Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139394 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adek
"Latar Belakang : Pasien gagal jantung mengalami penurunan kapasitas fungsional akibat timbulnya sesak dan kelelahan saat aktifitas. Kondisi ini juga memberikan dampak psikologis berupa depresi dan kecemasan. Masalah fisik dan mental tersebut dapat menurunkan kualitas hidup. Short Form-36 merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kualitas hidup dari aspek fisik dan mental dan bersifat generik.
Tujuan: Mengetahui hubungan kapasitas fungsional melalui uji jalan 6 menit dengan kualitas hidup yang dinilai dengan SF-36.
Metode : Responden penelitian adalah pasien gagal jantung kronis stabil klasifikasi NYHA fungsional kelas II dan III. Setiap responden dianamnesis,dan dilakukan pemeriksaan fisik, kemudian mengisi kuesioner SF-36. Untuk menilai kapasitas fungsional, responden melakukan uji jalan 6 menit pada lintasan sepanjang 30 m.
Hasil : Responden pada penelitian ini berjumlah 36 orang. Nilai tengah jarak tempuh pasien gagal jantung klasifikasi NYHA fungsional kelas II dan III masing-masing 333.65m, dan 123.72 m. Jarak tempuh uji jalan 6 menit memiliki hubungan dengan kualitas hidup yang dinilai dengan SF-36 pada domain Fungsi Fisik (r=0.527), Peran Fisik (r=0.459) dan Peran Emosi (r = 0.35).
Kesimpulan : Terdapat korelasi sedang antara kapasitas fungsional pasien gagal jantung kronis stabil klasifikasi NYHA fungsional kelas II dan III dengan kualitas hidup pada domain Fungsi Fisik, Peran Fisik dan Peran Emosi.

Background : Heart failure patients experience reduced functional capicity due to dyspnea and fatigue during activity. The condition also cause psychological problems such as depression and anxiety. Both the mental and physical ailments results in decreased quality of life. The Short Form-36 (SF-36) is a generic assessment tool that can be utilized to measure quality of life from both the physical and mental aspect.
Objective : To measure the correlation between the functional capacity measured using the 6-minute walk test and the quality of life measured using the SF-36.
Methods : The study subjects are chronic stable heart failure patients with New York Heart Association (NYHA) functional class II and III. Each subjects were interviewed, examined, and asked to fill the SF-36 questionnaire. The 6-minute walk test was performed on a 30m long track to measure the finctional capacity.
Results : A total of 36 subjects were included in the study. The median for the total distance walked of heart failure patient with NYHA functional class II and III are 333.65m and 123.72 m. The total distance walked in 6-minute walk test and the quality of life measured using the SF-36 have correlation in the domain of Physical Function (r = 0.527), Role-Physical (r = 0.459) and Role-Emotional (r = 0.35).
Conclusion : There is a moderate positive correlation between the functional capacity of chronic stable heart failure patient with NYHA functional class II and III with the quality of life in the domain of Physcial Function, Role-Physical and Role-Emotional.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Kurniawan Budiutama
"Penelitian ini bertujuan membuktikan korelasi antara mobilitas dan kualitas hidup pada pasien gagal jantung kronik stabil. Penelitian potong lintang ini dilakukan menggunakan instrumen Timed Up and Go Test dan SF 36 pada 50 subyek gagal jantung kronik yang menjalani rawat jalan. Hasil penelitian ini adalah nilai korelasi antara waktu tempuh Timed Up and Go Test dan nilai total SF 36 serta subskalanya. Penelitian ini mendapatkan rerata waktu tempuh Timed Up and Go Test adalah 10,68 detik dan rerata nilai total SF 36 66 (+16,49). Pada masing masing subskala SF 36 didapatkan nilai tengah pada skala fungsi fisik adalah 77,5 (15-100), skala nyeri 67,5 (22-100), skala kesehatan umum 70 (40-90), skala kesehatan jiwa 84 (40-96), skala peranan fisik 0 (0-100), skala peranan emosional 100 (0-100), skala energi 67,5 (20-90), dan skala fungsi sosial 87,5 (37,5-100). Pada skor total terdapat korelasi negatif rendah ( r = -0.280 ) dengan tingkat mobilitas. Pada skala SF 36, mobilitas memiliki korelasi negatif dengan skala fungsi fisik ( r = -0.464 ) dan energi ( r = -339 ). Temuan ini menunjukkan bahwa semakin singkat waktu tempuh TUGT, semakin baik kualitas hidup, terutama fungsi fisik dan energi pada subyek. Pada skala lain, tidak didapatkan korelasi bermakna.

