Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155322 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhurandhara Hidimbyatmaja Kartika Putra
"Tesis ini mengambil studi kasus kegiatan keagamaan yang dilakukan Majelis Rasulullah di Pancoran, Kebayoran Lama dan Monumen Nasional. Menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk data penguat, penelitian ini menemukan jika meskipun Majelis Rasulullah menggunakan ruang publik untuk kegiatannya, namun masyarakat di sekitarnya tidak terganggu karena berimbas positif kepada kegiatan sosial dan ekonomi mereka. Temuan lapangan kemudian dianalisis menggunakan 3 konsep ruang Henry Lefebvre: tindakan keruangan, konsep serta representasi ruang, dan ruang yang dihidupi atau ruang representasi. Tindakan keruangan dilakukan dengan kegiatan keagamaan di ruang publik, dengan adanya simbol-simbol yang ditunjukkan melalui bendera Majelis Rasulullah hingga pakaian muslim di ruang representasi. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan konsep akan ruang oleh Majelis Rasulullah berupa Jakarta kota Sayyidina Muhammad SAW.

This thesis is a case study of religious activities conducted Majelis Rasulullah in Pancoran, Kebayoran Lama and the National Monument. Using qualitative and quantitative methods for data amplifier, this study found that if though Majelis Rasulullah use of public space for activities, but the people are not bothered because a positive impact on their social and economic activities. Field findings were analyzed using a 3 concept of space by Henry Lefebvre: spatial practice, conceptualized space or representations of space and lived space or representational space. Spatial practice carried out by religious activities in public space with the symbol shown through the Majelis Rasulullah flag to moslem clothing in the representational space. This is done to realize the concept of space by Majelis Rasulullah: Jakarta as a City of Sayyidina Muhammad SAW.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylva Asihtrisna Asmarawati Irnadiastputri
"[ABSTRAK
Perkembangan manusia menyebabkan krisis lingkungan dan memunculkan pemikiran pembangunan berkelanjutan sebagai upaya mengatasinya. Kota hijau merupakan sebuah metafora dari pencapaian tujuan- tujuan pembangunan perkotaan berkelanjutan. Kota hijau diwujudkan melalui pemenuhan 8 atribut, terdiri atas green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, dan green energy. Salah satu atribut yang secara nyata dapat diukur dan telah menjadi masalah adalah green open space (ruang terbuka hijau). Isu kebutuhan akan ruang terbuka, terutama ruang terbuka hijau, muncul sebagai akibat perubahan lingkungan fisik yang terjadi di tingkat nasional dan internasional.
Kota Depok sebagai kotamadya yang baru berusia 14 (empat belas) tahun, secara administratif berada di bawah kewenangan Provinsi Jawa Barat, tetapi perkembangannya sangat dipengaruhi oleh Provinsi DKI Jakarta. Kota Depok merupakan wilayah hunian tujuan masyarakat Jabodetabek dan wilayah dengan fasilitas pendidikan yang dituju oleh seluruh Indonesia. Kota Depok telah berkomitmen untuk berupaya mewujudkan kota hijau melalui penandatanganan Piagam Kota Hijau tanggal 8 November 2012. Kemampuan kota Depok mewujudkan kota hijau dapat dilihat berdasarkan daya dukung dan daya tampung, potensi sosial dan budaya serta penegakan hukum di kota tersebut.

