Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147517 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Latar belakang: Tinitus subjektif menimbulkan stres, depresi, kecemasan, dan penurunan kualitas hidup. Frekuensi dan intensitas tinitus dilaporkan berhubungan dengan beratnya gangguan pada pasien. Hubungan frekuensi dan intensitas tinitus dengan kualitas hidup pasien menggunakan kuisioner TinnitusHandicap Inventory (THI) belum pernah dilaporkan di Indonesia. Tujuan: Menganalisis hubungan frekuensi dan intensitas tinitus subjektif dengan kualitas hidup pasien. Metode: Desain penelitian potonglintang. Sampel penelitian adalah pasien tinitus subjektif yang datang ke klinik THT-KL RSUP Dr. Kariadi.Frekuensi dan intensitas tinitus diperiksa pitch-matching dan loudness-matching dengan audiometernada murni. Kualitas hidup dinilai menggunakan skor THI. Analisis data dengan uji korelasi. Hasil: Subjek penelitian sebanyak 31 pasien, laki-laki 15 orang (48,4%) dan perempuan 16 orang (51,6%),dengan rentang umur 25-60 tahun. Pasien dengan pendengaran normal sebanyak 18 orang (58,1%) dankurang pendengaran sebanyak 13 orang (41,9%). Gangguan kualitas hidup pasien terbanyak didapatkan gangguan sedang, sebanyak 12 (38,7%). Frekuensi tinitus berhubungan dengan kualitas hidup pasien(p=0,005) dengan tingkat korelasi sedang (r=0,491). Intensitas tinitus berhubungan dengan kualitas hidup pasien (p=0,043) dengan tingkat korelasi lemah (r=0,365). Kesimpulan: Frekuensi dan intensitas tinitus berhubungan dengan kualitas hidup pasien."
ORLI 45:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Harry
"Tinitus adalah sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, yang berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik, berlangsung sedikitnya selama lima menit, dan terjadi lebih dari sekali dalam satu minggu. Sampai saat ini pengobatan tinitus masih bersifat empiris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka keberhasilan akupunktur terhadap penurunan skor tinnitus handicap inventory THI pada pasien tinitus setelah 10 kali penusukan. Juga untuk mengetahui rerata penurunan skor THI setelah 10 kali terapi. Peneltian ini menggunakan metode uji klinis sebelum dan sesudah terapi before and after study . Peneltian ini terdiri atas 16 pasien yang diberikan 10 kali terapi akupunktur. Penilaian keberhasilan terapi dilihat dari penurunan skor THI. Angka keberhasilan terapi akupunktur adalah 56,3 . Rerata skor THI sebelum terapi akupunktur adalah 30, sesudah terapi akupunktur turun menjadi 21,63 p < 0,05 . Akupunktur mempunyai efek terhadap penurunan skor THI pada pasien tinitus.

Tinnitus is a sensation of a sound without any stimulation from external enviroment, which form as electrical signals as well as mechano acustic, it occurs at least for five minutes, and more than once a week. Until now, treatment of tinnitus is still empirical. The purpose of this study to determine the success rate of acupuncture in decreasing of the tinnitus handicap inventory scores THI in patients with tinnitus after 10 times of therapy. Also to find out the mean THI score depression after 10 times of therapy. This research using clinical trials before and after therapy. This research consisted of 16 patients given 10 times the acupuncture therapy. Assessment of therapeutic success seen from the decrease in THI scores.Success rate of acupuncture therapy is 56.3. The mean THI score before acupuncture teraphy is 30, decreased to 21.63 after acupuncture therapy p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"The present volume focuses on neural mechanisms of tinnitus and its behavioral consequences. The proposed book starts with a general summary of the field and a short introduction on the selection and content of the remaining chapters. Chapter 2 overviews tinnitus prevalence and etiologies to set the tone for significance and complexity of this neurological disorder spectrum. Chapters 3-8 cover neuroscience of tinnitus in animal models from molecular mechanisms to cortical manifestation. Chapters 9-12 cover human brain responses to tinnitus and it clinical management."
New York: Springer, 2012
e20401844
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Pricilia Gunawan H.
