Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88777 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Nur Azizah
"Sediaan lepas tunda adalah sistem pelepasan termodifikasi, dimana obat tidak langsung dilepaskan setelah diberikan, dengan tujuan melindungi lambung dari obat yang dapat mengiritasi. Pembuatan sediaan lepas tunda membutuhkan eksipien yang dapat menahan pelepasan obat dilambung, yaitu dengan melakukan modifikasi protein kedelai dengan cara suksinilasi dan asetilasi. Tujuan penelitian ini adalah membuat tablet enterik ibuprofen menggunakan protein kedelai suksinat asetat sebagai pembentuk matriks. Protein kedelai suksinat asetat (PKSA) adalah eksipien yang dibuat dari reaksi suksinilasi dengan suksinat anhidrida 125% b/b dan asetilasi dengan asetat anhidrida 125% v/b. Derajat substitusi PKSA sebesar 75,25%. Matriks tablet enterik ibuprofen dibuat dalam 3 formula dengan metode granulasi basah. F1 yang mengandung PKSA merupakan formula yang lebih baik dibandingkan dengan F2 (PKSA:HPMCP) 1:1 dan F3 (HPMCP). Laju disolusi maksimum F1 adalah pada menit ke 15 sebesar 16,07% dalam pH 1,2 dan 72,31% dalam pH 6,8. Substitusi bertingkat suksinilasi dan asetilasi belum dapat digunakan sebagai matriks tunggal sediaan lepas tunda.

Delayed release dosage is modified release system which the drug is not immediately released after administration, with the purpose to protecting the stomach from medications can cause irritate. Making delayed release dosage require an excipient that can hold the release of drugs in stomach, that is by doing the modification of soy protein with succinylation and acetylation. The purpose of this research is to make the enteric tablet of ibuprofen use soy protein acetate succinate as matrix formers. Soy protein acetate succinate (SPAS) is an excipient made from succinylation with succinate anhydride 125% w/w and acetylation with acetate anhydride 125% v/w. SPAS has degree of substitution 75,25%. Matrix enteric tablet of ibuprofen made in 3 formulas by wet granulation method. F1 is containing SPAS is a better formula to compared with F2 containing SPAS:HPMCP 1:1 and F3 containing HPMCP. The maximum dissolution rate F1 is on the 15 minutes by 16,07% in pH 1,2 and 72,31% in pH 6,8. Multilevel substitution with succinylation and acetylation can’t be used as single matrix delayed release dosage."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Anggraini
"Tablet lepas tunda adalah tablet dengan sistem pelepasan tertunda yang dibuat untuk mencegah pelepasan obat di lambung. Untuk membuat tablet lepas tunda diperlukan suatu eksipien yang tidak larut dalam asam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat tablet salut enterik ibuprofen menggunakan eksipien PKSA. Protein kedelai suksinat asetat (PKSA) dimodifikasi melalui reaksi asilasi yaitu suksinilasi dan asetilasi dengan menggunakan suksinat anhidirida 125% b/b dan asetat anhidrida 125% v/b. Protein kedelai suksinat asetat yang diperoleh memiliki derajat asetilasi 75,24 ± 0,2121%, memiliki daya larut 0,007% pada pH 1,2 dan 0,01% pada pH 6,8, serta memiliki daya mengembang maksimum pada pH 1,2 sebesar 167,95% dan pada pH 6,8 sebesar 200%. Protein kedelai suksinat asetat digunakan sebagai penyalut pada tablet inti ibuprofen yang dibuat dengan metode granulasi basah. Formula larutan penyalut yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 3 formula, yaitu F1 menggunakan PKSA 2%, F2 menggunakan kombinasi PKSA:HPMCP (1:1) dengan konsentrasi 2%, dan F3 menggunakan HPMCP 2% dengan dua kali penyalutan. Hasil uji disolusi tablet salut, menunjukkan F2 memberikan hasil disolusi yang lebih baik dibandingkan F1 karena memberikan hasil disolusi pada pH 1,2 sebesar 1,59% dan pada pH 6,8 sebesar 84,711%, tetapi memiliki waktu hancur yang kurang dari 1 jam pada pH 1,2. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa tablet salut F1 dan F2 belum memenuhi persyaratan sebagai penyalut pada sediaan tablet salut enterik.