This study aims to prove a correlation between mobility and quality of life in patients with stable chronic heart failure. This cross-sectional study was conducted using the Timed Up and Go Test and SF 36 instruments on 50 subjects with chronic heart failure. The results of this study were correlation values ​​between the travel time of Timed Up and Go Test and the total value of SF 36 and their subscale. This study found that the average travel time of the Timed Up and Go Test was 10.68 seconds and the mean total value of SF 36 is 66 (+16.49). In each SF 36 subscale, the median score on the scale of physical function was 77.5 (15-100), pain scale 67.5 (22-100), general health scale 70 (40-90), mental health scale 84 (40 -96), physical role scale 0 (0-100), emotional role scale 100 (0-100), energy scale 67.5 (20-90), and social function scale 87.5 (37,5-100). In the total score there is a low negative correlation (r = -0.280) with the level of mobility. Mobility has a moderate negative correlation with physical function scale (r = -0.464) and energy (r = -339). This finding shows that the shorter the TUGT travel time, the better the quality of life, especially physical and energy functions in the subject. On other scales, no significant correlation was found."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Angela
"Objektif: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian dan pengaruh latihan aerobik selama delapan minggu terhadap perbaikan kualitas hidup menggunakan kuesioner Minnesota Living with Heart Failure (MLHF). Metode: Penelitian ini adalah studi pre dan post latihan aerobik pada pasien gagal jantung kronik stabil. Subjek penelitian melakukan latihan berjalan tiga kali seminggu dengan intensitas sesuai Rating of Perceived Exertion 12-13, durasi latihan dimulai selama 10 menit dengan penambahan jarak 100-200 meter per sesi latihan berdasarkan toleransi subjek selama delapan minggu dan penilaian kualitas hidup menggunakan kuesioner Minnesota Living with Heart Failure dan uji jalan enam menit sebelum dan sesudah latihan aerobik selama delapan minggu. Hasil: Jumlah subjek penelitian sebesar 20 subjek (15 laki-laki dan 5 perempuan). Subjek penelitian didominasi oleh lanjut usia (10 orang), sudah menikah (16 orang), riwayat pendidikan DIII/S1 (10 orang), status bekerja (11 orang), obesitas tingkat I (7 orang), kelas fungsional NYHA II (19 orang), kondisi penyerta berupa hipertensi (16 orang) dan gaya hidup sedenter (18 orang). Perbandingan skor kuesioner MLHF sebelum dan sesudah latihan aerobik mengalami perbaikan bermakna secara statistik (p < 0.001), dimana skor domain fisik dan domain emosional mengalami perbaikan yang bermakna secara statistik (p < 0,001). Perbandingan delta domain fisik dengan delta domain emosional didapatkan bermakna secara statistik (p < 0,001). Perbandingan uji jalan enam menit sebelum dan sesudah latihan aerobik bermakna secara statistik (p< 0,001). Didapatkan hubungan bermakna secara statistik antara usia (p= 0,009) dan status pernikahan (p= 0,037) terhadap skor MLHF. Kesimpulan: Terdapat perbaikan kualitas hidup pada gagal jantung kronik stabil setelah latihan aerobik fase II selama delapan minggu. Terdapat hubungan pada usia dan status pernikahan terhadap skor MLHF.