"ABSTRAK
Pendekatan integrasi antara terapi paliatif dan perawatan penyakit kronik dan atau mengancam jiwa telah banyak digunakan dalam beberapa tahun terakhir. Hingga saat ini, masih banyak yang beranggapan bahwa terapi paliatif hanya ditujukan untuk pasien dengan penyakit berat yang sudah berada di stadium terminal atau akhir hidupnya, namun pada kenyataannya banyak pasien mendapatkan manfaat dari terapi paliatif sedini mungkin. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol yang bertujuan untuk mengetahui manfaat integrasi terapi paliatif pada pasien anak dengan penyakit keganasan. Pasien terdiri dari anak dengan penyakit keganasan usia 2-18 tahun yang dikonsulkan kepada tim paliatif. Pasien dibagi menjadi dua kelompok secara acak, yakni kelompok kontrol (30 anak) dan kelompok intervensi (30 anak). Intervensi berupa kunjungan rumah, komunikasi dua arah antara tenaga terlatih dengan pasien dan orang tua, dibagi menjadi 6 sesi (1 sesi setiap 2 minggu) yang berfokus pada edukasi penyelesaian masalah, manajemen gejala, perawatan diri sendiri, komunikasi, pembuatan keputusan dan pendampingan rencana perawatan lanjutan. Pasien diikuti dan dilakukan penilaian kualitas hidup dengan kuesioner Pediatric Quality of Life Innitiative (PedsQLTM) modul kanker 3.0, intensitas gejala dinilai dengan Edmonton Symptoms Assesment Score (ESAS), frekuensi kunjungan unit gawat darurat (UGD) pasien anak dengan penyakit keganasan dicatat selama periode penelitian dan dibandingkan dengan sebelum penelitian. Kelompok intervensi memiliki kualitas hidup lebih tinggi bermakna (81,63) dibandingkan kelompok kontrol (62,39), p<0,001. Ranah kualitas hidup yang paling meningkat secara signifikan adalah ranah nyeri, mual, kecemasan prosedur, kecemasan tata laksana, dan khawatir. Intervensi paliatif dapat menurunkan intensitas gangguan tidur (p=0,003) dan anoreksia pada pasien (p<0,001). Intervensi paliatif dapat menurunkan kunjungan UGD sebanyak 4,77 kali pada pasien anak dengan penyakit keganasan (OR 4,77, 95% IK 1,29-17,65; p=0,018).

ABSTRACT
In these last few years, an integrated approach between palliative care and chronic and/or life-threatening conditions care have been widely used. Many people think that palliative care is only intended for those with end stage of disease or in the end of life period. In fact, many patients had benefit from early palliative integration. This study is aimed to know the role of palliative intervention in child with malignancy. A randomized controlled trial comparing patients who were given palliative care (a 3-month home visit) and those who were not (intervention vs control group) was conducted, each group containing 30 patients. Patients consisted of children with cancer aged 2-18 years old who were consulted to palliative team. A two-way communication between a trained health worker and patients with or without their parents were conducted as the intervention (report by proxy or self-report). Interventions were given in 6 sessions (1 session every 2 weeks) focusing on problems solving education, symptoms management, self-care, communication, decision making, and long-term care plan assistance. In the first and twelfth week of the intervention, all patients were assessed with the Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQLTM) questionnaire cancer module 3.0. Symptomps intensity were assessed by Edmonton Symptoms Assesment Score (ESAS). Emergency room admissions from the last 3 months were noted before patients were enrolled in the study. During the follow up period, ER admissions were recorded further. Data was analyzed using bivariate analysis, OR calculations were performed to see the effect of interventions on outcomes in this study. A significant difference of quality of life was found between the two groups with average total score in control group 62.39 and intervention group 81.63 (p<0.001). Most significant increased domains were pain, nausea, procedural anxiety, treatment anxiety, and worry. Intensity of sleep disturbance (p=0.003) and anorexia (p<0.001) were decreased significantly in intervention group. Emergency room admissions were reduced by 4.7 times in intervention group (OR 4.77, 95% CI 1.29-17.65; p=0.018)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pricilia Gunawan Halim
