Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55833 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Indrias Heru Prasetyo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
S27903
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhermanto
"Aplikasi interferometri SAR pada data satelit masih sangat terbatas, karena belum dimungkinkan menempatkan dua sensor SAR (radar) pada satu satelit. Kendala teknis ini muncul akibat keterbatasan penyediaan sumber daya untuk mengoperasikan dua sensor secara simultan. Akihatnya implementasi interferometri terbatas pada interferometri dengan pengulangan orbit (repeat-orbit interferometric). Sementara interferometri pada data airborne SAR relatif lebih luas karena dapat dilakukan interferometri along-track maupun accros-track.
Implementasi interferometri SAR pada data airborne maupun spaceborne menuntut pemahaman tentang gelombang radar dan interaksinya. Interaksi gelombang radar utamanya terhadap objek harus dicermati untuk mencari korelasi antara beda fasa yang disebabkan oleh beda jarak objek dan beda fasa akibat sebab lain. Karena beda fasa yang diperoleh, sangat dipengaruhi oleh derau akibat berbagai faktor.
Kemampuan memisahkan beda fasa akibat hambur balik objek dari kontribusi beda fasa yang disebabkan oleh sifat-sifat fisis target dan geometri objek merupakan sasaran antara guna rnemperkecil pengaruh diskontinuitas fasa dan bahkan inkonsistensi rasa. Namun disadari pemisahan demikian tidak akan efektif apabila sifat-sifat fisis objek berubah untuk kedua pengamatan atau periode pengumpulan datanya tidak cukup dekat.
Menyadari sangat beragamnya penyumbang kesalahan fasa pada data SAR menyebabkan persyaratan interferometri menjadi ketat terutama yang terkait dengan orbit, sistem satelit, rasio sinyal/derau hingga pada kondisi atmosfer dan topografi objek. Batasan demikian dimaksudkan untuk memperkecil pengaruh diskontinuitas dan inkonsistensi beda fasa yang disebabkan : orbit satelit (dekorelasi temporal. dekorelasi geometris (baseline), range migration), sistem satelit (sudut jatuh, resolusi spasial), polarisasi, speckle, kondisi atmosfer dan topografi.
Upaya memperkecil sebagian kesalahan tersebut adalah melalui registrasi presisi citra SAR kompleks sehingga nilai koherensi atau visibilitas fringe yang dihasilkan menjadi baik. Menyadari peran registrasi dalam memperbaiki koherensi, maka implementasinya dilakukan melalui dua tahap, yaitu dengan registrasi dalam orde ukuran pixel dan registrasi dalam orde sub-pixel.
Evaluasi kualitas hasil registrasi citra kompleks dilakukan melalui uji koherensi, Dimana bila nilai koherensi (y) pasangan citra SAR kompleks < 0.6, maka interferometri SAR tidak layak dilanjutkan, karena dengan visibilitas fringe yang rendah sangat sukar untuk mengidentifikasi kontinuitas fringe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai koherensi yang dapat dicapai hanya 0,522726, dan sedikit membaik setelah dilakukan registrasi presisi menjadi 0.523706.
Citra interferogram yang merupakan hasil kali kompleks konjugate antara pasangan citra SAR kompleks memberi fringe yang tersusun dalam modulus 2a. Untuk mendapatkan citra beda fasa kontinu (absolut) keseluruh permukaan citra dikenakan unwrapping fasa dua dimensi dengan metoda "branch cuts". Dalam hal ini, citra beda fasa absolut yang merupakan rekonstruksi tinggi objek sangat peka terhadap derau fasa.