Delayed release tablet is tablet with delayed release system that designed to prevent drug release in stomach. To make delayed release tablet required an excipient that not soluble in acid. The aim of this research is to make a enteric coated tablet ibuprofen use soy protein acetate succinate (SPAS). Soy protein acetate succinate was modified by succinylation and acetylation using succinic anhydride 125% b/b and acetate anhydride 125% v/b. Soybean protein succinate acetate has degree of succinylation 13.205 ± 0.3465% and degree of acetylation 75,24 ± 0,2121%, has solubility index 0.007% in pH 1,2 and 0.01% in pH 6.8, and has a maximum swelling index 167.95% in pH 1.2 and 200% in pH 6.8.Soy Protein acetate succinate was used as a coating on the core ibuprofen tablets that made by wet granulation method. Coating solution formulas that used in this study consist of three formulas, F1 using SPAS 2%, F2 using combination of SPAS:HPMCP (1:1) 2%, and F3 using HPMCP 2% with twice coating process. Dissolution result of enteric coated tablet showing that F2 were better than F1 because F2 dissolved 1,59% in pH 1.2 and 84,711% in pH 6.8, but has disintegration time less than one hour in pH 1,2. Based on this result, enteric coated tablet with F2 was not qualified as a coating for enteric coated tablet"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Cinthya Chatarina
"Tablet lepas lambat merupakan tablet yang didesain untuk dapat melepaskan zat aktif secara perlahan di dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi eksipien protein kedelai tersuksinilasi yang digunakan sebagai matriks dalam formulasi tablet lepas lambat dengan propranolol hidroklorida sebagai model obat. Konsentrat protein kedelai suksinat (PKS 1) diperoleh melaui cara esterifikasi konsentrat protein kedelai (PK) dengan anhidrida suksinat 100% b/b pada kondisi basa. PK dan PKS 1 dikarakterisasi secara fisik, kimia dan fungsional, kemudian diformulasikan menjadi matriks tablet lepas lambat dengan metode granulasi basah. Tablet lepas lambat yang dihasilkan dievaluasi dan dipelajari profil pelepasan obatnya.
Hasil penelitian menunjukkan pita serapan pada bilangan gelombang 1653,05 cm-1; 1697,41 cm-1; 2359,02 cm-1 dan derajat substitusi PKS 1 sebesar 35,74 ± 0,38%. Eksipien tersebut menunjukkan kemampuan mengembang yang baik sebesar 35,38 ± 2,08% dalam HCl pH 1,2 dan 66,36 ± 2,12% dalam dapar fosfat pH 7,5. Profil pelepasan propranolol hidroklorida dari tablet lepas lambat yang mengandung PKS 1 sebagai pembentuk matriks (F1, F2, dan F3) menunjukkan profil pelepasan obat yang mengikuti persamaan Higuchi. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa PKS 1 dapat digunakan sebagai eksipien pembentuk matriks pada tablet lepas lambat dan dapat digunakan untuk pemakaian 24 jam.

Sustained release tablet is solid oral dosage form which is designed to release drugs slowly in the body. This research was conducted to produce and characterize the succinylated excipient of soybean protein as matrix for sustained release tablet formulation with propranolol hydrochloride as model drug. Soybean protein succinate (SPS 1) was obtained by esterification of soybean protein (SP) with anhydride succinic 100% b/b in alkaline solution. SP and SPS 1 were characterized physically, chemically, and functionally, then were formulated as matrix in sustained release tablet by wet granulation method. Furthermore, the sustained release tablets were evaluated and the drug release profiles were studied.
