diestimasi dengan pooled regression residual. Model II diestimasi dengan bootstrap regression residual.
Hasil pembentukan model I menunjukkan bahwa laju pertumbuhan perkotaan hanya mampu mempercepat laju pengurangan kemiskinan di perkotaan dan nasional, namun menyebabkan tingkat kemiskinan di pedesaan bertambah. Laju pertumbuhan pedesaan, mempercepat laju penurunan kemiskinan di pedesaan dan nasional, namun menyebabkan tingkat kemiskinan di perkotaan bertambah. Laju migrasi mempercepat laju pengurangan kemiskinan nasional dan menyebabkan tingkat kemiskinan di perkotaan bertambah. Hasil model II menunjukkan bahwa laju pertumbuhan sektor kunci tidak bersifat inklusif. Laju pertumbuhan sektor forward oriented bersifat inklusif di semua wilayah. Laju pertumbuhan sektor backward oriented bersifat inklusif di perkotaan dan nasional. Laju pertumbuhan sektor independent bersifat inklusif di pedesaan.

This thesis is motivated by the realization rate of poverty reduction in Indonesia that is still running slow. Concentration analysis in this study, discusses the sectoral composition of economic growth and migration on poverty reduction in Indonesia, since both of these are determinant of poverty reduction. Sectoral scope in this thesis, covering urban and rural areas as well as the field of business. The purpose of this study, to analyze the impact of sectoral growth and the rate of migration on poverty reduction, both for rural, urban and national.
Two model used here. Model I (real per capita consumption of rural and urban). Model II (real GDP per capita sectoral). In model II, the economy is divided into four sectors based on it?s linkage (based on Table Input Output Indonesia 2008). The results are, (1) Key sector covering the manufacture. (2) Forward-oriented sector covering the agriculture. (3) Backward oriented sectors include electricity, gas, water; construction; trade, hotels, restaurants; transportation, communication, and the service. (4) Independent sector includes the financial sector, banks; mining, quarrying. First Model, estimated by pooled regression. Model II was estimated by bootstrap regression residual.
First modeling shows that rate of urban growth accelerate of poverty reduction in urban and national, but it causes rural poverty increased. Rural growth, accelerate of poverty reduction in rural and nationwide, but it causes urban poverty increased. Migration, accelerate of poverty reduction nationally and led to increased levels of poverty in urban areas. Second model, indicate that growth rate of key sector is not inclusive. Growth rate of forward oriented sectors is inclusive in all areas. The growth rate of the backward oriented sectors, inclusive in urban and national. The growth rate of independent sector, was inclusif in rural.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miky O. S. Natun
"Semakin banyaknya arus manusia yang mengalir ke kota-kota, di negara sedang berkembang, tidak diimbangi dengan penyediaan tanah dan rumah yang diperlukan guna menampung kaum pendatang bare di perkotaan. Hal ini telah menimbulkan berbagai masalah, salah satu yang paling memusingkan yaitu semakin merajelalanya kampung-kampung miskin dan kawasan kumuh kota.
Salah satu ciri dari kehidupan perkotaan yaitu ditemuinya komuniti nelayan perkotaan, yang pola pekerjaan dan hunian dengan memanfaatkan pantaillaut sebagai bagian dan kehidupannya. Salah satu yakni di Oesapa Kota Kupang. Dalam kehidupan nelayan diperlukan kegiatan produksi, distribusi, dan pola konsumsi guna memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya.
Faktor-faktor pemenuhan kebutuhan hidup nelayan sebagai jawaban dalam kehidupan rumah tangga, berupa; kebutuhan dasar (makan/minum dan pakaian), hiburan dan rekreasi, pekerjaan, kesehatan, pendidikan, pengorganisasian, pendominasian, hubungan antar sukubangsa, perumahan dan lingkungan sekitar.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa segala kemiskinan, keterbelakangan dan kekumuhan yang terjadi di masyarakat nelayan, karena ketidakmampuan sumber daya yang dimiliki, dan manajemen keluarga nelayan dalam pengelolaan uang dari hasil penangkapan ikan. Dampak yang timbul dalam pemenuhan kebutuhan hidup yaitu mereka masih mengalami kehidupan yang serba kekurangan. Dalam menyikapi akan hal tersebut dipakai pola menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi. Dan untuk mempertahankan hidup maka langkah yang ditempuh yaitu dengan mengandalkan utang pada tetangga, juragan, palele, sesama nelayan, dan lainnya. Hal ini yang secara umum dipakai dalam kehidupan nelayan. Pengatasan kemiskinan bagi nelayan bukan hanya pada diri nelayan sendiri tetapi bagaimana peran pemerintah dan lembaga-lembaga swadaya lainnya dalam melihat hal tersebut.