"Pendekatan integrasi antara terapi paliatif dan perawatan penyakit kronik dan atau mengancam jiwa telah banyak digunakan dalam beberapa tahun terakhir. Hingga saat ini, masih banyak yang beranggapan bahwa terapi paliatif hanya ditujukan untuk pasien dengan penyakit berat yang sudah berada di stadium terminal atau akhir hidupnya, namun pada kenyataannya banyak pasien mendapatkan manfaat dari terapi paliatif sedini mungkin. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol yang bertujuan untuk mengetahui manfaat integrasi terapi paliatif pada pasien anak dengan penyakit keganasan. Pasien terdiri dari anak  dengan penyakit keganasan usia 2-18 tahun yang dikonsulkan kepada tim paliatif. Pasien dibagi menjadi dua kelompok secara acak, yakni kelompok kontrol (30 anak) dan kelompok intervensi (30 anak). Intervensi berupa kunjungan rumah, komunikasi dua arah antara tenaga terlatih dengan pasien dan orang tua, dibagi menjadi 6 sesi (1 sesi setiap 2 minggu) yang berfokus pada edukasi penyelesaian masalah, manajemen gejala, perawatan diri sendiri, komunikasi, pembuatan keputusan dan pendampingan rencana perawatan lanjutan. Pasien diikuti dan dilakukan penilaian kualitas hidup dengan kuesioner Pediatric Quality of  Life Innitiative (PedsQLTM) modul kanker 3.0, intensitas gejala dinilai dengan Edmonton Symptoms Assesment Score (ESAS), frekuensi kunjungan unit gawat darurat (UGD) pasien anak dengan penyakit keganasan dicatat selama periode penelitian dan dibandingkan dengan sebelum penelitian. Kelompok intervensi memiliki kualitas hidup lebih tinggi bermakna (81,63) dibandingkan kelompok kontrol (62,39), p<0,001. Ranah kualitas hidup yang paling meningkat secara signifikan adalah ranah nyeri, mual, kecemasan prosedur, kecemasan tata laksana, dan khawatir. Intervensi paliatif dapat menurunkan intensitas gangguan tidur (p=0,003) dan anoreksia pada pasien (p<0,001). Intervensi paliatif dapat menurunkan kunjungan UGD sebanyak 4,77 kali pada pasien anak dengan penyakit keganasan (OR 4,77, 95% IK 1,29-17,65; p=0,018).

In these last few years, an integrated approach between palliative care and chronic and/or life-threatening conditions care have been widely used. Many people think that palliative care is only intended for those with end stage of disease or in the end of life period. In fact, many patients had benefit from early palliative integration. This study is aimed to know the role of palliative intervention in child with malignancy. A randomized controlled trial comparing patients who were given palliative care (a 3-month home visit) and those who were not (intervention vs control group) was conducted, each group containing 30 patients. Patients consisted of children with cancer aged 2-18 years old who were consulted to palliative team. A two-way communication between a trained health worker and patients with or without their parents were conducted as the intervention (report by proxy or self-report). Interventions were given in 6 sessions (1 session every 2 weeks) focusing on problems solving education, symptoms management, self-care, communication, decision making, and long-term care plan assistance. In the first and twelfth week of the intervention, all patients were assessed with the Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQLTM) questionnaire cancer module 3.0. Symptomps intensity were assessed by Edmonton Symptoms Assesment Score (ESAS). Emergency room admissions from the last 3 months were noted before patients were enrolled in the study. During the follow up period, ER admissions were recorded further. Data was analyzed using bivariate analysis, OR calculations were performed to see the effect of interventions on outcomes in this study. A significant difference of quality of life was found between the two groups with average total score in control group 62.39 and intervention group 81.63 (p<0.001). Most significant increased domains were pain, nausea, procedural anxiety, treatment anxiety, and worry. Intensity of sleep disturbance (p=0.003) and anorexia (p<0.001) were decreased significantly in intervention group. Emergency room admissions were reduced by 4.7 times in intervention group (OR 4.77, 95% CI 1.29-17.65; p=0.018)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58736
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rana Jumana
"Psoriasis merupakan penyakit kulit yang bersifat kronis dan kambuhan. Psoriasis berdampak terhadap kondisi psikologis dan kualitas hidup penderitanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stres, ansietas dan depresi dengan kualitas hidup di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini bersifat dekriptif dengan metode cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 53 responden yang diambil melalui non probality sampling dengan teknik accidental sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuisioner Depression, Anxiety and Stress Scale (DASS-21) dan Dermatology Life Quality Index (DLQI). Analisis menggunakan Kendall’s Tau dan T- test dengan hasil yang menujukkan adanya hubungan yang kuat (p<0.001<0,05) antara stres, ansietas dan depresi dengan kualitas hidup. Selain itu juga ditemukan ada hubungan yang lemah antara sebagian karakteristik pasien dengan kualitas hidup. Penelitian ini merekomendasikan agar adanya peningkatan asuhan keperawatan yang holistik tertutama dari aspek psikologis agar mampu meningkatkan kualitas hidup pasien psoriasis.

