Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189449 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Andrea Prisca Kurnadi
"[Tesis ini membahas kegagalan implementasi REDD+ Ulu Masen di Aceh pada periode 2007-2012. Kegagalan yang dimaksudkan adalah tidak berjalannya implementasi REDD+ serta tidak tercapainya target yang telah disusun. Implementasi REDD+ mengacu pada multi-level governance yang mengharuskan terjalinnya multiple linkages dari level internasional ke nasional, internasional ke sub-nasional, nasional ke sub-nasional dan vice versa. Selain itu, harus terdapat sinergitas serta koordinasi antar aktor pada masing-masing level agar tujuan kolektif yang disusun tercapai. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
desain deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa kegagalan implementasi REDD+ disebabkan oleh tidak adanya multiple linkages dan adanya benturan kepentingan di antara aktor pada masing-masing level.;This thesis explains the failure of REDD+ implementation in Ulu Masen, Aceh from 2007-2012. The aforementioned failure has been characterized by the unsuccessful implementation of REDD+ framework and the failure to accomplish the designed targets. REDD+ implementation framework is identified with multilevel governance mechanism which requires multiple linkages from international to national level, international to sub-national level, national to sub-national level and vice versa. It is fundamental for each actors in every level to synergize and coordinate each actions in order to achieve the colletive purposes of designed targets. This research is conducted by qualitative method and uses descriptive design. The research discovers that the failure of REDD+ implementation is caused by the absence of multiple linkages and the conflict of interests between actors in every level., This thesis explains the failure of REDD+ implementation in Ulu Masen, Aceh
from 2007-2012. The aforementioned failure has been characterized by the
unsuccessful implementation of REDD+ framework and the failure to accomplish
the designed targets. REDD+ implementation framework is identified with multilevel
governance mechanism which requires multiple linkages from international
to national level, international to sub-national level, national to sub-national level
and vice versa. It is fundamental for each actors in every level to synergize and
coordinate each actions in order to achieve the colletive purposes of designed
targets. This research is conducted by qualitative method and uses descriptive
design. The research discovers that the failure of REDD+ implementation is caused
by the absence of multiple linkages and the conflict of interests between actors in
every level.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novriansyah Zulkarnaen
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh komisaris independen, kompensasi manajemen eksekutif dan investor institusional terhadap manajemen pajak. Variabel independen yang digunakan komisaris independen, kompensasi manajemen eksekutif dan investor institusional. Variabel dependen yang digunakan adalah manajemen pajak. Populasi dalam penelitian adalah perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BElj pada periode 2010-2013. Sampel yang dikumpulkan rpenggunakan metode purposive sampling. Total 86 perusahaan ditentukan sebagai sampel Metode analisis penelitian ini menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa korhisaris independen, kompensasi manajemen eksekutif dan investor institusional memiliki pengaruh secara parsial terhadap manajemen pajak dengan nilai singnifikasi masing- masing sebesar 0,004, 0,046 dan 0,000. Kemudian, komisaris independen, kompensasi manajemen eksekutif dan investor institusional memiliki pengaruh secara simultan dan signifikan terhadap manajemen pajak, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,000."
Jakarta: FEB UIN Syarif Hidayatullah, 2015
650 ESENSI 5:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Supriady Bratakusumah
"The relationship between politics and the bureaucracy or the political influence of the bureaucracy is a discourse that also surfaced in Indonesia. Various laws are made to realize the Indonesian bureaucracy that is free from political influence. In fact, a complementary interaction between political officials and bureaucrats is a necessity in a bureaucratic system contained in Indonesia. The influence or control of political officials should be carried out within the framework of supervising the implementation of policies that have been decided in the political process, and provide corrections to bureaucrats when found errors or irregularities."
Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2017
330 JPP 1:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Armin
"Di penghujung abad ke dua puluh Indonesia di landa oleh gelombang reformasi yang menuntut perubahan yang mendasar dalam berbagai bidang. Salah satu tuntutan yang bergulir adalah pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah. Hal itu berimplikasi pada perubahan pola hubungan pusat daerah. Adanya perubahan dalam hubungan pusat daerah mendorong penulis untuk mengkaji lebih jauh.