Bagian dari penjelasan diatas menjadi bukti-bukti yang kuat dalam penelitian masalah kehidupan rumah tangga nelayan. Sehingga dalam menyikapi masalah kemiskinan, keterbelakangan dan kekumuhan, dalam suatu komuniti nelayan perkotaan, perlu melihat dari kondisi sosial ekonomi. Langkah tersebut menjadi jelas terintegrasi dalam pranata-pranata sosial, dan yang ada dalam kehidupan mereka.

The more increasing flow of people moving to some cities in the developing country is not counterbalanced by the provision of lands and houses required for accommodating the new immigrants moving to the cities. This condition has raised various problems, one of the most complicating is the increasing number of poor villages and illegal and slum cottages in the urban area.
One of living characteristics is the existence of urban fishermen whose working and inhabiting modes use either beach or sea as a part of their living. Taken for example is the urban fishermen community at Oesapa in the City of Kupang. Fishermen's economic activities include production, distribution and consumption systems to meet their basic requirements.
Some factors relating to the fulfillment of Iife necessities are the fulfillment of basic necessities (food/beverage and clothes), entertainment and recreation, employment, health, education, organization, domination, relationship among ethnic groups, housing and environment.
Result of research reveal that poverty, tardiness and dirtiness facing the community fishermen result from their poor human resources, and finance management. A dominant impact in view of fulfilling their basic requirements is that they still lead a poor life. Some impacts faced in the fulfillment of the life necessities is inadequacy, leading the life by obtaining the loan from middleman, palele, among fishermen, and the other associations. It is this that commonly goes on the fishermen's living. Poverty eradication server not only a concern within the fishermen but also an importan role which government and non-government organization should play.
Items of the description above serve powerful evidence in a researh into the fishermen household living. That responding poverty, tardiness and dirtinees within an urban fishermen community, one should consider their social and economic conditions. This measure is clearly incorparated in their social structure and lives.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abidah Rahmah
"Studi mandiri ini membahas pengaruh kebijakan Kredit Usaha Rakyat KUR dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Untuk membuktikannya, studi mandiri ini menganalisa data 33 provinsi ditambah data nasional pada periode 2013 ndash; 2014 menggunakan model analisa regresi panel Fixed Effect. Studi mandiri ini menemukan bahwa penyaluran 1 milyar rupiah KUR mampu mengurangi hingga 174 orang miskin dan penyaluran KUR kepada 1 orang mampu mengurangi hingga 10 orang miskin. Selain itu, studi mandiri ini menemukan bahwa adanya peran jangka panjang, efek pengendapan lag , dan efek debitur dalam penyaluran KUR mampu meningkatkan efektivitas KUR dalam menanggulangi kemiskinan.

The focus of this study is to discuss the effect of Kredit Usaha Rakyat KUR policy in tackling poverty in Indonesia. In order to prove it, this study analyzed 33 provinces plus 1 national data in the period 2013 ndash 2014 using Fixed Effect panel regression analysis model. This study found that the distribution of 1 billion rupiahs of KUR could reduce up to 174 poor people and the distribution to 1 person can reduce up to 10 poor people. Besides that, this study also found that the existence of long term effect, lag effect, and creditor effect can actually increase KUR effectiveness in tackling poverty.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Arifin Suaib
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan tingkat
kemiskinan dan ketimpangan serta mendeskripsikan kondlsi
kemiskinan di Provinsi Gorontalo pada tahun 2006, membandingkan
perubahan tingkat kesejahteraan kelompok penduduk termiskin
dengan kelompok penduduk yang memiliki tingkat kesejahteraan Iebih
tinggi, serta mengidentifikasi faktor-faktor determinan kemiskinan dan
tingkat pengaruhnya terhadap kemiskinan rumah tangga di Provinsi
Gorontalo. Identifikasi faktor determinan kemiskinan diharapkan dapat
menjadi salah satu referensi dalarn pengambilan kebijakan
pembangunan serta pengentasan kemiskinan yang leblh terarah dan
mencapal sasaran secara tepat.