ABSTRACT
Psoriasis is a skin disease that is chronic and recurring. Psoriasis affects the psychological condition and quality of life of the sufferer. This study aims to determine the correlation between stress, anxiety and depression with the quality of life in Dr. Hasan Sadikin Bandung. This research is descriptive with cross sectional method. The research sample was 53 respondents who were taken through non-probability sampling with accidental sampling technique. The research instrument used the Depression, Anxiety and Stress Scale (DASS-21) questionnaire and the Dermatology Life Quality Index (DLQI). The analysis used Kendall's Tau and T-test with results showing a strong correlation (p <0.001 <0.05) between stress, anxiety and depression with quality of life. It was also found that there was a weak correlation between some patient characteristics and quality of life. This study recommends an increase in holistic nursing care, especially from a psychological aspect, in order to improve the quality of life for psoriasis patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Widyastuti
"ABSTRAK
Keluhan yang dirasakan pasien kanker baik karena progresivitas penyakit atau efek samping pengobatan membuat kenyamanan pasien terganggu. Ketidaknyamanan pada aspek fisik, psikospiritual, sosio-kultural, finansial, dan lingkungan yang dirasakan terus menerus oleh pasien kanker dapat mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan kenyamanan dengan kualitas hidup. Penelitian dilakukan pada 95 responden dengan teknik consecutive sampling dan dilakukan pada satu waktu cross sectional . Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat yaitu uji korelasi dan perbedaan mean. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara seluruh aspek kenyamanan dengan kualitas hidup pasien kanker p < 0.05 . Semakin tinggi ketidaknyamanan pada aspek fisik, psikospiritual, sosio-kultural, finansial, dan lingkungan maka semakin buruk kualitas hidupnya. Stadium kanker juga diketahui berhubungan dengan kualitas hidup p = .002 = 0.05, dengan semakin tinggi stadium maka semakin menurun kualitas hidup pasien. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi landasan praktik berbasis bukti untuk meningkatkan keterampilan perawat memberi kenyamanan pasien kanker. Oleh karena semakin tinggi stadium kanker membuat kualitas hidup pasien semakin menurun, perawat perlu mengoptimalkan seluruh aspek kenyamanan yang masih dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

ABSTRACT
Cancer patients have symptoms cause by cancer progressivity and the effects of therapy that makes their comfort impaired. Discomfort in the physical, psychospiritual, socio cultural, financial, and environmental aspects can severely affect the quality of life. This study aimed to identified the correlation between comfort and quality of life in cancer patients. The study was conducted on 95 respondents with consecutive sampling technique in cross sectional method. The data analysis used on this study is univariate and bivariate analysis that is test of correlation and mean differences. This study showed there was a significant correlation between all aspects of comfort and the quality of life in cancer patients p 0.05, higher discomfort in physical, psychospiritual, socio cultural, financial, and environmental aspects cause worse quality of life. Stage of cancer is also known to be associated with quality of life p .002 0.05 , with the higher level stage showed the low quality of life. The results are expected to be the evidence based practice to improve nurse skill to provide comfort to cancer patients. Because the higher stage of cancer makes the quality of life lower, nurses need to optimize all aspects that can still be improved for a better quality of life of patients. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaawoan, Adeleida Yuliana Anita
"Heart Failure (HF) merupakan sindrom klinis akibat ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh. Kondisi ini menyebabkan keterbatasan fungsional dan distress psikologis yang berefek pada kualitas hidup pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan self care dan depresi dengan kualitas hidup pasien heart failure di RSUP Prof Dr R.D Kandou Manado. Desain penelitian desain non eksperimental jenis cross sectional analitik. Responden sebanyak 79 orang, diperoleh melalui teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara self care dan depresi dengan kualitas hidup pasien HF. Selain itu didapatkan variabel umur, self care dan depresi merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kualitas hidup. Implikasi hasil penelitian dalam keperawatan adalah peningkatan peran perawat sebagai edukator dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang self care dan mengembangkan kemampuan dalam melakukan screening tingkat depresi pasien HF secara rutin.
