Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80977 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Salah satu cara pandang untuk hidup menurut Surbakti adalah dengan cara polap pertaninan. Komunitas lokal secara bersama-sama menggunakan lahan kering untuk bercocok tanam, seperti sayur-sayuran dan lainnya. Masalah yang ingin didiskusikan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh permanen atau tidak permanen perempuan petani dalam hal perekonomian, pendapatan keluarga, tingkat konsumsi dan tabungan. Analisa data yang digunakan adalah rata-rata tabulasi dan test perbedaan bentuk presentasi dari figur dan bentuk tabulasi menggunakan analisa multipel regresi. Penelitian ini menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: Ada perbedaan permanen dan tidak permanen perempuan petani di dalam aktif aktifitas ekonomi, yang mencapai derajad kepercayaan 95%. Kontribusi perempuan pekerja memberikan sumbangan yang lebih besar 50% ternyata ditolak. Pendapatan keluarga tidak berpengaruh terhadap persoalan ekspenditur. Ada hubungan antara tingkat pendapatan dari permanen dan tidak permanen perempuan petani dengan tingkat tabungan. Tidak ada relasi antara perempuan pekerja yang permanen dan tidak permanen terhadap tingkat dan pola konsumsi keluarga."
JIPUR 12:21 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Faizal Rahmanto Moeis
"ABSTRACT
The economic conventional wisdom stated by Arthur Lewis in his dual sector theorem says that people that work in the agriculture traditional sector that move out to non agriculture modern sector will be better off due to the modern sector having higher productivity. This also applies to farmland as farmland should be reinvested into capital that gives higher returns. In Indonesia, the number of agriculture workers have continually decreased in the last decade. This process is also accompanied by the decrease of average farmland ownership of households. These two phenomena show that the farmers are completely leaving agriculture sector and in hand with Lewis rsquo s theorem. However, can we guarantee they are better off Observing the last three waves of IFLS Indonesia Family Life Survey and applying the poverty line of 3.2 PPP capita month the writer investigates the factors that influence poverty and welfare dynamics of agriculture household. The writer rsquo s econometric evidence confirms that the movement of agriculture has decreased the probability of poverty and positive effects on welfare only in the early decade 2000 2007. From 2007 2014 and in the long run, the effects of the movement are not significant. On the other hand, farmland ownership continues to have an important role for agriculture households as their main livelihood. Higher Education and agriculture assets show a decrease of probability of being poor. These findings suggest that moving out of agriculture is not the solution to improve farmers well being in the current situation. Keeping farmland ownership, investment in human capital, and modernization of agriculture should be the main focus in agriculture development.

ABSTRACT
Pemikiran konvensional ekonomi yang dinyatakan oleh Arthur Lewis di dalam teori dual sector-nya mengatakan bahwa orang yang bekerja di sektor pertanian tradisonal yang pindah keluar ke sektor non-pertanian modern akan lebih baik dikarenakan sektor modern memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Hal ini juga berlaku terhadap lahan dimana lahan seharusnya diinvestasi ulang menjadi kapital yang memberikan pengembalian yang lebih tinggi. Di Indonesia, jumlah dari pekerja pertanian secara terus-menerus menurun dalam satu dekade terakhir. Proses ini diiringi dengan berkurangnya rata-rata kepemilikan lahan rumah tangga. Kedua fenomena tersebut memperlihatkan bahwa petani sudah benar-benar meninggalkan sektor pertanian sesuai dengan teori Lewis. Namun, apakah dapat dijamin mereka lebih baik? Mengobservasi tiga gelombang IFLS Indonesia Family Life Survey terakhir dan menggunakan garis kemiskinan 3.2 PPP/kapita/bulan, penulis meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan dan kesejahteraan rumah tangga pertanian. Bukti ekonometrika penulis dapat mengonfirmasi bahwa pergerakan keluar dari pertanian mengurangi probabilitas kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan hanya pada awal dekade 2000-2007. Dari 2007-2014 dan dalam jangka panjang, efek dari pergerakan keluar pertanian tidak signifikan. Di sisi lain, kepemilikan lahan tetap memiliki peran penting bagi rumah tangga pertanian sebagai sumber mata pencaharian. Pendidikan dan kepemilikan aset pertanian yang lebih tinggi menunjukkan penurunan probabilitas menjadi miskin. Penemuan ini menimbulkan pemikian bahwa keluar dari pertanian bukan solusi yang menjamin kenaikan kesejahteraan petani pada situasi sekarang. Mempertahankan kepemilikan lahan, investasi dalam human capital, dan modernisasi pertanian seharusnya menjadi fokus utama dalam pembangunan pertanian."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryati Mustofa Hakim
"ABSTRAK
Perkebunan di Indonesia , jika di lihat dari usahanya dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu; Perkebunan Besar dan Perkebunan Rakyat (Sandy 1985).
