Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63347 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Gerakan terorisme telah lama menjadi masalah bagi keamanan nasional di Indonesia. Kepolisian Indonesia telah memiliki unit nasional Detasemen 88 yang bertugas untuk mengatasi terorisme. Tetapi unit datasemen ini tampaknya masih belum cukup untuk menangani terorisme di Indonesia. Keberhasilan datasemen 88 dalam mengatasi teror tidak membuat teror selesai karena teror terus berkembang dengan menggunakan cara-cara baru. Dalam keadaan ini Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai lembaga pertahanan dan keamanan negara dinilai kompeten untuk ambil bagian dari unit anti terorisme khusus di Indonesia."
POL 1:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Mudatsir Mandan
"Studi tesis ini berjudul Kelas Menengah Kritis: Studi tentang Posisi Ornop (Organisasi Non Pemerintah) terhadap Negara dalam Perspektif Masyarakat Sipil (Civil Society), bertujuan merekonstruksikan suatu bangunan teoritik tentang kelas menengah serta identifikasi pengelompokan kelas tersebut. Fokus bahasannya pada kelas menengah kritis yang bersumber dari kalangan ornop, serta hubungannya dengan negara. Sedangkan topik yang dibahas, tentang kelas menengah secara umum, menurut pandangan teori klasik maupun kontemporer tentang negara dan masyarakat sipil; dan organisasi non pemerintah.
Studi menggunakan metode kualitatif dengan cara penelusuran riset kepustakaan (library research) sebagai data sekunder dan data dari BPS. Jumlah buku yang digunakan sebagai referensi sebanyak 89, dengan 3 buku utamanya. Pokok permasalahan yang diangkat pada intinya berkaitan dengan posisi masyarakat yang lemah di hadapan negara yang sangat kuat, terutama pada masa rezim orde baru. Dalam posisi seperti itu ornop (organisasi non pemerintah), berposisi sebagai pengimbang terhadap dominasi negara. Ornop 'dikatagorikan sebagai penggerak demokrasi, yang mengarah pada terwujudnya masyarakat sipil.
Dari studi ini didapatkan tiga kesimpulan utama, yaitu:
1. Kerangka analisis Weberian tentang kelas, yang menekankan pada pendekatan pluralistic approach dalam rangka diferensiasi sosial, dipandang lebih cocok sebagai alat analisis guna memahami munculnya kelas menengah Indonesia. Pandangan Marxian tentang kelas lebih bersifat simplistis deterministik dan bersifat uni demensional sehingga tidak cocok untuk analisis kelas di Indonesia.
2. Kemunculan kelas menengah Indonesia berlangsung secara lambat dan dalarn jangka waktu yang lama, dimulai sejak jarnan penj aj ahan Belanda. Sedangkan keberadaannya dapat diidentifikasi melalui kepentingan sosial, ekonomi, politik maupun ideologis. Sikap politik kelas menengah cenderung sangat beragam, tetapi dapat didikotomikan menjadi kelas menengah kooperatif dependen (jumlahnya cukup besar) dan kelas menengah kritis independen terhadap negara (jumlahnya relatif kecil). Kelas menengah kritis banyak berasal dari kalangan ornop.
3. Keberadaan kelas menengah kritis,mengindikasikan adanya suatu kelompok yang lebih otonom dari pemerintah serta merupakan elemen yang penting dari ideologi alternatif guna mencari format baru yang lebih demokratis menuju masyarakat sipil yang kuat. Kelas menengah kritis mengambil posisi berhadapan dengan negara, menjadi kekuatan kritis sebagai pengimbang dari idelogi pembangunanisme pemerintah; kekuatan kritis sebagai penekan atas hegemoni negara terhadap masyarakat sipil; dan kekuatan kritis sebagai kontrol sosial atas pelaksanaan pembangunan negara.
