Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3772 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tumor campur pada kelenjar liur dan kulit umum terjadi, tetapi sangat jarang pada jaringan lunak. Pada kelenjar liur umumnya tumor ini bersifat jinak dan hanya sedikit yang menjadi ganas.
Dilaporkan 3 kasus yang tidak lazim yaitu tumor campur ganas jaringan lunak. Penderita tumor tersebut adalah dua orang laki-laki dewasa dan satu anak perempuan. Usia pada waktu diagnosis berkisar antara 6 - 67 tahun. Tumor berasal dari subfasial paha kanan, subkutan punggung dan bahu kiri. Pada semua kasus terdapat benjolan dengan atau tanpa rasa sakit.
Secara makroskopik 2 dari 3 kasus tumor berbatas tegas yang pada pemotongan berwarna abu-abu kecoklatan dan bermusin. Gambaran morfologi utama yaitu sel-sel tumor epiteloid membentuk sarang, pita atau duktulus dengan / tanpa sarang sel spindel di dalam stroma hialin atau miksoid. Osifikasi dapat ditemukan pada satu kasus. Aktifitas mitosis pada semua kasus lebih dari 2 mitosis per 10 lapang pandang besar.
Semua kasus memperlihatkan hasil positif pada pewarnaan alcian blue. Dengan pewarnaan imunohistokomia AE 1/AE3, S 100, vimentin, EMA, SMA dan MSA memperlihatkan hasil bervariasi.
Sampai saat ini belum ada data kekambuhan pasien - pasien ini."
MPIAPI 14:1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rico Adrial
"Tesis ini membahas tentang penggunaan Treatment Planning System (TPS) PRISM pada kasus kanker payudara menggunakan unit terapi Elekta di RSPAD Gatot Soebroto. Berkas elektron biasanya digunakan setelah pembedahan untuk pengobatan kanker payudara sebagai dosis tambahan. Pengukuran dosis dengan energi 8 MeV dan 10 MeV serta lapangan aplikator 6 x 6 cm2, 10 x 10 cm2, 14 x 14 cm2 dan 20 x 20 cm2 disimulasikan sebagai beam data pada PRISM. Beam data unit terapi SL20B merupakan bawaan pada piranti lunak PRISM yang akan dijadikan sebagai acuan kalkulasi. Dosis pada water phantom, inhomogenity phantom dan hasil simulasi CT Scan pasien kanker payudara dianalisis secara 1D berupa PDD, 2D berupa kurva isodosis dan 3D berupa Dose Volume Histogram. Distribusi dosis yang dikalkulasi dengan menggunakan TPS PRISM berbeda dengan hasil TPS ISIS. Hal ini karena adanya koreksi dari densitas jaringan (inhomogenitas) pada TPS PRISM sedangkan pada TPS ISIS tidak memperhitungkan hal tersebut. Beberapa deviasi distribusi dosis bernilai sangat besar antara TPS ISIS dan TPS PRISM. Deviasi melebihi 5% terjadi saat energi 8 MeV mulai dari kedalaman 2.3 cm dan 10 MeV mulai dari kedalaman 2.8 cm.

This thesis discusses about the utilization of PRISM Treatment Planning System (TPS) in the case of breast cancer using Elekta therapy unit at RSPAD Gatot Soebroto. Treatment option by using electron beam is always done after surgery as booster doses. Dose measurements with linac energy 8 MeV and 10 MeV and field sizes 6 x 6 cm2, 10 x 10 cm2, 14 x 14 cm2 and 20 x 20 cm2 were simulated as beam data on PRISM. Therapy unit SL20B beam data are innate in software PRISM that will be used as reference calculations. Doses on water phantom, inhomogenity phantom and the CT scan simulation for breast cancer patient were analyzed in form of PDD for 1D, isodosis curve for 2D and Dose Volume Histogram for 3D. The result from PRISM TPS and ISIS TPS are different because the correction factors of inhomogenity are not included in ISIS TPS. Some deviations of dose distribution from TPS ISIS and TPS PRISM are very high. Deviation larger than 5% started from 2.3 cm depth for 8 MeV and 2.8 cm for 10 MeV."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T38762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dafril Saaluddin
"ABSTRAK
Tumor ganas esofagus merupakan tumor ganas yang paling berbahaya, dangan angka kemungkinan hidup setelah 5 tahun kurang 5 % dari semua tumor ganas. Biaaanya gejala timbul setelah tumor berkembang menjadi stadium lanjut.
