Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155703 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vidi Ferdian
"Kegiatan pengadaan infrastruktur jalan memerlukan perencanaan yang dapat memudahkan dalam tahap pembangunannya. Hal ini sudah menjadi ketentuan yang harus dipikirkan, tetapi setelah infrastruktur jalan itu dibangun banyak yang melupakan tindakan selanjutnya yaitu pemeliharaannya. Dengan adanya faktor penggunaan jalan dan cuaca mengakibatkan jalan akan mengalami perubahan baik secara bentuk, kekuatan dan kegunaan. Oleh karena itu pemeliharaan suatu infrastruktur jalan seperti jalan tol sangat penting, agar dapat memfungsikannya sesuai dengan tujuan awal pembangunan paling tidak sampai dengan umur rencana.
Dalam pelaksanaan pemeliharaan infrastruktur jalan, kontrak yang biasanya digunakan dari beberapa jenis kontrak yang ada adalah kontrak harga satuan pos pekerjaan (Unit Price) dan kontrak pekerjaan lumpsum (Lump Sump Fixed Price). Dalam kedua jenis kontrak tersebut kontraktor hanya bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dikontrakkan saja. Sehingga pemeliharaan jalan tidak menjadi tanggung jawab kontraktor, yang menyebabkan kondisi jalan menurun dan pemeliharaannya menjadi tidak efisien. Untuk itu dibutuhkan suatu kontrak yang mampu memberikantanggung jawab kepada kontraktor dalam jangka waktu tertentu atas performa dari instruktur jalan tersebut dengan standar-standar yamg telah disepakati oleh owner dan kontraktor. Kontrak seperti ini biasanya ddisebut performance based maintenance contract (PBMC).
Namun demikian kontrak ini masih relatif baru di Indonesia sehingga harus dipertanyakan sejauh apa kesiapan pengelola jalan tol dalam pekerjaan pemeliharaan dengan menggunakan PBMC. Kesiapan pengelola jalan tol dapat diketahui dengan melihat indikator kesiapan yaitu pemahaman tentang PBMC dan ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki untuk melaksanakan PBMC. Untuk menjawab pertanyaan di atas penelitian ini menggunakan studi kasus pada pengelola jalan tol Jakarta. Dari studi kasus yang dilakukan didapatkan bahwa pengelola jalan tol di Indonesia telah siap untuk melakukan pemeliharaan dengan kontrak PBMC."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arif
"Perencanaan yang baik diperlukan dalam pengadaan suatu infrastruktur jalan. Setelah proses perencanaan dan konstruksi suatu proyek infrastruktur selesai dilakukan perlu dipikirkan tindakan selanjutnya yaitu pemeliharaan jalan tersebut. Dengan adanya perubahan akibat umur dan juga faktor pembebanan dan kondisi alam yang terjadi mengakibatkan bangunan akan mengalami perubahan baik secara bentuk, kekuatan dan kegunaan. Oleh karena itu pemeliharaan suatu infrastruktur jalan sangat penting, agar dapat memfungsikan infrastruktur yang ada sesuai dengan tujuan awal pembangunan dan memperpanjang umur rencana. Dalam pelaksanaan pemeliharaan infrastruktur, diperlukan adanya kontrak yang akan mengikat antara pemilik dengan pelaksana (kontraktor). Beberapa jenis kontrak yang ada adalah kontrak harga satuan pos pekerjaan (Unit Price) dan kontrak pekerjaan lumsum (Lump Sum Fixed Price). Dalam kedua jenis kontrak tersebut kontraktor hanya bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dikontrakkan saja. Untuk itu dibutuhkan suatu kontrak yang mampu memberikan tanggung jawab kepada kontraktor dalam jangka waktu tertentu atas performa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kontrak seperti ini biasanya disebut Performance Based Maintenance Contract atau kontrak pemeliharaan berdasarkan kinerja. Sebagai kontrak yang masih relatif