Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23818 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susilo Pradoko
"Penelitian ini mengungkap secara mendalam tentang perubahan fungsi Candi Siwa , makna arca chitra Candi Siwa serta makna Relief Ramayana Prambanan dalam empat periode pengaruh kuasa: Hindu, Islam, Kolonial dan Kemerdekaan. Pengungkapan fungsi serta makna dilakukan dengan metode postprosesual dengan pendekatan kontekstual. Objek material candi, arca dan relief diungkap makna primer serta makna sekunder melalui analisis semiotika Roland Barthes, wacana yang muncul dibalik pemaknaan atas pengaruh kuasa dianalisis melalui analisa wacana/kuasa Michel Foucault. Hasil penelitian: (1) Fungsi Candi Siwa Prambanan: pada masa pengaruh kuasa Hindu, candi sebagai Siwagrha, tempat pemujaan kepada Siwa Mahadewa, tempat masyarakatnya memperoleh berkah kesejahteraan; pada masa pengaruh kuasa Islam, candi sebagai makam, cungkup, tempat angker bangunan karya Bandung Bondowoso; pada masa pengaruh kuasa Kolonial candi sebagai temuan arkeologis, tempat penerapan ilmu arkeologi, objek penelitian dan tempat wisata Jawa; masa Kemerdekaan, candi sebagai monument karya besar Bangsa Indonesia, cagar budaya, benda budaya dunia, destinasi wisata, tempat pertunjukan seni dan tempat ibadah hari raya Nyepi bagi umat Hindu. ( 2) Makna Arca Chitra di Bilik Candi Siwa Prambanan: masa kuasa Hindu, arca sebagai ikonik perwujudan dewa/i serta serta dewa/i pemberi kesejahteraan; masa kuasa Islam, arca merupakan berhala, arca buah karya Bandung Bondowoso; masa kuasa Kolonial, arca merupakan temuan eksotis, benda kenang-kenangan dan objek penelitian; masa kemerdekaan, monumen karya besar bangsa, benda gift, perwujudan ikonik dewa-dewi Hindu. (3) Relief Ramayana Candi Prambanan: masa pengaruh kuasa Hindu, ajaran melakukan dharma; masa pengaruh kuasa Islam, tokoh Rama sebagai keturunan nabi Adam; masa pengaruh kuasa Kolonial, alat diplomasi antar negara, objek penelitian; masa kemerdekaan, mewujud pementasan sendratari Ramayana, sebagai gift, kitab ajaran agama Hindu. Implikasi Penelitian: Dalam penelitian ini didapatkan arkeologi pemikiran dibalik masing-masing pengaruh wacana/ kuasa. Pemahaman manusia terhadap arkeologi pemikiran membuat manusia bercakrawala luas dalam menanggapi objek yang sama dengan paradigma yang berbeda. Objek, kebudayaan material berupa candi, arca dan relief merupakan wadah mitos yang dapat mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sosialkemasyarakatan manusia.