Propinsi Sumatera Selatan sebagai salah satu daerah produsen karet di Indonesia. Pada tahun 1986 memiliki luas areal perkebunan karet rakyat sebesar- 504.037 hektar dengan produksi 160.503.19 ton karet kering, atau produktivitasnya rata-rata 318 kg karet kering per hektar (Dinas Perkebunan Tingkat I Sumatera Selatan 1986). Rendahnya produktivitas ini disebabkan antara lain: adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh petani sendiri seperti: modalnya kecil, pendidikan petani umumnya rendah, dan cara pengelolaan kebun yang masih bersifat tradisional, sehingga mengakibatkan produksi yang dihasilkan menjadi rendah. Keadaan ini dapat diasumsikan bahwa kualitas hidupnya menjadi rendah pula.
Untuk menanggulangi keadaan ini, sejak awal Pelita III (tepatnya pada tahun 1980) telah dilaksanakan beberapa usaha di bidang perkebunan rakyat yaitu: melalui pola UFP (Unit Pelaksana Proyek) dan pola PIP (Perkebunan Inti Rakyat). Pola UFP terdiri dari 2 bagian, yaitu: UFP Swadana dan UFP Berbantuan. PPKR (Proyek Pengembangan Karet Rakyat) atau SRDP (Small Rubber Development Project) merupakan salah satu bentuk UPF Berbantuan, sumber dananya berasal dari Bank Dunia, PPKR di Sumatera Selatan dilaksanakan dari tahun 1990 - 1955.
Oleh karena perkebunan karet rakyat merupakan sumber penghidupan sebagian besar petani (kurang lebih 12 juta penduduk Indonesia pada tahun 1995), maka keberadaannya perlu dipertahankan dengan tetap memperhatikan faktor-faktor yang menunjangnya, seperti : faktor sumber daya alam (lingkungan fisik yakni tanah, iklim, dan topografi); pendidikan; produksi, tenaga kerja, biaya produksi, dan pengalaman dalam berusaha tani. Khususnya terhadap kualitas hidup petani PPKR belum banyak diketahui, sehingga melatarbelakangi penelitian ini.
Pertanyaan penelitian adalah: (1) Bagaimana petani menggunakan Faktor sumberdaya dan (lingkungan fisik) sebagai lahan perkebunan dan (2) Faktor-faktor apa yang rnempengaruhi kualitas hidup petani.
Tujuan penelitian adalah,: untuk mengetahui faktor﷓faktor yang mempengaruhi kualitas hidup petani PPKR dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Penelitian ini diharapkan ber-guna, sebagai bahan masukan bagi perkebunan karet rakyat dan sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan karet rakyat khususnya di Kecamatan Rambang Lubai, dalam upaya pemanfaatan sumberdaya alam (tanah).
Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
"Faktor sumberdaya alam (1ingkungan fisik) sebagailahan perkebunan dengan pola PPKR memberikan dampak positif terhadap kualitas hidup petani dan kualitas lingkungan".

ABSTRACT
Factors which Affect Quality of Life PPKR?s Farmers (A Case Study : Rambang Lubai Subdistrict, Muara Enim District, South Sumatera)Plantation in Indonesia when viewed from as enterprise could be grouped into two: Big Plantation and Small Plantation (Sandy 1985). The rubber producing Province South Sumatera as a region in Indonesia.
In the year 1996 possesses area of the small plantation size 504.037 hectare with total production of 160503 ton of dried rubber or the average productivity 318 kg dried rubber per hectare (Dinas Perkebunan Tingkat I Sumatera Selatan 1986). The lost productivity was due to, among others: by the limitations due to the farmers themselves, small of capital, the farmers of education generally of low level, and the way of the plantation is still traditional methods, such that its has affect the production brought forth to be of low level. This condition could be assumed to bring out the low level of the quality of life.
To over come this condition, starting as from beginning Pelita III several attempts have been carried out in the field of small plantation, namely: through the design of UPP (Project Implementation Unit) and PIS' or DIES (Nucleas Estates Smallholder). The UFP consists of two parts namely, UPP self-funding and UPP subsidized. PFKF: or SRDF' (Small Rubber Development Project) has been one of the forms of the subsidized UPP, the fund has from the World Bank. PPKR I in South Sumatera has been conducted from the year 19SO-1925.
Because of the small estates have been as the sources of income majority of the farmers (more or less 12 millions of the Indonesia people in year 1985), such that their existence need to be protected by constantly observed the supporting factors, such as. The natural resources factor (the physical environment; land, climate, and topography), education, production, production cost, and experience in farm management.