ABSTRACT
Human development causes environmental crisis and bring sustainable development thinking to handle. Green city is a methaphor of achieving sustainable urban development goals. Green city realized through the fulfillment of 8 atributes, consist of green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, and green energy. One of the atributes that can actually measured and has become a problem is green open space. The issue of open space necessity, especially green open space, appear as the result of physical environmental changes that occur at the national and international level.
Depok City as a 14 years municipality, is administratively under the authority of West Java province, but its’ development is strongly influenced by DKI Jakarta. Depok is a residential area aimed by Jabodetabek society and have educational facility for Indonesia. Depok has committed for struggle create green city through the the signing of Green City Charter date 8th November 2012. The ability of Depok to make green city into realize can be seen by carrying capacity, social and cultural potential as well as law enforcement in the city., Human development causes environmental crisis and bring sustainable development thinking to handle. Green city is a methaphor of achieving sustainable urban development goals. Green city realized through the fulfillment of 8 atributes, consist of green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, and green energy. One of the atributes that can actually measured and has become a problem is green open space. The issue of open space necessity, especially green open space, appear as the result of physical environmental changes that occur at the national and international level.
Depok City as a 14 years municipality, is administratively under the authority of West Java province, but its’ development is strongly influenced by DKI Jakarta. Depok is a residential area aimed by Jabodetabek society and have educational facility for Indonesia. Depok has committed for struggle create green city through the the signing of Green City Charter date 8th November 2012. The ability of Depok to make green city into realize can be seen by carrying capacity, social and cultural potential as well as law enforcement in the city.]"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Rosabella Arianto
"Manggarai Community Center hadir sebagai wadah bagi masyarakat kampung wadas dan masyarakat pendatang yang akan tinggal disekitar daerah TOD manggarai untuk memiliki ruang publik yang dapat mewadahi berbagai-macam kegiatan kemasyarakatan. Hal ini dikarenakan Mangarai akan berkembang menjadi kawasan TOD dimana berdasarkan data kependudukan, kepadatan penduduk di kawasan manggarai sendiri telah mencapai kurang lebih 42 ribu orang per km2. Sehingga dengan padatnya penduduk dalam kawasan tersebut menyebabkan keterbatasan ketersediaan lahan yang berujung pada minimnya ruang publik yang dapat mewadahi kegiatan kemasyarakatan. Bangunan ini diharapkan dapat mewadahi kegiatan komunal masyarakat sekitar, seperti: tempat kumpul bagi masyarakat, rapat RT/RW, bakti sosial, posyandu, bukber, acara kebersamaan warga, pemilu, donor darah dan lain sebagainya. Fasilitas yang ditawarkan dalam bangunan antara lain, ruang serbaguna, ruang membaca dan belajar, meeting room, ruang komunal dan mushola.

The Manggarai Community Center is a space designed for the residents of Kampung Wadas and newcomers who will live in the TOD Manggarai area to have a public space that can accommodate various community activities. This is because Manggarai will develop into a TOD area where, based on population data, the population density in the Manggarai area itself has reached approximately 42,000 people per km2. As a result, the dense population in the area has led to limited land availability, resulting in a lack of public spaces that can accommodate community activities. This building is expected to be able to accommodate communal activities for the surrounding community, such as: a gathering place for the community, RT/RW meetings, social services, posyandu, bukber, community events, elections, blood donation and so on. The facilities offered in the building include a multipurpose room, a reading and study room, a meeting room, a communal room and a mushola.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Pertemuan sebagian besar masyarakat, dengan kemampuan fisik dan kebutuhan yang berbeda, di ruang perkotaan akan memunculkan kegiatan, obyek, dan tempat yang beragam dan berbeda-beda. untuk mendapatkan kualitas ruang perkotaan yang baik, kebutuhan akan akses yang mudah dan mampu menawarkan pilihan-pilihan terhadap keragaman dan perbedaan menjadi penting. Pengaturan informasi-informasi tentang kegiatan, obyek, dan tempat beragam dan berbeda akan diperlukan untuk memudahkan pengguna dalam berorientasi dan berkegiatan di ruang perkotaan juga menjadi prasyarat bagi ruang perkotaan yang baik. Tulisan ini merupakan studi teoritis yang berupaya mengeksplorasi sejauh mana elemen tata informasi dapat menjadi penentu terbentuknya ruang perkotaan yang baik atau ruang perkotaan yang aksesibel."
720 JAKUAJ 1:1 (2003)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anzalika Tri Pujayana
"Urban Sketching merupakan aktivitas membuat sketsa secara langsung di lokasi. Dalam proses melakukan urban sketching, sketchers menjadi pengamat yang mengamati ruang urban dan karakteristik visual pemandangan perkotaan yang ada. Saat membuat sketsa secara langsung, banyak faktor yang mempengaruhi prosesnya, salah satunya adalah townscape yang ada di ruang urban. Townscape menerangkan pentingnya elemen-elemen visual dalam menciptakan pengalaman visual yang memuaskan. Saat suatu kelompok urban sketcher berada dalam satu kawasan yang sama, pemandangan yang ditangkap ke dalam sketsa dapat berbeda, hal itu dapat terjadi karena cerita personal yang ingin dituangkan ke dalam sketsa saat mengamati ruang, cerita tersebut selalu memiliki komponen townscape pada ruang urban yang dapat dieksplorasi dan dituangkan dengan berbagai cara berbeda ke dalam bentuk sketsa. Pada skripsi ini dilakukan studi kasus di area semi outdoor untuk pejalan kaki, yaitu Gading Walk, dan membandingkan elemen townscape yang ada di setiap sketsa.