Characterization of excipient results showed a peak at the wave number 1653,05 cm-1; 1697,41 cm-1; 2359,02 cm-1 and substitution degree of PKS 1 is 35,74 ± 0,38%. That modified excipient show good swelling capability that are 35,38 ± 2,08% in medium HCl pH 1,2 and 66,36 ± 2,12% in medium buffer phosphate pH 7,5. Drug released profil of Propranolol hydrochloride from sustained release tablet which contain PKS 1 as matrices (F1, F2, and F3) showed Higuchi drug release kinetics. This study suggested that the PKS 1 can be applied as matrix for sustained release tablets and extend drug release up to 24 hours.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Ayu Fajarningrum
"Sediaan enterik merupakan sediaan yang dapat melewati lambung kemudian obat akan hancur dan diabsorpsi di usus. Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi protein kedelai dengan ftalatasi kemudian suksinilasi dan memformulasikan sediaan tablet matriks enterik menggunakan protein kedelai ftalat suksinat (PKFtS) dimana asetosal digunakan sebagai model obat. Konsentrat protein kedelai (PK) diftalatasi dengan anhidrida ftalat dengan perbandingan 1:2 (PKFt), kemudian disuksinilasi dengan anhidrida suksinat dengan perbandingan 1:2,5 (PKFtS) pada pH 8,0-8,5. PKFtS diformulasikan sebagai eksipien matriks tablet enterik dimana dibuat 3 formulasi PKFtS (F1), PKFtS:HPMCP (Hidroksi Propil Metil Selulosa Ftalat) (F2), dan HPMCP (F3) sebagai pembanding.
Tablet enterik yang dihasilkan dievaluasi dan dilihat pelepasan obatnya. Hasil penelitian menunjukkan F1 memiliki kemampuan mengembang 154,79 ± 1,69% dalam HCl pH 1,2 dan sebesar 242,16 ± 3,55% dalam dapar fosfat pH 6,8. Pengujian kadar dari F1, F2 dan F3 berturut-turut adalah 101,66 ± 1,63%, 101,44 ± 1,84%, dan 97,91 ± 1,49%. Pelepasan asetosal dari tablet matriks enterik F1, F2, dan F3 terdisolusi sebanyak 22,62 ± 2,44%, 16,65 ± 1,39% dan 1,10 ± 0,15% pada HCl pH 1,2 dan 60,78 ± 2,39%, 44,21 ± 2,22% dan 19,88 ± 1,49% pada dapar fosfat pH 6,8. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa PKFtS yang dibuat pada penelitian ini belum dapat digunakan sebagai matriks tunggal pada sediaan lepas tunda.

Enteric solid dosage forms are intended to pass through the stomach intact to disintegrate and release their drug content fot absorption along the intestines. The aim of this study was to modified soybean protein with phthalated then succinylated and to formulate matrix enteric dosage form using soybean protein phthalate succinate (SPPS) with acetylsalicylic acid as model drug. Soybean protein (SP) was phthalated using phthalic anhydride 1:2 (SPP), then succinylated using succinic anhydride 1:2,5 (SPPS) in pH 8,0-8,5. SPPS were formulated as matrix in enteric tablet, there 3 formulations SPPS (F1), SPPS:HPMCP (Hydroxy Propyl Methyl Celullose Phthalate) (F2), and HPMCP (F3) as comparator.