Specifically, regarding the quality of life PPKR farmers many things have remained as unknown, such as the providing background of this research.
The questions in this research are; (1) How do the farmers utilize natural resources factors (physical environment) such as the area estates? and (2) What are the factor affect quality of life farmers ?
The objective research is: to find out the factors affect quality of life PPKR farmers and the affect on the environment.
This research hopefully, input material for the small estates, and a contribution of conception for the development of small rubber estates in particular in Rambang Lubai Sub District, in the utilization efforts of the natural resources (land).
Hypothesis in this research has been the following:
"The natural resources factor (physical environment) such as the area estates with PPKR has provided positive impact on the quality of life farmers and the quality of environment".
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The food production and trade have become more concentrated , the role of MNCs has become stronger and more powerful. The protection for subsistence farmers and developing countries inteded to be managed effectively in WTO have run into several failures...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Umi M. Prilyantini
"Hubungan antara sumber daya, jumlah penduduk, dan kualitas hidup petani adalah bahwa dengan terbatasnya sumber daya yang tersedia dan jumlah penduduk yang terus bertambah maka kualitas hidup cenderung menurun.
Daya dukung lingkungan menurut Soerianegara (1978) adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh suatu satuan luas sumber daya dan lingkungan dalam keadaan sejahtera.
Kabupaten Wonogiri sebagian besar (80) penduduknya adalah petani, dengan pertanbahan penduduk yang terus meningkat dan luas tanah pertanian menunjukkan kecenderungan yang makin kecil tentunya mengakibatkan adanya perubahan daya dukung.
Sehubungan dengan itu masalah yang diteliti adalah bagaimana pengaruh perubahan daya dukung usaha tani terhadap kualitas hidup petani di Kabupaten Wonogiri ?
Untuk mengetahui adanya perubahan daya dukung usaha tani dan perubahan kualitas hidup petani menggunakan dua periode yaitu tahun 1978 dan tahun 1988.
Metode yang digunakan dalam menganalisa adalah deskripsi dengan menggunakan teknik korelasi peta."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arimuladi Setyo Purnomo
"Indonesia dari pengiinpor beras terbesar di dunia menjadi negara berswasembada beras. Dengan adanya swaswmbada beras apa kah taraf hidup petaninya juga meningkat ? Untuk mengukur pendapatan petani dari hasil tanah sawahnya digunakan ganis kemiskinan dari Sajogyo yaitu, pendapatan yang disetarakan dengan beras 240 kg per kapita per tahun. Di Propinsi Java Timur salah satu penghasil beras adalah kabupaten Nganjuk, penggunaan tanah p.ertanian terbesar (47 %), mata pencahanian terbesar (61 %) sebagai petani. Jika dibandingkan luas sawah dengan jumlah petani maka rata-rata petani di Kabupaten Nganjuk adalah petani gurern (0,4 ha). Tujuan penulisan ingin mengetahui taraf hidup petani yang rata-rata petani gurem, apakah mereka dapat mencapai taraf hidup diatas 240 kg setara beras per kapita per tahun ? Séhubungan dengan tujuan, maka masalahnya adalah : wilayáh mana taraf hidup petaninya cukup ?, wilayah inana taraf hidup petaninya miskin?, mengapa demikian ?, apakah wilayah benpengairan padat taraf hidup petaninya dapat mencapai Cukup? Atas dasar masalah, maka hipotesanya adalah : Taraf hidup petani akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya produktivitas, luas sempitnya tanah sawah, besar kecilnya jumlah keluarga petani dan ada tidaknya pengairan di wilayah tersebut. Untuk menjawab masalah dan hipotesa digun.akan perhitrngan K=I.A/X.r, K = taraf hidup petani, I produktivitas, A = luas X.r sàwah, r = jumlah keluarga, X = harga beras 240 kg. Apabila K <1 miskin, K = 1-1,50 hampir miskin, K = 1,50 cukup. Air yang cukup menentukan kehidupan tanaman di sawah, maka pengairan menentukan taraf hidup petani, korelasinya kuat (r=0,71). Pengairan menentukan tinggi rendahya produktivitas sawah yang mempengaruhi taraf hidup petani, korelasinya kuat (R = 0,72), intensita pengusahaan tanah sawah oleh petani dan banjir mempengaruhi produktivitas sawah pula. Luas dan sempitnya sawah petani disamping ada tidaknya pengairan mempengaruhi taraf hidup petani, korelasinya kuat (R = 0,76). Lereng dan ketinggian menentukan bisa tidaknya pengairan."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan
"ABSTRAK
Manusia dalam mengelola sumberdaya alam (tanah) akan selalu dihadapkan pada alternatif-alternatif untuk mendapatkan hasil yang maksimal melalui cara berproduksi, sehingga teknologi pertanian diperlukan untuk: meningkatkan produksi pertanian dan sekaligus mempengaruhi pendapatan petani. Penerapan teknologi dibidang pertanian khususnya dalam budidaya sayur-mayur meliputi cara bercocok tanam pemakaian benih, pemupukan, pengolahan tanah, pengendalian hama dan penyakit, irigasi serta penanganan pasca panen.