Objective: This study aims to determine the characteristics of study subjects and the impact of aerobic exercise over eight weeks on the improvement of quality of life using the Minnesota Living with Heart Failure (MLHF) questionnaire. Method: This is a pre and post-aerobic exercise study on stable chronic heart failure patients. Study subjects engaged in walking exercises three times a week with an intensity based on the Rating of Perceived Exertion of 12-13. Exercise duration started at 10 minutes with an addition of 100-200 meters per exercise session based on the subject's tolerance over eight weeks. Assessment of quality of life was conducted using the Minnesota Living with Heart Failure questionnaire and six-minute walking test before and after aerobic exercise for eight weeks. Result: The total number of study subjects was 20 (15 males and 5 females). Study subjects were predominantly elderly (10 individuals), married (16 individuals), with a Diploma/Bachelor education background (10 individuals), employed (11 individuals), categorized as class I obesity (7 individuals), NYHA functional class II (19 individuals), having hypertension comorbidity (16 individuals), and leading a sedentary lifestyle (18 individuals). Comparison of MLHF questionnaire scores before and after aerobic exercise showed a statistically significant improvement (p < 0.001), with significant improvements in both physical and emotional domains (p < 0.001). Comparison of the delta in the physical domain and the emotional domain was also statistically significant (p < 0.001). Comparison of the six-minute walking test before and after aerobic exercise was statistically significant (p < 0.001). There was a statistically significant association between age (p= 0.009) and marital status (p= 0.037) with MLHF scores. Conclusion: There was an improvement of quality of life in stable chronic heart failure patients after aerobic exercise in phase II for eight weeks. There was a significant association between age and marital status with MLHF scores."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Octaviany Hidemi Malamassam
"Latar belakang: Pengukuran kebugaran kardiorespirasi individu dilakukan dengan menggunakan uji latih. Uji naik turun bangku enam menit UNTB6M adalah uji latih yang mudah dilakukan, tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan tidak membutuhkan ruang yang besar. Tujuan penelitian adalah melihat korelasi antara UNTB6M dengan UJ6M metode Nury yang telah divalidasi pada orang Indonesia.
Metode: Desain observasional potong lintang. Subjek melakukan kedua uji latih. Variabel yang dinilai adalah jarak tempuh UJ6M dan jumlah langkah UNTB6M. Parameter fisiologis yaitu denyut nadi dan skala Borg Usaha, Sesak, Kaki Lelah dinilai sebelum dan sesudah kedua uji dilakukan.
Hasil: Subjek penelitian adalah 36 orang laki-laki 42,4 dan 49 orang perempuan 57,6 , dengan rerata usia 29,1 5,53 tahun. Rerata jarak tempuh UJ6M 517 55,1 meter dan jumlah langkah UNTB6M 164,3 22,1 langkah. Jarak tempuh UJ6M berkorelasi dengan jumlah langkah UJNTB6M r = 0,526; p < 0,001. Pada usia 18 = 25 tahun dan usia 26 -35 tahun, korelasi jarak tempuh UJ6M dan jumlah langkah UJNTB6M adalah r = 0,70 and r = 0,53. Parameter denyut nadi dan skala Borg UNTB6M secara statitik signifikan lebih tinggi dibandingkan UJ6M.
Simpulan: Terdapat korelasi kuat pada usia 18 = 25 tahun dan korelasi sedang pada usia 26 = 35 tahun antara jarak tempuh UJ6M metode Nury dan jumlah langkah UJNTB6M.

Background: Assessment of cardiorespiratory fitness using the exercise testing. Six minute step test 6MST is one of exercise testing that is easy to do, does not require complex equipment and large space. The purpose of study is to determine the correlation between 6MST and Nury rsquo s method 6MWT that has been validated on Indonesian people.
Methods: A cross sectional observational. Each subject did both of exercise testing. Variables assessed were distance on 6MWT and number of steps on 6MST. Physiological parameters such as heart rate and Borg scale Effort, Dyspnea, Leg Fatigue were assessed before and after the test.
Results: The subjects were 36 men 42.4 and 49 women 57.6 , with a mean age of 29.1 5.53 years. The mean of distance on 6MWT 517 55.1 metres and number of steps on 6MST 164.3 22.1 steps. Distance on 6MWT have correlation with number of test on 6MST r 0.526 p <0.001). At the age 18 – 25 years and 26 - 35 year, correlations between distance on 6MWT with number of test on 6MST are r = 0.70; r = 0.53, respectively. Agreement test of VO2max prediction, ICC 0.43, with a difference 3,17 (-6,25 to 9,17) mL / kg / min. The heart rate and Borg scale is significantly higher in 6MST than 6MWT.
Conclusion: There is a strong correlation between the distance on Nury’s method 6MWT and the number of steps on 6MST at the age 18 – 25 years and a moderate correlation between the distance on Nury’s method 6MWT and the number of steps on 6MST at the age 26 - 35 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Apitri
"Seksualitas adalah kebutuhan dasar sepanjang hayat baik sehat maupun sakit Fungsi seksual yang baik menjadi indikator pencapaian kualitas hidupyang optimal. Penyakit gagal jantung mengubah fungsi seksual dan mempengaruhi kualitas hidup yang optimal. Tujuan penelitian kuantitatif ini adalah menggambarkan hubungan fungsi seksual denga kualitas hidup pasien gagal jantung. Sampel penelitian ini pasien gagal jantung di poliklinik gagal jantung Rs Jantung Harapan Kita, Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan metode consecutive sampling yang melibatkan 444 responden.