Studi hubungan pusat dan daerah berfokus pada masalah kebebasan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat setempat. Suasana kebebasan di satu sisi dan adanya kontrol pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah di sisi lain memicu konflik kepentingan antara tingkatan pemerintahan. Di samping itu konflik kepentingan di provinsi kalimantan timur juga disebabkan oleh perebutan sumber daya oleh semua tingkatan pemerintah, baik pemerinta pusat dengan pemerintah daerah provinsi maupun antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini ada 5 aspek. Pertama, tipe penelitian eksplanatif. Kedua, pendekatan penelitian yang digunakan adalah struktural. Ketiga, konteks penelitiannya transisi. Keempat, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi terbatas. Kelima, teknik analisisnya kualitatif.
Temuan-temuan yang diperoleh dari studi ini akan dikemukakan sebagai berikut. Pertama, pemerintah daerah provinsi kalimantan timur memiliki kebebasan untuk berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan sesuai dengan batas-batas kewenangan yang diberikan kepadanya. Batas-batas kewenangan itu ditentukan oleh pemerintah pusat dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Kedua, ada dua upaya pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan menciptakan sumber pendapatan baru bagi daerahnya. Pertama, intensifikasi pendapatan asli daerahnya. Kedua, ekstensifikasi pendapatan asli daerahnya.
Ketiga, kontrol pemerintah pusat terhadap pelaksanaan otonomi daerah ada dua macam. Pertama, pengawasan terhadap pelaksanaan APBD dan peraturn daerah dan atau keputusan kepala daerah. Kedua pengendalian pemerintah pusat dilakukan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang selanjutnya dijadikan pedoman dan acuan bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Keempat, konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur terjadi disebabkan oleh dua faktor. Pertama, ketidakadilan dalam bagi hasil minyak dan gas. Pasalnya provinsi papua dan NAD diberikan bagi hasil minyak dan gas sebanyak 70%, sedangkan provinsi kalimantan timur dan riau hanya diberikan sebanyak 15%. kedua, konflik dalam penentuan Dana Alokasi Umum, konflik itu berawal dari simulasi DAU yang dilakukan oleh departemen keuangan pertengahan tahun 2001. Simulasi itu merugikan daerah penghasil termasuk provinsi kalimantan timur. Oleh karena itu daerah penghasil bersatu membentuk Kaukus Pekan Baru dan Kaukus jakarta. Kedua kaukus itu menuntut kepada panitia anggaran DPR RI agar kebijakan formulasi DAU yang disimulasikan ditinjau kembali. Panitia anggaran DPR RI berpendapat bahwa mereka tidak terikat dengan simulasi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan. atas dasar itu dalma Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR RI dengan Menteri Keuangan disimpulkan bahwa tidak ada Daerah yang menerima DAU lebih rendah dari 2001.
Kelima, konflik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kota samarinda bersumber dari pencabutan peraturan daerah No. 20 Tahun 2000 tentang ketentuan pengusahaan pertambangan umum dalam wilayah kota samarinda. Pencabutan peraturan daerah itu didasarkan atas dua faktr. Pertama, peraturan daerah No. 20 Tahun 2000 bertentangan dengan kontrak karya (KK) yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pengusaha batubara. Kedua, peraturan daerah tersebut bertentangan dengan UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan.
Secara teoritis, studi ini menunjukkan relevansi terhadap beberapa teori yang diginakan dan mengkonstruksi teori baru tentang nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur. Kebebasan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat setempat, menunjukkan relevansi dengan teori Otonimi Daerah menurut Abdul Muttalib dan Mohd Ali Khan. Teori yang dikemukakan oleh Mack dan Snyder dan Maswadi Rauf tentang konflik menunjukkan relevansinya. Di samping relevansi teoritis juga dikemukakan konstruksi teoritis mengenai tingginya nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur. Tingginya nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, masyarakat tidak frustasi terhadap pemerintah-baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah-. Hal itu disebabkan oleh dua faktor. Pertama, masyarakat tidak mendapat tekanan dari pemerintah. Kedua, masyarakat masing-masing memiliki kesibukan sehingga kurang waktu untuk memikirkan masalah pemerintahan apalagi melakukan gerakan separatis. kedua, heterogenitas masyarakat kalimantan timur. Tingginya heterogenitas masyarakat sehingga tidak ada suku yang mayoritas. Ketiga, masyarakat dan elite beranggapan bahwa melakukan gerakan separatis kerugiannya lebih banyak dari pada manfaatnya. Kerugian bagi elite jika terjadi gerakan separatis atau semacamnya adalah mereka sendiri akan terlempar dari struktur kekuasaan. Sedangkan kerugian bagi masyarakat adalah kalau terjadi kekacauan maka iklim untuk berusaha juga akan terganggu. Oleh karena itu elite politik Kalimantan Timur memegang prinsip bahwa bekerjasama dengan pemerintah Pusat lebih banyak manfaatnya dari pada melawannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