Mengingat hal tersebut di atas, penulis mencoba meneliti tentang penatalaksanaan tumor ganas esofagus yang telah dilakukan di FKUI/RSCM. Semoga dengan penelitian ini dapat dipakai untuk menyempurnakan penatalaksanaan tumor ganas esofagus di FKUI/RSCH ini.
Bahan yang diteliti diambil dari semua penderita tumor ganas esofagus yang datang berobat ke FKUI/RSGM dari Januari 1983 sampai dengan Juni 1985. Data-data diambil dari Bagian THT Subbagian Endoskopi FKUI/RSCM, Bagian Bedah Subbagian Bedah Digestif, Bagian Penyakit Dalam Subbagian Gastroenterologi, Bagian Radiologi Subbagian Radioterapi dan Bagian Patologi Anatomik yang merupakan anggota Kelompok Studi Khusus Esofagua FKUI/RSCM.
Dengan menganalisa data-data tersebut diharapkan akan didapatkan data yang lebih lengkap, sehingga dapat saling mengisi bila ada kekurangan-kekurangan, dan sebagai kontrol bila salah satu sumber data tidak ada lagi. Dari sumber data tersebut didapatkad tentang umur penderita, jenis kelamin, gejala-gejala atau keluhan penderita, gambaran radiologik, bentuk kelainan secara esofagoskopik, lokasi tumor, jenis tumor serta pengobatan dan penatalaksanaannya.

"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Christina
"LATAR BELAKANG: Keganasan meningkatkan risiko trombosis vena sekitar 2-7 kali. Insideni trombosis vena pada tumor ganas ovarium dilaporkan berkisar antara 5-29 . Berbagai faktor yang terkait dengan kondisi pasien usia, indeks massa tubuh, komorbid , karakteristik tumor ukuran, stadium, histologi, ascites dan terapi kemoterapi, lama pembedahan, jumlah perdarahan di laporkan dapat menjadi prediktor trombosis vena dalam TVD namun penelitian mengenai model prediksi TVD khususnya untuk populasi Indoensia masih terbatas.
TUJUAN: Mengetahui faktor ndash; faktor prediktor trombosis vena dalam pada tumor ganas ovarium.
DESAIN DAN METODE: Penelitian cohort prospektif ini dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan merekrut 116 pasien dengan dugaan tumor ganas ovarium yang akan menjalani operasi. Berbagai variable lain yang diduga sebagai prediktor TVD seperti kadar pra-terapi trombosit, D-Dimer, fibrinogen, usia, indeks massa tubuh IMT , komorbid, stadium, diameter, histologi, bilateralitas tumor, adanya ascites, metastasis jauh diukur dan dicatat. Pasien diikuti untuk gejala dan tanda TVD. Pasien yang memiliki gejala dan tanda klinis TVD dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi Duplex vascular.