Studi merekomendasikan dilakukannya suatu model penelitian yang lebih konperhensip tentang kelas menengah kritis hubungannya dengan perubahan sosial yang sedang terjadi di Indonesia. Rekomendasi ini didasarkan atas adanya dugaan yang kuat bahwa: (1) Kelompok-kelompok independen yang kritis terhadap negara pada masa orde baru, terutama dari kalangan ornop, mempunyai peranan yang signifikan terhadap terjadinya proses reformas; (2) Arus reformasi yang mengarah pada percepatan proses demokratisasi menuju masyarakat sipil, akan terus bergulir dan mengakibatkan terjadinya perubahan mendasar di Indonesia; (3) Dengan demikian akan terjadi suatu pengelompokan atau tatanan sosial yang baru yang diakibatkan oleh perubahan mendasar yang terus didorong oleh arus kekuatan kekuatan pro-demokrasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T4254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Serangan terorisme ke AS pada 11 September 2001 telah menandai perkembangan baru gerakan terorisme, yang membawa implikasi terhadap perspektif keamanan globa} dan kawasan. Dalam rangka merespons aksi-aksi terorisme yang sungguh-sungguh telah mengancam eksistensi negaranya, serta stabilitas dan keamanan dunia dewasa ini, pemerintah AS telah mengintroduksi kebijakan luar negeri dan militer baru di atas prinsip zero-sum game. Dalam konteks ini, Indonesia di tengah-tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan dan ancaman instabilitas keamanan dalam negeri, menghadapi dilema yang sulit antara harus memenuhi tekanan AS dan koalisi global melawan terorisme dan memperhatikan tuntutan kekuatan-kekuatan politik domestik. Sebagai sebuah masalah yang kontroversial, terorisme semakin membuat nyata paradigma "baru" keamanan internasional pasca Perang Dingin, yang kini tidak lagi terfokus pada isu-isu tradisional berupa ancaman militer dari sebuah negara, tetapi pada isu-isu non-tradisional yang datang dari para pelaku non-negara. "
350 ANC 31:1 (2002)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Surya Culla
"Hubungan antara Walhi-YLBHI dan negara tidaklah sesederhana di permukaan. Konstalasi politik, interaksi antar-aktor individu dan institusi telah ?menyembunyikan rahasia? di balik dinamika itu yang mungkin tidak bisa dipahami hanya dengan semata melihatnya sebagai konflik atau hubungan dikhotomis antara masyarakat sipil dan niagara. Interaksi yang berlangsung justru ternyata saling terkait, dibangun secara rasional di antara pelaku yang terlibat, tidak hanya antara aktor ornop dan pemerintah, juga sektor internasional dan masyarakat sendiri dalam hubungan kompleks itu. Konteks itulah yang mempengaruhi tumbuhnya Walhi dan YLBHI sebagai masyarakat sipil.
Berdasarkan konteks tersebut, sludi ini mengungkapkan beberapa temuan teoritis. Pertama, berkaitan dengan teori hubungan antara masyarakat sipil dengan ncgara. Menurut teori yang ada, masyarakat sipil dikonstruksi sebagai: (1) organisasi yang dibentuk oleh masyarakat di Iuar sektor negara", dan (2) ?domainnya terpisah dari atau di luar domain niagara. " Konstruksi ini temyata tidak sesuai dengan konteks kasus Walhi dan YLBHI, sehingga perlu dimodifikasi bahwa (1) ?masyarakat sipil merupakan kelompok yang dibentuk masyarakat sendiri atau masyarakat bersama negara dan (2) "domainnya terbentuk dan berkembang karena interaksinya dengan domain negara".
Dengan modifikasi tersebut, studi ini melihat bahwa ?niagara dapat berperan positif dalam pembentukan masyarakat sipil", sedangkan teori yang ada cenderung mengkonstruksi ?peranan negara tidak sebagai faktor positif dan menentukan dalam pembentukam masyarakat sipil."
Kedua, berkaitan dengan karakteristik masyarakat sipil, meliputi: autonomy, self supporting dan say generating Hasil studi ini mengungkapkan berdasarkan kasus spesifik Walhi dan YLBHI, karakteristik aranomy tampakrnya dapat diwujudkan, berbeda dcngan seff supporting dan self generating. Namun demikian, berkembangnya kriteria-kriteria tersebut tampaknya dipengaruhi oleh konstalasi interaksi antara; (1) unsur-unsur negara; (2) lembaga-lembaga intemasional; dan (3) masyarakat sendiri.