Hasil penelitian dianalisa dengan uji spearman menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara fungsi seksual dengan kualitas hidup pada pasien gagal jantung laki-laki. pada perempuan ditemukan bahwa fungsi seksual tidak memepngaruhi kualiatas hidup. Rerata fungsi seksual laki-laki 46.33 dengan standar deviasi 7,50 dalam rentang kepercayaan 95 45.42-47.23 dan rerata fungsi seksual perempuan didapat 24.66 dengan standar deviasi 2.12 dalam rentang kepercayaan 95 24.34-24.97. fungsi seksual behubungan kuat dengan domain psikologi r=0.65.
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk pengembangan keperawatan. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan studi kualitatif mengenai fungsi seksual dengan kualitas hidup pasien gagal jantung.

Sexuality is basic need throughout life no matter healthy or sick. Good sexual function becomes an indicator of achievement of optimal quality of life. Heart failure disease alters sexual function and affects the optimal quality of life. The purpose of this quantitative study is to describe the relationship of sexual function premises quality of life of patients with heart failure. sample of this study is patient with heart failure in heart failure clinic Rs Jantung Harapan Kita, with cross sectional Design and consecutive sampling method that involving 444 respondents.
The results were analyzed by spearman test showed a significant relationship between sexual function with quality of life in men heart failure respondents. in women respondents it was found that sexual function does not affect the quality of life. The mean male sexual function was 46.33 with a standard deviation of 7.50 in the 95 confidence range 45.42 47.23 and the mean female sexual function was 24.66 with the standard deviation of 2.12 in the 95 confidence range 24.34 24.97. sexual function is strongly associated with the psychological domain r 0.65.
This study is expected to be useful for the development in nursing science. The next research is expected to conduct a qualitative study on the sexual function with the quality of life of patients with heart failure.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix
"Latar belakang: Gagal jantung adalah penyebab utama kematian pada thalassemia akibat penumpukan besi dari transfusi darah. Ekokardiografi sering digunakan untuk evaluasi fungsi jantung, namun interpretasi hasilnya sangat bergantung dari operator. Uji berjalan 6 menit adalah metode sederhana yang terbukti mempunyai reliabilitas baik untuk menilai kapasitas fungsional kardiorespirasi sehingga dapat menjadi alternatif penilaian fungsi jantung anak thalassemia.
Tujuan: Mendapatkan uji berjalan 6 menit sebagai metode sederhana untuk mengukur fungsi jantung anak thalassemia.
Metode: Penelitian kasus kontrol pada subjek thalassemia dan kontrol berusia 11-18 tahun yang dipilih secara consecutive sampling. Subjek thalassemia mempunyai rerata feritin serum >2500 ng/mL dalam 6 bulan terakhir. Subjek kontrol dalam kondisi sehat dan tidak pernah menjalani transfusi darah. Uji berjalan 6 menit dilakukan pada kedua subjek, sedangkan ekokardiografi konvensional (EK) dan tissue Doppler (ETD) hanya dilakukan pada subjek thalassemia oleh seorang konsultan kardiologi anak. Data sekunder lain pada subjek thalassemia diambil dari rekam medis yaitu rerata hemoglobin pra-transfusi dalam 1 tahun terakhir, feritin serum dan saturasi transferin dalam 6 bulan terakhir.
Hasil: Sebanyak 40 subjek thalassemia dan 109 kontrol berpartisipasi dalam penelitian ini. Median usia subjek thalassemia 13,4 (11-17,9) tahun dan kontrol 14,2 (11,3-17,9) tahun. Rerata hemoglobin pra-transfusi 7,6±0,6 g/dL. Median feritin serum 4246,5 (2506-10749,7) ng/mL dan saturasi transferin 100 (50-100) %. Setelah dilakukan matching usia dan jenis kelamin, jarak tempuh uji berjalan 6 menit pada subjek thalassemia lebih pendek daripada kontrol (465,1±74,2 vs 671±94,2, p<0,001). Parameter fungsi sistolik dan diastolik jantung dari EK dalam batas normal, tetapi ETD menunjukkan 45% subjek thalassemia mengalami gangguan fungsi diastolik (rasio E/E’ >8). Tidak ada faktor yang berkorelasi dengan jarak tempuh pada subjek thalassemia, sedangkan tinggi badan berkorelasi dengan jarak tempuh pada kontrol berdasarkan analisis bivariat.
