Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79584 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutabarat, Christian
"Skripsi ini menganalisa kasus kepailitan yang diajukan terhadap PT. Multi Structure oleh beberapa kreditornya. PT. Multi Structure telah 7 (tujuh) kali diajukan pailit oleh para kreditornya, namun tidak satupun permohonan pailit tersebut yang dikabulkan oleh majelis hakim. Dalam skripsi ini, penulis hanya berfokus membahas permohonan kepailitan PT. Multi Structure yang diajukan oleh PT. Abad Jaya Abadi Sentosa (kasus No. 58/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst.) dan PT. Hidup Baruna (kasus No. 60/Pdt.Sus/Pailit/2013/PN.NIAGA.Jkt.Pst.). Isu utama dalam kasus tersebut adalah apakah keputusan dan interpretasi hakim dalam kasus kepalitan PT. Multi Structure sudah tepat sesuai dengan syarat – syarat dan asas – asas kepailitan berdasarkan Undang – Undang No. 37 Tahun 2004. Selain itu, isu dalam kasus PT. Multi Structure yang menjadi bahasan dalam skripsi ini adalah perihal syarat – syarat permohonan pailit terutama mengenai pertimbangan hukum Majelis Hakim dan interpretasinya dalam memutus kasus kepailitan PT. Multi Structure yang tidak memenuhi syarat kepailitan berupa fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana. Dalam kasus kepailitan PT. Multi Structure, majelis hakim berpendapat bahwa dengan adanya hak tagih yang dimiliki oleh debitor yang menyebabkan adanya perjumpaan utang dan adanya perbedaan jumlah utang yang diakui oleh debitor dan kreditor serta adanya
anggapan bahwa utang belum jatuh tempo dikarenakan belum diverifikasi oleh debitor menyebabkan ditolaknya permohonan kepailitan terhadap PT. Multi Strucutre dikarenakan tidak memenuhi syarat kepailitan berupa fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana. Namun berdasarkan hasil analisa penulis, penulis berpendapat permohonan pailit terhadap PT. Multi Structure seharusnya dikabulkan karena telah memenuhi syarat kepailitan berdasarkan Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 dan merupakan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana.

This thesis will analyze bankruptcy petition filed toward PT. Multi Structure by his creditors. PT. Multi Structure has been 7 (seven) times filed bankruptcy petition by his creditors, however no once has granted by the judges. On this thesis, author will focus analyze PT. Multi Structure cases filed by PT. Abad Jaya Abadi Sentosa (No. 58/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst.) and PT. Hidup Baruna (case No. 60/Pdt.Sus/Pailit/2013/PN.NIAGA.Jkt.Pst.) Main topic on this thesis is about whether judges decision and interpretation on PT. Multi Structure cases already proper in implementing bankruptcy requirements and principle on Law Number 37 Year 2004. Besides, other main point discussed on this topic is regarding judges consideration about fact or circumstances which can be not simply proven that used as the basis to refused bankruptcy petition toward PT. Multi Structure. On PT. Multi Structure bankruptcy cases, judges argues with the existence of claimed right by the debtor that arise set-off and significant different amount of debt claimed by the debtor and also creditor argued that the debt is not due and payable because the debt has not verified by the PT. Multi Structure finance division. All the argument from the debtor above used by judges on their consideration to refuse bankruptcy petition toward PT. Multi Structure. However, based on analysis on this thesis then author argued that PT. Multi Structure bankruptcy petition shall be granted by the judges because it has fulfill bankruptcy requirements based on Law No. 37 Year 2004 and the fact or circumstances can be simply proven."
2015
S58394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Priskilla Romauli
"Skripsi ini membahas mengenai syarat kepailitan di Indonesia yang terdapat dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dan juga syarat kepailitan di Singapura serta perbedaan diantara keduanya, dan bagaimana penerapan syarat-syarat tersebut pada kasus kepailitan PT Telkomsel. Pada bagian analisis akan dibahas mengenai penerapan syarat kepailitan dalam kasus kepailitan PT Telkomsel dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst dan juga Putusan Mahkamah Agung Nomor 704 K/Pdt.Sus/2012 dimana putusan pailit terhadap PT Telkomsel dibatalkan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan studi kepustakaan sebagai cara menganalisis kasus yang sudah dalam bentuk putusan pengadilan. Dari hasil penelitian, penulis mendapat kesimpulan bahwa perbedaan antara syarat kepailitan di Indonesia dan Singapura terkait jumlah minimal kreditor, jumlah minimal utang, dan keadaan tidak mampu membayar utang, serta bahwa penulis setuju dengan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kepailitan PT Telkomsel karena Majelis Hakim di Pengadilan Niaga kurang tepat dalam menerapkan syarat-syarat kepailitan.