Tingkat penerapan yang dilakukan petani akan bervariasi. Bagi petani tani yang berorientasi pasar akan memilih jenis sayuran (commercial crops) dan mernpengaruhi penerapan teknologinya. Dalam pemanfaatan sumberdaya alam tanah di Kecamatan Pacet, petani sayurmayur meningkatkan usaha taninya .dengan intensifikasi dan daya tarik pasar. Hal ini disebabkan karena keterbatasan sumberdaya alam tanah. Luas lahan pertanian yang digarap oleh petani sayur-mayur bervariasi, Cara mengelola usaha taninya beraneka ragam. Pengaruh yang ditimbulkan oleh penggunaan teknologi akan mempunyai dampak terhadap produksi, pendapatan dan kelestarian sumberdaya alam serta kualitas lingkungan. Oleh karenanya sebelum melihat kualitas lingkungan lebih jauh perlu kiranya menelaah beberapa hal diantaranya penggunaan sumberdaya alam tanah dengan penerapan teknologi sebagai upaya peningkatan pendapatan petani melalui hasil produksi yang dicapai oleh petani sayur mayur.
Masalah pokok yang diteliti adalah sampai sejauh mana petani sayur-mayur di kecamatan Pacet dapat menetapkan teknologi, sehingga meningkatkan pendapatan melalui hasil produksi yang dicapai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penerapan teknologi terhadap peningkatan pendapatan petani sayur-mayur melalui hasil produksi yang dicapai petani.
Penelitian ini diharapkan berguna untuk :
a. Informasi bagi program-program penerapan teknologi di bidang hortikultura.
b. Informasi bagi petani untuk mempertimbangkan Cara mengelala usahataninya dalam mempertimbangkan kemampuan sumberdaya yang ada.
c. Penelitian lebih lanjut di bidang pertanian dan lingkungan dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam dengan teknologi pertanian serta mempertimbangkan kualitas lingkungan.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner).
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak atas 7 desa dengan melihat jumlah luas lahan secara proporsional. Jumlah sampel 140 terdiri dari 80 responden petani melakukan usaha tani wortel ( Daucus carota), 30 responden petani bawang dawn (Allium spp) dan 30 responden petani Saledri ( Apium graveolens).
Analisis data dilakukan dengan uji statistik, menggunakan analisis regresi uji berganda.
Hasil penelitian menunjukkan:
1. Penerapan teknologi berpengaruh nyata terhadappeningkatan pendapatan melalui hasil produksi yang dicapai.
2. Uji statistik menunjukkan faktor--faktor teknologi yang mempengaruhi terdiri dari faktor pemakaian pupuk, pemakaian pestisida, pemakaian benih, irigasi dan penanganan pasca panen.
Persamaan Regresi .
Untuk tanaman Wortel (Daucus carota)
Y = 2,13456 + 0,369959 XI + 0,462322 X2 +0,394431 X3 + 0,064532 X5 + 0,0760109 X6
Untuk tanaman Bawang daun (Allium spp)
Y = 1,965571 + 0,07.885 XI + 0,348343 X2 + 0,198559 X3 + 0,00 602 X5 + 0,0376B0 X6
Untuk tanaman Saledri (Apium graveolens)
Y = 1,873622 + 0,037401 XI + 0,096426 X2 + 0,08299 X3 + 0,015858 X5 + 0,001076 X6
3. Faktor sumberdaya fisik ( jenis tanah, PH. tanah, topografi dan iklim ) pada daerah penelitian memenuhi persyaratan untuk bercocok tanam sayuran, dalam hal ini juga sesuai dengan usahatani yang dilakukan responden.
4. Teknologi pengeridalian hama dan penyakit yang dilakukan petani dengan menggunakan pestisida, seluruhnya menggunakan bahan kimia (insektisida kimia).