The research reveals deeply about changing the function of Shiva temple, statues chitra meaning and significance of Shiva temple Prambanan Ramayana Relief in four periods of the influence of power: Hindu, Islamic, colonial and independence. Disclosure functions and meanings carried by the method of post-processual with contextual approach. Material object temples, statues and reliefs revealed primary meaning and secondary meaning through semiotic analysis Roland Barthes, discourse that appears behind the meaning of the influence of power is analyzed through discourse analysis Michel Foucaul). Results of the study: (1) Function Prambanan Shiva Temple: During the influence of Hindu power, as Siwagrha temple, shrine to Shiva Mahadeva, where people obtain a blessing welfare; during the influence of Islamic power, the temple as a tomb, cupola, haunted places, building work of Bondowoso; during the colonial power of the influence of the temple as archaeological finds, where the application of the science of archeology, research objects and sights Java; Independence period, the temple as a major work of the Indonesian Nation monument, heritage, world cultural objects, tourist destination, performing arts venues and places of worship Nyepi day for Hindus. (2) The meaning Arca Chitra Room Shiva temple Prambanan: the power of the Hindu, statues as iconic embodiment of the gods and deities giver and welfare; period of Islamic power, the statues are idols, statues the work of Bondowoso; period colonial power, the statue of the exotic findings, keepsake objects and objects of research; independence, the monument's major work, gift items, iconic embodiment of Hindu deities. (3) Relief Ramayana Prambanan: the influence of Hindu power, do dharma teachings; term influence of Islamic power, Rama figures as descendants of the prophet Adam; Colonial influence future power, diplomacy tool between countries, the object of study; independence, embodied Ramayana ballet performances, as a gift, the book of Hindu religion. Research Implications: In this study, archeology rationale behind each influence discourse / power. Human understanding of the rationale behind the archaeological material culture make people wider in mind so they are able to empathy and tolerance in response to the same object with different paradigms, to realizing the sense of Bhineka Tunggal Ika. Object, material culture in the form of temples, statues and reliefs is a container of stories, myths, which in turn can influence human action."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
D1991
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir Ashari
"Candi merupakan peninggalan bangunan suci masa Hindu-Buddha di Indonesia yang mulai berkembang pesat pada zaman Singhasari-Majapahit (Abad ke-13-15 M). Perkembangan candi pada masa kerajaan tersebut sangat pesat dan adanya bangunan candi didirikan sebagai bangunan untuk menghormati raja yang telah wafat atau biasa disebut candi Pendharmaan. Kajian ini berusaha untuk mendapatkan makna dari adanya candi Pendharmaan tersebut. Kajian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode semiotika. Analisis semiotik yang digunakan adalah analisis semiotik Charles Sanders Peirce yang mengkaji makna dengan hubungan segitiga antara tanda, pengguna dan realitas luaran. Tanda berpusat pada seseorang yang diciptakan dalam fikiran seseorang mengenai suatu tanda yang setara. Tanda yang kemudian dihasilkan dari tanda pertama dinamakan interpretant dan tanda tersebut menunjukkan sesuatu, yaitu objeknya. Lebih dalam lagi dengan menggunakan teknik analisis sistem triadik Peirce yang menekankan adanya proses bernalar (semiosis) untuk mendapatkan suatu makna. Hasil dari kajian ini bahwa melalui proses bernalar (semiosis) makna candi Pendharmaan pada zaman Singhasari-Majapahit (Abad ke-13-15 M) memiliki makna tersendiri pada masa Jawa Kuna dan makna tantrayana sangat besar dalam aliran keagamaan yang ada pada candi Pendharmaan.
The temple is a sacred relic building the Hindu-Buddhist in Indonesia, which began to grow rapidly in Singhasari-Majapahit era (13-15 century BC). The development of the royal temple during very rapid and the presence of the temple was founded as a building in honor of the king who had died or it usually called Pendharmaan temple. The aim of this study will be analyze to exlpore about how to get the meaning of the existence of the temple Pendharmaan. Qualitative method with semiotic analysis has been applied in this study. Semiotik analysis that is used is analysis semiotik charles peirce sanders that looked at the meaning to the relation of a triangle between a sign users and the outer covering of reality. Entered on a sign of someone who was created in the mind of someone on a sign of equivalent. A mark then resulting from the first sign is called interpretant and the mark show you something that is its object. This research more deeper by using analysis techniques of systems triadic of Charles Sanders Peirce, who emphasized the reasoning processes (semiosis) to get a meaning. The result of this study explain that through a process of semiosis the meaning of the temple Pendharmaan in Singhasari-Majapahit era (13-15 century BC) has special meaning during the Javanese and Tantric enormous significance in the religious meaning that existed at Pendharmaan temple."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T44782
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Betsy Edith Christie
"Skripsi ini membahas bagaimana persebaran dan hubungan pemukiman etnis Cina di Kawasan Medan pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Pada pemukiman dilihat bagaimana persamaan dan perbedaan karakteristik setiap situs pemukiman etnis Cina. Tujuan umum penelitian ini adalah merekonstruksi kebudayaan masa lalu etnis Cina di Medan. Selain itu, penelitian ini bertujuan khusus untuk mengetahui karakteristik setiap situs pemukiman etnis Cina.Penelitian ini menggunakan metode arkeologi pemukiman tingkat makro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persebaran situs-situs pemukiman etnis Cina menunjukkan pola linier di mana berkembang dari utara menuju pusat Kota Medan. Sementara itu, hubungan antarsitus berkaitan dengan faktor migrasi dan ekonomi.