Enteric dosage forms were evaluated and the drug release profile were studied. Result of study showed that F1 had swelling index 154,79 ± 1,69% in medium HCl pH 1,2 and 242,16 ± 3,55% in medium buffer phosphate pH 6,8. Assay of F1, F2, and F3 were 101,66 ± 1,63%, 101,44 ± 1,84%, and 97,97 ± 1,49%. Drug release profil of acetylsalicylic acid from matrix enteric tablet F1, F2 and F3 were dissoluted with 22,62 ± 2,44%, 16,65 ± 1,39% and 1,10 ± 0,15% in medium HCl pH 1,2 then 60,78 ± 2,39%, 44,21 ± 2,22% and 19,88 ± 1,49% in medium buffer phosphate pH 6,8. Based on the research result, it can be concluded that SPPS that made in this study hasn't yet applicated as matrix in delay release.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59408
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Alisha
"Asam amino esensial yang terkandung pada protein nabati maupun hewani, penting untuk asupan nutrisi manusia. Namun, protein lemak yang ada dihewani dikenal dengan Low Density Lipoprotein LDL dapat menyebabkan penyakit tertentu yang berbahaya. Protein nabati dapat menjadi konsumsi alternatif untuk menurunkan kadar kolesterol LDL tersebut. Teknologi yang berkembang saat ini adalah protein nabati yang direstrukturisasi teksturnya menyerupai tekstur daging hewan. Salah satu sumber protein nabati yang memiliki kualitas gizinya mendekati dengan daging hewan adalah protein kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh enzim transglutaminase TG-ase sebagai agen pengikat silang pada campuran Texturized Soy Protein TSP dan tepung kedelai. Sampel akan di uji melalui tingkat keasaman, gugus fungsi, profil tekstur, organoleptik dan proksimat. Melalui hasil uji tersebut akan diperoleh jumlah dosis transgluminase dan suhu inkubasi yang optimal. Variasi yang digunakan adalah dosis enzim 0,0; 0,5; 1,0; 1,5; 2 dan suhu inkubasi 50C; 150C; 250C dengan durasi 24 jam inkubasi. Hasilnya menunjukkan bahwa karakteristik dari setiap sampel yang diamati, peningkatan dosis enzim transglutaminase mempengaruhi tekstur sampel yang dibuktikan dengan uji profil tekstur dan organoleptik. Sedangkan, reaksi enzimatik dibuktikan dengan uji FTIR dan tingkat keasaman. Pada penelitian ini enzim optimum adalah 1,5 . Namun, hasil dari karakteristik variasi perbedaan suhu pada penelitian ini tidak signifikan.

The essential amino acids contain in vegetable and animal protein is important for human nutrition intake. However, the presence of the animal protein in the the animal meat generally exists with a lot of fat and cholesterol type Low Density Lipoprotein LDL that can cause a certain disease. Vegetable protein should be the alternative consumption to decrease the LDL cholesterol content. The current growing technology, the vegetable protein could be restructured to resemble the texture of animal meat. One of the vegetable protein sources that has the same nutritional quality similar to animal meat is soybean protein. This study aims to determine the effect of transglutaminase TG ase enzyme as a crosslinking agent on mixture of Texturized Soy Protein TSP and soybean powder. The sample would be examined by acidity level test, function group, texture profile, organoleptic and proximate analysis. By these tests, it could be obtained the optimum of amount transgluminase dosage and the incubation temperature. The experimenatal variations are the enzyme dosage 0.0 0.5 , 1,0 1.5 2 and the incubation temperature 5oC 15 oC 25oC with the duration of 24 h incubation. The result showed that the characteristic of each sample observed, increased dosage of transglutaminase enzyme affects the texture of sample as evedenced by TPA and organoleptic test. While, enzimatic reaction evidenced by FTIR and acidity level test. In this research the optimum enzyme is 1,5 . However, the characteristic of this variations temperature was insignificant different.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masuko Tri Sutandio
"Tablet salut enterik merupakan tablet salut yang menggunakan eksipien yang tidak larut dalam asam tapi larut dalam basa. Penelitian ini bertujuan mempreparasi protein kedelai dengan ftalat dan suksinat yang diaplikasikan sebagai bahan penyalut enterik, dengan model obat asetosal. Protein kedelai (PK) disubtitusi dengan ftalat anhidrida sebanyak 200% dan suksinat anhidrida sebanyak 250% dalam suasana basa. PKFtS memiliki derajat subtitusi ftalat sebesar 11,59 ±0,50 dan suksinat sebesar 68,85 ±0,38. Daya mengembang PK pada HCl pH 1,2 yaitu sebesar 160,91 ± 0,64 % dan daya mengembang PKFtS yaitu sebesar 113,81 ± 0,67 %. Daya larut pada PK, PKFt, dan PKFtS tidak memiliki perbedaan yang begitu berarti. Evaluasi tablet enterik memiliki penampilan umum berupa tablet bikonfeks berwarna coklat dengan kenaikan bobot sebesar 2,24% pada F1, coklat kekuningan dengan kenaikan bobot sebesar 2,02% pada F2 dan putih dengan kenaikan bobot sebesar 1,40% pada F3. Evaluasi pelepasan obat pada F1, F2, dan F3 tidak memenuhi persyaratan tablet enterik selama dua jam pada HCl 1,2 yaitu masing - masing sebesar 98,87 ± 0,65 %, 92,40 ± 0,90 %, dan 95,98 ± 3,44 %. Pada evaluasi waktu hancur yang dibandingkan dengan tablet inti, tablet salut memiliki waktu hancur yang sedikit lebih lama. Dapat disimpulkan bahwa PKFtS masih belum dapat digunakan sebagai eksipien tablet enterik.

