Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9575 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Banjir merupakan permasalahan yang kompleks, dimana unitnya adalah keragaman. Oleh karena itu, keragaman yang begitu besar tidak mungkin dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Dalam hal ini, teori sistem menyatakan bahwa kesisteman adalah suatu meta konsep atau meta disiplin..."
AUDIT 6:11 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Asril Zevri
"Penelitian bertujuan untuk menganalisis tinggi tanggul banjir Daerah Aliran Sungai Bangkatan sebagai salah satu alternatif solusi dalam pengendalian banjir Kota Binjai. Kajian dilakukan di Daerah Aliran Sungai Bangkatan yang luasannya hampir mencakup wilayah Kota Binjai kemudian melakukan perhitungan tinggi muka air banjir dengan pendekatan secara kualitatif berdasarkan simulasi HECRAS antara debit banjir kala ulang dengan penampang memanjang dan melintang sungai. Metodologi kegiatan dalam penelitian ini yaitu menganalisis curah hujan harian maksimum rata-rata kawasan Derah Aliran Sungai Bangkatan, curah hujan periode ulang 2 hingga 100 tahun, debit banjir periode ulang 2 hingga 100 tahun, tinggi muka air banjir dengan software HECRAS, dan rencana tinggi tanggul banjir. Hasil penelitian menunjukkan tinggi muka air banjir di bagian penampang hulu sungai sebesar 2,26 m, penampang tengah sebesar 2,43 m, dan penampang hilir sebesar 1,40 m dengan rencana tinggi tanggul banjir di bagian hulu, tengah, dan hilir masing-masing sebesar 2,56 m, 2,73 m, dan 1,70 m."
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
551 JSDA 16:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Kurniasih
"ABSTRAK
Semakin berkurangnya lahan pemukiman di Jakarta menyebabkan Depok menjadi salah satu altematif pilihan sebagai daerah tempat tinggal. Namun kebijakan-kebijakan masa lalu mengenai pembangunan perumahan dan juga bangunan-bangunan komersial di wilayah Depok tidak mengikuti rencana peruntukan yang ada, sehingga terjadilah pergeseran fungsi lahan.
Meningkatnya persentase lahan yang tertutup oleh bangunan dan jalan-jalan menyebabkan berkurangnya daya absorbsi daerah tangkapan terhadap air hujan yang jatuh sehingga meningkatkan volume limpasan yang masuk ke dalam badan sungai. Sedangkan kapasitas alur yang ada sudah tidak mencukupi untuk dilalui oleh debit aliran yang meningkat tersebut, akibatnya yang terjadi adalah peningkatan terhadap elevasi muka air di atas elevasi rata-rata hingga melimpas dan menjadi genangan banjir yang sangat mengganggu aktivitas serta kenyamanan masyarakat yang mengalaminya.
Banjir yang terjadi di beberapa daerah konsentrasi banjir yang tersebar di wilayah di Depok saat ini, khususnya pada daerah pengaliran Cijantung dan Sugutamu, selama ini ditangani secara swadaya oleh masyarakat setempat tanpa adanya koordinasi dengan wilayah di hulu maupun di hilirnya, sehingga pada saat hujan lebat, banjir masih kerap terjadi.
Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan evaluasi terhadap berbagai alternatif yang umumnya diterapkan untuk pengendalian aliran banjir baik sebelum memasuki alur (on site} maupun sesudah memasuki alur (off site), kemudian dilakukan perancangan serta penelusuran terhadap dampak yang akan ditimbulkan, sehingga dapat dipilih altematif yang paling sesuai untuk masing-masing daerah pengaliran tersebut dan diperkuat dengan analisa biaya yang harus dikeluarkan.
Pada akhirnya penggunaan sumur resapan dapat disosialisasikan kepada masyarakat sebagai alternatif untuk mengendalikan limpasan sebelum memasuki alur. Sedangkan untuk pengendalian aliran di dalam alur, alternatif waduk yang masih mempertahankan efek genangan di dalam daerah pengaliran dapat dijadikan alternatif yang paling sesuai untuk diterapkan di Depok, karena tidak mempercepat ataupun menambah debit puncak banjir di hilir yaitu Ciliwung.

"
2000
S34926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Bayangkara
"Akuntabilitas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir selalu menjadi sorotan publik setiap tahunnya, sehubungan dengan semakin meningkatnya luas daerah yang terkena banjir, lama surutnya banjir, dan meningkatnya kerugian yang diakibatkan banjir. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengevaluasi kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir dan menjelaskan kendala Pemprov DKI Jakarta dalam melaksanakan kebijakan pengendalian banjir.
Penelitian ini dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta, dengan menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi, observasi dan wawancara dengan informan yang mungkin di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mulai dari hierarki terendah sampai dengan yang tertinggi.