This undergraduate thesis is talk about distribution and relationship chinese settlement in Medan from the end of 19th century until early 20th century. This research is look at the similarities and differences between each site. General purpose is to reconstruction the culture of chinese in the past. Besides, the special purpose is to understand the characteristics of each site. Method that had been used is the archaeology of settlement in macro scale. The result is the distribution of chinese settlement in Medan shows that the pattern is linear. Meanwhile, the relationships between each site cause of migration and economy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"Studi ini menjelaskan ciri-ciri Masjid Kerajaan di Indonesia dari abad ke-16 hingga awal abad ke-20 Masehi melalui kajian arsitektural dan arkeologis terhadap komponen bangunannya. Masjid Kerajaan adalah sebuah konsep yang bermakna bangunan tempat ibadah sultan shalat berjamaah bersama rakyatnya yang berlokasi di ibukota kerajaan Islam yang merupakan representasi sultan dan sekaligus menjadi identitas kerajaan yang bercorak Islam di masa lalu.
Melalui kajian arsitektural dan arkeologis, beberapa masjid kerajaan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Utara, dikaji dengan memperhatikan konteks ruang (spatial) dengan pusat pemerintahan (istana), alun-alun, pasar, makam dan bangunan lainnya. Disamping itu, dikaji juga aspek relasi kuasa masjid dengan kraton sebagai pusat kuasa, untuk mengungkapkan representasi kuasa di dalam masjid, dengan memperhatikan gaya bangunan dan ritual.
Hasil yang diperoleh memperlihatkan masjid-masjid kerajaan di Indonesia memiliki ciri-ciri khusus yang ditampilkan (display) dalam bangunannya dan praktik ritual lokalnya yang berbeda dengan masjid non kerajaan dan masjid di luar Indonesia sebagai suatu strategi dan resistensi terhadap relasi kuasa Islam global di masa lalu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2120
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhanisa Restya Agung
"Dhanurveda adalah kitab ilmu kemiliteran tertua dari zaman Hindu yang dianggap sebagai pedoman dari segala kegiatan yang melibatkan busur panah. Manuskrip Dhanurveda yang tersisa sekarang ini hanya merupakan fragmen atau versi ringkas dari yang asli namun cukup untuk menunjukkan bahwa ilmu kemiliteran khususnya tentang seni memanah merupakan bagian penting dari ajaran nenek moyang di masa lampau. Berbagai relief dari candi-candi besar masa Klasik Tua (abad ke-8-10 M), yaitu candi Prambanan dan candi Borobudur merekam semua bukti-bukti kedigjayaan yang melibatkan busur panah. Sthana (postur tubuh ketika memanah) dan mudra (konfigurasi atau bentuk kepalan jemari tangan) yang menjadi faktor pendukung terbesar keberhasilan seorang pemanah dalam melesatkan anak panah dengan baik. Maka dari itu ingin diketahui apakah teknik sthana dan mudra adegan memanah yang tergambar di relief candi mencerminkan tata aturan dari kitab Dhanurveda; apakah fungsi panahan pada masyarakat Jawa Kuna sebagai masyarakat pendukung zaman itu dan bagaimana keberlanjutan penggunaan sthana dan mudra Dhanurveda setelah masa Klasik berakhir. Kajian ini menggunakan cara-cara kualitatif dengan menggunakan tahapan penelitian yang dimulai dari pengumpulan relief-relief beradegan memanah dari candi Prambanan dan candi Borobudur sebagai data primer, pengolahan data, analisis dan interpretasi. Tahapan interpretasi dibantu dengan data sekunder berupa manuskrip karya sastra Jawa Kuna yaitu Kakawin Ramayana dan berbagai cerita Buddhacarita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 20 panil relief yang di dalamnya terdapat 25 adegan memanah, didapat bukti bahwa terdapat 22 sthana dan 14 mudra yang memiliki kesesuaian dengan teknik memanah dari Dhanurveda. Pengaruh Dhanurveda dalam seni memanah masih melekat kuat di Jawa dan seiring berjalannya waktu, panahan menjadi sebuah bagian dari seni dan hiburan serta cabang olahraga hingga ke masa modern.

