Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2086 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gelderen, Elly van
New York: Cambridge University Press, 2013
415 GEL c (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Heustis, George
New York International Journal of American Linguistics 1963
498 H 420 b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dik, Simon Cornelis
Dordrecht: Foris, 1989
415 DIK t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sportiche, Dominique
London: Routledge, 1998
415 SPO p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Tentiana Rusbandi
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan menganalisis penerapan grandfather clause dalam pelaksanaan perluasan penanaman modal pada bidang-bidang usaha yang diatur secara lebih restriktif dalam Peraturan Presiden mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI), bidang usaha yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang dan bidang usaha yang disyaratkan dengan kemitraan (dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)). Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah dapatkah konsep grandfather clause (Pasal 9 Perpres DNI 2014) menjamin kepastian hukum bagi penanaman modal. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris sekaligus. Pemerintah dalam menentukan kebijakan penanaman modal diharapkan dapat menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia, dapat dikatakan bahwa DNI merupakan acuan pertama kali dan terpenting bagi calon penanam modal, baik penanam modal asing maupun penanam modal dalam negeri sebelum melakukan penanaman modal. Di dalam DNI dikenal istilah grandfather clause yang sebenarnya merupakan pasal peralihan. Dengan adanya grandfather clause, penanam modal khususnya penanam modal asing tidak perlu khawatir untuk menjalankan usahanya meskipun ada pengaturan di dalam DNI yang lebih restriktif/tertutup bagi bidang usaha yang dijalankannya. Namun demikian, untuk bidang usaha yang diatur secara khusus dalam bentuk Undang-Undang, grandfather clause dalam DNI tidak dapat diterapkan. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsep grandfather clause dalam DNI telah mampu memberikan jaminan kepastian hukum terutama bagi penanam modal yang bidang usahanya diatur secara lebih restriktif/tertutup, meskipun masih menyisakan potensi conflict of law terkait dengan bidang usaha yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang dan program pemberdayaan UMKM melalui kemitraan. Selanjutnya penulis menyarankan agar Pemerintah dalam menyusun DNI harus lebih memperhatikan keterkaitan antara pengaturan bidang usaha yang diatur secara khusus melalui Undang-Undang. Selain itu, dalam membentuk Undang-Undang yang mengatur bidang usaha tertentu sebaiknya tidak diberlakukan retroaktif karena akan memberikan dampak negatif pada iklim investasi dan tidak memberikan kepastian hukum.

This study is intended to examine and analyze the application of the grandfather clause in granting investment licenses in the areas of business that is set in a more restrictive manner in the Negative Investment List (NIL), business sector which is specifically regulated in Law and business sectors which are being required to have partnership (with Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs)). Furthermore, the main question in this study is whether the concept of grandfather clause (Article 9 of Presidential Decree concerning NIL 2014) can ensure legal certainty for investment. To answer this question, this study using normative legal research methods and empirical legal research methods as well. Government in determining the investment policy is expected to ensure legal certainty; certainty sought, and seeks security for investors since the licensing process until the end of the investment activities in accordance with the law and regulations. In investment activities in Indonesia, it can be said that the NIL is the first and most important reference for investors, both foreign investors and domestic investors before making an investment. In the NIL there is the term grandfather clause, which is actually a transitional clause. With the grandfather clause, investors, especially foreign investors do not have to worry to run its business even though there is a more restrictive/closed regulation in the NIL for the line of business being operated. However, for the business sector which is specifically regulated by Law, grandfather clause in the NIL is not applicable. Based on this study it can be concluded that the concept of grandfather clause in the NIL has been able to provide legal certainty, especially for investors who set up its business in a more restrictive/closed business sectors, although it still leaves a potential conflict of law related to business sector which is specifically regulated by Law and the empowerment of SMEs through partnership programs. Furthermore, the authors suggest that the Government in preparing the NIL should pay more attention to the relationship with the regulation in the business sectors that are specifically regulated by Law. Moreover, in forming a Law to regulate certain sectors should not be applied retroactively because it will have a negative impact on the investment climate and does not provide legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T45417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Flaviana Meydi Herditha
"Unilateral Arbitration Clause atau Klausul Arbitrase Unilateral (KAU) memposisikan satu pihak untuk mendapatkan hak yang lebih baik untuk mengakses penyelesaian sengketa, termasuk arbitrase. Sedangkan pihak lainnya direstriksi kepada pilihan tertentu saja. Karakteristik yang mengedepankan kesepihakan ini seringkali menuai isu, baik mengenai kebasahannya atau juga penerapannya yang melanggar kaidah super memaksa atau ketertiban umum. Demi mengetahui bagaimana peradilan menyikapi permasalahan ini, maka perlu diteliti dari putusan-putusan pengadilan yang telah menimbang terkait KAU. Putusan-putusan yang dipilih adalah dalam perkara Uber v. Heller di Kanada, lalu perkara RTK v. Sony Ericsson di Russia serta perkara Wilson Taylor Asia Pacific Pte Ltd v. Dyna-Jet Pte Ltd di Singapura. Pada kesimpulannya terdapat perbedaan dari setiap pertimbangan hakim mengenai ketidakseimbangan dalam klausul ini. Tinjauan dari hukum perdata internasional pun diperlukan sebagaimana dalam KAU kerap mengandung unsur asing. Ditambah juga salah satu lembaga tertua dari hukum perdata internasional, yaitu ketertiban umum, yang memiliki peran besar dalam menimbang mengenai KAU.