Basis teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebijakan publik. Salah satu pilihan kebijakan publik adalah kebijakan perkotaan yang terkait dengan kebijakan pelayanan lingkungan dalam hal proteksi publik dan lingkungan, seperti kebijakan pengendalian banjir. Upaya untuk pengendalian banjir telah banyak dilakukan, tetapi kejadian banjir tetap terulang dan cenderung semakin meningkat. Nampaknya masalah pengendalian banjir tidak cukup hanya diatasi dengan pendekatan teknologi, tetapi diperlukan juga pendekatan pendekatan kelembagaan.
Pendekatan kelembagaan merupakan pendekatan yang sangat terkait dengan organisasi publik di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, serta tanggungjawabnya atas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu mengukur kinerja organisasi publik sangat diperlukan, agar dapat diketahui sampai dimana tingkat kinerjanya. Dengan demikian, mengetahui informasi mengenai kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir, menjadi hal yang sangat penting untuk dilihat tingkat akuntabilitasnya.
Dalam penelitian ini, akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir yang akan diukur, adalah : 1) akuntabilitas aturan main; 2) akuntabilitas struktur dan proses; 3) akuntabilitas prasarana dan sarana; dan 4) akuntabilitas anggaran. Berdasarkan hal tersebut, akan diklasifikasikan kinerja akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir, apakah termasuk dalam klasifikasi : sangat baik; baik; cukup; atau kurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas melaksanakan aturan main cenderung kurang, karena 13 sungai yang melintasi dan dominan menyebabkan banjir di Jakarta, menurut Pemprov DKI Jakarta bukan merupakan tanggungjawabnya, sehingga persepsi Pemprov DKI Jakarta dalam melaksanakan kebijakan pengendalian banjir, cenderung hanya sebatas membantu Pemerintah Pusat.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas stuktur dan proses cenderung baik, karena sudah memiliki : 1) aturan dan prosedur yang jelas dalam bentuk tertulis; 2) tingkatan yang diberikan wewenang dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan dalam pengendalian banjir; dan 3) bagian yang secara khusus diandalkan untuk melaksanakan pengendalian dan penanggulangan banjir.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas prasarana dan sarana pengendali banjir cenderung kurang, karena prasarana dan sarana dalarn pengendalian banjir yang ada, sudah tidak sesuai lagi dengan debit banjir rencana periode ulang 25 tahunan yang ditetapkan. Sementara, bencana banjir pada tahun 2002, termasuk dalam kategori kejadian banjir yang hanya dapat diantisipasi dengan debit banjir rencana untuk periode ulang 50 tahunan. Di samping itu, prasarana dan sarana penunjang untuk pengendalian banjir dan penanggulangannya juga sudah banyak yang tua/lama.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas anggaran untuk melaksanakan program dan kegiatan pengendalian banjir cenderung kurang, karena alokasi anggaran yang disediakan setiap tahunnya belum mencerminkan outcome yang dapat mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya. Sementara, kejadian banjir di masa mendatang diperkirakan akan cenderung terjadi dalam waktu yang lebih rapat dan lebih besar lagi.
Dengan demikian, rekomendasi dan saran yang dapat penulis sampaikan adalah kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir perlu dipertajam lagi, mengingat akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta cenderung baik hanya dari aspek memiliki struktur dan proses untuk melaksanakan kebijakan pengendalian banjir dan penanggulangannya. Sementara di dalam pelaksanaan aturan main, penyediaan prasarana dan sarana, serta besarnya alokasi anggaran untuk pengendalian banjir dan penanggulangannya, cenderung kurang. Hal itu berarti Pemprov DKI Jakarta hares : 1) memperbaiki aturan main yang ada, khususnya di dalam menegaskan batas kewenangan wilayah 13 sungai yang melintasi Jakarta; 2) meningkatkan kapasitas prasarana dan sarana pengendali banjir dan penanggulangannya, sehingga dapat mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya. Di samping itu, berbagai program dan kegiatan yang selama ini cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat teknis, maka harus dikombinasikan dengan pendekatan non-teknis di dalam pengendalian banjir dan penanggulangannya; 3) memiliki alokasi anggaran yang lebih mencerminkan outcome untuk mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya, sehingga menjadi lebih proporsional, dan sesuai dengan nilai aset yang akan dilindungi dari ancaman bahaya banjir."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Kusuma Wardani
"Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengendalian banjir di DKI Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Peneliti menyarankan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk : Pertama menyusun target mengenai berapa titik banjir yang harus berkurang setiap tahunnya dengan adanya kebijakan pengendalian banjir di Jakarta; Kedua adanya pembagian secara Proporsional antara alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengendali banjir, Ketiga koordinasi dilaksanakan secara rutin dan intensif; Keempat Implementasi Kebijakan Pengendalian Banjir dengan pendekatan struktural harus dibarengi dengan pendekatan non structural. Upaya- upaya non struktural harus menjadi prioritas dalam penanganan banjir di Jakarta karena Implementasi Kebijakan Pengendalian banjir di Jakarta membutuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat. Kelima, dalam Implementasi Kebijakan Pengendalian Banjir di Jakarta perlu dibarengi dengan adanya pengawasan dan penegakan hukum mengingat masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan memelihara lingkungan.