Dengan konstruksi tersebut, maka hasil studi ini menambahkan sesuatu yang baru pada teori masyarakat sipil yang ada, bahwa ?(1) kebijakan politik akomodatif negara, (2) keterlibatan Iembaga-Iembaga internasional, dan (3) partisipasi masyarakat sendiri dari segi sumber daya - merupakan faktor faktor yang menentukan bagi proses terwujudnya karakteristik autonomy, self supparting, dan self generating masyarakat sipil?. Temuan ini memodifikasi teori masyarakat sipil yang ada yang cenderung "mengkonstruksi perwujudan ketiga karakteristik maayarakar sipil tersebut berdasarkan pada penekanan kemampuan potensial entitas masyarakat sipil sendiri, tidak melihat urgensi dukungan peranan sektor negara, internasional, dan masyarakat sendiri". "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
D816
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dinamika hubungan antara buruh, modal, dan negara tidak lepas dari pengaruh-pengaruh perkembangan institusi ekonomi serta dinamika masyarakat sejak masa Pra-Kolonial sampai pada masa Orde Baru. Industrialisasi merupakan strategi pembangunan utama yang dipola untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup buruh. Masalahnya adalah sampai pada masa Reformasi, kekuatan pasar dan modal tetap dominan sehingga kondisi buruh tidak diuntungkan. "
[, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2013
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Chandhoke, Neera
Yogyakarta: Wacana, 2001
306.2 CHA b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Ibrahim
"Civil society merupakan istilah yang lahir dari Barat dan menyebar ke hampir seluruh negara di dunia, seiring dengan merebaknya konsep demokrasi. Munculnya istilah tersebut bukan tanpa problem, karena, dikalangan tokoh civil society sendiri seperti; Hobbes, Locke, Hegel, Adam Ferguson, Roussaue, Tacqueville dan Gramcsi telah terjadi pertentangan dalam memproposionalkan konsep civil society.
Bagi Negara-negara Arab, istilah civil society pertama kali dipopulerkan pada tahun 70-an oleh Burhan Ghaliyyun, seorang sosiolog asal Suriah. Kemudian tahun 80-an, mendapat perhatian yang sangat besar dari berbagai kalangan baik politisi, intelektual, akademisi, aktivis maupun birokrat dari kalangan pemerintah. Hal ini terbukti dengan apa yang dilakukan oleh Markaz ad-Dirasat al-Wihdah al Arabiyah (Pusat Kajian Uni Arab) yang berpusat di Libanon, dan Markaz Ibnu Khaldun Liddirasat Al-Inma'i (Pusat Kajian pengembangan dan pembangunan Ibnu Khladun) yang berpusat di Kairo. Puluhan buku telah diterbitkan dan berbagai seminar telah digelar oleh kedua pusat studi tersebut. Sejauh yang penulis teliti, setidaknya, telah dilakukan penelitian secara khusus terhadap 13 negara; Mesir, Kuwait, Libanon, Palestina, Suriab, Qatar, Somalia, Sudan, Yaman, Bahrain, Uni Emirat Arab, Yordania dan Train Civil society di Negara-negara Arab (Mesir, Suriah dan Kuwait) berkembang melalui dua faktor utama; pengaruh arus golobalisasi, dan sosial budaya dan sistem politik bangsa Arab yang bersifat diktator dan monarkhi. Baik di Mesir, Suriah dan Kuwait perkembangan civil society secara drastis berlangsung sejak tahun 80-an, dan difahami sebagai kerangka demokrasi.
Di Mesir, untuk menciptakan iklim demokrasi perlu penguatan civil society, diikenal dengan coraknya yang sekuler, telah membuka peluang besar untuk melakukan aktivitas-aktivitas orgnanisasi formal dan non formal, pemerintah dan non pemerintah. Sehingga pada 1993, organisasi di Mesir telah mencapai 14.000 lembaga. Namun, dominasi Partai Demokrasi Nasional atau Al-Hizb Al-Wathani Ad-Dimugraty, sebagai partai rezim penguasa, telah menjadi penghambat kebebasan partai-partai lain untuk menyuarakan suara rakyat.
