Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116495 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pertunjukan Arja dikenal sebagai drama tari yang mempergunakan kisah Panji sebagai lakonnya. Kisah Panji yang dikenal di Bali sebagai Malat pada awalnya dipertunjukkan dalam Gambuh. Sejak kemunculannya di tahun 1825 hingga saat ini, Arja telah mengalami berbagai perubahan yang menarik. Salah satu di antaranya adalah hadiirya beberapa Iakon baru dalam pertunjukannya. Lakon-lakon baru yang muncul dari kisah wayang, dan foklare Bali mengalami adaptasi yang menarik terkait dengan struktur Panji. Gejala yang menarik kemudian adalah sepulangnya Wayan Dibia dari Amerika (1990-an). la memperkenalkan ]akon-Yakon baru seperti Oedipus Rex, Phaedra, Sukreni Gadis Bali, dan lain sebagainya untuk diadaptasi ke dalamnya. Meskipun menggunakan lakon-lakon dari prosa modern, tctapi masyarakat penonton Arja mampu menerima lakon ini seperti mereka menelaah lakon-lakon sebelumnya. Pertunjukan-pertunjukan Arja yang digarap Wayan Dibia mendapatkan tanggapan dari para kritikus Bali sebagai inovasi yang menjadikan Arja selalu kontekstual, meskipun belum sepenuhnya maksimal pengadaptasiannya. Pada waktu yang sama muncul sebuah kelmnpok Arja yang semua pemainnya laki-laki. Kelompok ini disebut Arja Muarti (Arja aki-laki). Lakon-lakon yang mereka pertunjukan dipandang oleh banyak kalangan sebagai sebagai lakon gang berkecenderungan (lawakan). Salah satu kredo yang menarik dari mereka adalah ingin mengembalikan Arja sebagai pertunjukan laki-laki. Pada awal kemunculannya Arja memang dipertunjukan Ieh laki-laki, terkait dengan kritikan para golongan puri untuk menyindir perempuan yang menolak untuk labuh geni (melakukan sati sebagai lambang kesetiaan pada suaminya yang meninggal). Tahun 1925 muncul 4. a perempuan, dan kemudian Arya Sebunan (campuran laki-laki dan perempuan). Perkembangan ini memunculkan gagasan untuk menggunakan berbagai lakon di luar Panji. Perkembangan dari lakon-Iakon diatas akan dikaji sebagai upaya resepsi pendukungnya atas karya setiap jaman."
JPSNT 20:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budiana Setiawan
"ABSTRAK
Tari Roa Mu'u merupakan salah satu jenis kesenian tradisional pada masyarakat Sikka di Kabupaten SIkka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang terancam punah. kehadiran agama Katolik telah turut mereduksi peranan adat-istiadat karena masyarakat tidak perlu menyelenggarakan pernikahan tradisional, tetapi cukup dengan pemberkatan perkawinan di gereja. Untuk itu diperlukan peranan pemerintah daerah dan pengurus gereja Katolik.
Permasalahan penelitian dalam tulisan ini adalah: (1) Upaya apa yang dilakukan pemerintah daerah untuk melestarikan tari tari Roa Mu'u?; (2) Bagaimana peranan gereja Katolik terhadap adat dan tradisi masyarakat Sikka, termasuk pelestarian tari tari Roa Mu'u? Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam melestarikan tari tari Roa Mu'u, serta mengetahui upaya gereja Katolik dalam berasimilasidengan adat dan tradisi masyarakat SIkka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Sikka telah melakukan revitalisasi kesenian melalui fasilitas, festival,s erta pendidikan di sekolah, tetapi belum melalui jalur agama. Dari sisi peranan gereja, berdasarkan Konsili Vatikan II, pihak gereja Katolik tidak diperkenankan menolak upacara pernikahan tradisional pada masyarakat Sikka. Adapun dalam tradisi masyarakat Sikka, penyerahan belis dan pementasan atri tari Roa Mu'u merupakan simbol untuk menghormati wanita. Oleh sebab itu, pemberkatan perkawinan di gereja Katolik dapat diasimilasikan dengan upacara perkawinan tradisional pada masyarakat SIkka.