Dhanurveda is the oldest military manuscript from the Hindu era which is considered as guidance to all activities involving bows and arrows. The Dhanurveda manuscripts that still available today are only fragments or abridged versions from the original book, but they are sufficient to show that military science, especially the art of archery, was an important part of the teachings of our ancestors in the past. Various reliefs from large temples of Old Classical period (8th-10th century AD), namely Prambanan and Borobudur temples, record all evidence of the art of archery greatness. Sthana and mudra are important supporting factors for archer's success in shooting arrow. Therefore, the critical questions are whether sthana and mudra techniques of the archery scenes depicted on the temple reliefs reflect the rules of Dhanurveda; What was the function of archery in Old Javanese society in that era and how was the continuation of the use of Dhanurvedic sthanas and mudras after the Classical period ended? This study uses qualitative methods by utilizing research stages from collecting reliefs of archery scenes from Prambanan and Borobudur temples as primary data, data processing, analysis and interpretation. The interpretation stage is assisted by secondary data, that is manuscripts of Old Javanese literary works, Kakawin Ramayana and various Buddhacarita stories. Based on research conducted on 20 relief panels, in which there are 25 archery scenes, evidence was obtained that there are 22 sthanas and 14 mudras which are in accordance with the archery techniques from Dhanurveda. The influence of Dhanurveda in the art of archery is still persisting in Java and over time, archery has become a part of art and entertainment as well as a sport until modern times."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifa Tajriatul Muawanah
"Penelitian tinggalan arkeologi melalui memori kolektif dapat digunakan untuk melihat identitas dari suatu individu hingga kelompok baik itu berupa gender, seksualitas, sanak keluarga, politik, religi dan sistem sosial. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi identitas Kecinaan di Batavia abad ke ndash; 20 melalui data inskripsi pada nisan, patung hingga bangunan yang ada di Mausoleum Oen Giok Khouw. Atribut hingga ragam hias yang ada di Mausoleum Oen Giok Khouw memiliki simbol memori pengingat tentang kehidupan Oen Giok Khouw sebagai orang Cina yang dinaturalisasi oleh orang Belanda dan harapan serta doa untuk Oen Giok Khouw atas kehidupan yang sudah dilaluinya.

Study of archaeological remains by means of reconstructing collective memory can be used to identify of the past social structure such as gender, sexuality, inter familial roles, politics, religions and social systems. This research aims to reconstruct the identity of Chinese people in Batavia at 20th Century based on the inscription data on the Mausoleum Oen Giok Khouw. Data of this research are inscriptions, gravestone, and statues. The results of this research show the decorations and the shape of the building of Mausoleum Oen Giok Khouw indicate that its have a memorial symbolic about the social status of Oen Giok Khouw during his life. Most of the Mausoleum attributes were using western style that pointed out he wanted to be remembered as a Dutch people rather than a Chinese people because he was naturalized as a Dutch citizen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rucitra Deasy Fadila
"Skripsi ini membahas mengenai perkembangan tata Kota Bogor pada abad ke-18 hingga abad ke-20 dimana Istana Bogor menjadi titik awal berkembangnya bangunan kolonial lain yang masih berdiri hingga saat ini. Penelitian mengenai tata kota ini dilakukan agar dapat diketahui persebaran, perkembangan, dan hubungan komponen kota Bogor dari abad ke-18 hingga abad ke-20. Pada penelitian ini digunakan peta tahun 1898, 1914, dan 1946 agar dapat menunjukkan bagaimana perkembangan Kota Bogor dari abad ke abad. Dari penelitian ini kemudian diketahui bahwa Kota Bogor berkembang secara menyebar di sekitar Istana Bogor dan perkembangan terutama terlihat ke arah utara Kota Bogor. Juga diketahui bahwa Kota Bogor memiliki pembangunan signifikan di segala sektor pembangunan. Terutama perkembangan bangunan penelitian yang kemudian diikuti dengan bangunan pemerintahan.