HASIL: Seratus tiga pasien tumor ganas ovarium diikutkan dalam analisis. Insideni TVD adalah 16.5 dan 88.2 kejadian TVD terjadi sebelum pembedahan. Tidak ditemukan kejadian TVD selama perawatan pasca operasi dengan rata rata lama perawatan 8.8 hari. Kombinasi beberapa variable menghasilkan model prediksi kejadian TVD pada tumor ganas ovarium yang mencakup metastasis jauh OR 28,99; IK 95 3,83-219,52, IMT ge; 22,7 kg/m2 OR 15,52, IK 95 2,24-107,37 , kadar D-Dimer ge; 1700 mg/ml OR 13,30, IK 95 2.40-73,84 , stadium lanjut OR 6,66; IK 95 1,05-42,27 , histologi epithelial OR 6,5; IK 95 0,34-125,75 , diameter tumor ge; 18,25 cm OR 2,36, IK 95 0,48-11,54 , adanya komorbid OR 2,49, IK 95 0,53-11,66. Skor prediksi kejadian TVD adalah skor 3 untuk metastasis jauh, IMT ge; 22,76 kg/m2, D dimer ge; 1700 mg/dl, skor 2 untuk stadium lanjut, skor 1 untuk komorbid, diameter tumor ge; 18,25 cm, histologi epitelial dan skor 0 jika tidak ditemukan factor risiko atau nilai variable dibawah titik potong. Skor ge; 8 dari 14 adalah skor minimum dengan nilai prediksi TVD yang baik dengan AUC 0,92 IK 95 0,86-0,98, probabilitas 86,46, sensitivitas 64.7, spesifisitas 90.7.
KESIMPULAN: Model prediksi kejadian TVD dapat membantu memprediksi pasien tumor ganas ovarium yang berisiko tinggi untuk mengalami TVD sehingga dapat dipertimbangkan pencegahan TVD selektif.

BACKGROUND: Malignancy increase the risk of venous thromboembolism around 2 7 fold. Its incidence in ovarian malignancy ranged within 5 29 . Various characteristics related to patients age, body mass index, comorbid , tumor stage, tumor diameter, histology, ascites, distant metastasis or treatment length of surgery, bleeding, transfusion were found as predictor of venous thromboembolism. Predictor model of DVT occurrence in ovarian malignant tumor especially in Indonesian population is still limited.
OBJECTIVE: To evaluate the prediction model of deep vein thrombosis DVT in ovarian malignant tumor.
METHOD: This prospective cohort study enrolled 116 patients with suspected ovarian malignant tumor. Suspected risk factors of venous thromboembolism such as age, body mass index BMI , comorbid, pretreatment D dimer, fibrinogen, thrombocyte level, tumor diameter, staging, presence of distant metastasis, ascites, tumor histopathology, length of surgery, intraoperative blood loss and blood transfusion were measured and recorded. Patient who had symptoms and signs of DVT was confirmed with Doppler ultrasonography.
RESULT: Incidence of symptomatic DVT was 16.5 and 88.2 cases occurred before surgery. No case of symptomatic DVT was observed during post operative hospitalization with mean length of stay 8.85 days. Predictor factor of DVT were distant metastasis OR 28,99 95 CI 3,83 219,52, BMI ge 22,7 kg m2 OR 15,52, 95 CI 2,24 107,37 , D Dimer ge 1700 mg ml OR 13,30, 95 CI 2.40 73,84, advanced stage OR 6,66 95 CI 1,05 42,27 , epithelial tumor OR 6,5 95 CI 0,34 125,75, tumor diameter ge 18,25 cm OR 2,36, 95 CI 0,48 11,54, comorbid OR 2,49, 95 CI 0,53 11,66. Prediction score of DVT were score 3 for distant metastasis, BMI ge 22,7 kg m2, D Dimer ge 1700 mg ml, score 2 for advanced stage, score 1 for tumor diameter ge 18,25 cm, comorbid, epithelial tumor and score 0 for the absence of variables or value of variable was less than the cut off. Total score ge 8 of 14 is the least score which has a good predictive value for DVT ocurence with AUC 0.92, 95 CI 0.86 0.92, probability 86,46, sensitivity 64.7, specificity 90.7.