This thesis discusses the terms of bankruptcy in Indonesia contained in Article 2 paragraph 1 of Law Number 37 Year 2004 and also the condition of bankruptcy in Singapore and the difference between the two, and how the application of those conditions in the bankruptcy case of PT Telkomsel. In the analysis section will be discussed the application of bankruptcy requirements in the bankruptcy case of PT Telkomsel in the Commercial Court Decision Number 48 Bankrupt 2012 PN.Niaga.Jkt.Pst and also the Supreme Court Decision Number 704 K Pdt.Sus 2012 where the decision to put PT Telkomsel in bankruptcy is canceled. In this study, the author uses normative juridical research methods, with literature study as a way of analyzing cases that have been in the form of court decisions. The author concludes that the difference between bankruptcy requirements in Indonesia and Singapore is related to the minimum number of creditors, the minimum amount of debt, and the inability to pay the debt, and that the authors agree with the decision of the Supreme Court to cancel the bankruptcy of PT Telkomsel because the Panel of Judges in the Commercial Court did not apply the terms of bankruptcy appropriately.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klose Mikhael Ramos
"Skripsi ini menganalisis penerapan prinsip exceptio non adimpleti contractus dalam hukum kepailitan Indonesia, khususnya dalam kasus sengketa kepailitan yang ada. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian hukum doktrinal. Prinsip exceptio non adimpleti contractus merupakan prinsip hukum perdata yang berfungsi sebagai pembelaan terhadap klaim wanprestasi, di mana prinsip ini menyatakan bahwa wanprestasi yang dilakukan oleh tergugat terjadi karena penggugat terlebih dahulu melakukan wanprestasi. Namun, dalam praktiknya, prinsip exceptio non adimpleti contractus sering digunakan dalam sengketa kepailitan sebagai instrumen pembelaan oleh debitor yang menjadi termohon dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Penerapan prinsip ini berkaitan langsung dengan eksistensi utang, yang merupakan salah satu syarat PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Salah satu sengketa kepailitan di Indonesia yang menerapkan prinsip exceptio non adimpleti contractus adalah sengketa kepailitan PT Anema Villas & Hotels, dengan nomor kasus: 24/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN Niaga Sby.

This thesis analyzes the application of the principle of exceptio non adimpleti contractus within Indonesian bankruptcy law, specifically in existing bankruptcy dispute cases. This paper is structured using doctrinal legal research methodology. The principle of exceptio non adimpleti contractus is a civil law principle that serves as a defense against a claim of breach of contract, wherein this principle asserts that the breach by the defendant occurred because the claimant first committed a breach of contract. However, in practice, the principle of exceptio non adimpleti contractus is often employed in bankruptcy disputes as a defense instrument by debtors who are respondents to the Bankruptcy Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU) petition. The application of this principle is directly related to the existence of debt, which is one of the requirements for PKPU as stipulated in Article 2 paragraph (1) in conjunction with Article 8 paragraph (4) of Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. One of the bankruptcy disputes in Indonesia where the principle of exceptio non adimpleti contractus was applied is the bankruptcy dispute of PT Anema Villas & Hotels, case number: 24/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN Niaga Sby."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reno Gandakusuma
"Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam kepailitan, dengan studi kasus permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Multi Structure. Dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) telah diatur bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Apakah putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit PT. Multi Structure karena perbedaan jumlah utang telah sesuai dengan Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU?; 2. Bagaimana penerapan prinsip utang dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit PT. Multi Structure ditinjau dari pembuktian sederhana? Berdasarkan kasus yang dianalisis, pada akhirnya penulis memperoleh kesimpulan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Multi Structure tidak sesuai dengan UUK-PKPU.

The focus of this thesis is on the summary proof in bankruptcy, with a case study the petition for a declaration of bankruptcy towards of PT. Multi Structure. In Law Number 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts (UUK-PKPU) in article 8 paragraph 4 has been regulated that the petition for declaration of bankruptcy shall be granted if there are facts or circumstances summarily proving that the conditions for a declaration of bankruptcy as reffered in article 2 paragraph 1 have been met. This research is a normative juridical with a descriptive tipology. Based on the problems, the writer proposed the main issues, which are: 1. Are whether the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of bankruptcy towards PT. Multi Structure because differences in the amount of debt in accordance with article 8 paragraph 4 UUK-PKPU?; 2. How the application of debt principle in the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of bankruptcy towards PT. Multi Structure in terms of summary proof? Eventually, the writer came to the conclusion that the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of"
2016
S62734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reno Gandakusuma
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam kepailitan, dengan
studi kasus permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Multi Structure. Dalam
Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) telah diatur bahwa
permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau
keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi. Penelitian ini
berbentuk penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1.
Apakah putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak
permohonan pernyataan pailit PT. Multi Structure karena perbedaan jumlah utang
telah sesuai dengan Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU?; 2. Bagaimana penerapan
prinsip utang dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang
menolak permohonan pernyataan pailit PT. Multi Structure ditinjau dari
pembuktian sederhana? Berdasarkan kasus yang dianalisis, pada akhirnya penulis
memperoleh kesimpulan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Multi Structure
tidak sesuai dengan UUK-PKPU