Sementara di Kuwait, nampak hambatan-hambatan penerapan civil society yang lebih disebabkan oleh sistem pemerintahan yang kurang mendukung, Sistem Ke Emiran tidak sepenuhnya memberikan kebebasan kepada rakyatnya umtuk berkelompok dan berorganisasi. Contoh kasus, Partai menjadi kegiatan terlarang, karena tidak didukung oleh undang-undang yang berlaku. Namun fenomena civil society telah berlansung baik melalui pemberdayaan organisasi-organisasi dan asosiasi non formal atau non pemerintah. Karenanya, hingga 90-an hanya terdapat sekitar 50 lembaga dan asosiasi baik yang bersifat sosial maupun profesi.
Sedangkan di Suriah, civil society mengalami perjalanan yang lebih sulit bila dibandingkan dengan Mesir dan Kuwait. Meskipun diketahui bahwa tokoh yang pertama kali mempopulerkan istilah civil society adalah cendekiawan asal Suriah. Suriah telah menggunakan sistem partai tunggal, Partai Baath. Hanya Partai Baath-lah yang mendomiriasi segala bentuk kegiatan sipil di Suriah. Meskipun demikian, di Suriah terdapat 450 organiasi.
Singkatnya, perkembangan civil society di Negara-negara Arab dapat dikategorikan sebagai fase melampaui gelombang pertama menuju gelombang kedua, dimana proporsionalisasi pole civil society dalam fase ini sedang diupayakan legalitasnya dalam masyarakat Arab dan Timur Tengah. Meskipun ada yang menklaim, bahwa civil society dan demokratisasi di Timur Tengah adalah naif.
The Development of Civil Society In Arab States (Democratization Process in Egypt, Syria and Kuwait)Civil society that is term which born from west and disseminate to all state in the world, along disseminate conception democracy. Existence of the term non-without problem, because at figure of civil society like: Hobbes, Locke, Hegel, Adam Ferguson, Rousseau, Tacqueville and Gramsci have been happened opposition of substantive in conception civil society.
In Arabic States, term of civil society in the firs time popularized in 70s by Burhan Ghaliyyun, a sociologist from Syria, then, in 80s, profound interest from good everybody of politician, intellectual, academic, activist and also bureaucrat from government. Proven is by what conducted by Markaz ad-dirasat al-Wihdah Al-Arabiyah (Uni Arab Study Center) in Lebanon, and Markaz Ibnu Khaldun Lidirasaat al Inma'i (Development of Ibnu Khaldun and Study Center) In Cairo. Tens of books have been published and various seminars have been performed by second center Study. As far as in writer research, previous, have been a researched peculiarly to 13 state; Egypt, Kuwait, Lebanon, Palestine, Syria, Qatar, Somalia, Sudan, Yemen, Bahrain, Uni Emirate Arab, Jordan and Iraq. Civil society in Arab States (Egypt, Syria and Kuwait) expanding through two primary factor: influence of globalization current, and the political system nation Arab having character of dictator and monarchy. Either in Egypt, Syria and Kuwait growth civil society drastically takes place since 1980, and comprehended by as framework democratizes.
In Egypt, to create climate of democracy need support civil society recognized with its characteristic is secular, have opened big opportunity to (do/conduct) formal organizational activity and non-formal, government and non government. So those in 1993, organization in Egypt have reached 14.000 institutes. But, predominate Party of National Democratize or Al-Hizb AI-Wathany ad-Dimugraty, as party of power regime, have come to resistor freedom of other; dissimilar party to accommodate people aspiration.
For a while in Kuwait, applying resistance civil society what more because of system government which less support, emirate system is not full give freedom to his people to team and have the organization. Follow the example of case, party become forbidden activity, because is not supported by law going into effect. But phenomenon civil Society has taken place, goodness of through organizational enable ness and association of non formal or non government. Hence, till 1990 only there are about 50 association and institute of both for public spirited and also profession.
While in Syria, civil society experience of more difficult; journey if compared to Egypt and Kuwait. Though known that, the first figure multiply to popularize term civil society is origin Syria intellectual. Syria has used single party, Party Baath. Only Party Baath predominating all the form of the civil activity in Syria. Nevertheless, in Syria there are 450 organizations.