baru di Indonesia harus dipertanyakan sejauh apa kesiapan pihak yang terkait, yang dalam hal ini adalah kontraktor dalam pekerjaan pemeliharaan jalan Tol dengan menggunakan kontrak berdasarkan performa atau PBMC. Karena, selain keuntungan dan manfaat dari kontrak jenis ini, terdapat resiko yang mungkin timbul dalam penerapan PBMC. Kesiapan kontraktor dalam pekerjaan pemeliharaan jalan Tol dengan menggunakan PBMC tersebut dapat diketahui dari indikator kesiapan, yaitu pemahaman tetang PBMC, ketersediaan dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung yang dimiliki, dan kendala yag ada."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35417
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intiadi Budijanto
"Sebagai solusi permasalahan tingkat layanan jalan terkait sering dan cepat rusak serta lambatnya perbaikan dan pemeliharaannya, Performance Based Contract mulai diterapkan pada proyek jalan di Indonesia berdasarkan manfaatnya bagi kemantapan tingkat layanan jalan semasa operasionalnya. Pengalaman di luar negeri menunjukkan keberhasilan PBC, namun pelaksanaannya di Indonesia masih dipertanyakan terkait faktor-faktor risiko regulasi dan kemampuan kontraktor terhadap keterlaksanaan kinerjanya. Penelitian dilakukan untuk memastikan faktor-faktor risiko regulasi dan kemampuan kontraktor yang dominan berikut dampaknya terhadap kinerja penerapan PBC. Hasil penelitian menyimpulkan respon risiko regulasi dan kemampuan kontraktor dapat meningkatkan kinerja penerapan PBC pada proyek jalan, sehingga tujuan penggunaan PBC tercapai.

As solution to road's level-of-service problem due to early and often road damages along with tardy maintenance and repairs, Performance Based Contract was started to be applied for road projects in Indonesia based on its benefit for road's level-of-service stability during its operation. Experiences abroad showed PBC successes, however its implementation in Indonesia is still being questioned due to regulation and contractor's capacity risk factors toward its performance realization. Research is executed to confirm those dominant regulation and contractor's capacity risk factors along with its impact on PBC performance. Research findings conclude responses to regulation and contractor's capacity risks can improve the performance of PBC application on road project, thereof the purpose of PBC utilization is achieved.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Mujadid
"Penggunaan DMPS sebagai filler material berdasar pada anggapan bahwa DMPS merupakan biomaterial yang bersifat inert terhadap sistem imun tubuh. Berbagai kasus pada individu dengan injeksi DMPS memicu timbulnya granuloma yang kemudian diikuti oleh fibrosis. Berbagai kemungkinan penyebab mengenai kemunculan respon imun akibat DMPS pun muncul. Mulai dari kontaminasi oleh komponen bakteri, seperti LPS, cara injeksi yang tidak tepat, volume DMPS yang diinjeksikan tidak sesuai hingga mekanisme seluler, seperti oksidasi DMPS, yang menyebabkan molekul tersebut menjadi imunogenik.
Data yang didapat dari penelitian ini akan mencoba menjelaskan mekanisme respon imun seluler dari resipien terhadap DMPS yang diinjeksikan dengan metode secara in vitro untuk mengetahui gambaran respon imun yang terjadi di dalam tubuh akibat pajanan DMPS hingga dapat memicu timbulnya granuloma hingga fibrosis. PBMC diambil dari pasien normal dan pasien dengan granuloma akibat injeksi DMPS. Kemudian, dikultur selama 72 jam dengan kelompok perlakuan RPMI sebagai kontrol negatif, PHA dan LPS sebagai kontrol positif, DMPS dan DMPS dengan penambahan plasma autolog.