ABSTRACT
The focus of this thesis is on the summary proof in bankruptcy, with a case study
the petition for a declaration of bankruptcy towards of PT. Multi Structure. In
Law Number 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Obligation for
Payment of Debts (UUK-PKPU) in article 8 paragraph 4 has been regulated that
the petition for declaration of bankruptcy shall be granted if there are facts or
circumstances summarily proving that the conditions for a declaration of
bankruptcy as reffered in article 2 paragraph 1 have been met. This research is a
normative juridical with a descriptive tipology. Based on the problems, the writer
proposed the main issues, which are: 1. Are whether the decision of the Judges of
the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of
bankruptcy towards PT. Multi Structure because differences in the amount of debt
in accordance with article 8 paragraph 4 UUK-PKPU?; 2. How the application of
debt principle in the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial
Court who refused the petition for a declaration of bankruptcy towards PT. Multi
Structure in terms of summary proof? Eventually, the writer came to the
conclusion that the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial
Court who refused the petition for a declaration of bankruptcy towards PT. Multi
Structure has not in accordance with UUK-PKPU"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Purbo Jati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan cessie atas sebagian piutang yang dilakukan sebagai upaya untuk mempailitkan cessus, khususnya dalam kasus cessie atas sebagian piutang PT Daya Satya Abrasives atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kepada PT Multi Karya Usaha Bersama. Penelitian ini penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku-buku terkait.
Hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pada dasarnya cessie atas sebagian piutang tersebut adalah tidak sah karena pelaksanaan perjanjian cessie tersebut didasarkan pada itikad buruk dan telah merugikan pihak ketiga sehingga menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap ketertiban umum dimana PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kehilangan haknya dalam bidang harta kekayaan karena status kepailitan yang diperolehnya.

This research aims to determine the validity of Partial Assignment on personal lien that undertaken in an effort to obtain the status of bankruptcy for Cessus, especially in the case of Partial Assignment that performed by PT Daya Satya Abrasives to PT Multi Karya Usaha Bersama in order to obtain the status of bankruptcy for PT Saint Gobain Abrasives Indonesia. This research is a normative juridical law using secondary data, such as legislation and books.
From this research, it is concluded, that basically, that partial cession was not legally because the implementation of assignment agreement was not carried out in good faith and it has been detrimental to the third party that caused the violation of public order which PT. Saint Gobain Abrasives can't use its rights in the field of property because of the status of bankruptcy that given to him.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45019
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidi Galenso Syarief
"Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya. Pernyataan pailit mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan kepailitan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji status hukum putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atas upaya perdamaian pada kasus kepailitan, serta putusan pengadilan telah memenuhi asas kepastian hukum, sederhana, cepat dan murah apabila dibandingkan dengan upaya perdamaian yang dilakukan di luar Pengadilan dalam rangka memenuhi asas kemanfaatannya.
Pendekatan terhadap permasalahan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara studi dokumen terhadap bahan-bahan hukum untuk memperoleh data sekunder sebagai data utamanya.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) Status hukum putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atas upaya perdamaian pada kasus kepailitan adalah tetap berlaku dan sah menurut hukum, karena perdamaian dalam kepailitan bukan untuk mengakhiri sengketa atau mencegah suatu sengketa, karena perkara kepailitan tidak termasuk dalam jurisdiksi contentius sebagaimana halnya perkara gugatan perdata biasa, akan tetapi termasuk dalam jurisdiksi voluntair karena merupakan permohonan putusan pernyataan pailit.
Dalam kepailitan tidak ada sengketa, oleh karenanya perdamaian dalam kepailitan (i) dilakukan setelah perkaranya diputus (putusan pernyataan pailit telah diucapkan) dan tidak dilakukan sebelum perkara diajukan ke Pengadilan ataupun setelah para pihak didamaikan menurut ketentuan Pasal 130 HIR, dan (ii) bertujuan menyelesaikan kewajiban utang debitor pailit kepada para kreditornya secara sebaik-baiknya; dan (2) Putusan pengadilan telah memenuhi asas kepastian hukum, sederhana, cepat dan murah apabila dibandingkan dengan upaya perdamaian yang dilakukan di luar pengadilan dalam rangka memenuhi asas kemanfaatannya.
Studi Kasus kepailitan BTID yang disidangkan kembali di Pengadilan Niaga berdasarkan akte perdamaian diluar pengadilan setelah adanya putusan pailit ditingkat Kasasi, MA, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) adalah terobosan dalam hukum acara/ prosedur Kepailitan yang memberikan solusi yang memenuhi asas-asas diatas dan yang terkandung dalam HIR ps.130 dan Hukum Perdata dimana kesepakatan adalah Undang-undang bagi para pihaknya.