Heart Failure (HF) is a clinical syndrome of inability of the heart to provide sufficient pump action to distribute blood flow to meet the needs of the body. This situation creates functional limitations and psychological distress that give impact on patient?s kualitas hidup (QoL).
The purpose of this research was to identify correlation between self care and depression with kualitas hidup heart failure patient in Prof DR. R.D Kandou Hospital Manado. This study used nonexperimental analytic cross sectional design. Seventy nine respondents was recruited using consecutive sampling method.
The study finding showed significant correlation between self care and depression with kualitas hidup heart failure patient. In addition age, self care and depression are found as predominant factors to kualitas hidup of heart failure patient. Nursing implication from this result is that of nursing role as educator on self care and ability in screening patient?s depression level should be improved.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T30728
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hasya Layalia Lahino
"Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) pada lanjut usia dapat mempengaruhi fungsi sehari-hari dan kualitas hidupnya. Penurunan kualitas hidup dapat ditemukan sejak awal diagnosis PGK hingga stadium akhir, salah satunya berkaitan dengan gangguan depresi yang dialami. Meskipun demikian, dikatakan kualitas hidup seorang lanjut usia berkaitan dengan cadangan kognitif yang dapat membantu lanjut usia untuk berkompensasi terhadap penurunan fungsi secara patologis.
Metode: Penelitian ini merupakan sebuah studi potong lintang untuk mengetahui hubungan antara depresi dan cadangan kognitif terhadap kualitas hidup pada lanjut usia dengan penyakit ginjal kronik di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penilaian depresi menggunakan geriatric depression scale (GDS), cadangan kognitif (Kuesioner Indeks Cadangan Kognitif/ KICK) dan kualitas hidup dengan WHOQOL-BREF. Analisis bivariat dengan uji korelasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara depresi dan cadangan kognitif terhadap kualitas hidup.
Hasil: Gambaran demografi pada studi ini adalah perempuan (60%), usia 60 – 74 tahun (73%), pendidikan tinggi, berobat PGK di atas 5 tahun (52.5%), stadium PGK 3A (43.75%), dengan komorbiditas hipertensi (22%). Kejadian depresi pada pasien lanjut usia dengan PGK 71.25% dengan mayoritas depresi ringan (36.25%) sedangkan cadangan kognitif memiliki skor tinggi yaitu di atas 131 (47.5%). Kualitas hidup didapatkan skor paling tinggi pada domain lingkungan (60) dan paling rendah domain fisik (49). Depresi berkolerasi kuat dengan penurunan kualitas hidup domain psikologis (r = -0.702, p<0.001) namun tidak didapatkan hubungan bermakna antara cadangan kognitif dengan kualitas hidup pada studi ini.
Simpulan: Gangguan depresi pada lanjut usia dengan PGK dapat menurunkan kualitas hidup domain fisik, psikologis, sosial dan lingkungan secara bermakna. Skrining kondisi psikologis sejak awal stadium PGK perlu dilakukan agar gangguan depresi dapat ditangani secara adekuat dan meningkatkan derajat kualitas hidup lanjut usia.

Background: Chronic kidney disease (CKD) in geriatric patients might impaired their daily functions and quality of life. From the early stage of the disease, neuropsychiatric disorder such as depression could arise, declining the quality of life (QoL), however, cognitive reserve is believed to compensate such pathology and improving their quality of life.
Method: This is a cross-sectional study conducted in outpatient geriatric clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital to find correlation between depression and cognitive reserve with quality of life. Self-rated questionnaire was used to measure depression (GDS), cognitive reserve (KICK) and quality of life (WHOQOL-BREF). Bivariate correlation was used to explore the correlation between depression and cognitive reserve with quality of life.
Results: The samples were mostly women (60%), 60 – 74 years of age (73%), with high educational degree, have undergone treatment for CKD for more than 5 years (52.5%), stage 3A CKD (43.75%), mostly with hypertension (22%). There were 71% depression in this study and mostly mild depression (36.25%) dan good score on cognitive reserve index (47.5%). In this study, mean score of QoL domain was highest in environment (60) and lowest in physical (49). There was strong correlation between depression and poor psychological domain in quality of life (r = -0.702, p<0.001) but no statistically significant correlation between cognitive reserve and quality of life.