Tujuan dari kultur PBMC tersebut adalah untuk mendapatkan gambaran aktivitas sitokin TNF-a, IFN-g, IL-6, IL13 dan IL-10 yang diperoleh dengan analisis menggunakan Milliplex map kit Luminex serta proliferasi PBMCdengan menggunakan pewarnaan acridine orange. Tidak ada peningkatan proliferasi limfosit maupun monosit yang signifikan (p>0,05) pada kelompok perlakuan DMPS, baik pada pasien normal maupun pasien dengan granuloma. Peran plasma autolog pun tidak teramati dalam meningkatkan proliferasi pada kedua sel. Meskipun demikian, plasma autolog berperan dalam peningkatan aktivitas TNF-a dan IL-6 secara signifikan (p<0,05) sebagai respon terhadap pajanan DMPS, baik pada pasien normal maupun pasien dengan granuloma.
Data penelitian ini menunjukkan bahwa DMPS mampu memicu timbulnya inflamasi yang dimediasi oleh aktivitas TNF-a dan IL-6 dan sangat bergantung pada protein plasma setiap individu, meskipun data berupa proliferasi PBMC belum dapat menggambarkan gambaran respon imun terhadap DMPS.

The use of DMPS as a filler material based on the assumption that DMPS is a biomaterial that is inert to the immune system. Various cases in individuals with DMPS injection, trigger granuloma formation, followed by fibrosis. Possible causes of the emergence of the immune response due to DMPS are appeared. Start from contamination by bacterial components, such as LPS, improper injection method, the volume of injected DMPS does not conform, and cellular mechanisms, such as oxidation of DMPS, which causes that molecule becomes immunogenic.
The data obtained from this study may try to explain the mechanism of cellular immune response of DMPS-injected recipients with in vitro-based method to get the description of immune responses that occurs in the body due to exposure of DMPS which can lead to granuloma formation, followed by fibrosis. PBMC is taken from normal patients and patients with granulomas due to injection of DMPS. And then, it was cultured for 72 hours with RPMI treatment as a negative control, PHA and LPS as a positive control, DMPS and DMPS with the addition of autologous plasma.
The purpose of the PBMC culture was to describe the activity of TNF-a, IFN-g, IL-6, IL13 and IL-10, which were obtained by analysis using Milliplex map kit Luminex and PBMC proliferation using acridine orange staining. There is no increase in proliferation of lymphocytes and monocytes were significantly (p> 0.05) in the DMPS-treated group, both in normal patients and patients with granulomas. The role of autologous plasma was not observed in the increase both cell proliferation. Nonetheless, autologous plasma had a role in the increased activity of TNF-a and IL-6 significantly (p <0.05) in response to exposure DMPS, both in normal patients and patients with granulomas.
The data of this study indicated that DMPS is able to trigger inflammatory activity mediated by TNF-a and IL-6 and it was very dependent on each individual plasma proteins, although the data from proliferation of PBMC has not been able to describe immune response against DMPS.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Utama
"ABSTRAK
Latar belakang. Rinitis Alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi. Tungau debu rumah TDR merupakan aeroalergen tersering yang mensensitisasi reaksi alergi. Pada tahun 1988 reseptor vitamin D VDR , berhasil di klon. Reseptor vitamin D berlokasi di beberapa jaringan dan sel tubuh manusia, termasuk di peripheral blood mononuclear cells PBMCs dan limfosit T yang telah teraktivasi. Riset yang lebih jauh memperlihatkan bahwa vitamin D mempunyai beberapa efek dari pengaturan sitokin terhadap beberapa sel yang berbeda dari sistem imun. Vitamin D dapat menekan respon Th1 dan Th2. Sel Th1 dan Th2 menghambat perkembangan satu sama lain.Tujuan. Melihat pengaruh pemberian Vitamin D terhadap kadar IL-10, IFN-? dan histamin pada kultur PBMC pasien rinitis alergiMetode. Sampel merupakan darah segar whole blood penderita rinitis alergi yang telah dilekukan prick test, serta diiisolasi dengan metode Ficoll. Bahan biologis tersimpan yang berupa supernatan kultur. Kultur sel limfosit sebelum perlakuan, diberi pendedahan tanpa atau dengan 1,25 OH 2D3 100 nM, waktu inkubasi 7 hari, dengan penambahan PHA dan alergen tungau pada hari ke-4. Kultur sel-sel PBMC dari pasien RA setelah perlakuan, dilakukan harvest pada hari ke-7, kemudian supernatanannya dialikuot untuk diukur kadar sitokin IFN-? dan IL-10, dan diuji secara statistik untuk melihat pola dari tiap parameter.Hasil: Pemberian alergen tungau tanpa vitamin D menyebabkan meningkatnya kadar histamin serta menurunkan kadar IL-10 dan IFN-?. Pemberian vitamin D pada kultur sel PBMC yang telah diberi alergen tungau menyebabkan peningkatan kadar IL-10 dan penurunan kadar IFN-? dan histamin.Simpulan: Menurunnya kadar histamin dan IFN-? terhadap stimulasi alergen tungau pasien rinitis alergi yang diberi vitamin D cenderung berhubungan dengan meningkatnya kiadar IL-10.