CONCLUSION: Prediction model of DVT may help to predict the patient with malignan ovarian tumor who had high risk of DVT therefore can consider selective DVT prevention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caesar Nurfiansyah
"Metode : Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik dengan menggunakan metode potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. Penelitian dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSCM Jakarta pada 31 Januari 2015 hingga 31 Januari 2020. Sebanyak 183 pasien wanita dengan kecurigaan neoplasma ovarium padat diikutsertakan dalam penelitian. Pasien dengan penyakit sistemik lainnya atau mengalami kehamilan dieksklusi dari penetlitian. Dilakukan uji kesesuaian dengan menggunakan uji Kappa. Didapatkan sensitivitas dan spesifisitas dari masing-masing penanda tumor
Hasil : AFP memiliki sensitivitas 1,92% dan spesifisitas 77,1% sebagai penanda disgerminoma. LDH memiliki sensitivitas 55,67% dan spesifisitas 65,65% sebagai penanda disgerminoma.. AFP memiliki sensitivitas 30,43% dan spesifisitas 85% sebagai penanda teratoma. LDH memiliki sensitivitas 30,43% dan spesifisitas 58,13% sebagai penanda teratoma . AFP memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 88,89% sebagai penanda Yolk sac tumor. LDH memiliki sensitivitas 41,67% dan spesifisitas 59,65% sebagai penanda Yolk sac tumor. Kombinasi AFP dan LDH memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 50,29% sebagai penanda Yolk sac tumor. Kombinasi tumor marker AFP dan LDH memiliki nilai sensitivitas yang lebih tinggi namun tidak memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan menggunakan AFP atau LDH saja.
Kesimpulan : AFP dan LDH merupakan penanda tumor yang dapat digunakan untuk deteksi dini maupun skrining pada kasus neoplasma padat ovarium.

Background: Ovarian neoplasms are the most common malignancy experienced by women in Indonesia. Solid ovarian neoplasm is a form of ovarian neopalsma that has a low survival rate due to late diagnosis. Early detection using tumor markers is one of the focuses of researches on ovarian neoplasms, one of which includes AFP and LDH.
Objective : To determine the sensitivity and specificity of AFP, LDH, and the combination of the two tumor markers.
Method : This research is a diagnostic test using cross sectional method. Sampling is done consecutively. The study was conducted at the Obstetrics and Gynecology Clinic of RSCM Jakarta from 31 January 2015 to 31 January 2020. A total of 182 female patients with suspicion of solid ovarian neoplasms were included in the study. Patients with other systemic diseases or pregnant were excluded from research. Conformity test was performed using the Kappa test. Sensitivity and specificity of each tumor marker was obtained
Result : AFP has a sensitivity of 1.92% and specificity of 77.1% as a marker of dysgerminoma. LDH has a sensitivity of 55.67% and a specificity of 65.65% as a marker of dysgerminoma. AFP has a sensitivity of 30.43% and a specificity of 85% as a marker of teratoma. LDH has a sensitivity of 30.43% and specificity 58.13% as a marker of teratomas. AFP has 100% sensitivity and 88.89% specificity as a marker of Yolk sac tumor. LDH has a sensitivity of 41.67% and specificity 59.65% as a marker of Yolk sac tumor. The combination of AFP and LDH has a sensitivity of 100% and a specificity of 50.29% as a marker of Yolk sac tumor. The combination of AFP and LDH marker tumors has a higher sensitivity value but does not have better accuracy than examinations using AFP or LDH alone
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuri Feharsal
"Penelitian ini membahas perbandingan performa diagnostik sistem skoring International Ovarian Tumor Analysis (IOTA) dengan Risk of Malignancy Index-4 (RMI-4) dan indeks morfologi Sassone dalam memprediksi keganasan ovarium prabedah. Dilakukan uji diagnostik potong-lintang secara retrospektif dengan pasien neoplasma ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari hingga Desember 2013. Nilai diagnostik dari keempat metode skoring dihitung dengan luaran: sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, akurasi dan nilai AUC. Penelitian ini menyimpulkan IOTA simple-rules memiliki performa diagnostik lebih baik dibandingkan IOTA subgroup, RMI-4 dan indeks morfologi Sassone.