Kesimpulan: Jarak tempuh antara subjek thalassemia lebih rendah daripada kontrol. Peran ETD lebih baik daripada EK dalam mengevaluasi fungsi jantung. Uji berjalan 6 menit dapat digunakan sebagai skrining fungsi jantung pada anak thalassemia.

Background: Heart failure is leading cause of mortality in thalassemia due to transfusion-induced iron overload. Evaluation of cardiac function is routinely performed with echocardiography. However, its interpretation depends on operator. The six minute walk test is a simple and reliable method to assess cardiorespiratory performance, therefore, it is suggested to be an alternative in evaluating cardiac function in thalassemia.
Aim: To obtain six minute walk test as a simple method in order to evaluating cardiac function in thalassemia.
Methods: This case control study was performed in thalassemia subjects (cases) and controls aged 11-18 year old which were selected with consecutive sampling. Cases should have mean serum ferritin level >2500 ng/mL in last 6 months. Controls must be in healthy condition and have never had blood transfusion. Both cases and controls performed six minute walk test, while echocardiography (conventional and tissue Doppler) was only done in cases by a pediatric cardiologist. Other secondary data collected from medical records in cases were mean of pre-transfusion hemoglobin in last 1 year, serum ferritin and transferin saturation in last 6 months.
Results: There were 40 cases and 109 controls involved in this study with median age were 13.4 (11-17.9) and 14.2 (11.3-17.9), respectively. The mean of pre-transfusion hemoglobin was 7,6±0,6 g/dL. The median serum ferritin was 4246.5 (2506-10749.7) ng/mL and transferin saturation 100 (50-100) %. After sex and age matching, the six minute walk distance was lower in cases than controls (465.1±74.2 vs 671±94.2, p<0.001). Conventional echocardiography did not find any systolic and diastolic dysfunction in cases. However, tissue Doppler echocardiography found 18 (45%) subjects with E/E’ ratio >8, which were categorized as diastolic dysfunction. There were no factors correlated to six minute walk distance in cases, while body height was correlated to six minute walk distance in controls based on bivariat analysis.
Conclusion: The distance of six minute walk test in thalassemia subjects was shorter than controls. Tissue Dopper echocardiography is better than conventional in order to evaluating cardiac function. The six minute walk test can be used for screening cardiac function in thalassemia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Lita Dwi Suryani
"Background: Iron deficiency anemia IDA is commonly found and is associated with worse functional capacity in heart failure HF . Ferrous Sulfate FS tablets are cheap and widely available in Indonesia, but there has not been much research conducted to prove its efficacy in improving iron stores and functional capacity in HF patients with IDA.
Aim: To determine the efficacy of FS tablets in improving iron stores and functional capacity in HF patients with IDA.
Methods: We conducted a randomized double blind controlled trial RCT enrolling 54 HF patients LVEF 50 with IDA Ferritin 100 ng mL or 100 300 ng mL with Tsat 20 at outpatient clinic of National Cardiovascular Center Harapan Kita from January to July 2016. Patients were randomized 1 1 to received FS or placebo for 90 days, we then evaluated the change in 6MWT distance as primary end point and changes on NT proBNP and post 6MWT serum lactate levels as secondary end points.
Results: 41 patients had completed the study Treated Group,n 22 Control Group,n 19. We found not only improvement on Tsat 14,13 9,66 p 0,000, ferritin 114,42 20,52 ng mL p 0,000 and Hb 1,085 0,365 gr dL p 0,005 levels, but also significant improvement in 6MWT distance in treated group 46,23 35,93 meter from baseline p 0,000. As for the secondary end points, there were reductions on NT ProBNP 2236,00 492,00 16476,00 vs. 1439,50 29,00 5027,00 pg mL p 0,011 and serum lactate 1,30 0,70 3,60 to 1,20 0,50 2,30 mmol L p 0,3 levels compared to baseline.
Conclusion: Oral administration of FS for 90 days not only improves iron stores but also functional capacity in HF patients with IDA, without significant reductions on NT ProBNP and post 6MWT serum lactate levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Leni Onna G.P
"Latar Belakang: Dari data SIRS,2010 pasien kanker payudara terbanyak di rawat inap maupun rawat jalan di seluruh RS di Indonesia yakni 28,7 dari seluruh kanker. Efek samping kemoterapi dapat menurunkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak pengobatan kemoterapi terhadap perubahan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien kanker payudara stadium I sampai III.