The objective of this study is to analysis which factors that influence the implementation of flood control policies in DKI Jakarta. The study is a descriptive study using qualitative methods. The researcher suggested that the Central Government and Provincial Government of DKI Jakarta; First composing targets in several flooding points, which should be reduced each year with the existence of flood control policies in Jakarta; Second there is a proportional distribution between budget allocation to build the infrastructure and flood control facilities, Third the coordination is performed routinely and intensively; Fourth, the implementation of Flood Control policies with structural approach should be accompanied with non-structural approach. Non-structural efforts should be a priority in handling floods in Jakarta because the implementation of Flood Control Policies in Jakarta requires the support and participation of community. Fifth, the implementation of Flood Control Policies in Jakarta should be accompanied with surveillance and law enforcement due to the lack of awareness of the people in keeping and maintaining the environment."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Masalah lingkungan hidup tidak semata merupakan masalah menyangkut fisik masyarakat. Hal ini juga menyangkut aspek biologis dan sosial masyarakat .Makalah singkat mencoba menelaah ketiga aspek tadi dalam tiga bagian (Bell 1988):...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Bib Paruhun
"Pada penelitian ini dirancang sistem pengendali banjir, serta dilakukan pengujian terhadap rancangan tersebut. Dalam tahap perancangan dan pengujian digunakan alat bantu software ObjectGEODE dari Verilog. ObjectGEODE memiliki antara lain : OMT (Object Modeling Technique) Editor yang digunakan untuk memodelkan ciri-ciri statis sebuah sistem dengan pendekatan objek, SDL (Specification and Description Language) Editor yang digunakan untuk menyatakan spesifikasi dan deskripsi sistem, MSC (Message Sequence Chart) Editor yang digunakan untuk menyatakan spesifikasi sistem, dan Simulation Builder yang digunakan untuk melakukan verifikasi serta validasi. Dalam perancangan ini terdapat 4 fase : requirement analysis, architectural design, detailed design, test design.
Pada fase analisa kebutuhan (requirement analysis) digunakan OMT dan MSC. Pada fase rancangan arsitektural (architectural design) digunakan SDL. Rancangan tes (test design) yang menggunakan MSC, dilakukan secara paralel dengan fase ini. Rancangan Lengkap (Detailed design) dilakukan dengan menggunakan SDL, pada fase ini diagram proses dilengkapi. Arsitektur MSC yang telah dibuat diperhalus pasha fase ini untuk melengkapi rangkaian tes. Pengujian terhadap rancangan dilakukan dengan bantuan Simulation Builder.
Untuk memperkirakan datangnya banjir digunakan diusulkan penggunaan rumus. Keadaan pada sistem pengendali banjir dibedakan atas Aman, Hati-hati 1, Hati-hati 2, Bahaya, Banjir I, Banjir 2, dan ditentukan faktor-faktor apa yang menyebabkan perpindahan dari suatu keadaan ke keadaan lain. Pembagian menjadi 6 keadaan ini cukup mewakili tahapan-tahapan kejadian yang akan terjadi dengan optimum."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohani Budi Prihatin
Yogyakarta: Insist Press, 2013
363.349 36 ROH b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Darul Khayati
[s.l.]: Jurnal Auditor, [s.a.]
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadette Esther Julianery
"ABSTRAK
Banjir telah menjadi masalah bagi Jakarta sejak kota ini masih bernama Batavia pada masa penjajahan Belanda. Untuk meminimalisasikan dampak banjir itu pada tahun 1918 pemerintah kolonial membuat rancangan, yang dikenal sebagai Rencana van Breen, pembangunan duo bush kanal yang berfungsi mengalihkan aliran air sungai ke sisi barat dan timur kota, sehingga Batavia terhindar dari banjir. Kanal di wilayah barat selesai dibangun pada tahun 1920, tetapi kanal di wilayah timur belum terealisasi, bahkan berpuluh tahun kemudian setelah Indonesia merdeka di tahun 1945.