The conclusion from above opinion the growth of civil society in Arab can be categorized as first wave phase to second wave, where correct from of civil society in this phase is being strived its legality in Middle East and Arab Society. Though there is claiming, that civil society democratization and in Arab is not possible."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Darmawan
"Masalah dalam tesis ini berkaitan dengan komitmen masyarakat internasional dalam mencegah dan memberantas terorisme, dimana terorisme adalah kejahatan yang mengancam perdamaian dan keamanan umat manusia, sehingga seluruh negara anggota PBB wajib mendukung dan melaksanakan konvensi internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk dan menyerukan anggota PBB untuk mencegah dan memberantas terorisme melalui kerjasama intemasional dan pembentukan perundang-undangan nasionalnya.
Tujuan penelitian untuk penulisan tesis ini adalah untuk memperoleh pemahaman mengenai pengaturan pemberantasan terorisme dalam hukum internasional dan nasional, dan memahami bentuk dan kerjasama internasional, serta memahami hubungan antara aspek hukum, kerjasama internasional dengan ketahanan nasional.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analisis dan teknik analisis data bersifat kualitatif, serta fokusnya mengenai terorisme dalam skala global yang sering disebut sebagai ketidakadilan global dan sering dikaitkan dengan kolonisasi dalam abad modern, dan sampai saat ini belum ada kesepakatan internasional mengenai definisi terorisme. Namun demikian, yang perlu dihadapi ialah bagaimana mencegah terorisme, sehingga tidak memasuki kehidupan bangsa dan negara yang lebih luas lagi, agar tidak menambah parah keadaan dan berdampak negatif dalam bidang politik, ekonomi, sosial, ketertiban dan keamanan masyarakat secara luas. Pemerintah dan bangsa Indonesia harus pandai melangkah dalam membawa arah masa depan Indonesia berdasarkan ketahanan nasionalnya, yang dapat menjanjikan kemajuan peradaban dan kedamaian, diantara perubahan, ketidakpastian dan ketidak-menentuan dalam kehidupan global yang kini tengah dialami oleh seluruh bangsa di dunia. Sejalan dengan UUD 1945, Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berlandaskan hukum dan memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memelihara kehidupan yang aman, damai, sejahtera dan ikut serta secara aktif memelihara perdamaian dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah wajib memelihara dan menegakkan kedaulatan dan melindungi setiap warga negaranya dari setiap ancaman atau tindakan destruktif, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Kesimpulan tesis ini menunjukkan bahwa semua negara harus memperkuat upaya untuk mencegah dan memberantas terorisme termasuk meningkatkan kerjasama internasional dan menerapkan konvensi internasional anti-terorisme yang relevan, resolusi Dewan Keamanan PBB, dan hukum nasionalnya, dan juga mereka harus mempunyai komitmen pada suatu strategi melawan terorisme yang komprehensif (anti-terorisme dan kontra-terorisme) berdasarkan lima pilar yaitu: mencegah orang-orang melakukan atau mendukung terorisme; menutup akses teroris terhadap dana dan peralatan; mencegah negara-negara mensponsori terorisme; kerjasama internasional dan mengembangkan kemampuan negaranegara untuk mengalahkan terorisme; dan membela hak-hak asasi manusia. Di sisi lain bahwa pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia tidak semata-mata merupakan masalah hukum dan penegakan hukum melainkan juga merupakan masalah sosial, budaya, ekonomi yang berkaitan erat dengan masalah ketahanan nasional, sehingga kebijakan dan langkah pencegahan dan pemberantasannya pun ditujukan untuk memelihara keseimbangan dalam kewajiban melindungi kedaulatan negara, hak asasi korban dan saksi, serta hak asasi tersangka.

The problem in this thesis relating to the commitment of the international community to prevent and eliminate terrorism, which affirm that terrorism is a crime that threatens the peace and safety of humanity, and therefore, all member States of the United Nations should support and implement international conventions and the resolution of the United Nations Security Council to condemn terrorism and to appeal to all members of the UN to prevent and suppress terrorism through the international cooperation and formation of their national legislation.
The purpose of this research attempts to: understand the regulation in international and national law, in strengthening international cooperation, and relationship among legal aspects, international cooperation and national recillience regarding suppression of criminal acts of terrorism.