This study compared diagnostic performance of scoring system of International Ovarian Tumor Analysis (IOTA) with Risk of Malignancy Index-4 (RMI-4) and Sassone morphology index to predict ovarian malignancy preoperatively. A retrospective study was done involving subject with ovarian neoplasm at National General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo on January to December 2013. Sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, accuracy and AUC value were calculated. This study concluded that diagnostic performance of IOTA simple-rules were significantly better than IOTA subgroup, RMI-4 and Sassone morphology index."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rezkini
"Tumor ovarium tipe sel benih merupakan tumor tersering pada anak dan remaja putri. Di Indonesia, tumor ovarium merupakan permasalahan yang cukup berarti karena pasien umumnya datang dalam kondisi stadium lanjut akibat tidak adanya metode skrining yang memadai untuk mendeteksi kasus ini secara dini.
Tujuan: (1) mengetahui jumlah kasus baru tumor ovarium primer tipe sel benih di Jakarta selama tahun 1997-2006; (2) mengetahui proporsi kasus tumor ovarium primer tipe sel benih dengan tumor genitalia perempuan di Jakarta selama tahun 1997-2006; (3) untuk mengetahui proporsi tumor ovarium primer tipe sel benih terhadap tipe lain tumor ovarium primer selama tahun 1997-2006. (4) untuk mengetahui adanya hubungan antara kelompok usia dengan derajat keganasan tumor ovarium primer tipe sel benih.
Metode: Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada data sekunder kasus tumor ovarium primer di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSUPN-CM tahun 1997-2006 dengan uji Chi-Square (p<0,05).
Hasil: jumlah kasus baru tumor ovarium primer tipe sel benih di Jakarta adalah 578 kasus dengan subjek penelitian berasal dari kelompok usia 0-9 tahun hingga 80-89 tahun. Tumor ovarium primer tipe sel benih merupakan 4,79% dari semua tumor genitalia perempuan. Terdapat hubungan yang bermakna (p 0,000) antara kelompok usia dan derajat keganasan tumor ovarium primer tipe sel benih. Tumor sel benih merupakan 25,5% dari semua tumor ovarium primer.
Kesimpulan: terdapat hubungan yang bermakna antara usia pasien dengan derajat keganasan tumor ovarium primer tipe sel benih.

Germ cell ovarian tumour is the most common type of tumour found among children and adolescents in Indonesia. In Indonesia, ovarian tumour has become a major problem since most patients seek medical attention in their late stages because there is no adequate screening method to diagnose ovarian tumour in early stages.
Objectives: (1) To analyze the number of most recent diagnosed primary ovarian germ cell tumour's cases in Jakarta in the period of 1997-2006. (2) To analyze the proportion of primary ovarian germ cell tumours within all female's genital tumours. (3) To analyze the proportion of primary ovarian germ cell tumour within all primary ovarian tumours. (4) to know whether there is a relationship between age group and histological grade in primary ovarian germ cell tumours.
Methods: based on secondary data from RSCM's Department of Pathology and Anatomy, this research was conducted using cross-sectional method with Chi-Square statistical test (p< 0.05).
Result: this research indicates that there were 578 new cases of primary ovarian germ cell tumour, in the RSCM's Department of Pathology and Anatomy for the period of 1997-2006. These cases were distributed among the age group of 0-9 years old until 80-89 years old. The research findings indicates a statistically significant correlation (p<0.000) between the histological grade of primary ovarian germ cell tumour and the patients' age group. Primary ovarian germ cell tumours were found in 4,79% among all the female's genital tumour. Germ cell primary ovarian tumours were 25,5% of all primary ovarian tumours.