Ketika telah menjadi ibu kota Republik Indonesia, pada puncak musim hujan Jakarta kerap dilanda banjir. Pada tahun 1965 Presiden Soekarno membentuk Kornando Proyek Pencegahan Banjir di DKI Jakarta yang bertanggungjawab untuk pengendalian banjir di Ibu Kota. Kerjasama Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) dengan Netherlands Engineering Consultants (Nedeco), konsultan dari Negeri Belanda, pada 1973, menghasilkan Rencana Induk Pengendalian Banjir. Salah satu rekomendasinya adalah merealisasikan rencana van Breen: pembangunan kanal banjir di wilayah timur Jakarta. Ketiadaan dana mengakibatkan pembangunan kanal - yang lazim disebut sebagai Banjir Kanal Timur (BKT) - itu tertunda.
Perkembangan kota Jakarta beserta wilayah pendukung di sekitarnya - Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi - mengakibatkan dampak banjir makin buruk dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 Jakarta kembali dilanda banjir. Setahun sesudah itu (2003) pembangunan BKT yang direncanakan 30 tahun yang lampau akhirnya dicanangkan. Meski demikian, realisasi pembangunan BKT tetap tersendat-sendat. Banjir yang terjadi pada awal tahun 2007 membuat pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperkuat komitmen merealisasikan pembangunan BKT.
Penelitian tentang "Upaya Pengendalian Banjir di DKI Jakarta: Realisasi dan Rencana Pembangunan Banjir Kanal Timur" adalah penelitian tentang permasalahan yang rumit yang terkait dengan sejarah, kebijakan dan manajemen yang memerlukan pendekatan kualitatif dengan grounded theory. Penelitian bertujuan mengungkapkan apa daya upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta yang telah dilaksanakan, dan apa kendala yang dihadapi ketika pembangunan BKT mulai dilaksanakan.
Penelitian ini berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah narasumber dan perighimpunan data lewat dokumen pemerintah. Seluruh informasi yang diperoleh dikelompokkan, dilakukan pengkodean, dan dianalisis.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta tidak disertai oleh komitmen yang kuat, bail( dari pemerintah pusat maupun dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ketidakjelasan realisasi pembangunan BKT, mengakibatkan daerah yang pada tahun 1973 sudah direncanakan akan digunakan sebagai trace BKT berkembang menjadi permukiman penduduk yang pada gilirannya menimbulkan kesulitan penyediaan tanah untuk trace kanal tersebut.
Hasil penelitian ini memberi kejelasan tentang upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta yang pernah dan sedang dilakukan. Implikasi dari penelitian ini adalah perbaikan pada kinerja pemerintah kota terutarna yang menyangkut tats rung kota yang terkait dengan kondisi geografis DKI Jakarta.

ABSTRACT
Flood was and is a problem with Jakarta since the time when it was called Batavia in the Dutch colonial times. To minimize its impact, in 1918 Dutch colonial government drafted a plan, known as van Breen Plan, to construct two canals to divert Ciliwung river flow to the east and west of the city, in order to save the city from its overflow. The canal on the west side was completed in 1920, but the canal on the east side of the city was never realized during the colonial period and even after tens of years after Indonesia's independence in 1945.
After becoming the capital of the Republic of Indonesia, Jakarta was often hit by flood during the peak period of each year's rainy season. In 1965 President Sukarno established a "Command Centre for Flood Control Project" in Jakarta bearing the responsibility to control the flood in the capital. The collaboration between the then Department of Public Works and Electricity and the Netherlands Engineering Consultants, NEDECO, in 1973 produced a Master Plan for Flood Control. One of its recommendations was to re-implement the van Breen Plan: construction of flood canal on the eastern fringe of Jakarta. Lack of funds, however, impeded the completion of the construction of what is popularly called the "Eastern Flood Canal."
The growth of Jakarta and its hinterland - Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi made the impacts of flood even worse over the years. In 2002 Jakarta was again heavily inundated. The year after, 2003, the construction of Eastern Flood Canal that had been still on plan for more than 30 years was eventually kicked off ground, if far from being a smooth one. In the beginning of 2007 another devastating flood prompted both the central and Jakarta Special District governments to yet revive and strengthen their commitment to build the Eastern Flood Canal.
The present thesis, "Flood Control in Jakarta: Plan and Realization of Eastern Flood Canal", having the complexity of history, policies, and management as backdrop, is a qualitative study taking grounded theory as its approach. It aims to uncover what efforts have been made, and which part of the plan has been implemented, and what sort of constraints that have grown out to impede the completion of the construction of the Eastern Flood Canal.
This study is based on interviews with a number of resourceful persons and the collection of official documents. All information is then put into categories, and analysis is made accordingly.
This study discovered that flood control efforts in Jakarta had not been based on strong commitment from either national government or local Jakarta government. The construction of Eastern Flood Canal was then put into further uncertainty when the areas designated for the canal's ground-plan was converted into people's settlement which further complicated the expropriation of the very land required for the construction of the canal.
This study sheds light on past and current flood control efforts in Jakarta. It implies that there is a need to improve the performance of the city's government, especially in the areas related to urban development planning in its relation to Jakarta's specific geographical conditions.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>