Researcher in this thesis use the research method are descriptive analytical and qualitative approach for technique of data analysis and will be focus regarding terrorism in the global scale often has the connotation of global injustice, and frequently connected with what could be termed colonization of a modern era. Therefore, it could be understood that up to present there is no internationally agreed definition of terrorism that is absolutely acceptable to the nations on the globe. The matters that should be handled immediately are terrorist acts, so as to prevent them from entering into the lives of the Indonesian nation and state, worsening the situation and having negative impacts on the politics, economy, social, discipline and security of the community at large. Departing from the rationale above, it is appropriate for the government and people of Indonesia to adopt prudent steps in directing the future based on national resilience of their country, which promises advancement of civilization and peace with long term focus and are always on the alert for the uncertainties in the global living that is currently experienced by all nations. In line with the Preamble of the 1945 Constitution, the Republic of Indonesia is a unitary state, which is based on the laws and has the duty and responsibility to maintain a secure, peaceful and prosperous life, and to participate actively in maintaining the world peace. In order to achive the above goal, the government is obliged to maintain and uphold the sovereignty and to protect its citizens from every threat or destructive act both from inside and outside the country.
Conclusion of this thesis shows that all of States have to redouble their efforts to prevent, eliminate and suppress terrorist acts including by increased international cooperation and full implementation of the relevant international anti-terrorist conventions, Security Council resolutions and their national law, and also they must have of the commitment on the strategy against terrorism (anti-terrorism and counter-terrorism) must be comprehensive and should be based on five pillars: it must aim at dissuading people from resorting to terrorism or supporting it; it must deny terrorist access to funds and materials; it must deter States from sponsoring terrorism; it must develop state capacity to defeat terrorism; and it must defend human rights. The other side that suppression of criminal acts of terrorism is not only a question of law and law enforcement but also a social, cultural, economic issue closely-related to the security of a nation and national resilience, and the policies and measures to prevent and eliminate it should also be aimed at maintaining the equilibrium in the obligation to protect the state's sovereignty, the human of the victims, the withnesses and the suspect.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T19332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hasan Anshori
"Pada dasarnya, penelitian ini didorong oleh perubahan besar yang tengah terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini. Perubahan tersebut terkait erat dengan semangat reformasi dan otoda yang bermaksud untuk lebih mengurangi peran pemerintah dengan memberikan kesempatan yang lebih besar pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tabun 1999 tentang pemerintah daerah merupakan bentuk respons atas semangat perubahan tersebut. Dengan demikian penyelenggaraan otonomi daerah harus dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi, pemberdayaan masyarakat, partisipasi dan pemerataan. Akibatnya, paradigma pembangunan daerah juga mengalami perubahan, termasuk di antaranya perubahan sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah.
Renstra merupakan sistem perencanaan pembangunan yang digunakan oleh kabupaten Gresik sebagai penerjemahan atas semangat otonomi daerah tersebut. Penyusunannya dilakukan dengan mengundang seluruh elemen masyarakat Gresik. Partisipasi mereka diharapkan akan memberikan informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan keinginan masyarakat Gresik secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini, masyarakat tersebut direpresentasikan melalui unsur-unsur civil society yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten Gresik. Civil society sendiri merupakan elemen penting kekuatan masyarakat dan proses demokratisasi di Gresik. Keberadaan mereka sangat strategis dalam mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan dalam proses penyusunan renstra. Namun demikian, masalah yang seringkali muncul adalah berkenaan dengan kesiapan, kualitas isu, kebijakan, kuantitas dan kredibilitas mereka.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tehnik pemilihan informan yang digunakan adaiah purposive. Informan-informan penting yang menjadi sampel penelitian ini adalah lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, asosiasi profesi, organisasi sosial-keagamaan/kemasyarakatan dan Bappeda sendiri. Sedangkan tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dengan para informan tersebut.
Partisipasi civil society adalah keterlibatan mereka secara langsung dan aktif dalam proses penyusunan renstra. Partisipasi mereka sendiri berada pada tataran decision making ( pengambilan keputusan kebijakan ). Dengan demikian renstra sendiri merupakan dokumen perencanaan yang akan dijadikan acuan atau referensi untuk kegiatan operasional kabupaten Gresik.