5. Pemakaian pupuk dan pestisida mempunyai kecendrungan melebihi standar yang dianjurkan.
Dari peninjauan lapangan dan hasil penelitian dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Perlu adanya penyuluhan pertanian bagi petani hortikultura secara intensif, khususnya penerapan pemakain pupuk dan pestisida.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam hal yang sama dengan menggunakan lebih banyak lagi jenis usaha tani dari daerah yang berbeda, agar memberikan gambaran pada berbagai jenis komoditi hortikultura. Untuk daerah penelitian ini perlu adanya penelitian kualitas lingkungan, yang dalam hal ini menyangkut kualitas sumberdaya alam tanah, akibat penggunaan teknologi oleh para petani sayur mayur.

ABSTRACT
People will always face many alternatives in the management of natural resources (land & water) in order to obtain the maximum result through production, thus the agricultural technology is needed to increase agricultural products and thus influence the farmers income. The technology application in agriculture especially in horticulture, includes agronomic practices, seeds usage, fertilization, land utilization, pest control and diseases, irrigation and post cropping handling. The level of technology application is varied. Farmers which are market oriented will choose types of vegetables (commercial crops) and influence the technology application.
In using the natural resources in Sub - district of Pacet, the vegetables farmers increase their business by intensification and market attraction. This is because of the limited land. The agricultural land area which is tilled by vegetables farmers is varied. The influence resulted from usage of technology will affect production, income and conservation of natural resources and environment quality. Therefore, prior to further seeing the environment quality, it is appropriate to study several things, among others are soil natural resource usage and technology application as an effort to increase
farmers income through crop production achieved by farmers. The principal problem to be researched is the extent to which the vegetables farmers in Sub district of Pace apply technology, thus increase their income through the production crops achieved.
The purpose of the research is to determine and analyze the influence of technology application to increase the vegetable farmers through production crops achieved.
The research is expected useful for :
a. Information for technology application in horticulture
b. Information for farmers to consider the management of farming business in the existing resource ability.
c. Further research in agriculture and environment in the case of resource usage with agricultural technology and consider the quality of environment.
The data collection is done by interview using questionnaires.
The sampling technique, the data will be collected randomly from 7 villages by considering the land acreage proportionately. The number of samples is 140 which consist, of 80 respondent, with plant carrot (Daucus carota), 30 respondents of leek ( Allium spp ) and 30 respondents of celery farmers (Apium graveolens).
Data analysis was done by statistical test using multiple-test regression analysis.
The test result shows :
1. The technology application influences significantly the income through crop productions achieved.
2. The statistical test indicates of fertilization, pesticides usage, seeds, irrigation and post crop handling.
The regression equation :
For carrot ( DaL.LCUs carota )
Y = 2,13456 + 0,369959 X1 -1- 0,462322 X2 + 0,394431 X3 + 0,064532 X5 + 0,076009 X6
For leek ( Allium spp )
Y = 1,965571 + 0,073985 X1 + 0,348343 X2 + 0, 198559 X3 + 0,002602 X5 + 0,037680 X6
For Celery ( Apium graveolens )
Y = 1,873622 + 0,037401 XI + 0,096426 X2 + 0,08299 X3 + 0,015858 X5 + 0,001076 X6
3. Resource of physical factors ( types of soil, soil pH, topography and climate) in the research region satisfy the conditions of vegetable cultivation, in this case is also suitable for agribusiness conducted by repondents.
4. The pest control technology and disease used by the farmers by using pesticides, all respondents uses chemicals (chemical insecticides).
5. Usage of fertilization and pesticides have the tendency to exceed the standard suggested.
Out of the field study and research can be suggested several points .
1. Agricultural extension is necessary for horticulture intensification especially for application of fertilizer and pesticides.
2. It is necessary to do further research in the same aspect; more agribusiness types in different areas, in order to provide illustration in various types of horticultural commodities. For this. research area it is necessary to do an environment quality research, which in this case involves quality of natural resource (soil), due to application of technology by vegetable farmers.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Polak, J.J.
New York, N.Y.: Netherlands and Netherlands Indies Council of the Institute of Pacific Relations , 1939
339.309 492 POL n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Dellina Putri
"Ketimpangan di Indonesia telah mengalami peningkatan tinggi selama sepuluh tahun terakhir, karena itu perlu dilakukan upaya untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi. Untuk mengetahui upaya yang tepat guna mengurangi ketimpangan perlu dilakukan studi terkait ketimpangan itu sendiri. Studi ini bertujuan agar dapat memberikan gambaran pada kondisi apa terjadi ketimpangan yang tinggi serta mengapa ketimpangan meningkat. Metode yang digunakan adalah dekomposisi ketimpangan, atau dekomposisi statis, serta dekomposisi perubahan ketimpangan, atau dekomposisi dinamis. Penduduk dikelompokan berdasarkan tingkat pendidikan kepala rumah tangga, lokasi rumah tangga yaitu kota-desa dan provinsi, serta status pekerjaan kepala rumah tangga. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa ketimpangan yang tertinggi terjadi antara penduduk dengan tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang berbeda. Terdapat indikasi sudah terjadi peningkatan pendidikan kepala rumah tangga di Indonesia pada periode studi ini, namun, hal ini tidak cukup berkontribusi untuk menurunkan ketimpangan. Oleh karena itu untuk mengurangi ketimpangan sebaiknya yang dilakukan adalah dengan mendorong peningkatan pendidikan masyarakat.  