Conclusion: In geriatric patients with CKD, depression could impair every domain of their quality of life significantly. Screening and management for depression become important since the early stage of disease and help to improve their Quality of Life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yayuk Supatmi Rahayu
"Latar Belakang: Kemampuan mastikasi merupakan salah satu indikator keberhasilan gigi tiruan. Kemampuan mastikasi mempengaruhi persepsi dan tingkat kepuasan pasien sehingga dapat mempengaruhi nilai kualitas hidup seseorang. Oral Health Impact Profile-14 (OHIP-14) merupakan salah satu alat ukur kualitas hidup yang terdiri dari 14 pertanyaan yang mencakup dampak yang berhubungan dengan fungsi dan aspek psikologi dari permasalahan gigi, mulut, dan gigi tiruan. Salah satu metode pengukuran kemampuan mastikasi secara objektif adalah dengan menggunakan color-changeable chewing gum. Sedangkan secara subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi.
Tujuan: Menganalisis hubungan antara kemampuan mastikasi yang dinilai secara objektif dan subjektif dengan kualitas hidup pasien dengan restorasi mahkota tiruan penuh posterior dukungan implan.
Metode: Mengevaluasi kemampuan mastikasi secara objektif yang dinilai menggunakan color changeable chewing gum dan secara subjektif yang dinilai menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi pada 60 pasien dengan restorasi mahkota tiruan penuh posterior dukungan implan. Dilakukan analisis untuk mengetahui hubungan antara kemampuan mastikasi dengan kualitas hidup yang dinilai menggunakan OHIP-14 serta untuk mengetahui hubungan faktor-faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, jumlah implan dan lama pemasangan dengan kemampuan mastikasi dan kualitas hidup.
Hasil: Terdapat hubungan signifikan antara kualitas hidup responden dengan mahkota tiruan penuh dukungan implan posterior dengan kemampuan mastikasi secara subjektif (p=0,000) dan tidak terdapat hubungan signifikan antara kualitas hidup dengan kemampuan mastikasi secara objektif (p=0,864). Tidak ada hubungan signifikan antara kemampuan mastikasi secara objektif dan subjektif (p=0,818). Kualitas hidup hanya berhubungan signifikan dengan umur (p=0,002).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kemampuan mastikasi subjektif yang dinilai menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi dengan kualitas hidup yang dinilai menggunakan OHIP-14 pada responden yang direhabilitasi dengan mahkota tiruan penuh posterior dukungan implan posterior. Usia juga menunjukan hubungan dengan kualitas hidup pada penelitian ini.

Background: Mastication performance is one indicator of the success of denture treatment. Mastication performance may affect the perception and level of patient satisfaction so that affect the value of a person’s quality of life. In dentistry, the quality of life related to oral health is also known as Oral Health Related Quality of Life (OHRQoL). Oral Health Impact Profile-14 (OHIP-14) is one of quality of lifes measurements that consist of 14 questionnaires which include impacts related to function and psychology aspect that include dental, oral, and denture problems. One method that objectively measuring mastication is by using color-changeable chewing gum where as subjective methode is by using masticatory questionnaire.
Objectives: To analyze the relationship between mastication performance (subjectively and objectively) with the quality of life of patients with posterior implant supported single crown.
Methode: Masticatory performance evaluation conducted on 60 patients with posterior implant supported single crown. Analysis was conducted to determine the relationship between mastication performance assessed objectively (using color changeable chewing gum) and assessed subjectively (using masticatory performance questionnaire) with quality of life assessed using OHIP-14 and its relationship with age, sex, level of education, number of implants and how long since implant was placed.
Result: There was a significant correlation between quality of life with mastication performance assessed subjectively (p=0,000) and there was no significant correlation between quality of life and mastication performance assessed objectively (p=0,864). There was no significant correlation between mastication performance objectively and mastication performance subjectively (p=0,818). Quality of life has a significant correlation only with age (p=0,002).
Conclusion: There was a correlation between mastication performance subjectively with quality of life of patients with posterior implant supported single crown. Age also showed a correlation with quality of life in this study.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>