This thesis is discussed about the development of Bogor from 18th until 20th century which is Bogor Palace as main development point to another colonial building that's still exist until now. This research is conducted in order to know the spread, development, relationship between component town in Bogor from 18th until 20th century. This research used several map of 1898, 1914, and 1946 in order to indicate how about the development of Bogor over the centuries. From this research is known that the city of Bogor is expanding spread around Bogor Palace that inclined to the north of Bogor. Is also known that city of Bogor has a significant development in all sectors of development especially the development of research buildings followed then by government buildings."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42940
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wulandari
"This research is about the change of determiners in Cirebonese nominal groups based on the text from 18th century until 21st. The change of determiners in nominal groups is analysed to investigate Cirebonese change diacronically. Functional grammar by Halliday & Matthiessen (2004) is used to analyse nominal group. After that, grammatical change theory by Heine & Kuteva (2005) will be applied. Thus, based on this research, Cirebonese is changed. This change is reflected by the lost of determiners, such as sira, ira, and nira (you, yours, him, or her), as determiners from 18th century and they disappeared in 21st century. Besides that, the change is also reflected by the emergence of determiner in 21st century such as piyambek(e) /piyamb!k(e)/. However, it is not found in the previous century. The behavior of determiners that can be moved, as premodifier and post modifier, gives no impact for nominal groups meaning. In other words, the change of Cirebonese determiners does not go along with the meaning."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T41956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awalia Rahma
"Selain sebagai nama sebuah pulau, ?Jawa? juga dikenal sebagai nama generik kopi yang dikenal dunia sejak abad ke-18 hingga saat ini karena kualitas premiumnya. Termasuk ke dalam budaya minum kopi adalah hal-hal terkait kopi seperti aktivitas, penyiapan, tempat dan konteks, suasana yang dibangun dan teknologi di dalamnya. Studi ini berusaha menjawab tiga pertanyaan terkait pelacakan budaya minum kopi di Jawa; bagaimana budaya minum kopi membentuk gaya hidup dan identitas masyarakat, serta makna budaya minum pada tiga tempat: domestik, lingkup kerja, dan hiburan, menggunakan pendekatan sejarah praktek keseharian. Praktek keseharian dalam studi ini merupakan praktek individu dan masyarakat yang melibatkan kopi dalam aspek sosial-budaya, politik, ekonomi dan agama. Studi menemukan bahwa kopi sudah dikenal dan dikonsumsi masyarakat di Jawa jauh sebelum diperkenalkan oleh Belanda pada akhir abad ke- 17. Budaya minum kopi di Jawa sangat kaya dan terbentuk dari praktek keseharian keluarga di rumah, di tempat kerja dan melebar ke tempat-tempat hiburan. Selain itu konsumsi kopi juga ditemukan di tempat lain seperti tempat ibadah, tempat belajar, perjalanan, pengasingan, dan sebagainya. Pada tempattempat tersebut kopi memperlihatkan makna beragam bagi individu dan masyarakat, yang membedakan gaya hidup dan identitas bangsa dan kelas sekaligus meleburnya pada saat yang sama melalui tempat yang berbeda, jenis minuman kopi yang dikonsumsi, kualitas kopi, peralatan minum, dan sebagainya.