ABSTRACT
Background. Allergic rhinitis is an inflammatory disease caused by an allergic reaction in atopic patients. House dust mites TDR are the most common aeroalergens that sensitize allergic reactions. In 1988 vitamin D receptor VDR , successfully in clones. Vitamin D receptors are located in several tissues and human body cells, including peripheral blood mononuclear cells PBMCs and activated T lymphocytes. Further research has shown that vitamin D has some effects of cytokine regulation on several cells different from the immune system. Vitamin D can suppress Th1 and Th2 responses. Th1 and Th2 cells inhibit the development of each other. Aim.To identify the Effect of Vitamin D On IL 10 IFN and histamine levels on PBMC Cultur of Allergic Rhinitis PatientsMethod. The sample is fresh blood whole blood of allergic rhinitis patients who have been prick tested, and isolated by Ficoll method. Pre treated lymphocyte culture, treated with or without 1,25 OH 2D3 100 nM, and incubated for 7 days, with addition of PHA and allergen mites on day 4. Cultures of PBMC cells from RA patients after treatment were harvested on day 7, then the supernatant was dialyzed for measured levels of IFN and IL 10 cytokines using elisa kits and tested statistically to see patterns of each parameter.Result. Giving allergen mites without vitamin D causes increased levels of histamine and lowers levels of IL 10 and IFN . Provision of vitamin D in PBMC cell culture that has been given allergen mites causes increased levels of IL 10 and decreased levels of IFN and histamine.Conclusion. Reduced levels of histamine and IFN against allergen mite stimulation of allergic rhinitis patients given vitamin D tend to be associated with increased IL 10 levels."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Rafly Dewantara
"Latar Belakang: Pemanasan global merupakan peristiwa terjadinya kenaikan suhu pada permukaan bumi. Peristiwa tersebut terjadi akibat adanya kenaikan karbondioksida pada atmosfer sehingga mempengaruhi perubahan ikim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi sistem imun. Pada keadaan hiperkapnia terjadi penurunan pada pengeluaran sitokin dan kemokin serta hambatan pada proses fagositosis dan autofagi pada makrofag. Selain itu, dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan seperti sakit kepala dan muntah hingga terjadi penurunan kesadaran pada manusia. Terdapat berbagai respon yang ditunjukkan PBMC pada saat dipaparkan karbondioksida namun, penelitian ini difokuskan untuk melihat perubahan pH pada medium kultur sel PBMC. Tujuan: Mengetahui efek paparan karbondioksida terhadap perubahan pH pada medium kultur PBMC. Metode: Penelitian ini menggunakan sel PBMC yang telah diisolasi dan telah dipaparkan kadar karbondioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji masing-masing selama 24 jam dan 48 jam. Kemudian dilakukan pengukuran pH pada medium kultur sel PBMC pada masing-masing kelompok dengan menggunakan pH meter. Hasil yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil: Terdapat penurunan pH secara signifikan pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol (P<0.05). Paparan CO2 15 % terbukti menurunkan pH medium kultur PBMC secara signifikan pada 24 jam dan 48 jam dibandingkan dengan control (CO2 5%).