Income inequality in Indonesia has been worse for the past ten years, therefore the right policy is really needed to reduce inequality. However, to know what is the right policy that can reduce income inequality, studies about the inequality itself is necessary. The purpose of this study is to give picture about in what condition high inequality happened and why inequality increased. The methods used are static decomposition and decomposition of changes inequality or dynamic decomposition. Households were grouped by education level of household head, location of household based on urban-rural or province, also  job status of household head. The result of this study show that highest inequality happened between population with different education level of household head. There was indication that education level of household head already increased, but it still did not contribute significantly to reduce inequality. Therefore to reduce inequality, Indonesian people should be supported to increase their education level."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Purwanto
"Sistem pemerintahan di Indonesia yang mengatur hubungan antara pusat-daerah telah terjadi perubahan yang mendasar semenjak dilaksanakannya UU No. 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Berdasarkan keaua UU tersebut, daerah diberikan kewewenangan yang lebih luas dalam mengatur rumah tangganganya sendiri, termasuk bidang keuangan (fiscal decenUalisatlon) dimana daerah diberikan hak untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah (generating revenue). Kreativitas daerah yang Iidak terkontrol dalam menggali sumbersumber pendapatan asli daerah, dikhawatirkan berdampak distortifterhadap para pelaku ekonomi dan pada gilirannya akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. PT. Pelabuhan Indonesia II sebagai BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi yang pada awal pelaksanaan otonomi harus menghadapi serangkaian tuntutan dari daerah-daerah di wilayah perusahaan beroperasi. Tuntutan-tuntutan dan kreativitas daerah tersebut diajukan oleh daerah dalam rangka meninkatkan penerimaan PAD. Studi ini dimaksudkan hendak mengkaji bagaimana dampak upaya penggalian peneriman PAD yang dilakukan oleh daerah dalam rangka otonomi, terhadap kegiatan usaha PT. Pelabuhan Indonesia II. Kreativitas daerah dalam menggali sumber-sumber PAD diawal pelaksanaan otonomi menunjukkan adanya peningkatan penerimaan PAD yang signifikan dibandingkan sebelum otonomi. Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa di sebagian daerah penelitian yaitu di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang, peningkatan penerimaan PAD tersebut semra nyata berdampak negatif terhadap pendapatan PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Ciwandan Banten yang beroperasi di wilayah tersebut. Sedangkan di daerah-daerah lainnya pada umumnya belum menunjukkan dampak yang nyata terhadap pendapatan Cabang Pelabuhan yang beroperasi di masing-masing daerah. Kota Cilegon dan Kabupaten Serang secara kreatif telah menerbitkan dan melaksanakan secara penuh perda-perda tentang pajak jasa pelabuhan dan retribusi jasa pelabuhan dan mendirikan BUMD bidang jasa kepelabuhanan. Pajak/retribusi tersebut, dikenakan terhadap subyek pajak/retribusi alas obyek pajak/retribusi yang juga merupakan sumber pendapatan Pelabuhan Cabang Ciwanda Banten. Demikian juga BUMD tersebut, didirikan dengan maksud mengambilalih kegiatan pelayanan jasa pelabuhan dad PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Ciwandan Banten. Kewenangan pemungutan pajak/retribusi (taxing power) tersebut didasari oleh kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang masih dalam sengketa/konflik, dimana sebelum otonomi, kewenangan penyelenggaraan pelabuhan sepenuhnya berada di pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada PT. Pelabuhan Indonesia II sebagai BUMN yang ditunjuk. Sebagian daerah lainnya telah menerbitkan perda-perda sejenis namun belum diterapkan secara penuh sehingga belum berdampak pada penerimaan pendapatan PT. Pelabuhan yang beroperasi di wilayahnya. Beberapa daerah lainnya telah menyiapkan regulasi dibidang kepelabuhanan dan bersikap 