Enteric coated tablet is a coated tablet consist of an excipient that is insoluble in acid but soluble in alkaline. This research purpose is to prepare the soybean protein with phthalate and succinate which applied for enteric tablet excipient, with aspirin as a drug model. Soybean protein is subtitued with 200% anhidride phthalate and 250% anhidride succinate with base condition. PKFtS have a subtitution degree of phtalate is 11,594 ±0,499 and succinate is 68,851 ±0,376. Swelling index of PK on HCl pH 1,2 is 160,91 ± 0,64 % and swelling index of PKFtS is 113,81 ± 0,67 %. Solubility of PK, PKFt, dan PKFtS did not have significant different. Evaluation of enteric tablet has the general appearance bikonfeks brown tablets with the increase in weight of 2.24% in F1, yellowish brown with the increase in weight of 2.02% in F2 and white with the increase in weight of 1,40% in F3. Drug release test of F1, F2, and F3 did not fullfil enteric tablet requirement for 2 hours on HCl pH 1,2 is each 98,87 ± 0,65 %, 92,40 ± 0,90 %, and 95,98 ± 3,44 %. The disintegration test of coated tablet was compared with core tablet. These tablet have longer disintegration time from the core tablet. It can be concluded that PKFtS can not be used yet as an enteric tablet exicipient.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Susanti
"Konsumsi daging sapi dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker, penyakit kardiovaskular dan jantung, serta tekanan darah tinggi atau hipertensi. Oleh karena berbagai dampak negatif tersebut, perlu dibuat sebuah produk pangan alternatif berupa daging sapi sintetik yang tetap mengandung nutrien penting tetapi memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih kecil. Dalam penelitian ini, protein dalam daging sapi sintetik diperoleh dari bahan baku berupa gluten, kacang merah, ampas kedelai, dan textured vegetable protein yang divariasikan konsentrasinya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peningkatan konsentrasi tepung kacang merah dan textured vegetable protein dapat meningkatkan kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak dalam daging sapi sintetik. Selain itu, peningkatan konsentrasi ampas kedelai dapat meningkatkan kadar air dan karbohidrat, menurunkan nilai kalori, dan mengurangi kekerasan daging sapi sintetik. Dari penelitian ini diperoleh daging sapi sintetik terbaik dengan kombinasi 60% gluten, 10% tepung kacang merah, 20% ampas kedelai, dan 10% textured vegetable protein diperoleh. Berdasarkan hasil analisis proksimat dan kalori, daging sapi sintetik terbaik mengandung 60,3% air, 0,6% abu, 19,3% protein, 4,5% lemak, 15,6 karbohidrat, dan 178 kkal/100 g.
Berdasarkan hasil texture profil analysis, daging sapi sintetik terbaik memiliki daya kohsesif 0,570, kekerasan 5845,4, dan elastisitas 88,0. Daging sapi sintetik terbaik mengandung seluruh asam amino esensial dan memiliki kandungan lemak jenuh yang lebih rendah dibandingkan daging sapi. Dari penelitian ini, telah dapat dihasilkan daging sapi sintetik dengan kandungan nutrisi yang cukup dan risiko kesehatan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi sehingga daging sapi sintetik dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pengganti daging sapi yang lebih sehat.

Consumption of beef can increase the risk of cancer, cardiovascular and heart disease, and hypertension. Because of those disadvantages, an alternative food in the form of synthetic beef which contains almost the same amount of nutrient as the original beef but with less health risk can be made. In this research, the protein content of synthetic beef will be derived from gluten, kidney bean, soy pulp, and texturized vegetable protein which are varied in the concentration.