Hal ini juga didukung dengan hasil konsentrasi H+ yang meningkat setelah paparan CO2 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Kesimpulan: Terdapat perubahan pH dan konsentrasi ion H+ pada medium kultur PBMC sebagai respon terhadap pemaparan karbondioksida 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Background: Global warming is an event of an increase in temperature on the earth's surface. This event occurs due to an increase in carbon dioxide in the atmosphere so that it affects climate change. Increased carbon dioxide can affect the immune system. In hypercapnia, there is a decrease in the release of cytokines and chemokines as well as inhibition of the process of phagocytosis and autophagy in macrophages. In addition, it can cause health problems such as headaches and vomiting to a decrease in consciousness in humans. There are various responses shown by PBMCs when exposed to carbon dioxide, however, this study focused on looking at changes in pH in the PBMC cell culture medium. Objective: To determine the effect of carbon dioxide exposure on changes in pH in PBMC culture medium. Methods: This study used PBMC cells that had been isolated and exposed to carbon dioxide levels of 5% as control and 15% as test for 24 hours and 48 hours, respectively. Then measured the pH of the PBMC cell culture medium in each group using a pH meter. The results obtained will be analyzed using SPSS. Results: There was a significant decrease in pH in the test group compared to the control group (P<0.05). Exposure to 15% CO2 was shown to significantly reduce the pH of the PBMC culture medium at 24 and 48 hours compared to the control (CO2 5%).
This is also supported by the results of the increased H+ concentration after exposure to 15% CO2 for 24 hours and 48 hours.
Conclusion: There are changes in pH and concentration of H+ ions in PBMC culture medium in response to exposure to 15% carbon dioxide for 24 hours and 48 hours.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihya Fakhrurizal Amin
"Pendahuluan: Peningkatan karbondioksida pada atmosfer berdampak pada perubahan iklim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi tubuh manusia terutama pada sistem imun manusia, yang diketahui dapat menurunkan produksi sel T. Pada penelitian ini menggunakan subjek berupa sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) yang menjadi representatif dari sistem imun manusia. Berbagai respon mungkin akan ditunjukkan jika PBMC dipaparkan karbon dioksida dengan konsentrasi lebih tinggi dari normal, tetapi pada penelitian ini hanya spesifik melihat pada kadar hidrogen peroksida melalui pengukuran kadar DCFH-DA.
Metode: PBMC yang sudah diisolasi dari subjek dipaparkan karbon dioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji. Waktu pemaparan dilakukan selama 24 jam dan 48 jam. Pada waktu akhir waktu inkubasi untuk masing-masing kelompok akan dilakukan pengukuran kadar DCFH-DA dengan fluorometri. Hasil yang didapat berupa absorbansi/sel yang akan dianalisis lebih lanjut melalui SPSS versi 24.
Hasil: Didapatkan jumlah hidrogen peroksida lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol secara signifikan (p<0.05) saat diinkubasi selama 24 jam tetapi tidak signifikan pada waktu inkubasi 48 jam. Perbandingan konsentrasi hidrogen peroksida antara 24 dan 48 jam menunjukkan penurunan secara signifikan konsentrasi saat diinkubasi 48 jam jika dibanding 24 jam.
Kesimpulan: Paparan karbon dioksida selama 24 jam dapat meningkatkan produksi hidrogen peroksida dibandingkan kontrol, namun hal ini tidak terjadi pada PBMC yang dipaparkan karbondioksida selama 48 jam.

Introduction: Increased carbon dioxide in the atmosphere has an impact on climate change. Increased carbon dioxide can affect the human body, especially in the human immune system, which is known to reduce the production of T cells. So as to represent the human immune system, this study uses the subject of Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells. Various responses might be demonstrated if PBMCs were exposed to carbon dioxide concentrations higher than normal, but in this study only specifically looked at hydrogen peroxide levels by measuring DCFH-DA levels.