"
Denpasar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, 2017
902 JPSNT 24:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Denpasar : Baliologi, 1986
899.223 8 DON
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Oral literature that has the values of local wisdom, but less desirable, especially on the younger generation. Oral literature is a cultural asset that has been abandoned by their owners. This is one of them caused by the impact of globalization that hit the Indonesian nation, so many lost literature that only a name. Along with the automatic player oral literature has a reduced or even lost. Therefore, it is necessary revitalization of the oral literature one formulaic system and the function of an oral literature to overcome the scarcity of players a show oral literature in society.
The system is the use of iteration formula is implemented in a show. Formula made by players in conveying the text often is by repeating words, phrases, clauses, or array. Likewise, the frequency of carrying out automatic performance function of a show done and will anticipate the scarcity of players on an oral literary performances."
899 WE 1:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Purna
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997
321.199 27 IMA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"ABSTRAK
Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengungkapkan bentuk-bentuk adegan erotis yang terdapat di dalam karya seni prasi ali. Seni prasi yang dimaksudkan disini adalah gambar yang dibuat di atas daun lontar, Selanjutnya, bentuk-bentuk adegan erotis tersebut dijadikan bahan untuk melakukan kritik seni yaitu untuk menemukan kaidah estetik yang melatarbelakangi karya seni prasi tersebut.
Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah melakukan penilaian secara obyektif atas realitas adegan erotis yang ditemukan dalam seni prasi Bali. Sehingga di dalam memandang adegan-adegan erotis yang terdapat dalam seni prasi tersebut menjadi proporsional, dan dapat megungkapkan kaidah-kaidah estetik yang mempengaruhi sampai terlahirnya sebagai sebuah genre seni yang memiliki motif dan karakteristik tersendiri.
Analisis dan kritik estetik [aesthetic criticism] yang dulakukan atas unsur adegan erotis tersebut adalah dengan berpegang pada teori bentuk estetik [aesthetic form] yang dirumuskan oleh The Liang Gie dalam bukunya Garis besar Estetik [Filsafat Keindahan]. Dalam penerapan teori tersebut, penetuan gambar-gambar yang berupa adegan erotis di dalam seni prasi Bali dilakukan dengan menerapkan metode kualitatif, serta dibantu dengan teknik foto yang disebut micro-piece.
Namun, dalam penelitian ini pengambilan contoh belum secara komprehensif, tetapi masih terbatas pada beberapa naskah prasi. Sekalipun demikian, suatu kesimpulan yang dapat dicapai dalam penelitian ini, bahwa seni prasi sebagai genre seni [rupa] yang memiliki motif dan karakterisitik tersendiri, yang menunjukkan adanya pengambilan pada sumber karya sastra tertentu dan menampilkan pengaruh dari "dunia pewayangan". Nilai-nilai estetik banyak dipengaruhi oleh poetika Sansekerta, yakni yang disebut srengara rasa, yang mencangkup vipralambha-srengara dan sambhoga-srengara, sebagai unsur yang esensial di samping sembilan rasa [nawa rasa] lainnya.**"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Sukantra
Denpasar: UPADA SASTRA, 1992
R 499.223 8 MAD k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Ruastiti
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memahami makna Tari Sang Hyang Dedari yang kini sering disajikan dalam konteks pariwisata di Puri Saren Agung Ubud, Bali. Padahal Tari Sang Hyang Dedari merupakan sebuah tari upacara untuk memohon keselamatan bagi masyarakat setempat. Sebagai sebuah tari upacara, Tari Sang Hyang Dedari semestinya hanya disajikan di pura dalam konteks upacara saja. Namun kenyataannya di Puri Saren Agung Ubud berbeda. Untuk itu, penelitian yang berlokasi di Puri Saren Agung Ubud ini akan mengkaji permasalahan tentang: (1) mengapa Puri Saren Agung Ubud menyajikan Tari Sang Hyang Dedari dalam konteks pariwisata?; (2) bagaimana mereka menyajikan?; dan (3) bagaimana Puri Saren Agung Ubud memaknai Tari Sang Hyang Dedari tersebut?