Based on this research, the increase of kidney bean flour and textured vegetable protein’s concentration will increase the ash, protein, and fat content of synthetic beef. Meanwhile, the increase of soy pulp’s concentration will increase the water and carbohydrate content, decrease the amount of calories, and reduce synthetic beef’s hardness. This research has produced the best synthetic beef with a combination of 60% gluten, 10% kidney bean flour, 20% soybean pulp, and 10% texturized vegetable protein is obtained.
According to the proximate and calorimetry analysis, the best synthetic beef contained 60.3% water, 0.6% ash, 19.3% protein, 4.5% fat, and 15.6 carbohydrate, and 178 kkal/100 g. According to the texture profile analysis, the best synthetic beef has 0.570 cohesiveness, 5845.4 hardness, and 88.0 springiness. The best synthetic beef contains all essential amino acids and has less saturated fat in comparison to beef. Based on this research, a synthetic beef with sufficient amount of nutrient and less health risk has been produced. Therefore, synthetic beef is a healthy alternative food that can substitute original beef.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurullah Agustya
"Salah satu masalah terbesar pada lansia adalah ketidakseimbangan nutrisi nurang dari kebutuhan tubuh. KIAN ini bertujuan untuk memaparkan hasil asuhan keperawatan pada lansia dengan ketidakseimbangan nutrisi nurang dari kebutuhan tubuh. Metode yang digunakan dalam KIAN ini berupa intervensi keperawatan. Asuhan keperawatan dilakukan di PSTW Budi Mulia 1, DKI Jakarta dengan melakukan intervensi unggulan, yaitu manajemen nutrisi melalui monitoring rutin dan pemberian suplemen berbasis protein kedelai selama 4 minggu. Monitoring rutin dan pemberian suplemen berbasis protein kedelai dilakukan kepada tiga lansia dengan kategori MNA ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Hasil yang didapat setelah pemberian intervensi selama 4 minggu pada lansia adalah terdapat penambahan pada berat badan dan lingkar lengan atas masing-masing lansia. Terdapat penambahan berat badan dan lingkar lengan atas lansia sebanyak 1 kg dan 1 cm pada klien kelolaan, sedangkan resume 1, 2 kg dan 1,5 cm, dan 3 kg dan 2 cm pada resume 2. KIAN ini menyarankan adanya anggaran khusus untuk memfasilitasi suplemen berbasis protein kedelai yang disediakan oleh Dinas Sosial dan keluarga.

One of the biggest problems in the elderly are imbalance nutrition less than body requirement. The purpose of this paper is describing the results of the nursing care of the elderly with imbalance nutrition less than body requirement. The interventional methode was used in this paper. The intervention, management nutrition, had been done in PSTW Budi Mulia 1 Cipayung, DKI Jakarta by routine monitoring and giving soy based protein for 4 weeks. Routine monitoring and giving soy based protein was done to three elderly who categorized malnutrition by screening MNA. The results were additions to the weight and arm circumference on each senior, 1 kg dan 1 cm on first client, 2 kg and 1,5 cm on second client, and 3 kg and 2 cm on third client, after administration of intervention. This paper suggested the additional budgeting for facilate elderly the soy based protein by Sosial Department and family."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Mariyam
"ABSTRAK
Kitosan merupakan polimer alam yang potensial untuk digunakan sebagai eksipien farmasi karena sifatnya yang biodegradabel dan tidak toksik. Penggunaan kitosan sebagai pembawa obat terbatas karena sifat kelarutannya yang hanya larut dalam asam. Untuk meningkatkan kelarutannya, dalam penelitian ini dilakukan modifikasi kimia terhadap kitosan menggunakan anhidrida suksinat. Kitosan suksinat yang diperoleh digunakan sebagai matriks pada sediaan tablet enterik dengan menggunakan natrium diklofenak sebagai model obat. Derajat substitusi kitosan suksinat yang diperoleh sebesar 3,65 mol/gram. Kitosan suksinat dapat larut dalam medium basa (pH ≥6,8) sehingga terbukti bahwa sintesis yang dilakukan memperluas kelarutan kitosan. Formulasi tablet natrium diklofenak dengan matriks kombinasi kitosan suksinat dan HPMCP (3,5 : 1) serta perbandingan jumlah zat aktif dengan polimer = 1:3, memenuhi persyaratan tablet enterik dan dapat digunakan untuk sediaan lepas lambat selama 32 jam.