Metode: Desain pre dan post-test. Data diambil sebelum subjek mendapat protokol kemoterapi pertama dan setelah kemoterapi adjuvant ke-3. Kapasitas fungsional dinilai dengan uji jalan 6 menit dan kualitas hidup dinilai dengan EORTC QLQ C-30. Penelitian pada 30 subjek yang didapat secara konsekutif dan memenuhi kriteria penelitian. Data demografis dan klinis pasien dikumpulkan dan dicatat.
Hasil: Dari 30 subjek, terdapat 26 subjek 86,7 mengalami penurunan rerata score uji jalan 6 menit setelah kemoterapi adjuvant ke-3 dibandingkan sebelum pengobatan kemoterapi. Terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p le;0,05. Hasil score EORTC QLQ C-30 pada domain skala fungsi dan kualitas hidup secara global, didapatkan score rerata yang menurun pada semua fungsi setelah kemoterapi adjuvant ke-3 dibandingkan sebelum kemoterapi pada semua subjek. Perbedaan bermakna terdapat pada skala fungsi sosial p le;0,05 . Pada skala gejala terdapat peningkatan rerata score tiap gejala setelah kemoterapi adjuvant ke-3 dibandingkan sebelum kemoterapi pada semua subjek. Perbedaan bermakna terdapat pada gejala fatique, mual-muntah, dan penurunan nafsu makan p le;0,05.
Kesimpulan: Terdapat penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pada pasien kanker payudara setelah mendapat kemoterapi adjuvant ke-3 akibat efek samping pengobatan kemoterapi.

Background: SIRS data from 2010 breast cancer patients most in inpatient and outpatient care in all hospitals in Indonesia, namely 28.7 of all cancers. The side effects of chemotherapy can decrease the functional capacity and quality of life of patients. The purpose of this study Identify the impact of chemotherapy treatment in functional capacity and quality of life in patients with stage I III breast cancer.
Methods: Pre and post test design. Data was taken before the subject had the first chemotherapy protocols and after third adjuvant chemotherapy. Functional capacity was assessed with the 6 minute walking test and quality of life was assessed with the EORTC QLQ C 30. This study was conducted on 30 subjects with consecutive sampling and met the criteria of this study. Demographic and clinical patient data were collected and recorded.
Results: Among 30 subjects, 26 subjects 86.7 experienced decline in six minute walking test score after third adjuvant chemotherapy compare to prior chemotherapy treatment. There were significant differences in functional capacity before and after third chemotherapy adjuvant p le 0,05. There were decrease in mean score of all functions in EORTC QLQ C 30 score on functional domain scale and global quality of life in all subject after third adjuvant chemotherapy compared to prior chemotherapy treatment. Significant differences was found in social functioning scale p le 0,05 . On symptoms scale, there were increase in average score of each symptoms after third adjuvant chemotherapy in all subject compare to prior chemotherapy treatment. Significant differences was found in symptoms of fatigue, nausea, vomiting, and decreased appetite p le 0,05.
Conclusion: There are decrease in functional capacity and quality of life in breast cancer patients after third adjuvant chemotherapy due to side effects of chemotherapy treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teinny Suryadi
"Latar Belakang. Perbaikan fungsi berjalan adalah target fungsional yang paling relevan pasca-stroke. Oleh karena itu diperlukan alat ukur yang dapat menilai kemampuan fungsional pasca-stroke yang aman dan tidak menimbulkan kelelahan. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai korelasi antara Fatigue Severity Scale dan Skala Borg dengan uji jalan 2 menit pada penderita stroke.Metode. Studi potong lintang pada 35 subjek stroke subakut dan kronik di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Dilakukan uji korelasi Pearson antara Fatigue Severity Scale dan Skala Borg dengan hasil pengukuran uji jalan 2 menit.Hasil. Pada pasien stroke terdapat korelasi sedang yang signifikan pada Skala Borg kaki lelah ge;3 dengan uji jalan 2 menit baik pada jarak tempuh r=-0,505, p=0,046 maupun kecepatan r=-0,498, p=0,050 namun tidak terdapat korelasi antara FSS dengan hasil pengukuran uji jalan 2 menit. Tidak terdapat korelasi antara Skala Borg usaha dan sesak dengan jarak tempuh uji jalan 2 menit.Kesimpulan. Terdapat korelasi sedang yang bermakna secara statistik antara Skala Borg kaki lelah dengan hasil pengukuran uji jalan 2 menit.Tidak terdapat korelasi antara FSS dengan uji jalan 2 menit.