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dalam perspektif cultural studies yang dianalisis dengan teori dekonstruksi, teori estetika postmodern, teori praktik, dan teori relasi kuasa pengetahuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Puri Saren Agung Ubud menyajikan Tari Sang Hyang Dedari dalam konteks pariwisata karena dilatari adanya peluang pasar yakni berkembangnya industri pariwisata di Ubud serta adanya potensi kesenian masyarakat yang memadai untuk menampilkan seni pertunjukan pariwisata (2) Puri Saren Agung Ubud menyajikan Tari Sang Hyang Dedari untuk pariwisata dalam bentuk tari kreasi baru pelegongan yang konsep penciptaannya merupakan pengembangan bentuk estetika pertunjukan Tari Sang Hyang Dedari untuk upacara; (3) Puri Saren Agung Ubud memaknai pertunjukan Tari Sang Hyang Dedari dalam konteks pariwisata terebut sebagai sebuah kreativitas seni, produk pariwisata bernilai ekonomi, sebagai pengikat relasi sosial masyarakat yang berimplikasi pada pelestarian seni pertunjukan tradisional di daerah tersebut pada era global."
Denpasar: Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
300 MUDRA 32:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rakyan Ratri Syandriasari Kameron
"Tidak semua seni tari tradisional Bali diketahui oleh masyarakat umum. Bahkan terdapat beberapa jenis seni tari tradisional Bali yang mulai terlupakan seperti tari Legong, tari Sang Hyang Dedari dan juga tari Puspa Mekar. Dari perspektif antropologis proses kolaborasi antara kesenian tradisional dan modern bisa membuka berbagai kemungkinan sehingga seni tari Bali makin dikenal dan berkembang. Dari perspektif Antropologi publik, seni tari merupakan praktik yang terlibat dengan publik, kehidupan nyata, dan kendalanya pada pengenalan dan pengembangan tari Bali itu sendiri. Penelitian ini akan terfokus pada penjelasan bagaimana Growing Sense of Body Pada Penari Legong di Komunitas Kembalikan Baliku dapat mengubah sudut pandang anak muda agar kesenian tari tradisional Bali bisa diingat dan dicintai kembali. Dimulai dari tari Legong gaya Peliatan sebagai salah satu seni tari tradisional Bali, dimana hasil dari penulisan ini memang murid Kembalikan Baliku dengan mempelajari seni tari tradisional Bali rasa cinta mereka untuk memperdalam seni tari tradisional Bali bertumbuh seiring berjalannya waktu.

Not all Balinese traditional dances are known by the general public. Several types of traditional Balinese dance are starting to be forgotten, such as the Legong dance, the Sang Hyang Dedari dance, and the Puspa Mekar dance. From an anthropological perspective, the process of collaboration between traditional and modern arts can open up various possibilities so that Balinese dance is increasingly recognized and developed. From the perspective of public anthropology, dance is a practice that engages with the public, real life, and its constraints in the introduction and development of Balinese dance itself. This research will focus on explaining how Growing Sense of Body in Legong Dancers in the Kembalikan Baliku Community can change the perspective of young people so that traditional Balinese dance can be remembered and loved again. Starting from the Peliatan style Legong dance as one of the traditional Balinese dance arts, the results of this writing are indeed the students of Kembalikan Baliku by studying traditional Balinese dance, their love for deepening Balinese traditional dance has grown over time."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ben Suharto
Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 1999
793.31 BEN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>