Urban Sketching is an activity to make sketches directly on location. In the process of urban sketching, sketchers become observers who observe urban space and the visual characteristics of existing urban scenery. When sketching directly on the location, many factors influence the process, one of which is the townscape of urban spaces. Townscape explains the importance of visual elements in creating a satisfying visual experience. When a group of urban sketchers are in the same area, the scenery captured in the sketches can be different, this can happen because of the personal story that they want to put into the sketch when observing spaces, the story always has townscape components in urban space which can be explored and poured in many different ways into sketches. In this thesis, a case study is carried out in a semi-outdoor pedestrian area, namely Gading Walk, and compares the townscape elements in each sketch."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Widya Pratama
"ABSTRAK
Kota Lama Semarang adalah kawasan historis yang penuh dengan nilai sejarah, arsitektur, budaya dengan bangunan-banagunan era kolonial yang masih berdiri seja era kolonial. Dalam perkembangannya, kawasan ini telah mengalami perubahan citra dari kota yang terkesan hidup menjadi kota yang terksesan mati pada era setelah kemerdekaan. Lalu kawasan ini mulai terasa mulai hidup lagi sejak sekitar tahun 2010. Perubahan citra disebabkan terjadinya kekosongan serta kurangnya kesadaran masyarakat dan pemerintah untuk mengonservasikannya. Namun pada tahun 2010 kawasan ini mulai diperhatikan dengan dipugarnya beberapa bangunan seperti Gereja Blenduk. Langkah selanjutnya yang dibutuhkan yaitu adalah untuk melestarikan kawasan ini dari aspek nonfisiknya. Salah satu pendekatannya yaitu melalui studi simbolisme ruang urban. Beberapa cara untuk menganalisis simbolisme ruang urban yaitu dengan menganalisis perkembangan kota lama semarang melalui aspek sejarah, lalu menganalisis karakteristik aspek-aspek fisik ruang urbannya, dan menganalisis kedua poin tersebut dengan cara menganalisis tingkatan pemaknaan yang terjadi di sana. Diharapkan, pada akhirnya masyarakat dan pemerintah semarang dapat mengetahui bahwa dengan mengetahui urban simbolisme kota lama semarang dapat menjadikan kota lama semarang sebagai kawasan dengan yang dapat disadari dan mudah diterima oleh manusianya sehingga tidak terkesan mati lagi dan dapat bersaing dengan kawasan lainnya.

ABSTRACT<>br>
The Old City of Semarang is a historical area full of historical, architectural, cultural values with colonial era buildings still standing there until nowadays. In its development, the district has undergone a change of image from a city that impressed live into a deadly city in the post independence era. Then the district began to feel started to live again since around the year 2010. Image changes due to the vacancy of the buildings and lack of public awareness and the government to conserve it. But in 2010 this area began to be noticed by conserving some buildings such as Blenduk Church. The next step required is to preserve this area from its nonphysical aspect. One approach is through the study of urban space symbolism. Some ways to analyze the symbolism of urban space is to analyze the development of the old city through the aspect of history, then analyze the characteristics of the physical aspects of urban space and analyze those two points by analyzing the level of meaning that occurred there. Hopefully, by understanding the urban symbolism, Old City Semarang will be conserved better and can be a district which can be perceived, remembered and accepted by people so that does not seem dead again and can compete with anther region. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Candra Junior
"Alun-alun Kota Serang merupakan ruang publik yang dibangun pada tahun 1828 oleh Belanda. Sebagai warisan benda budaya, pemanfaatan ruang publik ini diatur agar sesuai dengan kondisinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran Pemerintah Daerah Kota Serang dalam mengatur pemanfaatan ruang Alun-alun Kota Serang dan pengaruhnya terhadap pemanfaatan ruang. Hal ini diidentifikasi melalui interaksi tiga elemen spasial yaitu representasi ruang (conceived space), praktik spasial (perceived space), dan ruang representasi (lived space) yang diwujudkan dalam bentuk perencanaan, penyelenggaraan, dan pemanfaatan ruang. Data penelitian ini dikumpulkan melalui metode observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Sedangkan analisis dilakukan dengan metode komparatif spatial antara rencana tata ruang pemanfaatan alun-alun, dengan persebaran aktivitas dan kepadatan pengguna di alun-alun. Selain itu juga dilakukan identifikasi interaksi antara tiga elemen spasial pembentuk aktivitas di alun-alun. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagai conceived space, terdapat dua ruang perencanaan. Pada area timur, perencanaan dilakukan dengan konsep modern dan berorientasi pada peningkatan ekonomi sehingga fasilitas dan atraksi yang tersedia lebih banyak dan bervariasi. Sedangkan pada area barat, perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah dilakukan dengan konsep kuno dan berorientasi untuk melestarikan bangunan-bangunan bersejarah yang tersebar di sekitar Alun-alun Kota Serang. Untuk mempertahankan fungsi warisan budaya di area barat, fasilitas dan atraksi disediakan secara terbatas. Dengan perbedaan pola ruang pemanfaatan tersebut, perceived space cenderung memusat di area timur. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan alun-alun sebagai warisan benda budaya yang dilakukan pemerintah berhasil mengatur pemanfaatan ruang. Alun-alun sebagai lived space tidak berdiri sendiri, namun menunjukkan keterkaitan dengan ruang di sekitarnya.