Bankruptcy is a process in which a debtor who has financial difficulties to pay its debts declared bankrupt by the court, the Commercial Court in this case, because the debtor is unable to pay its debts. Bankruptcy debtor void resulting in loss of the right to control and take care of his wealth are included in the bankruptcy, since the bankruptcy declaration.
The purpose of this study was to determine and assess the legal status according to the court ruling legislation applicable to a reconciliation effort in a bankruptcy case, and the court decision meets the principle of legal certainty, simple, quick and inexpensive when compared to the reconciliation effort that undertaken outside court in order to satisfy the benefit principle.
The approach to the problem of this research, are the legislation approach (statute approach) and the case approach. This research is a normative legal research, indeed, a research that done through a literature research in a way of document study on legal materials to obtain the secondary data as the main data.
The results of this research is (1) the legal status of the court decision according ruling legislation that applicable to the reconciliation effort on the bankruptcy case is still valid and lawful, because reconciliation in bankruptcy is not to end a dispute or to prevent a dispute, yet the bankruptcy court did not included in contentius jurisdiction like ordinary civil lawsuits, but included in voluntair jurisdiction because it is a decision of the bankruptcy petition.
In bankruptcy there is no dispute, therefore reconciliation in bankruptcy (i) is conducted after the case is decided (the decision of bankruptcy has been spoken) and not before the case filed to the Court or after the parties reconciled in accordance with the provisions of Article 130 of HIR, and (ii) aimed at finalizing the debt obligations of insolvent debtors to their creditors as proper as possible; and (2) The court's decision meets the principle of legal certainty, simplicity, quick and inexpensive when compared to the reconciliation effort made outside the court only in order to satisfy the benefit principle.
Bankruptcy case study of BTID which was retrial at the Commerce Court based on the Reconciliation Agreement outside the court just right after there was a bankruptcy final and binding court decision (inkrahct van gewijsde) by the Supreme Court was a breakthrough in the Bankruptcy trial procedure, that has given the solution which fulfills the above principles and stipulated in the HIR article.130, and Private Law as well, where the Agreement is the Act for the Parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inge Hanjani Putri
"Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian pendekatan yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah upaya hukum yang dapat diajukan terhadap penetapan imbalan jasa kurator dan aturan yang dipakai untuk menentukan besaran imbalan jasa kurator pada putusan No. 48PK/Pdt.Sus-Pailit/2013. Bahwa penetapan imbalan jasa kurator merupakan permohonan secara sepihak, tidak ada pihak lawan maka untuk pihak yang dirugikan (PT.Telkomsel) dapat melakukan pembatalan terhadap penetapan tersebut ke Mahkamah Agung. Dan untuk aturan imbalan jasa kurator yang diberlakukan dalam perkara ini yaitu tetap pada peraturan yang lama karena kepailitan PT. Telkomsel telah berakhir sebelum adanya peraturan yang baru.

This thesis was using a normative juridical approach as its research method with secondary data as the primary data source. As for the subject matter in writing this thesis was a remedy which may be brought against the determination of costs and compensation for services of curator and the prevailing laws and regulations used to determine such costs and compensation based on the Decision of the Supreme Court of (“Decision”). Whereas, the determination of such costs and compensation was a plea in a unilateral manner, where none of the parties opposed. Thus, the inflicted loss party (PT Telkomsel) may file cancellation against the Decision. The laws and regulations which prevail in this case were the preceding laws and regulations for the reason that this case has ended before the presence of the new regulation."
2014
S54362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ian Martin P.L.
"Kepailitan mempunyai akibat bagi seluruh kreditur, tidak terkecuali Kreditrur Penerima Jaminan Fidusia. Pengembalian uang Debitur kepada Kreditur dalam hal Debitur dinyatakan Pailit akan sangat tergantng pada kedudukan dari kreditur tersebut. Kedudukan Kreditur Penerima Jaminan Fidusia adalah sebagai Kreditur Preferen. Hak ini tidak hapus karena adanya Kepailitan atau likuidasi Debitur Pemberi Jaminan Fidusia. Kreditur Preferen (Secured Creditors) dalam Kepailitan biasanya disebut Kreditur Separatis. Kreditur Penerima Jaminan Fidusia sebagai Kreditur Separatis sangat berkepentingan agar tetap dapat mengeksekusi haknya seolah-oleh tidak terjadi Kepailitan.