Utilitas unwrapping fasa yang dikerjakan pada modul Matlab belum menerapkan teknik identifikasi residu, sehingga software tidak dapat mentolerir derau Fasa yang muncul pada alur integrasi fasa. Akibatnya diskontinuitas dan inkonsistensi fasa yang hanyak terdapat pada citra interferogram menyebabkan terjadinya perambatan kesalahan pada proses intergrasi. Hal ini terlihat dari hasil rekonstruksi objek yang menyimpang dari harapati, sehingga citra elevasi digital sebagai luaran proses tidak mencerminkan topografi objek yang sesungguhnya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dannial Mubarak
"Dengan meningkatnya pembangunan pada Universitas Indonesia maka akan banyak bahaya dan risiko yang ditimbulkan dari pekerjaan yang berasal dari pembangunan yang menyebabkan kerugian secara financial dan citra bagi Universitas Indonesia selaku owner dan kontraktor konstruksinya bila terjadi sebuah kecelakaan. Oleh karena itu, diperlukannya sebuah sistem keselamatan dan kesehatan kerja untuk menaungi para pekerja dan juga sivitas Universitas Indonesia agar terhindar dari kecelakaan yang berasal dari pembangunan yang ada.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan manajemen risiko deskriptif analitik non eksperimental. Hasil dari penelitian ini akan mengetahui penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada kontraktor dan pengembangan manajemen keselamatan kerja kontraktor konstruksi yang mengacu pada standar CSMS BP MIGAS.

With the increasing development of the University of Indonesia, many dangers and risks arising from the construction work emanating from that caused financial loss and image for the University of Indonesia as the owner and construction contractor in the event of an accident. Therefore, the need for a system of occupational health and safety for workers and also shade the civitas University of Indonesia in order to avoid accident that come from existing development.
The study is qualitative, using risk management non experimental descriptive analytic. The result of this study will find the application of health and safety management system contractor working on the development and construction contactor safety management refers to the standard BP MIGAS CSMS.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mandu Chairani
"Ruang Lingkup dan Metodologi Penelitian:
PT. X adalah cabang dari perusahaan multinasional yang memproduksi sepatu basket, sepatu bola, sepatu multifungsi dan sepatu anak-anak. Pemakaian mesin alat kerja dan mekanisme dalam industri dapat menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui intensitas bising lingkungan tempat kerja, prevalensi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising.
Metoda penelitian berupa studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 180 tenaga kerja yang terpajan bising lebih dari 85 dB. Mereka telah bekerja kurang lebih 5 tahun dan berumur antara 21 - 40 tahun. Data penelitian didapat dari medical check up, kuesioner, wawancara dan observasi ke tempat kerja.
Hasil Penelitian dan Kesimpulan:
Intensitas bising lingkungan tempat kerja di atas 85 dB ditemukan di bagian sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, mesin penghancur, PU, 1P dan CPED. Kasus gangguan pendengaran akibat bising pada tenaga keija yang terpajan bising di atas 85 dB sebesar 11,7%. Faktor-faktor seperti umur, masa keija, pengetahuan, sikap, perilaku dan jenis ruangan tidak berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising (p > 0,05). Sedangkan faktor-faktor seperti intensitas bising (p = 0,016) dan tempat tinggal (p = 0,039) berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising.
Secara statistik terbukti odd ratio intensitas bising sebesar 4,654, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising pada intensitas bising yang tinggi (94 - 108 dB) adalah 4,654 kali lebih besar dibanding dengan intensitas bising yang lebih rendah (85 - 93 dB) dan odd ratio tempat tinggal sebesar 3,454, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising di mess karyawan adalah 3,454 kali lebih besar dibanding dengan di luar mess.

Prevalence And Analysis The Factors That Related With Noise Induced Hearing Loss Among The Workers That Noise Exposured Louder Than 85 Db In X Shoes Factory, Banten, 2003Scope and Methodology
PT. X is a branch of multinational that produce basketball shoes, soccer shoes, multifunction shoes and baby shoes. Using work equipment and mechanism in industry cause noise exposure in workplace. This case study done with goal to know what areas and number of worker who exposed to the noise level louder than 85 dB in workplace, also the prevalence and the factors that related with noise induced hearing loss.