Background. Improvement of walking function is the most relevant functional target post stroke Therefore we need a measuring tool that can assess the functional ability of post stroke that is safe and does not cause fatigue. Aim of this study to assess the correlation between Fatigue Severity Scale and Borg Scale with 2 minute walking test in stroke patient.Method. Cross sectional study on 35 subacute and chronic stroke subjects at RSUPN Cipto Mangunkusumo. A Pearson correlation test was conducted between FSS and Borg Scale with 2 minute walking test.Result. In stroke patients there was a significant moderate correlation between Borg Scale leg fatigue ge 3 with 2 minute walking test on distance r 0,505, p 0.046 and walking speed r 0,498, p 0,050 but there was no correlation between FSS and 2 minute walking test. There was no correlation between the Borg Scale dypsnea and leg fatigue with 2 minute walking test.Conclusion. There was a statistically significant correlation between Borg Scale leg fatigue with 2 minute walking test. There was no correlation between FSS with 2 minute walking test."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ricky
"Tesis ini disusun untuk mengetahui korelasi kelelahan dan kadar asam laktat darah dengan uji jalan enam menit (6MWT) pada pasien penyakit jantung koroner (PJK). Penelitian  ini menggunakan desain potong lintang, dengan pengambilan sampel secara konsekutif. Sebanyak 20 subjek penelitian yang merupakan pasien PJK pasca percutaneous coronary intervention (PCI) dan coronary arterial bypass grafting (CABG) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kelelahan pasien PJK akan diukur menggunakan kuesioner fatigue severity scale (FSS) versi Bahasa Indonesia, dan dilanjutkan dengan pengukuran kadar asam laktat darah menggunakan alat accutrend plus sebanyak dua kali yaitu pada saat istirahat dan setelah dilakukan 6MWT. 6MWT dilakukan sesuai protokol standar pada lintasan 30 meter, untuk mengukur kebugaran kardiorespirasi. Jarak yang ditempuh pasien dikonversi menjadi VO2max menggunakan rumus Cahalin. Analisis statistik dilakukan untuk melihat korelasi antara nilai FSS dan kadar laktat darah dengan VO2max. Hasil penelitian menunjukkan korelasi negative yang tidak bermakna secara statistik antara FSS dan VO2max (r = -0,258; p > 0,05), serta pada kadar laktat darah dan VO2max (r = -0.18; p > 0,05). Namun didapatkan korelasi positif yang bermakna secara statistik antara FSS dan kadar asam laktat darah (r = 0,58; p < 0,05). Dapat disimpulkan tidak terdapat korelasi antara kelelahan dan kadar asam laktat darah dengan 6MWT pada pasien PJK. Namun terdapat korelasi sedang antara kelelahan dan kadar asam laktar darah pada pasien PJK. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan dan kadar asam laktat darah pasien PJK.

This thesis was prepared to determine the correlation of fatigue and blood lactate levels with a six-minute walk test (6MWT) in patients with coronary artery disease (CAD). This study used a cross-sectional design, with consecutive sampling. A total of 20 research subjects were CAD patients underwent percutaneous coronary intervention (PCI) and coronary arterial bypass grafting (CABG) who met the inclusion and exclusion criteria. The fatigue of CAD patients will be measured using the Indonesian version Fatigue Severity Scale (FSS) questionnaire, followed by measuring blood lactate using the accutrend plus device twice, at rest and after 6MWT. 6MWT was performed according to a standard protocol on a 30 meter track, to measure cardiorespiratory fitness. The distance traveled by the patient was converted to VO2max using the Cahalin formula. Statistical analysis was performed to see the correlation between FSS values and blood lactate levels with VO2max. The results showed a statistically insignificant negative correlation between FSS and VO2max (r = -0.258; p > 0.05), as well as on blood lactate levels and VO2max (r = -0.18; p > 0.05). However, there was a statistically significant positive correlation between FSS and blood lactate (r = 0.58; p < 0.05). It can be concluded that there is no correlation between fatigue and blood lactate with 6MWT in CAD patients. However, there is a moderate correlation between fatigue and blood lactic acid levels in CAD patients. Further research is needed to assess the factors that influence fatigue and blood lactic acid levels in CAD patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>