ABSTRACT
Chitosan is a potential natural polymer for application as a pharmaceutical excipient due to its biodegradable and not toxic characteristics. However, the use of chitosan as drug carriers is limited due to its solubility properties. In this study, chitosan succinate (CS) was synthesized from chitosan using succinic anhydride to improve the solubility. Then, CS was used as matrix in enteric tablet using diclofenac sodium as a model drug. The degree of substitution of CS was 3,65 mol / gram. The solubility study showed that CS could be dissolved in alkaline medium (pH ≥ 6,8). So, these study revealed that CS could increase the solubility of chitosan. The in vitro release study showed that the enteric tablet of F5 formulation could retarded drug release up to 32 hours. The enteric tablet of F5 was formulated using CS: HPMCP (3,5:1) matrix, which was 3 fold amount of drug. The result suggested that the formula have the potential to be applied as enteric and sustained release tablet. "
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S963
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yudith Kusuma Putri
"Tujuan penelitian ini adalah membuat protein kedelai suksinat dari protein kedelai yang diperoleh melalui proses suksinilasi protein kedelai dengan anhidrida suksinat pada kondisi basa dalam medium berair. Protein kedelai suksinat yang diperoleh kemudian dikarakterisasi secara fisik, kimia, dan fungsional, kemudian digunakan sebagai matriks pada sediaan tablet mengapung. Protein kedelai suksinat yang didapat berupa serbuk berwarna putih kekuningan, memiliki derajat suksinilasi 35,74 ± 0,38% dan 100,38 ± 0,38%, menunjukkan peak pada bilangan gelombang 1653,0 cm-1 mengindikasikan gugus karbonil amida yang terbentuk, memiliki daya mengembang 35,38 ± 2,08% dan 25,30 ± 4,99% dalam dapar asam klorida pH 1,2. Pada penelitian ini, tablet dibuat dengan metode granulasi basah dan menggunakan diltiazem hidroklorida sebagai model obat. Semua formula dibuat dengan mengkombinasikan matriks protein kedelai (PK), protein kedelai suksinat 100% b/b (PKS 1), dan protein kedelai suksinat 250% b/b (PKS 2) dengan HPMC dengan perbandingan 1:1. Uji keterapungan, daya mengembang dan kinetika pelepasan obat pada tablet mengapung dievaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula dengan matriks PKS 2:HPMC 1:1 merupakan fomula terbaikdengan waktu apung 40,75 ± 1,06 menit dan mampu mengapung selama 24 jam, daya mengembang 87,5 ± 3,1% dengan kinetika pelepasan mengikuti persamaan Higuchi dan mekanisme difusi non-Fickian.

The aims of this study was to produce the soybean protein succinate from soybean protein by succinilation of the soybean protein using succinic anhydride under alkaline conditions in aqueous medium. Soybean protein succinate were characterized physically, chemically and functionally, then was used as a matrix for floating tablet. Soybean protein succinate obtained a yellowish-white powder, having 35.74 ± 0.38% and 100.38 ± 0.38% as its succinylated degree, showed peak at the wave number 1653.05 cm-1 indicates that the amide carbonyl group is formed, swelling index was 35.38 ± 2.08% and 25.30 ± 4.99% in hydrocloric acid buffer pH 1.2. Tablets were made by wet granulation method and diltiazem hydrochloride was used as a model drug. All formulas were made by combining matrix soybean protein (SP), soybean protein succinate 100 % w/w (SPS 1), and soybean protein succinate 250 % w/w (SPS 2) with HPMC 1:1. Buoyancy test, swelling test and drug-release kinetics evaluated on the floating tablet. The results showed that the formula with SPS 2: HPMC 1:1 is the best fomula with a lag time of 40.75 ± 1.06 minutes, floating duration of 24 hours, and swelling test 87.5 ± 3.1%. This formula followed Higuchi release kineticsand showed non-Fickian diffusion mechanism.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55200
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>