The research method is a cross sectional study. Sample consist 180 workers who exposed to noise louder than 85 dB. They had been worked about 5 years and their ages varied from 21 to 40 years old. Data were collected from medical check up results, questioners, interview and observation of the working condition.
Result and Conclusions:
The noise level louder than 85 dB in workplace found at sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, smashed machine, PU, IP and CPED. Noise induced hearing loss case among worker with noise exposured louder than 85 dB is 11,7%. The factors such as age, time work, knowledge, attitude, manner and the kind of room were not related with noise induced hearing loss (p > 0,05). But some factors such as noise level (p = 0,016) and type of residence (p = 0,039) were related with noise induced hearing loss.
Statistically proven that odd ratio of noise level is 4,654, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss for exposure to higher noise level (94 - 108 dB) is 4,654 compared to low noise level (85 - 93 dB) and odd ratio of type of residence is 3,454, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss in boarding house is 3,454 compared to beside boarding house."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afriman Djafri
"Kebisingan merupakan risiko dalam bidang kesehatan bagi pekerja yang kemungkinan timbulnya penyakit terkait kerja (work related diseases) disebabkan oleh suatu faktor yang berasal dari tempat kerja dalam bentuk gangguan kesehatan, penyakit, kecelakaan, cacat, dan kematian. Pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisika di tempat kerja, di dalamnya ditetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebesar 85 dBA sebagai intensitas tertinggi dan merupakan nilai yang masih dapat diterima oleh pekerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan seharihari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Data Tahun 2000 di Amerika Serikat menunjukkan lebih dari 9 juta pekerja setiap hari terpajan kebisingan sebesar 85 dBA. Ada sekitar 5,2 juta pekerja terpajan kebisingan > 85 dBA pada Manufacturing dan Untilities atau sekitar 35 % dari total pekerja pada industri manufacturing di Amerika. Departemen pekerja Amerika memperkirakan ada 19,3 % pekerja pada manufacturing dan untilities terpajan kebisinganSOH 90 dBA, 34,4 % terpajan kebisingan > 85 dBA dan 53,1 % terpajan kebisingan > 80 dBA.
Berdasarkan hasil pemeriksaan audiometri pada 103 orang pekerja di perusahaan PT. Sanggar Sarana Baja ditemukan adanya penurunan status pendengaran pada frekuensi 4000 Hz sebanyak 52,4 %, terlihat bahwa separuh pekerja dari sampel yang diperiksa pada penelitian ini telah mengalami gangguan fungsi pendengaran tidak normal.
PT. Sanggar Sarana Baja adalah salah satu perusahaan berspesialisasi dalam desain dan manufaktur dari peralatan-peralatan proses, fabrikasi baja umum, dan pemeliharaan dan konstruksi untuk minyak dan gas, petrokimia dan industri pembangkit listrik yang beroperasi sejak tahun 1977. Produk permintaan tinggi lainnya yaitu Vessel Pressure, Glycol Dehydration Packages, CO2 Removal Plants, and Heater Treatment Package. Dalam proses kerjanya perusahaan ini menggunakan mesin yang menimbulkan suara yang cukup keras seperti mesin welding, Mechining, bending, rolling, setting dan alat tersebut dioperasikan oleh pekerja, sehingga para pekerja setiap harinya akan terpapar oleh suara bising tersebut, hal ini bagi pekerja/karyawan PT. Sanggar Sarana Baja dapat berpeluang untuk terganggu oleh suara tersebut Besarnya risiko kesehatan yang disebabkan suara bising pada masyarakat khususnya pada karyawan / pekerja dapat berpeluang terhadap gangguan fungsi pendengaran.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pajanan kebisingan dengan fungsi pendengaran pada pekerja pabrik di PT. Sanggar Sarana Baja tahun 2010.
Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang bersifat analitik dengan pendekatan rancangan studi yang digunakan Cross Sectional, yaitu melakukan pengamatan dan wawancara pada subyek penelitian dan diikuti pengukuran intensitas kebisingan di lingkungan kerja. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2010 di bagian/unit kerja produksi PT. Sanggar Sarana Baja.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, tingkat pajanan kebisingan PT. Sanggar Sarana Baja melebihi nilai ambang batas yang telah di tetapkan, yaitu berkisar antara 82 dB(A) - 89 dB(A) di bagian/unit kerja produksi. Tingkat pajanan kebisingan tertinggi terdapat di unit/bagian kerja/seksi area Vessel II yaitu 89 dB(A) dan tingkat kebisingan terendah yaitu di unit/bagian kerja/seksi area Engineering dan terdapatnya hubungan antara Tingkat pajanan kebisingan dengan fungsi pendengaran.
Berdasarkan hasil penelitian, perlunya peranan Pihak perusahaan agar mengembangkan program pengendalian kebisingan yang telah ada dengan penerapan komponen Hearng loss Prevention Program (HLPP) sebagai upaya meminimalisasi pajanan kebisingan yang diterima oleh pekerja sampai ke titik dimana bahaya terhadap pendengaran dapat dikurangi atau dihilangkan. Contoh; HLPP audit, Audiometric Evaluation, engineering control, dan administrative control.

Noise is a health risk for workers in the possibility of work-related illness (work related diseases) is caused by a factor derived from the workplace in the form of health problems, illness, accident, disability, and death. The Government has issued Decree No Minister of Labor. Kep-51/MEN/1999 about Threshold Limit Value (TLV) of physical factors in the workplace, in which established Threshold Limit Values (TLV) of 85 dBA noise as the highest intensity and a value that can still be accepted by the workers without causing disease or disorder health in their daily work for a period not exceeding eight hours per day or 40 hours a week.
Data Year 2000 in the United States showed more than 9 million workers daily exposed to noise at 85 dBA. There are about 5.2 million workers exposed to noise> 85 dBA at the Manufacturing and Untilities or approximately 35% of the total workers in manufacturing industry in America. United workers Department estimates there are 19.3% of workers in manufacturing and untilities SOH 90 dBA noise exposure, 34.4% exposed to noise> 85 dBA and 53.1% exposed to noise> 80 dBA.
Based on the results of audiometry in 103 people working in the company of PT. Sarana Baja studio found a decrease in hearing status on the frequency 4000 Hz were 52.4%, showed that half the workers from the sample examined in this study had impaired hearing function is not normal.
PT. Sanggar Sarana Baja is one company specializing in the design and manufacturing of process equipment, general steel fabrication, and maintenance and construction services to oil and gas, petrochemical and power industries operating since 1977. Other high demand products are Pressure Vessel, Glycol Dehydration Packages, CO2 Removal Plants, and Heater Treatment Package. In the process his company uses the machines that create a loud enough voice like welding machines, Mechining, bending, rolling, setting and the equipment operated by workers, so workers will be exposed to everyday noises such, this is for the workers / employees of . Steel Facility workshop can expect to distracted by the voice. The magnitude of health risks caused by noise in the society especially in the employee / worker can expect to auditory dysfunction.
The purpose of this study is to determine the correlation between noise exposure on hearing function of factory workers in PT. Sanggar Sarana Baja 2010. This study was a descriptive study was analytic approach used in study design was cross sectional, that is to make observations and interviews on the subject of research and followed by measuring the intensity of noise in the workplace. When the study was conducted in April-May 2010 in unit of PT Sanggar Sarana Baja.
The results showed that noise exposure level of PT Sanggar Sarana Baja exceeds the threshold value that has been on the set, ranging from 82 dB (A) - 89 dB (A) in the unit of production. Have the highest noise exposure levels in the unit / working part / section II Vessel area that is 89 dB (A) and the lowest noise level that is in the unit / working part / section area of Engineering and the presence of the relationship between the level of noise exposure on hearing function.