Method: PBMC which had been isolated from the subject were exposed to 5% carbon dioxide as a control and 15% as a test. Exposure time is 24 hours and 48 hours. At the end of the incubation time for each group, measurement of DCFH-DA with fluorometry will be carried out. The results obtained in the form of absorbance / cells will be further analyzed through SPSS version 24.
Result : There was a significant increase in the amount of hydrogen peroxide compared to the control (p <0.05) when incubated for 24 hours but not significantly at 48 hours incubation time. Comparison of hydrogen peroxide concentrations between 24 and 48 hours shows a significant decrease in concentration when incubated 48 hours when compared to 24 hours (p<0.05).
Conclusion: Exposure to carbon dioxide for 24 hours can increase hydrogen peroxide production compared to control, but there is no significant change in hydrogen peroxide production was observed in 48 hours of carbon dioxide.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihya Fakhrurizal Amin
"Pendahuluan: Peningkatan karbondioksida pada atmosfer berdampak pada perubahan iklim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi tubuh manusia terutama pada sistem imun manusia, yang diketahui dapat menurunkan produksi sel T. Pada penelitian ini menggunakan subjek berupa sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) yang menjadi representatif dari sistem imun manusia. Berbagai respon mungkin akan ditunjukkan jika PBMC dipaparkan karbon dioksida dengan konsentrasi lebih tinggi dari normal, tetapi pada penelitian ini hanya spesifik melihat pada kadar hidrogen peroksida melalui pengukuran kadar DCFH-DA. Metode: PBMC yang sudah diisolasi dari subjek dipaparkan karbon dioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji. Waktu pemaparan dilakukan selama 24 jam dan 48 jam. Pada waktu akhir waktu inkubasi untuk masing-masing kelompok akan dilakukan pengukuran kadar DCFH-DA dengan fluorometri. Hasil yang didapat berupa absorbansi/sel yang akan dianalisis lebih lanjut melalui SPSS versi 24. Hasil: Didapatkan jumlah hidrogen peroksida lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol secara signifikan (p<0.05) saat diinkubasi selama 24 jam tetapi tidak signifikan pada waktu inkubasi 48 jam. Perbandingan konsentrasi hidrogen peroksida antara 24 dan 48 jam menunjukkan penurunan secara signifikan konsentrasi saat diinkubasi 48 jam jika dibanding 24 jam. Kesimpulan: Paparan karbon dioksida selama 24 jam dapat meningkatkan produksi hidrogen peroksida dibandingkan kontrol, namun hal ini tidak terjadi pada PBMC yang dipaparkan karbondioksida selama 48 jam.

Introduction: Increased carbon dioxide in the atmosphere has an impact on climate change. Increased carbon dioxide can affect the human body, especially in the human immune system, which is known to reduce the production of T cells. So as to represent the human immune system, this study uses the subject of Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells. Various responses might be demonstrated if PBMCs were exposed to carbon dioxide concentrations higher than normal, but in this study only specifically looked at hydrogen peroxide levels by measuring DCFH-DA levels. Method: PBMC which had been isolated from the subject were exposed to 5% carbon dioxide as a control and 15% as a test. Exposure time is 24 hours and 48 hours. At the end of the incubation time for each group, measurement of DCFH-DA with fluorometry will be carried out. The results obtained in the form of absorbance / cells will be further analyzed through SPSS version 24 Result : There was a significant increase in the amount of hydrogen peroxide compared to the control (p <0.05) when incubated for 24 hours but not significantly at 48 hours incubation time. Comparison of hydrogen peroxide concentrations between 24 and 48 hours shows a significant decrease in concentration when incubated 48 hours when compared to 24 hours (p<0.05). Conclusion: Exposure to carbon dioxide for 24 hours can increase hydrogen peroxide production compared to control, but there is no significant change in hydrogen peroxide production was observed in 48 hours of carbon dioxide exposure."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Buntoro