Conclusion: there is a strong relationship between histological grade of primary ovarian germ cell tumour and the age of patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S09131fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Seprializa
"Latar belakang: Kanker ovarium yang paling sering terjadi adalah jenis epitel, mayoritas terjadi pada perempuan usia lanjut namun ditemukan 3 - 17 wanita usia muda yaitu kurang dari 40 tahun. Meningkatnya angka survival dari keganasan ovarium maka mempertahankan fertilitas adalah hal yang sangat penting pada pasien usia muda. Prosedur diagnostik yang tepat diperlukan untuk oportunitas fungsi reproduksi pasien kedepannya, yaitu potong beku. Prosedur potong beku dapat mempertajam diagnosis dan penatalaksanaan yang terarah pada neoplasma ovarium suspek ganas dan mencegah terjadinya overprocedure maupun underprocedure.
Tujuan : Mengetahui peran prosedur potong beku pada neoplasma ovarium suspek ganas pada usia dibawah 40 tahun di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan studi potong lintang yang dilaksanakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan menggunakan data rekam medik pada pasien neoplasma ovarium suspek ganas usia dibawah 40 tahun yang menjalani pembedahan dengan atau tanpa prosedur potong beku dari tahun 2013 hingga 2018.
Hasil: Dari 109 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan 62 kasus menjalani prosedur potong beku dengan hasil ganas (34,9%), borderline (14,7%) dan jinak (7,3%) sedangkan tanpa prosedur potong beku terdapat 47 kasus. Subjek yang menjalani potong beku didapatkan seluruh prosedur sesuai (100%) dengan kelengkapan prosedur pembedahan konservatif surgical staging, sedangkan tanpa potong beku didapatkan 4,8% outcome dengan hasil overprocedure.
Kesimpulan: Tatalaksana konservatif menjadi prioritas utama dalam manajemen neoplasma ovarium suspek ganas usia muda, dengan adanya prosedur potong beku dapat menentukan tatalaksana lebih terarah secara intraoperatif.

Background: The most common ovarian cancer is the type of epithelium, the majority occur in elderly women but found 3-17 young women that is less than 40 years. The increased survival rate of ovarian neoplasm is to maintain fertility is very important in young patients. Appropriate diagnostic procedures are needed for the future reproductive function of the patient, which is frozen section. Frozen section procedures can diagnose clearly and directed treatment of suspected malignant ovarian neoplasms and prevent overprocedure or underprocedure.
Aim: Knowing the role of frozen section procedures in suspected malignant of ovarian neoplasms under the age of 40 years at RSCM.
Methods: This research is descriptive with a cross sectional study conducted at RSCM using medical record data on patients with suspected of malignant ovarian neoplasms age under 40 years who underwent surgery with or without frozen cut procedures from 2013 to 2018.
Results : 109 study subjects which were taken from the inclusion criteria, 62 cases underwent frozen section procedures with malignant results (34.9%), borderline (14.7%) and benign (7.3%) whereas without procedures frozen section there are 47 cases. Subjects who underwent frozen section obtained all procedures according to (100%) with complete conservative surgical staging procedures, whereas without frozen section obtained 4.8% outcome with overprocedure results.