D475
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JKAP 2007/2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Lisdiawati
"ABSTRAK
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan reformasi birokrasi yang dilakukan di pemerintah provinsi dalam salah satu pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yaitu penanaman modal, khususnya mengungkap dan memperlihatkan tugas dan fungsinya dalam rangka memberikan pelayanan publik sesuai dengan peran dinas penanaman modal dan PTSP. Pelaksanaan tugas dan fungsinya menggunakan metode deskriptif kualitatif . Adapun hasil yang diperoleh adalah bahwa DPMPTSP telah menyiapkan SIMAP (sistem informasi manajemen administrasi) yang digunakan dalam proses pemberian perizinan dan non perizinan. Selain dukungan dari sisi IT, DPMPTSP pun dilengkapi dengan tim teknis yang memberikan verifikasi terhadap ajuan perizinan yang diusulkan oleh setiap permohonan perizinan, bahkan penyediaan sumber daya aparatur yang memiliki keunggulan dalam menguasai beberapa bahasa asing, yaitu bahasa inggris, jepang, perancis"
Jakarta: Biro Hukum dan Komunikasi Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2018
320 JPAN 8 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The present research is intended to study and analyze influence of protabolity (ROE) to corporate givernance (CG) discoure, This study 5 controlling variables; size, listing status, auditor status industry group and dispersed ownership level. The research was conducted at Indonesia Stock Exchange using 30 emitens include Jakarta Islamic Index (JII). The hypothesis was analyzed using multiple regrission with -test and T-test. The result of F-test shows all variables (ROE,size, listing status, auditor status industry group and dispersed ownership level ) influence to CG. The based of the result T-test show listing status and size were significant influence to corporate governance (CG) discourre. And the other hand, protability (ROE) ,auditor status, industry group and dispersed ownership level were not significant influence to corporate governance (CG) discoure."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Lestari
"Coronavirus Disease (Covid-19) telah membawa dampak tidak hanya pada sektor kesehatan tetapi juga pada sektor ekonomi. Telah banyak masyarakat khususnya di perkotaan yang kehilangan pekerjaan diakibatkan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Program Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB) Pangan merupakan program pencarian dana bantuan sosial di Provinsi DKI Jakarta yang dikeluarkan untuk membantu masyarakat terdampak dalam memenuhi kebutuhan dasar akan pangan. Pogram ini mengindikasikan adanya penerapan collaborative governance antara aktor pemerintah dan non-pemerintah yaitu lembaga kemanusiaan. Adanya ketidakseimbangan sumber daya secara tidak langsung dapat memengaruhi proses tata kelola kolaboratif yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan. Oleh karena itu, peneliti membahas faktor yang memengaruhi proses tata kelola kolaboratif dan proses tata kelola kolaboratif antar aktor dalam program KSBB pangan di DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan faktor yang memengaruhi proses tata kelola kolaboratif dan proses tata kelola kolaboratif antar aktor pada program KSBB pangan dalam perspektif collaborative governance. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor kepemimpinan fasilitatif, desain institusional, lingkungan dan etika memengaruhi secara langsung proses tata kelola kolaboratif dalam program KSBB pangan. Adapun proses tata kelola yang terjalin dalam program KSBB pangan juga telah memenuhi seluruh dimensi yang ada pada variabel collaborative process oleh Ansell & Gash (2008), yaitu dialog tatap muka, membangun kepercayaan, pemahaman bersama dan hasil antara.