Java, "the Garden of the East", is a name for an island where different people lived together coast to coast. It is also recognized for the generic name of world premium quality coffee. Coffee culture includes everything relate to coffee in terms of its activity, preparation, places and contexts, ambiance, technology, etc. This theme is still largely overlooked in the previous studies. The existing studies paid more attention to the history of plantation and economic aspects of coffee otherwise. A three-fold research questions are mostly directed on: a) the historical traces of coffee in Java; b) how coffee culture in Java shaped its people?s identity and lifestyle; and c) the meaning of coffee culture in three main loci: at home, at work, and at play. Using the everyday practice approach which can be explained as a patchwork of individuals and social practices by exploring social, cultural, political, economic and religious aspects of coffee in people?s everyday lives, this study eventually found: a) coffee has long been consumed in Java before it was introduced by the Dutch; b) coffee culture in Java were rich, started by individuals? everyday practices in their homes at any times, followed by practices in the workplace during the day, and at play usually during their nights or leisure times; c) coffee signifies individuals and social lives, distinguished the identity as well as everyday lifestyle of nations and class yet disguise their boundaries at the same time through its spatial-geographic place, kind of coffee drink, coffee quality, glassware, etc."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2267
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athira Khaira Mulyaputri
"Pertengahan abad ke-19 ditandai sebagai inisiasi awal pembangunan fasilitas kesehatan jiwa di Hindia-Belanda. Sensus penduduk tahun 1862 menghasilkan tingginya jumlah penduduk yang menderita gangguan kejiwaan di Pulau Jawa dan Madura sehingga dibutuhkan penanganan khusus. Hal inilah yang menjadi dasar pembangunan rumah sakit jiwa HindiaBelanda pertama dengan penempatan di Buitenzorg. Gambaran kehidupan sosial masyarakat di Rumah Sakit Jiwa Buitenzorg dapat dilihat dari pembagian pasien dan pegawai dalam kelaskelas tertentu. Pasien dibagi menjadi empat tingkatan kelas yang terdiri dari kelas 1, 2, dan 3 untuk orang Eropa dan kelas 4 untuk Pribumi dan Cina. Pada golongan pegawai, kelas sosial dapat terlihat yang membedakan masyarakat berdasarkan ras, jabatan, dan penghasilan. Perbedaan kelas pasien dan pegawai Rumah Sakit Jiwa dapat tercermin pada tinggalan budaya berupa bangunan yang didukung oleh arsip sejarah. Penelitian ini membahas gambaran kehidupan sosial pasien dan pegawai di Rumah Sakit Jiwa Buitenzorg berdasarkan pemikiran Marxisme dengan mengacu pada metode penelitian arkeologi menurut Sharer & Ashmore (2003), yaitu formulasi penelitian, implementasi penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, interpretasi data, dan publikasi hasil penelitian. Penelitian ini mengungkapkan pembagian dua tingkatan kelas sosial masyarakat di Rumah Sakit Jiwa Buitenzorg, yaitu kelas borjuis dan proletar. Pembagian kelas ini didasarkan analisis pada karakteristik bangunan, fasilitas, dan pelayanan yang diperoleh golongan pasien dan pegawai dari masyarakat Eropa, Cina, dan Pribumi.

The middle of the 19th century was marked as the initial initiation of the construction of mental health facilities in the Dutch East Indies. The population census in 1862 resulted in a high number of people suffering from mental disorders in Java and Madura, therefore special treatment was needed. This made the basis for the construction of the first mental hospital in the Dutch East Indies with a placement in Buitenzorg. The social life of people in the Buitenzorg Mental Hospital can be seen from the division of patients and staffs into certain classes. Patients were divided into four classes consisting of class 1, 2, and 3 for Europeans and class 4 for Indigenous and Chinese. For the staffs, social class can be seen which distinguishes people based on race, position, and income. Differences in the class of patients and staffs of the Mental Hospital can be reflected in the cultural remains in the form of buildings that are supported by historical records. This study discusses the description of the social life of patients and employees at the Buitenzorg Psychiatric Hospital based on Marxist thought based on archaeology research method by Sharer & Ashmore (2003), start from research formulation, research implementation, data collection, data processing, data analysis, data interpretation, and publication. This study reveals the division of two levels of social classin the Buitenzorg Mental Hospital, namely the bourgeoisie and proletarian classes. This class division is based on an analysis of the characteristics of the buildings, facilities, and services obtained by the patient and staffs from European, Chinese, and Indigenous communities."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>