'wait and see; menunggu kepastian kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang masih dalam sengketa/konflik antara pemerintah kota/kabupaten/propinsi disatu pihak dengan dengan Pemerintah Pusat di pihak lain. Dibidang Kepelabuhanan, persoalan mendasar dalam pelaksanaan UU No 22 tahun 1999 dan UU No 25 tahun 1999 sebagaimana telah diubah masing-masing dengan UU No 32 tahun 2004 dan UU No 33 tahun 2004, adalah masih ditemuinya perbedaan persepsi diantara stakeholders, terutama antara Pemerintah Kota/Kabupaten /Provinsi di satu pihak dengan PT. Pelabuhan Indonesia II dan Pemerintah Pusat di lain pihak, sehingga mengakibatkan munculnya konflik diantara kedua pihak. Berdasarkan jenis permasalahannya, konflik yang muncul dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis konflik, yaitu: 1) Konflik kewenangan pengelolaan pelabuhan; 2) Konflik penerimaan pendapatan asli daerah; 3)Konflik pengakuan eksistensi hak-hak masyarakat lokal. Pada dasarnya, daerah menuntut agar semua regulasi dibidang kepelabuhanan disesuaikan dengan UU No 22 tahun 1999 dimana daerah mengklaim bahwa berdasarkan UU tersebut, peyelenggaraan pelabuhan menjadi kewenangan daerah. Sementara itu, dengan dasar yang lama, pemerintah pusat bertahan bahwa penyelenggaraan pelabuhan tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada BUMN. Seiring perjalanan waktu, konflik kewenangan ini semakin melebar diantara kedua pihak. Potensi konflik kewenangan ke depan masih terbuka lebar sepanjang belum ada kepastian hukum yang mengatur batasan-batasan kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang diberikan dari pemerintah kepada daerah yang dapat diterima oleh semua pihak (stakeholders). Selain itu, daerah menuntut kontribusi PT. Pelabuhan Indonesia II yang beroperasi di wilayahnya untuk meningkatkan penerimaan PAD. Bentuk tuntuntan tersebut antara lain berupa tuntutan pembagian pendapatan/revenue, tuntutan penerimaan royalty, tuntutan kepemilikan saham, dan pembagian laba BUMN sebagai dana alokasi umum yang dibagikan secara langsung kepada daerah. Sementara itu kreativitas daerah menggali sumber-sumber PAD melalui pajak dan retribusi jasa kepelabuhanan menimbulkan konflik baru, mengingat subyek dan obyek pajak/retribusi tersebut merupakan salah satu sumber pendapatan PT. Pelabuhan Indonesia II yang diambilalih oleh daerah. PT. Pelabuhan Indonesia II juga menghadapi tuntutan-tuntutan dari masyarakat total hampir diseluruh daerah untuk mendapatkan pengakuan eksistensi ha-hak masyarakat lokal. Bentuk tuntutan tersebut antara lain partisipasi menyediakan fasilitas umum, fasilitas sosial, kesempatan kerja, penyelamatan lingkungan dan sumbangan untuk kegiatan lokal. Di daerah tertentu intensitas tuntutan sampai pada pengerahan massa secara fisik. Upaya penyelesaian sengketa kewenangan dalam pengelolaan kepelabuhanan dapat diselesaikan dengan adanya kepastian hukum tentang batas-batas kewenangan di antara para stakeholders dengan mengakomodir trend desentralisasi. Dengan tujuan efsiensi, pengelolaannya haruslah dilakukan oleh kedua pihak secara concurrent dimana kewenangan penyelenggaraan pelabuhan tingkat nasional dan internasional tetap dipegang oleh pemerintah pusat, sedangkan pelabuhan tingkat regional dan lokal masing-masing diserahkan kepada daerah propinsi dan daerah kota/kabupaten. Karena derajat ekstemalitasnya yang Iuas, maka untuk mengatur bidang kepelabuhanan, diperiukan peraturan khusus yang "berterima umum" oleh semua unsur masyarakat secara nasional, sehingga level peraturan yang paling sesuai adalah undang-undang khusus bidang kepelabuhanan. Daerah dalam menggali sumber-sumber baru penerimaan PAD haruslah memperhatikan adanya resistensi dan potensi konflik dengan pihak terkait dan haruslah didasari oleh kewenangan yang jelas dan pasti. Sedangkan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan eksistensi hak-hak masyarakat lokal, disarankan sebaiknya PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II dalam melaksanakan program community development agar lebih "didaerahkan" dengan prioritas wilayah kerja yang intensitas konfliknya tinggi dan menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah secara intensif.