Temuan penting dalam penelitian ini adalah pemahaman dan pengetahuan civil society sendiri mengenai renstra sangat beragam dan kurang. Di antara satu civil society dengan lainya membawakan isu dan kebijakan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada perbedaan concern dan kajian masing-masing. Mekanisme pendukung ( enforcing mechanism ) partisipasi sendiri berupa mekansime formal yang dirancang dan difasilitasi pihak pemda. Mekanisme tersebut berbentuk seminar pendahuluan, sidang komisi dan diakhiri dengan rapat paripurna yang bersifat memberikan keputusan final."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Vidya Putra
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektifitas civil society dalam melaksanakan kontrol politik dan dampak dari aksi civil society tersebut bagi proses konsolidasi demokrasi. Penelitian merupakan studi kasus dalam aksi protes civil society pada penetapan APBD 2000 - 2002 di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Barat. Secara khusus penelitian ini terfokus pada sejunilah pokok permasalahan, yaitu, bagaimana pertumbuhan civil society dan sejauh mana maraknya aksi pengawasan yang dilakukan telah dapat dikategorikan sebagai bentuk tumbuhnya civil society yang kuat; bagaimana efektifitas politik dari aksi protes tersebut; dan dampak dari aksi protes tersebut bagi konsolidasi demokrasidi tingkat lokal.
Dalam melakukan formulasi penelitian serta analisis data, penelitian ini didukung oleh teori demokrasi dan civil society. Teori demokrasi diarahkan untuk melihat sejauhmana perubahan politik yang sedang terjadi telah mengarah pada konsolidasi demokrasi dan berdampak pada perkembangan civil society. Sedangkan teori civil society berguna untuk melihat bagaimana perkembangan civil society itu sendiri. Penelitian mengunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus_ Data penelitian dikumpulkan melalui tiga strategi, yaitu studi kepustakaan, wawancara dan observasi secara langsung. Analisa data dilakukan secara kuaiitatif, yang mencatat alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dan memperoleh penjelasan yang lebih dalam dan bermanfaat
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertumbuhan civil society sangat tergantung pada sistem politik sebuah negara. Pada pemerintahan Orde Baru pertumbuhan civil society banyak mendapat gangguan. Namun ketika anus reformasi berhasil membuka katup politik pertumbuhan civil society menunjukan peningkatan. Sebagai kekuatan yang berada di luar negara dan menjadi penyeimbang bagi negara, civil society di Sumatera Barat telah menunjukan efektifitas gerakan dan berdampak pada prose konsolidasi demokrasi kususnya di tingkat lokal. Malta tidak terlalu berlebihan jika penguatan dan pemberdayaan civil society dapat menjadi altematif bagi konsolidasi demokrasi,khususnya bagi negara-negara yang sedang melakukan transisi ke demokrasi.

Civil Society Participation on Controlling Assembly at Provincial Level. Case Study : Protest Action on Determining APBD 2000-2002 to Assembly at Provincial Level of West Sumatra
Research proposes to recognize how civil society to effective on politic controlling and its impact to democracy consolidation process. This research is a case study on protest action of civil society in determining APBD 2000-2002 in Assembly at provincial level of West Sumatra_ Specially, the research focuses on several matters; that are, how is the developing of civil society process; how strong the controlling action that has been done, categorized as basis developing of strong civil society; how the politic affectivity of the protest; and the impact of the protest to local democracy consolidation.
In performing research formulation and data analysis, it's supported by democracy and civil society theory. Democracy theory was aimed to observe how far the politic changing that lately happening, proposed towards democracy consolidation and impacted to the developing of civil society. Whereas civil society theory was proposed to observe how the developing of civil society itself. The research applied qualitative method by case study approaching. The data were collected through three strategy, that are; library study, interview and directly observations. Data Analysis carried out by qualitative, that recorded chronologically phenomenon, analyzed the effect and impact and acquired deep explanation and useful.
The conclusion of the research is the developing of civil society entirely depend upon political system of a state. On new order, the developing of civil society experienced many obstacles. However, when reformation successed to take off the politic valve, the developing of civil society showed many positive improvement. As one of strengths beyond the state and to be counterpart of the state, civil society in West Sumatra has shows its movement affectivity and impact to democracy consolidation process, particularly at local level. Therefore, it didn't remained if reinforcement and empowerment the civil society as an alternative solution to consolidation democracy, particularly, to states that carried out transition process towards democracy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>