Bankrupt has effect to all creditors, neither nor creditor fich receive guarantee fiducia. The debt returning of debtor to creditor, in the casa of debtor are nonis as bangkrupt, it's depend on the position of creditor itself. The position of creditors which receives gauarantee fiducia is as secure creditor, their rights are not vanished, because there are bangkrupting and liquidation of debtor guarantee fiducia receiver. Secure creditors are usually called as saparatish creditors. Debtor guarantee fiducia receiving as separatish creditors fas responsible in other to can still execute as if as there are not bangkrupting."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faisal Radithya Putra
"Dalam dunia kepailitan, tidak semua debitur dapat diajukan pailit hanya dengan orang-perorangan, melainkan membutuhkan persyaratan khusus terkait pihak yang memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”) atau pailit terhadap debitur tertentu, dimana Salah satunya adalah usaha yang bergerak di sektor perasuransian. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiaban Pembayaran Utang diatur lebih lanjut syarat-syarat dan pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, termasuk debitur, kreditur, dan instansi tertentu seperti Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”). Adapun Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, memperkuat peran OJK dalam mengawasi lembaga keuangan dan mengajukan permohonan pailit. Peran OJK sangat penting dalam menjaga stabilitas sektor jasa keuangan, yang mempengaruhi kepercayaan investor dan efektivitas kebijakan moneter. Studi kasus PT Adisara Wanaartha menunjukkan pentingnya peran OJK dalam mengawasi dan menegakkan hukum. Namun, di sisi lain, keputusan OJK untuk menjaga kestabilan ekonomi mengesampingkan efektivitas tuntutan pembayaran utang melalui proses kepailitan/PKPU sebagaimana dalam Putusan Nomor 240/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Dari sini, Penulis menekankan pada implikasi yang timbul dari pencabutan izin usaha dengan kepailitan perusahaan asuransi, dengan menitikberatkan pada kesesuaian konsep kepailitan umum dengan kepailitan yang diterapkan OJK. Lebih lanjut, metode penelitian yang digunakan bersifat doktrinal, dimana pokok permasalahan akan dianalisis dan diteliti berdasarkan bahan pustaka dalam rangka memberikan penjelasan dan menarik kesimpulan atas permasalahan tersebut. Setelah melakukan penelitian, Penulis memperoleh kesimpulan bahwa implikasi yang timbul dari pencabutan izin usaha dan kepailitan perusahaan asuransi memiliki ujung yang sama, yakni penghapusan badan hukum.

In the realm of bankruptcy, not all debtors can be declared bankrupt by individuals alone; specific requirements must be met regarding the authority to file for Suspension of Debt Payment Obligations (“PKPU”) or bankruptcy against certain debtors, including businesses in the insurance sector. Article 2 of Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations further regulates the conditions and parties that can file for bankruptcy, including debtors, creditors, and certain institutions such as the Financial Services Authority (“OJK”). Additionally, Law Number 40 of 2014 concerning Insurance and Law Number 21 of 2011 concerning OJK strengthen OJK's role in supervising financial institutions and filing for bankruptcy. OJK's role is crucial in maintaining the stability of the financial services sector, which affects investor confidence and the effectiveness of monetary policy. The case study of PT Adisara Wanaartha highlights the importance of OJK's role in oversight and law enforcement. However, on the other hand, OJK's decisions to maintain economic stability can undermine the effectiveness of debt payment demands through bankruptcy/PKPU processes, as seen in Decision Number 240/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Here, the author emphasizes the implications arising from the revocation of business licenses and the bankruptcy of insurance companies, focusing on the alignment between general bankruptcy concepts and the bankruptcy applied by OJK. Furthermore, the research method used is doctrinal, where the main issues will be analyzed and examined based on literature to provide explanations and draw conclusions on these issues. After conducting the research, the author concludes that the implications of business license revocation and the bankruptcy of insurance companies lead to the same end, namely the dissolution of the legal entity.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>