Serang Alun-alun is a public space built in 1828 by the Dutch. As a cultural heritage, the utilization of this public space is regulated according to its conditions. This study aims to identify the role of the Local Government of Serang City in regulating the spatial use of Serang Alun-alun and its influence on space utilization. This is identified through the interaction of three spatial elements, namely spatial representation (conceived space), spatial practices (perceived space), and representational space (lived space) which are embodied in the form of planning, organizing, and spatial utilization. The research data was collected through observation, interviews, and documentation studies. While the analysis was carried out using a spatial comparative method between the spatial plan for the use of the Alun-alun, with the distribution of activities and the density of users in the Alun-alun. In addition, the study was also carried out to identify interactions between the three spatial elements forming activities in the Alun-Alun. The results of the analysis show that as a conceived space, there are two planning spaces. In the eastern area, planning is carried out with a modern concept and is oriented towards improving the economy so that more and more varied facilities and attractions are available. Whereas in the western area, the planning carried out by the government with an ancient concept is oriented towards preserving historical buildings scattered around Serang Alun-alun. To maintain the function of cultural heritage in the West area, the government provided limited facilities and attractions. With the difference in the spatial utilization pattern, the perceived space tends to concentrate in the east. The conclusion of this study shows that the planning of the Alun-alun as a cultural heritage by the government has succeeded in regulating the use of space. Alun-alun as a lived space does not stand alone but shows a connection with the space around it."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lelly Nurul Latifa
"ABSTRAK
Studi ini menjelaskan pemaknaan ruang (place-meaning) terhadap Car Free Day Jakarta sebagai ruang publik. Car Free Day merupakan agenda Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk mengkampanyekan pengurangan emisi gas melalui pengurangan penggunaan kendaraan bermotor, dan telah digunakan oleh pengunjungnya untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Salah satunya adalah Komunitas Cosplayer yang melakukan pertunjukan kostum, dimana hal ini tidak berhubungan dengan pesan yang dikampanyekan oleh Car Free Day Jakarta. Penulis berargumen bahwa aktivitas Komunitas Cosplayer di area Car Free Day Jakarta tidak dapat dilepaskan dari analisis ruang. Secara khusus, penulis menghubungkan pemaknaan struktur spasial dengan tindakan sosial yang dilakukan aktor di dalam lingkungan ruang Car Free Day. Penelitian kualitatif ini menunjukkan hasil bahwa ruang sebagai sebuah bentuk struktural memiliki hubungan dialektis dengan aktor yang berada di dalamnya. Hal ini membentuk pemaknaan ruang yang diterima oleh aktor dan melakukan aktivitas di Car Free Day atas makna tersebut. Komunitas Cosplayer menggunakan Car Free Day Jakarta sebagai sebuah tempat untuk mencapai tujuan pragmatisnya: mendapat pendapatan lebih banyak yang berasal dari kepadatan pengunjung di dalam ruang Car Free Day Jakarta. Pengambilan data lapangan dalam studi ini dilakukan sebelum terjadinya pandemic COVID-19 dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di Jakarta sejak Maret 2020.