Conclusions: Conservative management is the main priority in the management of young woman with ovarian neoplasms, with the presence of frozen section procedures can determine management more directed intraoperatively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mario Reggynal
"Latar belakang: Tumor mediastinum merupakan salah satu jenis tumor yang jarang ditemukan dengan variasi klinis yang luas dan histopatologi yang berbeda. Berbagai data seperti usia, jenis kelamin, pemeriksaan radiologi dan penanda tumor harus digabungkan untuk menentukan kemungkinan diagnosis pada pasien. Penanda tumor wajib diperiksa pada kasus tumor mediastinum sehingga pendekatan diagnosis dapat dilakukan dengan lebih baik. Peneliti akan menggunakan berbagai data seperti karakteristik pasien, pemeriksaan laboratorium, radiologis dan penanda tumor  untuk membantu memperoleh prediksi diagnosis jenis tumor mediastinum. Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder dari rekam medis. Semua pasien dengan diagnosis tumor mediastinum berdasarkan hasil CT scan yang dilakukan biopsi. Data histopatologi jaringan didapat dari laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan. Data usia, jenis kelamin, radiologis, hasil laboratorium dan penanda tumor akan digunakan untuk mengetahui karakteristik setiap jenis tumor. Dilakukan analisis bivariat dan multivariat untuk menentukan variabel yang berpengaruh dan sistem penghitungan skor berdasarkan data tersebut. Hasil: Sebanyak 174 subjek memenuhi kriteria inklusi dengan usia rata-rata 29 tahun, lebih banyak pada laki-laki (67,8%), yang paling banyak adalah limfoma mediastinum (41,4%), berlokasi di anterior (75,9%), tidak memiliki pembesaran KGB (78,7%) dan tidak menginfiltrasi organ sekitarnya (58%). Sistem penghitungan skor yang tertinggi terdapat pada jenis limfoma mediastinum tetapi hanya menunjukkan akurasi sebesar 59%. Kesimpulan: Secara statistik tidak ada sistem penghitungan skor prediksi yang mempunyai kekuatan yang baik karena tumor mediastinum mempunyai kemiripan berdasarkan karakteristik pasien dan bentuk tumor sehingga sulit dibuat suatu sistem penghitungan skor.

Background: Mediastinal tumors are tumors that rarely found compared to other types of tumors. These tumors have many clinical variations with different histopathologies. Various data such as clinical condition, age, gender, radiological examination and tumor markers must be combined to determine the possibility of diagnosis in the patient. Tumor markers must be checked in all cases of mediastinal tumors so that a better diagnostic approach can be taken. This research will use that data to obtain scoring sytsem for the diagnosis of mediastinal tumors. Hopefully this scoring system can help doctors to make a better diagnosis in case of mediastinal tumors. Method: This research used secondary data from medical records. All patients with a diagnosis of mediastinal tumor based on CT scan results performed biopsy. Histopathology data was obtained from the Anatomical Pathology laboratory in the Persahabatan Hospital National Respiratory Center. Age, gender, radiology, laboratory results and tumor markers will be used to determine the characteristics of each type of tumor. Bivariate and multivariate analyzes were carried out to determine the significantly variables and a scoring system based on this data. Results: A total of 174 subjects met the inclusion criteria with an average age 29 years, more males (67.8%), the most common tumor was mediastinal lymphoma (41.4%), located anteriorly (75.9%), did not have lymph node enlargement (78.7%) and did not infiltrate surrounding organs (58%). The highest score of scoring system is for mediastinal lymphoma but only shows an accuracy of 59%. Conclusion: Statistically, there is no specific prediction score calculation system that has good power because mediastinal tumors are similar based on patient characteristics and tumor shape, making it difficult to create a scoring system."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Norma Fitri Anik
"Tumor payudara biasanya merupakan tumor jinak, akan tetapi tumor jinak ini dapat berubah menjadi keganasan (kanker payudara). Tumor payudara biasanya timbul pada usia di bawah 30 tahun (usia produktif). Oleh karena itu perlu adanya deteksi dini, SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) terhadap tumor payudara ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya hubungan antara tingkat pengetahuan individu tentang tumor payudara dan SADARI terhadap tingkat motivasi yang mereka miliki untuk melakukan SADARI. Desain penelitian ini adalah deskripsi korelasi.
Penelitian ini dilakukan pada dua kelompok responden yaitu mahasiswi kelompok fakultas kesehatan dan mahasiswi kelompok fakuItas non kesehatan. Data primer diperoleh dari 106 responden melalui kuisioner.
Penelitian ini menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat motivasi dan tingkat kemaknaan yang digunakan adatah 5% (α = 0,05).
Hasil penelitian pada kelompok fakultas kesehatan diperoleh nilai p Value = 0,049, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan tingkat motivasi. Namun, pada kelompok fakultas non kesehatan diperoleh hasil yang bertolak belakang dimana nilai p Value = 0,696, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan tingkat motivasi."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
TA5561
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>