Based on this research, the need for companies to develop the role of party noise control programs that already exist with the implementation of component loss Hearng Prevention Program (HLPP) in an effort to minimize the noise exposure received by workers to the point where the danger of hearing loss can be reduced or eliminated. Example; HLPP audit, Audiometric Evaluation, engineering controls, and administrative control.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T29375
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sundari Kustomo
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Industri besi baja sangat dibutuhkan dalan pembangunan di bidang konstruksi yang sejalan dengan pembangunan nasional. Adapun penggunaan alat-alat dan mesin maupun proses kerjanya dapat menimbulkan bising yang dampaknya terhadap alat pendengaran masih dipertanyakan, oleh karena hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia tentang pengaruh bising di Industri besi baja terhadap alat pendengaran. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya kemungkinan hubungan antara besarnya tingkat bising yang menajan tenaga kerja dan prevalensi "Noise Induced Hearing Loss" atau penurunan daya pendengaran akibat bising, faktor-faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya NIHL dan kebijaksanaan Manajer berkenaan dengan pemajanan bising di lingkungan kerja. Penelitian dilakukan dengan pengamatan lingkungan kerja yaitu survei proses kerja dan pengukuran tingkat tekanan suara dengan menggunakan ?Sound Level Hater", penelitian terhadap 168 tenaga kerja dengan pemeriksaan ambang pendengaran yang menggunakan audiometer nada murni dan kuesioner tentang pengetahuan, sikap, perilaku penggunaan alat pelindung telinga. Metode penelitian adalah "Cross Sectional" dan uji statistik yang digunakan adalah Chi square atau Fisher. Perbandingan dilakukan antara responden yang tingkat pemajanannya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dengan responden yang tingkat pemajanannya belum melebihi NAB.
Hasil dan kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan tingkat tekanan suara di bagian produksi peleburan dan pengerolan besi baja telah melebihi NAB bising yaitu antara 89 - 103 dB. Adapun tenaga kerja yang digunakan sebagai sampel berumur 19 - 47 tahun dengan masa kerja 1 - 18 tahun. Hasil pemeriksaan audiometer nada murni prevalensi NIHL yaitu PTS 31,55%, NIEL TTS 4,76% dan terdapat hubungan bermakna antara NIHL dengan tingkat bising, umur, lama kerja, pendidikan, perilaku serta kelainan klinis kehilangan daya dengan sementara. Adapun perilaku tingkat manajemen serta peraturan dan kebijaksanaan perusahaan nasib kurang dalam memberikan perlindungan tenaga kerja terhadap bahaya bising. Untuk itu disarankan mengadakan program pencegahan dan pemeliharaan pendengaran dengan mengaktifkan wadah P2K3 yang sudah ada di PT B.D.

Scope and Method of study: Noise in workplace, a major cause of hearing loss varies considerably among industries and within a given industry, among the workers in particular job description. To asses the prevalence of Noise Induced Hearing Loss (HIHL) among workers at PT B.O. a steel industry, this cross-sectional study of 168 workers from the steel rolling and steel melting departments was carried out. Risk factors as age, length of employment, company regulations and policy, management awareness and attitude related to Hearing Conservation Program (RCP) were also studied. The study consist of noise survey, interview using questioners, physical examination and standard audiometric testing.
Finding and Conclusions : The noise level at the steel rolling and steel melting departments ranged from 89 to 103 dB, which is higher than the permissible noise level threshold of 85 dB. All subjects ranged in age from 19 to 47 years, with a length of employment ranging from 1 to 18 years. Prevalence of NIHL was 31, 55% for Permanent Threshold Shift (PTS) and 4, 76% for Temporary Threshold Shift (TTS) with a positive association between NTEL and noise level, age, length of employment, education, attitude and clinical symptoms of temporary loss of hearing. Company regulations and policy, also management attitude is still inadequate to protect workers against excessive noise exposure. Improvement of the Hearing Conservation Program through activation of the company's P2K3 organization is suggested.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>