"Laporan Praktik Keinsinyuran ini membahas tentang bagaimana cara PT. United Tractors Site Batu Kajang melakukan optimalisasi strategi maintenance pada HD785-7 untuk mengoptimalkan PA (Performance Availability) dan MTBF (Main Time Between Failure) dengan cara mengevaluasi dan memberikan rekomendasi langkah perbaikan agar tidak terjadi problem yang lebih besar. Latar belakang laporan ini adalah dampak dari bisnis batu bara tahun 2016 yang mengalami penurunan dan rendahnya harga batu bara semakin mendesak industri bisnis maintenance alat berat PT. United Tractors di Batu Kajang, beresiko mengalami penurunan revenue dan profit yang disebabkan oleh minimnya unit yang tidak beroperasi. Oleh karena itu diperlukan strategi maintenance yang bisa mempertahankan bisnis PT. United Tractors khususnya Project FMC (Full Maintenance Contract) yang berada di PAMA Batu Kajang agar dapat mempertahankan bisnis maintenance alat berat tersebut sesuai kontak dengan PT. Pama Persada Nusantara Site Kideco Jaya Agung, Kalimantan Timur. Subject dalam laporan ini adalah unit HD785-7 Komatsu, yaitu Dump Truck kapasitas muatan 91 ton yang dikelola oleh PT. United Tractors dengan pola bisnis Full Maintenance Contract. Langkah-langkah dalam laporan ini adalah meningkatkan pelaksanaan Comprehensive Cost Effectiveness (CCE), melakukan basic maintenance activity, dan melakukan extend life time component sesuai mandatory dari management PT. United tractors.

This Engineering Practice Report discusses how PT. United Tractors Site Batu Kajang optimizes the maintenance strategy on HD785-7 to optimize PA (Performance Availability) and MTBF (Main Time Between Failures) by evaluating and providing recommendations for corrective steps to avoid bigger problems. The background of this report is the impact of the coal business in 2016 which experienced a decline and the low price of coal is increasingly urging the heavy equipment maintenance business industry of PT. United Tractors in Batu Kajang, is at risk of experiencing a decrease in revenue and profit caused by the lack of units that are not operating. Therefore a maintenance strategy is needed that can maintain PT. United Tractors especially the FMC (Full Maintenance Contract) Project which is at PAMA Batu Kajang in order to be able to maintain the heavy equipment maintenance business according to contact with PT. Pama Persada Nusantara Site Kideco Jaya Agung, East Kalimantan. The subject of this report is the HD785-7 Komatsu unit, which is a Dump Truck with a payload capacity of 91 tons managed by PT. United Tractors with a Full Maintenance Contract business model. The steps in this report are improving the implementation of Comprehensive Cost Effectiveness (CCE), carrying out basic maintenance activities, and extending life time components according to the mandatory management of PT. united tractors."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Monica Thamrin
"ABSTRAK
Dengan maksud mempersingkat waktu proses persiapan dan pelaksanaan tender, maka dipilihlah sistem kontrak rancang bangun (design and build) untuk proyek Mixed Use Building. Namun pada pelaksanaannya, muncul banyak klaim yang diajukan oleh kontraktor sehingga menyebabkan dispute diantara para stakeholder terkait yang seharusnya dapat diminimalkan dengan melakukan manajemen kontrak yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi manajemen kontrak konstruksi design and build yang tepat pada proyek Mixed Use Building berdasarkan CMBOK dengan melakukan survey dan interview pakar. Pada penelitian ini diperoleh sistem manajemen kontrak rancang bangun (design and build) yang berbasis resiko.
Kata Kunci:
Manajemen kontrak, design and build, proyek mixed use building, klaim, dispute, CMBOK

ABSTRACT
Evaluation Design and Build Contract System in Mixed Used Project based on Standard Contract Management Body of Knowledge"
2017
T49606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>