Coronavirus Disease (Covid-19) has had an impact not only on the health sector but also on the economic sector. Many people, especially in urban areas, have lost their jobs as a result of the Large-Scale Social Restrictions (PSBB) policy. The Food Large-Scale Social Collaboration Program (KSBB) is a program to seek social assistance funds in DKI Jakarta Province which is issued to assist affected communities in meeting their basic needs for food. This program indicates the implementation of collaborative governance between government and non-government actors, namely humanitarian agencies. The existence of an imbalance of resources can indirectly affect the collaborative governance process carried out by stakeholders. Therefore, the researcher discusses the factors that influence the collaborative governance process and the collaborative governance process between actors in the food KSBB program in DKI Jakarta. The purpose of this study was to describe the factors that influence the collaborative governance process and the collaborative governance process between actors in the KSBB for food program from a collaborative governance perspective. The approach that was used in this research is post-positivist with descriptive intention through deep interview and literature studies as a data collection technique. The result showed that the factors of facilitative leadership, institutional design, environment and ethics directly influence the collaborative governance process in the KSBB for food program. The management process that is involved in the KSBB for food program has also fulfilled all the dimensions in the collaborative process variable by Ansell & Gash (2008), namely face-to-face dialogue, trust building, mutual understanding and intermediate outcomes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zihan Syahayani
"Penelitian ini membahas mengenai resentralisasi tata kelola hutan di Indonesia. Permasalahan yang dikaji adalah tentang mengapa urusan kehutanan kembali disentralisasi berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 23 Tahun 2014 dan bagaimana seharusnya resentralisasi tata kelola hutan yang integratif dan berkelanjutan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis, perundang-undangan dan konseptual yang berkaitan dengan sentralisasi dan desentralisasi urusan kehutanan di Indonesia. Jawaban yang diperoleh dari hasil penelitian, pertama, Pemerintah melakukan resentralisasi urusan kehutanan karena kerusakan sumber daya hutan yang semakin parah di era kebijakan desentralisasi diterapkan. Pada praktiknya penyelenggaraan desentralisasi selama ini, baik sebelum maupun setelah rezim UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, hanya menambah beban ekonomi biaya tinggi, dikarenakan pemerintah kabupaten/kota tidak menjalankan fungsi pengawasan dengan benar dan justru menjadi pusat suap dalam hal perizinan kehutanan. Kedua, kebijakan resentralisasi tata kelola hutan yang integratif dan berkelanjutan seharusnya dibangun dengan pendekatan bioregion dan pembangunan berkelanjutan, lintas batas administratif managing transboundary resourches , serta penyelenggaraan prinsip tata kelola hutan yang baik good forest governance.
Kebijakan resentralisasi demikian mensyaratkan beberapa unsur antara lain: 1 transparansi dan akuntabilitas; 2 partisipasi; dan 3 koordinasi dan supervisi. Pada tataran implementasi, penyelenggaraan resentralisasi tata kelola hutan yang integratif dan berkelanjutan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 akan menemui beberapa tantangan. Pertama, tantangan untuk mempercepat proses pelaksanaan pengukuhan hutan, khususnya dalam hal penentuan tata batas, agar tidak kalah cepat dengan proses perambahan. Kedua, tantangan kelembagaan KPH dan cabang dinas provinsi di tingkat kabupaten/kota, menyangkut pula aspek kesiapan sumber daya manusia dan pendanaan. Ketiga, penguatan peran stakeholder, khususnya pemerintah provinsi. Selain itu juga penguatan peran masyarakat adat atau lokal dan masyarakat sipil, misalnya dalam memberi masukan atau review perizinan.

This research aims to analyse about re centralization of forest governance in Indonesia. The problem is focused on why forestry affairs are re centralized based on Law Number 23 Year 2014 on Regional Governance Law No. 23 2014 and how re centralization of integrative and sustainable forest governance should be. This type of research is normative legal research that has a prescriptive nature. This research use a historical, legal and conceptual approach related to the centralization and decentralization of forestry affairs in Indonesia. The answer of the research is the first one, The Goverment do re centralization because the increasingly severe damage to forest resources in the era of decentralization policies. In practice the implementation of decentralization so far, both before and after the regime of Law No. 22 1999 on Regional Governance, only adds to the burden of high cost economy, because the district city government does not perform proper supervisory functions and instead becomes the center of bribery in forestry licensing. The second one, integrative and sustainable forest management decentralization policies should be developed with bioregion and sustainable development, managing transboundary resourches, and good forest governance principles approach.
The concept of re centralization has several elements including 1 transparency and accountability 2 participation 3 coordination and supervision. At the implementation level, re centralization of integrative and sustainable forest governance based on Law No.23 2014 will meet some challenges. The first one, the challenge to accelerate the implementation process of forest empowerment, especially in terms of setting boundaries, so as not to lose quickly with the process of encroachment. The second one, the challenges of KPH empowerment and branches of provincial services at the district city level, concerning aspects of human resource and funding readiness. The third one, strengthening the role of stakeholders, especially the provincial government. In addition, strengthening the role of indigenous or local peoples and civil society, for example in giving input or review of permissions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T50266
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>