ABSTRACT
This study aims to explain the meaning of place of Car Free Day Jakarta as urban public place. Car Free Day is one of the DKI Jakarta Regional Government's agendas to campaign for reducing gas emissions through reducing the use of motorized vehicles, has been used by visitors to carry out activities in accordance with their respective interests. One of them is the Cosplayer Community who perform costumes, which is not related to the message campaigned by Car Free Day Jakarta. The author argues that the activities of the Cosplayer Community in the Jakarta Car Free Day area cannot be separated from place analysis. Specifically, the author connects the meaning of spatial structure with social actions carried out by actors in the Car Free Day place environment. This qualitative study shows the results that place as a structural form has a dialectical relationship with the actors within it. This forms the meaning of the place received by the actor and carries out activities on Car Free Day for that meaning. The Cosplayer community uses Car Free Day Jakarta as a place that aims to achieve its pragmatic goals: get more income, which comes from the density of visitors in the Car Free Day Jakarta. The field data in this study was taken before the pandemic COVID-19 and PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) happened in Jakarta since March 2020."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Dwika Aprilian
"Skripsi ini membahas keberadaan ruang sisa (lost space) yang terjadi di bawah jembatan layang tengara suatu kota. Akibat mobilitas penduduk yang bergantung pada penggunaan kendaraan, ruang sisa tersebut hanya dipahami sebagai pemandangan yang dinikmati sekilas saja. Padahal, saya melihat place-making bisa menjadi strategi dalam mengolah ruang sisa di bawah jembatan layang yang menjadi tengara suatu kota menjadi found space yang bisa mengakomodasi manusia untuk melakukan aktivitas sementaranya (temporary inhabitation). Untuk itu, dilakukan studi kasus terhadap dua ruang sisa di bawah jembatan layang tengara, baik yang belum maupun yang sudah diolah, hingga didapat kesimpulan bahwa interior dan aktivitas bertinggal sementara juga bisa terjadi pada ruang kota dalam skala yang lebih intim.

This undergraduate thesis analyzes lost space which occurs under the flyover of cities landmark. Due to the high dependencies of citizen on the automobile, this lost space is usually perceived as ignored space or scenery by them. Through the concept of interiority, I found that place-making approach could be a strategy to evolve lost space into found space that can accommodate citizen to do their activities (temporary inhabitation). I analyze two case studies toward two of lost spaces under the flyover of cities landmark. So that it can be inferred, interior and inhabitation process also can be occurred within intimate scale in the city.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59217
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asiah Syahidah
"Untuk mempelajari dan memahami bagaimana gedung parkir dapat berfungsi dengan baik faktor manusia dan faktor lingkungan termasuk dalam studi ini mereka akanakhirnya mempengaruhi hasil akhir apakah gedung parkir akan diakuisebagai sukses atau tidak. Para pengguna bangunan akan harus datang dengan nyaman danmenggunakan bangunan sesuai dengan rencana semula itulah mengapa itu diperlukanpenemuan pola tersembunyi manusia kendaraan dan lingkungan untuk bekerjaNah dalam hal ini lingkungan yang kecil. Jadi ketika telah ada gedung parkir disediakan masih ada sebuah mobil yang diparkir di sisi jalan atau di jalan pejalan kaki diUntuk merampingkan parkir mobil yang kadang kadang dapat menyebabkan lanjut masalah gedung parkir terkait. Namun ketika sudah disediakandan masih tidak digunakan harus ada faktor tersembunyi yang perlu diperbaiki secepatmungkin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi lokasi mengakses dan bahkan tanda dapat membantu untuk menemukan fasilitas dalam rangka untuk memikat orang untukmenggunakannya Namun orang juga menjadi faktor penting untuk keberhasilandari rencana karena mereka adalah orang yang akan menggunakan seluruh desain dantermasuk pemahaman tentang perilaku dan kebutuhan orang orang yang harus dipenuhi.

In order to study and to understand the way of a parking building to perform well, the human factor and environment factor are included in the study. They will eventually affect the final result whether the parking building will be recognized as a success or not. The users of the building will have to comfortably come and use the building according to the original plan, that is why it is needed the discovery of the hidden pattern of human, vehicle, and the environment, to work well in this small surroundings. So when there has been a parking building provided, there still is a car parked on the street side, or on the pedestrian path. In order to streamline the parking cars which sometimes might cause further problems, the parking building is related. However, when it is provided already and it is still not used, there must be a hidden factor that needs to be fixed as soon as possible.
The result of the research indicates that the position, the location, access, and even sign can help to discover the facility in order to allure people to use it. However, the people are also becoming the important factor to the success of the plan, as they are the one who are going to use the whole design. And it includes the understanding of the behavior and the needs of people to be fulfilled.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53311
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>