Data yang digunakan dalam penelitian Inl adalah data Susenas
Kor Provinsi Gorontalo Tahun 2002, 2005, 2006, dan data Podes
SE2006 Provlnsi Gorontalo yang dikumpulkan oleh BPS. Analisis data
menggunakan Index Foster-Greer-Thorbecke (FGT), Koefisien Gini
dan Kurva Lorenz, Growth Incidence Curve, dan Metode Logit.
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Stata SE 8.2 for
Windows dan Ewews S Enterprise Edition.
Hasil pendugaan model Iogistlk kemiskinan rumah tangga di
perdesaan menunjukkan bahwa faktor determinan kemiskinan terdiri
dari jarak ke ibukota kabupaten/kota, fasiiitas jalan raYa, kerawanan
terhadap bencana alam, akses terhadap Iembaga pendidikan
keterampilan, kerawanan terhadap perkelahian massal, jumlah
anggota keluarga, rasio ketergantungan, usia kepala rumah tangga
(KRT), angka partisipasi angkatan kerja, jenis pekerjaan KRT (petani
informal, buruh tani informal, dan pembantu rumah tangga), akses
terhadap kredit usaha, karakteristik perumahan, keluhan kesehatan,
pendidikan (pendidikan KRT, rasio anggota rumah tangga (ART)
dewasa Iulusan SMP atau lebih rendah, Angka Partisipasi SD, dan
Angka Partisipasi SMP), serta fasilitas buang air besar. Sedangkan
pada pendugaan model Iogistik kemiskinan rumah tangga di perkotaan
menunjukkan faktor determinan kemiskinan yang Iebih sedikit yakni
jarak ke ibukota kabupaten/kota, akses terhadap pelayanan
kesehatan, akses terhadap lembaga pendidikan keterampilan, jumiah
anggota keluarga, rasio ketergantungan, jenis kelamin KRT, angka
partisipasi angkatan keija, jenis pekerjaan KRT (petani informal,
sektor perikanan, dan pedagang informal), karakteristik perumahan
(berdinding bambu atau luas Iantai per ART kurang dari 8 mz), dan
pendidikan KRT."
2008
T33626
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Kemiskinan merupakan persoalan multi dimensi yang cukup kompleks. Penyebab kemiskinan sangat bervariasi antar daerah. Berbagai upaya dan kebijakan yang selama ini ditempuh dinilai belum mampu menyentuh akar permasalahan penyebab muncul dan bertahannya kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik rumah tangga miskin dan pengaruhnya terhadap kondisi kemiskinan rumah tangga di Propinsi Sumatera Barat. Menggunakan data Susena tahun 2002, penelitian ini menghitung indeks Foster-GFreer-Thorbeck untuk menentukan tingkat kemiskinan, tingkat kedalaman dan tingkat keparahan kemiskinan serta karakteristik rumah tangga miskin di Sumatera Barat. Analisis regresi logistik digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik rumah terhada kondisi kemiskinan tersebut. Hasil penelitian menemukan sejumlah kelompok karakteristik yang melekat pada dan berpengaruh terhadap kondisi kemiskinan di Sumatera dan perumahan. Karakteristik adalah pendidikan. Perbaikan dalam tingkat pendidikan diperkirakan akan mengurangi resiko suatu rumah tangga jatuh ke dalam kemiskinan. Penelitian ini menyarankan agar penyusunan program pengentasan kemiskinan memberi prioritas pada perbaikan kualitas pendidikan terutama di perkotaan. Di pedesaan upaya diversifikasi lapangan usaha di luar sektor pertanian sebaiknya menjadi prioritas."
Jurnal Kebijakan Ekonomi, 2 (2) Desember 2006: 133-160, 2006
JUKE-2-2-Des2006-133
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>