Government system in Indonesia that regulate relationship between central - regional have been changed basically since implemented Laws No. 22, 1999 as has been changed to Laws No. 32, 2004 of Regional Government and Laws No. 25, 1999 as has been changed to Laws No. 33, 2004 Of Financial Balance Between Central and Regional. Based on the both Laws, regional is given wider authority to manage its own district, including of financial (fiscal decentralization) in which the regional is given right to obtain its regional native sources outcome, it is worried will have impact of distort over the financial actors and its turn will have negative impact over the national financial. PT. Pelabuhan Indonesia II as BUMN is one of financial actors that on the beginning of autonomy implementation must face serial of claim from the regional in which the company operate. The claims and creativity of the regional is delivered by regional in order to optimize PAD acceptance. This study is meant to analyst how the optimize impact of PAD acceptance that implemented by the regional in order of autonomy, over the business activity of PT. Pelabuhan Indonesia II. Regional creativity in obtain PAD resources in the beginning of autonomy shows that there is significant increasing of PAD acceptance if compared before autonomy. The analyst that have been done shows that in part of analyzed districts that is in Cilegon city and Serang District, increasing of PAD acceptance in fact have negative impact over the outcome of PT. Pelabuhan Indonesia II Branch Ciwandan Banten that operate in the regional. Meanwhile in the other districts in generally have not shown the true impact over the outcome of Branch Pelabuhan (hat operated in each district. Cilegon city and Serang District creatively have issued and fully implemented the regional regulations of port tax services and port service retribution also establish BUMD in field of port services. The taxes 1 retributions , is charged to the tax I retribution subject over the tax I retribution object that also is a resource of port outcome of Banten Ciwanda Branch. Also with the BUMD, is established by purpose of to lake over service activity of PT. Pelabuhan Indonesia II Banten Ciwandan II Branch. The authority of tax 1 retribution collection (taxing power) is based on authority of fully port implementation that still in conflict, in which before autonomy, authority of fully port implementation is on central government that its implementation is fully authorized to PT. Pelabuhan Indonesia II as the appointed BUMN. Some of the other regional have issued the similar regional regulations but have not fully implemented yet so have not impact yet over the PT. Pelabuhan's outcome that operated in its regional. Some of the other regional have prepare regulation in field of port and nature of "wall and see", waiting for certainty of port implementation authority that still in conflict between government of city I district I province in one party with Central Government in the other party. In field of port, the principal matter of implementation Laws No. 22, 1999 and Laws No. 25, 1999 as have been changed to each Laws No. 32, 2004 and Laws No. 33, 2004, is still founded the difference of perception between stakeholders, especially between Government of city 1 District 1 Province in one side and PT. Pelabuhan Indonesia II and Central Government in the other side, so arise the conflict between the both parties. Based on the kind of its cases, conflict that arise can be classified become three kind of conflict, that is : 1) Port Operational Authority Conflict; 2) Regional Native Outcome Acceptance Conflict; 3) Admission of Local Community Rights Existence Conflict. Basically, the regional requires in order al regulation in field of port is adjusted to Laws No. 22, 1999 in which the regional claim that based on the Laws, port implementation become to regional authority. Meanwhile, with the same basic, central government keep maintain that port implementation still become the authority of central government that its implementation is authorized to BUMN. Together with passing the time, this authorization conflict become more and more wider between the both parties. Authorization conflict potency in the future is still open widely as long as there is not law certainty that regulate limitation of port implementation authority that given from government to regional that acceptable by all parties (stakeholders). Beside that, regional claim contribution of PT. Pelabuhan Indonesia that operate in its regional to increase PAD acceptance. Kind of the claim are the claim for revenue proportion, royalty acceptance, share ownership, and BUMN profit proportion as general allocation fund that delivered directly to the regional. Meanwhile the regional creativity to obtain PAD new resources through tax and port service retribution arise new conflict, to remind subject and object of tax l retribution is one of sources of PT. Pelabuhan Indonesia 11 that taken over by regional. PT. Pelabuhan Indonesia II also facing the claims from local community almost in all regional to get confession of local community rights existences. Kind of the claims are participation to facilitate public and social facility, working chances, environment safety and aid for local activity. At the certain regional claim intensity until the forcing of mass physically. The effort to resolve the conflict of authority in port operational can be resolved with the existence of law certainty about limitation of authority between stakeholders by accommodate decentralization trend. By the purpose of efficiency, its operational must be done by both parties concurrently in which the authority of port implementation in national and international level is still hold by central government, meanwhile the regional and local port is authorized to province and regional district. Because of its externality is wide, so to manage the field of port, is needed special regulations that "general acceptance" by all community sectors nationally, so the most suitable regulation level is special laws in filed of port. Regional in obtain new resources of PAD acceptance must concern the existence of resistance and conflict potency with the related party and must be based on the clear and certain authority. To cover the claim of local community right existences, it is better of PT. Pelabuhan Indonesia II in implementing community developing program in order more "regionalized" with working district priority that its conflict intensity is high and make relationship with regional government intensively."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T14154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>