Unilateral Arbitration Clause (UAC) positions one party to obtain better dispute resolution rights, including arbitration. Meanwhile, the other party is restricted to only a particular choice(s) of a forum. The characteristic of a one-sided clause opens up a legal discussion on many court’s jurisdictions. Be it questioning the validity of the clause or worrying that the application of such a clause violates a nation’s mandatory rules or public policy. To see how the judiciary is addressing this issue, it is necessary to examine the court decision that has considered UAC. The decisions on Uber v. Heller in Canada, RTK v. Sony Ericsson in Russia, and Wilson Taylor Asia Pacific Pte Ltd v. Dyna-Jet Pte Ltd in Singapore may best represent this review. In conclusion, there are differences in each judge’s consideration regarding the imbalance in such a clause. A review of private international law is also necessary as UAC often contains foreign elements. Moreover, one of the oldest institutions under private international law-public policy-played a significant role in weighing the existence of UAC."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfano Rifat Madjid
"Pekerjaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan setiap manusia. Tujuan manusia bekerja tidak lain adalah untuk mendapatkan upah yang digunakan dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup baik pangan, sandang, maupun papan. Non-competitive clause merupakan suatu klausula yang berisikan tentang sejumlah syarat terhadap pekerja dari perusahaan yaitu pekerja tidak diperbolehkan untuk bekerja, memberikan informasi yang bersifat rahasia serta membocorkan rahasia dagang perusahaan di perusahaan yang menjadi pesaing atau bergerak di bidang usaha yang sama selama periode atau jangka waktu tertentu maupun dalam wilayah geografis sejak berhentinya pekerja atau pemutusan hubungan kerja. Walaupun kerap digunakan dalam perjanjian kerja namun pengaturan yang jelas mengenai klausul tersebut sampai saat ini belum ada. Maka dari hal tersebut penulis merasa perlu meneliti mengenai implikasi dari penerapan klausul tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum ataupun doktrin hukum guna menjawab suatu isu hukum yang dihadapi sehingga diperoleh argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskirpsi penyelesaian masalah.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa belum ada pengaturan yang pasti mengenai pencatuman non-competitive clause pada perjanjian kerja di Indonesia, namun pencatuman klausul tersebut dalam perjanjian kerja tidak serta merta menyebabkan perjanjian kerja batal atau dapat dibatlkan. Bilamana klausul tersebut dirasa terlalu membatasi seorang pekerja/buruh maka langkah yang dapat ditempuh adalah mengajukan gugatan ke pengadilan. Bilamana pekerja/buruh melanggar klausul tersebut maka pengusaha juga dapat menggugat ke pengadilan dengan dalil Perbuatan melawan hukum ataupun wanprestasi. Saran penulis, seharusnya dibuat pengaturan yang spesifik mengenai klausul ini agar tercipta kepastian hukum.

Work has an important role in human life. The purpose of working is no other than to get wages in order to fulfill the need of life of a human being. A non competitive clause is a clause that prevent workers to engaged in the same business over a period of time as well as within geographical areas since the termination of their employment agreement. Although it is often used in employment agreements, until now there is no definite regulation about that clause . So from that point of view authors feel the need to examine the implications of the application of that clause. This study uses a juridical normative method, that is a process to find the rule of law, legal principle or legal doctrine based on a certain legal issues to obtained a new argumentation, theory or concept as a solution.
From the result of the research, it is known that there is no definite regulation regarding non competitive clause in Indonesia, but the inclusion of the clause in the work agreement does not necessarily cause the work agreement to be null and void. If a worker felt that the restrictions too much they can file a lawsuit against the employer. When a worker agrees to the clause, the employer may also proceed to the court with the argument of act against the law or breach of contract. The author 39 s suggestion should be made of the specific arrangements regarding this clause in order to create legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Skousen, Royal
Dordrecht : Kluwer, 1992
410 SKO a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>